• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. M ETODE P ENELITIAN

2. Metode Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris mencakup penelitian terhadap efektivitas hukum. Penelitian terhadap efektivitas hukum merupakan penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat, penelitian ini sangat relevan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penelitian ini mensyaratkan bahwa di samping mengetahui ilmu hukum juga mengetahui ilmu sosial, dan memiliki pengetahuan dalam penelitian ilmu sosial (social science research).20 Relevansinya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah apakah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai dengan kondisi kewilayahan kabupaten dan kebutuhan masyarakatnya.

20 Ibid, hlm. 31.

Penelitian ini dibutuhkan sebagai sarana menyesuaikan antara norma yang diatur dengan peraturan daerah dengan praktek yang terjadi secara nyata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK

A. Kajian Teoritik

1. Rencana Tata Ruang Wilayah

Pengalokasian ruang secara tepat guna akan menghasilkan manfaat yang maksimal bagi semua pihak. Pengalokasian ruang harus dilakukan secara tepat guna karena ketersediaan ruang yang terbatas.

Hal tersebut mendasari dibuatnya peraturan untuk mengatur alokasi ruang di suatu wilayah. Penataan ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.21 Tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang.22 Definisi struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional23. Selanjutnya pola ruang didefinisikan sebagai distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.24

Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan 9 asas, meliputi asas keterpaduan, asas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, asas

21 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

22 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

23 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

24 Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

keberlanjutan, asas keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, asas keterbukaan, asas kebersamaan dan kemitraan, asas perlindungan kepentingan umum, asas kepastian hukum dan keadilan, serta asas akuntabilitas25. Berikut ini penjelasan dari masing-masing asas penataan ruang.

a. Keterpaduan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan;26

b. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;27 c. Keberlanjutan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang;28

d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan

25 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

26 Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

27 Penjelasan Pasal 2 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

28 Penjelasan Pasal 2 huruf c Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tataruang yang berkualitas;29 e. Keterbukaan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang30;

f. Kebersamaan dan kemitraan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan;31

g. Pelindungan kepentingan umum yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat;32

h. Kepastian hukum dan keadilan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundangundangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum;33 dan

i. Akuntabilitas yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.34

29 Penjelasan Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

30 Penjelasan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

31 Penjelasan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

32 Penjelasan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

33 Penjelasan Pasal 2 huruf h Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

34 Penjelasan Pasal 2 huruf I Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

Asas-asas penataan ruang tersebut merupakan acuan agar dalam pelaksanaan penataan ruang sesuai dengan koridor hukum dan tata perundangan-undangan. Dengan demikian penataan ruang mampu mengakomodasi kepentingan semua stakeholder dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

2. Kewenangan Daerah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berisi pembagian urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.35 Kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Penataan Ruang telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, bahwa penataan ruang termasuk dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.36 Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah urusan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota.37 Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam urusan penataan ruang adalah menyelenggarakan penataan ruang lintas daerah kabupaten/kota.

Selain itu, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta juga mempunyai wewenang untuk penataan bangunan dan lingkungannya di kawasan strategis Daerah Istimewa Yogyakarta serta penataan bangunan dan lingkungannya lintas daerah kabupaten/kota.38 Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kewenangan istimewa yang tidak dimiliki daerah lain. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan dalam urusan

35 Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

36 Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

37 Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

38 Lebih lanjut lihat dalam Lampiran C Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

keistimewaan meliputi (a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; (b) kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta; (c) kebudayaan; (d) pertanahan; dan (e) tata ruang.39

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma

Kajian asas/prinsip terkait suatu kebijakan yang dirumuskan dalam sebuah peraturan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan nilai-nilai fundamental yang mendasari norma yang ada tersebut. Sebagaimana disarikan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukan peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.40 Sebagaimana hal tersebut, pengaturan kebijakan mengenai tata ruang wilayah DIY hendaknya pun mempertimbangkan asas-asas yang mendasarinya, yaitu sebagai berikut:

1. Asas Keterpaduan

Tata ruang berdasarkan pengertian dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang meliputi struktur ruang dan pola ruang. Sementara ruang sebagaimana dimaksudkan mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara.41 Dari pengertian tersebut setidaknya telah digambarkan bahwa cakupan

39 Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339).

40 Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 34. Lihat juga Paul Scholten, 1949, Verzamelde Gerschriften, Amsterdam, Belanda, hlm. 402.

41 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara 4725).

ruang meliputi keseluruhan ruang yang ada di permukaan bumi, laut, maupun ruang udara sehingga begitu kompleks. Adapun peruntukan masing-masing ruang tersebut cukup beragam berdasarkan fungsi alamiah yang dimiliki dari tiap-tiap daerah yang berbeda-beda.

Sementara persinggungan ruang wilayah dari satu daerah dengan daerah langsung sangatlah erat kaitannya dengan konflik kepentingan yang ada di masing-masing elemen di suatu daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian, penyelenggaraan penataan ruang di wilayah DIY ini hendaknya mampu dilaksakan secara terpadu dengan mengakomodir dan mengintegrasikan kepentingan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Melalui hal tersebut, harapannya penyelenggaraan penataan ruang wilayah di DIY akan lebih kondusif sehingga pelaksanaannya dapat memberikan kemanfaatan bagi semua pihak. Disamping itu, upaya integrasi kepentingan lintas pemangku kepentingan setidaknya menjadi upaya preventif terjadinya tumpang tindih peraturan hukum.

2. Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan

Penyelenggaraan penataan ruang di wilayah DIY ini tak terlepas dari upaya untuk menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan, sehingga dalam memanfaatkan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efektif, dan efisien. Sementara itu, perencanaan penataan ruang ini juga ditujukan untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga tercapai hasil pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan.42 Perencanaan tata ruang yang baik sudah selayaknya memperhatikan keserasian struktur ruang dan pola ruang yang ada di wilayah daerah yang bersangkutan agar tidak terjadi ketimpangan dalam rencana tata

42 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, hlm. 26.

ruang yang disusun. Sementara itu, rencana tata ruang juga semestinya memperhatikan keselarasan antara kepentingan yang dimaksudkan (kepentingan manusia) dengan unsur lingkungan hidup yang melekat pada struktur ruang dan pola ruangnya. Rencana tata ruang yang baik hendaknya juga memperhatikan pembangunan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan agar pertumbuhan wilayah di kawasan tersebut tidak timpang.

3. Asas Keberlanjutan

Rencana penataan ruang di wilayah DIY sejatinya bukan hanya mengedepankan prioritas pembangunan daerah setempat. Namun, lebih dari itu bahwa penataan ruang wilayah DIY hendaknya tidak melalaikan hak-hak alamiah dari lingkungan hidup di wilayah tersebut agar tetap terjamin kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian, menjadi suatu keharusan bagi pemangku kepentingan agar penyelenggaraan penataan ruang, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan dan kegiatan industri agar benar-benar menyesuaikan daya dukung lingkungan hidup sehingga tidak merusak kualitas lingkungan hidup. Degradasi kualitas lingkungan hidup hanya akan merugikan kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, pembangunan berdasarkan rencana penataan ruang yang memperhatikan asas keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup tentu merupakan pilihan terbaik yang sifatnya jangka panjang sehingga bukan hanya bermanfaat bagi generasi masa kini, namun juga kepentingan generasi masa depan.

4. Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan

Sejatinya, penataan ruang diselenggarakan agar penggunaan, peruntukan, dan pemanfaatan tiap kelompok/kawasan ruang wilayah sesuai dengan fungsinya. Dengan demikian, penyelenggaraan penataan ruang dapat berjalan seiring dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dalam kesatuan ruang wilayah di daerah. Berdasarkan hal ini, maka keberdayagunaan dan keberhasilgunaan penataan ruang akan berjalan saling beriringan karena konsep rencana penataan ruang yang disusun telah

mempertimbangkan aspek-aspek fundamental ruang wilayah tersebut seperti potensi dan kendala dari beberapa kawasan di ruang wilayah itu sendiri.

5. Asas Keterbukaan

Salah satu asas yang penting diakomodir dalam rencana penataan ruang di wilayah DIY ini yakni terkait dengan keterbukaan. adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Asas keterbukaan atau transparansi ini erat kaitannya dengan peranan pemerintah daerah berdasarkan kewajibannya agar memberikan keterbukaan informasi berkaitan dengan seluruh proses penataan ruang di wilayah DIY. Terlebih bahwa dalam penataan ruang ini bersinggungan langsung dengan hajat hidup masyarakat di wilayah setempat sehingga sosialisasi rencana tata ruang merupakan upaya bijak yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah dalam rangka menjaga hak-hak masyarakat dan memberitahukan kewajiban masyarakat tersebut. Lebih dari itu, asas keterbukaan ini sejalan dengan semangat good governance sehingga di sisi lain merupakan salah upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kepercayaan publik terkait amanah yang diembannya.

6. Asas Kebersamaan dan Kemitraan

Pada dasarnya penataan ruang melibatkan beberapa unsur elemen di masyarakat. Hal ini tak lain karena penataan ruang yang juga merupakan hal yang cukup strategis karena berkaitan dengan kepentingan banyak pihak dari berbagai elemen di masyarakat dengan kepentingan yang tentunya berbeda-benda pula. Oleh sebab itu, penataan ruang idealnya diselenggarakan dengan melibatkan keterwakilan semua pihak dari beberapa elemen yang ada di masyarakat dan saling bersinergi satu sama lain tersebut agar tercapai konsensus dari kepentingan-kepentingan yang ada sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi semua.

7. Asas Pelindungan Kepentingan Umum

Bahwa penyelenggaraan penataan ruang penting memperhatikan konsep perlindungan kepentingan umum, yaitu kepentingan bersama seluruh masyarakat di wilayah daerah setempat dan kepentingan pemerintah daerah yang selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rencana penataan ruang yang memperhatikan aspek perlindungan terhadap kepentingan umum sejatinya akan membawa kesejahteraan bagi semua pihak sehingga sejalan dengan konsep penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna.

8. Asas Kepastian Hukum dan Keadilan

Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai adanya kepastian hukum yang sebenarnya. Dalam beberapa hal, kepastian hukum ini seringkali dibenturkan dengan asas keadilan. Padahal, semestinya kedua hal ini saling beriringan satu sama lain. Dengan demikian, dalam penyelenggaraan penataan ruang bukan semata-mata hanya mendasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, namun pelaksanaannya harus tetap dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil. Hal ini senafas dengan adagium yang diungkapkan oleh Thomas Aquinas, bahwa walaupun tidak secara lugas bahwa hukum yang tidak adil bukanlah hukum (lex injusta non est lex).43

9. Asas Akuntabilitas

Dalam penyelenggaraan penataan ruang, tentu terdapat beberapa hal yang termasuk dalam kategori hak maupun kewajiban bagi masing-masing stake holder. Penataan ruang ini pada dasarnya merupakan suatu kesatuan proses jangka panjang dalam rangka mewujudkan tata ruang wilayah suatu daerah yang ideal sehingga dapat mencapai target

43 Dikutip dari J.H. Nieuwenhuis, Drie Beginselen van Contractenrecht dalam Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

yang telah ditentukan. Sejalan dengan hal tersebut, maka keseluruhan proses penyelenggaraan penataan ruang dapat dimintai pertanggungjawaban dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini semata-mata demi menciptakan satu kesatuan ruang wilayah yang kondusif dan memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

C. Kajian Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

1. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta a. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Konstelasi

Keruangan Pulau Jawa-Bali

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah istimewa di antara 7 provinsi di wilayah fungsional Pulau Jawa-Bali. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, posisi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di ujung selatan wilayah fungsional Pulau Jawa-Bali. Wilayah Daerah Istimewa Yoyakarta berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah utara, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah timur, Samudera Hindia di sebelah selatan, dan Kabupaten Purworejo (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah barat.44

Dalam konstelasi fungsional Daerah Istimewa Yogyakarta berada diantara dua Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yaitu Kota Semarang di sebelah barat sebagai PKN yang berada di Provinsi Jawa Tengah, dan Kota Surakarta di sebelah timur sebagai PKN di Provinsi Jawa Tengah45. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu pusat pertumbuhan di pesisir selatan Pulau Jawa.

44 Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2013.

45 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki PKN yang terdapat di Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki pusat pendidikan dengan banyaknya universitas. KPY merupakan pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan. Selain itu, KPY merupakan pusat kegiatan industri kreatif seiring dengan pengembangan pariwisata budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih lanjut, KPY merupakan pusat perdagangan dan jasa.

b. Luas Wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah selatan Pulau Jawa, secara astronomi terletak pada 7°33’-8°12’ lintang selatan dan 110°00’-110°50’ bujur timur, dengan luas 3.185,80 km2. Secara administratif, di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan, 45 kelurahan, dan 393 desa.46

Tabel Luas Wilayah Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta No Kabupaten/Kota Ibukota Luas

(Km2)

Jumlah Kecamatan 1. Kab. Kulon Progo Wates 586,27 12 2. Kab. Bantul Bantul 506,85 17 3. Kab.

Gunungkidul

Wonosari 1.485,36 17 4. Kab. Sleman Sleman 574,82 17 5. Kota Yogyakarta Yogyakarta 32,50 14

Jumlah 3.185,80 78

Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2013

46 Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2013.

Gambar Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali tahun 2012

Gambar Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Sumber: Review RTRW DIY Tahun 2009-2029, 2015

c. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan Daerah Istimewa Yogyakarta juga dapat dilihat dari neraca sumber daya lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perhitungan necara sumber daya lahan tersebut dilakukan dengan teknik penginderaan jauh menggunakan citra satelit ASTER hasil perekaman tahun 2007 dan 2012, yang memiliki resolusi spasial 15 meter. Hasil analisis menunjukkan penggunaan lahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami perubahan penggunaan lahan sebesar 2.754,01 ha. Perubahan terbesar adalah penambahan areal permukiman baru seluas 1.595,94 ha, kemudian menyusutnya areal sawah seluas 1.207,49 ha dan pertanian lahan kering seluas 560,78 ha.47

Tabel Neraca Penggunaan Lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 dan 2012

No. Penggunaan Lahan

Luas (Ha) Persentase Perubahan 2007 2012 (%)

1 Kebun 75.366.,07 75.098.,27 -0,36 2 Lahan

Berhutan 3.625.,31 3.423.,92 -5,56 3 Lahan Terbuka 1.154.,11 1.547.,35 34,07 4 Padang Rumput 11.630.,42 1.1878.,7 2,13 5 Perairan Darat 1.736.,34 1.736.,34 0,00 6 Perhubungan 143.,64 143.,64 0,00 7 Permukiman 31.967.,45 33.563.,38 4,99 8 Pertanian Lahan Kering 136.402.,72 135.841.,95 -0,41 9 Sawah 56.553.,94 55.346.,44 -2,14 Jumlah 318.580,00 318.580,00 0,00

Sumber: Bappeda DIY, 2012

47 Laporan Akhir Neraca Sumberdaya Alam Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2012.

Tabel Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007-2012

Penggunaan Lahan

Tahun 2012 Kebu

n

Lahan Berhut

an

Lahan Terbu

ka

Padan g Rump

ut

Peraira n Darat

Perhubung

an Permukim an

Pertani an Lahan Kering

Sawa h

Tahun 2007

Kebun - 104,90 - - - 186,60 - -

Lahan Berhutan 23,7

0 170,52 7,17 - - - - -

Lahan Terbuka - - 365,21 - - 3,55 - -

Padang Rumput - - 124,09 - - - - -

Perairan Darat - - - - - - - -

Perhubungan - - - - - -

Permukiman - - - - -

Pertanian Lahan

Kering - - 362,49 - - - 198,29 -

Sawah - - - 1.207,49 -

Sumber: Bappeda DIY, 2012

2. Kependudukan dan Sumber Daya Manusia

Perkembangan kependudukan digunakan sebagai salah satu dasar dalam penentuan rencana struktur dan pola ruang karena terkait dengan kebutuhan penyediaan pelayanan penduduk serta penyediaan lahan untuk menampung kegiatan penduduk. Selain itu, perkembangan kependudukan juga menjadi salah satu data dasar untuk mengetahui kecenderungan sosial ekonomi dan dampak pembangunan wilayah, mengevaluasi kebijakan dan program pembangunan, serta menjadi acuan dalam menentukan berbagai kebijakan. Perkembangan kependudukan sekaligus menjadi gambaran Sumber Daya Manusia yang ada di suatu wilayah, terdiri dari jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 2008 hingga tahun 2012 cenderung mengalami penurunan, yang semula berjumlah 3.557.318 jiwa menjadi 3.482.391 jiwa. Jika dilihat berdasarkan kabupaten/kota, pada tahun 2012, jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kabupaten Sleman, yaitu sebesar 1.019.841 jiwa, disusul oleh Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul, masing-masing dengan jumlah penduduk 930.296 jiwa dan 707.832 jiwa. Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 2008 hingga tahun 2012 cenderung mengalami penurunan, yang semula berjumlah 3.557.318 jiwa menjadi 3.482.391 jiwa. Jika dilihat berdasarkan kabupaten/kota, pada tahun 2012, jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kabupaten Sleman, yaitu sebesar 1.019.841 jiwa, disusul oleh Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul, masing-masing dengan jumlah penduduk 930.296 jiwa dan 707.832 jiwa. Kota Yogyakarta dan Kabupaten