• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK

C. K AJIAN P RAKTIK P ENYELENGGARAAN , K ONDISI YANG A DA DAN P ERMASALAHAN

25. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Tujuan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah melindungi kawasan dan lahan pertanian, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. Melindungi kepemilikan lahan, meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani, mempertahankan keseimbangan ekologis, mewujudkan revitalisasi pertanian.327 Lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa lahan beririgasi, lahan reklamasi rawa pasang surut dan nun-pasang surut dan lahan tidak beririgasi.328

Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan didasarkan pada pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk, pertumbuhan produktivitas, kebutuhan pangan nasional, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan, pengembangan IPTEK dan musyawarah petani329. Lahan pertanian pangan berkelanjutan yang sudah ada dan lahan cadangan didasarkan atas

325 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

326 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

327 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068).

328 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068).

329 Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068).

kriteria kesesuaian lahan, infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan dan luasan kesatuan hamparan lahan330. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan, lahan pertanian pangan berkelanjutan di dalam dan di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.331 26. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Beberapa kelemahan yang menjadi sorotan dalam pengelolaan perikanan meliputi: (a) kelemahan pada aspek manajemen pengelolaan perikanan antara lain belum terdapatnya mekanisme koordinasi antarinstansi yang terkait dengan pengelolaan perikanan; (b) kelemahan pada aspek birokrasi, antara lain terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan perikanan; (c) kelemahan pada aspek hukum antara lain masalah penegakan hukum, rumusan sanksi, dan yurisdiksi atau kompetensi relatif pengadilan negeri terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di luar kewenangan pengadilan negeri tersebut.332 Kelemahan-kelemahan tersebut mendorong terjadinya perubahan Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Salah satu perubahan yang termuat dalam Undang-Undang ini berkaitan dengan peran pemerintah daerah untuk melaksanakan tata

330 Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068).

331 Pasal 18 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068).

332 Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073).

pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan.333 Pemerintah daerah juga dapat menjalankan urusan tugas pembantuan di bidang perikanan yang diberikan oleh pemerintah pusat.334

27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman

Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, diperlukan adanya upaya pembinaan. Upaya pembinaan tersebut mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan.

Untuk melakukan upaya pembinaan, menteri melakukan koordinasi lintas sektoral, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan, baik vertikal maupun horizontal.335

Perencanaan, sebagai tahapan pertama dari upaya pembinaan perumahan dan kawasan permukiman, merupakan satu kesatuan yang utuh dari rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. Oleh karena itu, perencanaan disusun pada tingkat nasional, provinsi, atau kabupaten/kota yang dimuat dan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.336

Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Upaya penyelenggaraan rumah dan perumahan tersebut dilaksanakan oleh

333 Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073).

334 Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073).

335 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

336 Pasal 7 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.337 Adapun yang termasuk dalam ruang lingkup penyelenggaraan perumahan adalah perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian.338

Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah, sebagai bagian dari perencanaan permukiman. Perencanaan perumahan ini terdiri atas perencanaan dan perancangan rumah; dan perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan.339 Perencanaan dan perancangan perumahan rumah dilakukan untuk menciptakan rumah yang layak huni. Selain itu, perencanaan dan perancangan rumah juga ditujukan untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.340 Adapun yang berhak melakukan perencanaan dan perancangan rumah adalah orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan rumah.341 Ditentukannya orang yang berhak melakukan perencanaan dan perancangan rumah ini ditujukan agar hasil yang

337 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

338 Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

339 Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

340 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

341 Pasal 25 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

didapat bisa benar-benar sesuai dengan persyaratan teknis, administratif, tata ruang dan ekologis.342

Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan meliputi rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman dan rencana kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan. Rencana penyediaan kaveling tanah digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum. Selain itu, rencana penyediaan kaveling tanah juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.343

Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Selain itu, penyelenggaraan kawasan permukiman juga dimaksudkan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta menjamin kepastian bermukim.344 Adapun yang tercakup dalam penyelenggaraan kawasan permukiman adalah lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di perdesaan.345 Tahapan dari

342 Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

343 Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

344 Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

345 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

penyelenggaraan kawasan permukiman adalah perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian.346

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. perencanaan ini diperlukan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman. Perencanaan kawasan permukiman ini setidaknya harus mencakup peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan; mitigasi bencana; dan penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana dan utilitas umum.347

28. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum merupakan instrumen yuridis yang mewadahi kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan untuk pembangunan kepentingan umum. Undang-Undang a quo memberikan peluang kepada instansi pemerintah yang membutuhkan tanah untuk pembangunan kepentingan umum sehingga perlu dilakukan pelepasan hak atas tanah seseorang. Dalam hal ini, kegiatan pengadaan tanah dilakukan dengan objek pengadaan tanah berupa tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.348 Sementara pihak yang tanahnya dilepaskan untuk kegiatan pembangunan kepentingan umum tersebut berhak atas ganti kerugian yang layak dan adil349 yang

346 Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

347 Pasal 64 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).

348 Lihat ketentuan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280).

349 Lihat ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

ditentukan dalam proses pengadaan tanah melalui mekanisme musyawarah350.

Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum selayaknya memperhatikan asas-asas sebagaimana dalam Pasal 2 yaitu asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan.351 Pelepasan hak atas tanah oleh pemegang hak atas tanah disertai pemberian ganti kerugian oleh pemerintah ini dengan maksud agar dapat tetap menjamin kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang berhak tersebut. Kegiatan pengadaan tanah itu sendiri sebagaimana dalam Pasal 13, penyelenggaraannya melalui beberapa tahapan yaitu mulai dari tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil, yang di dalamnya juga memuat adanya konsultasi publik atas rencana pemerintah untuk melakukan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebagai pengejawantahan dari asas keterbukaan.

Lebih lanjut, dalam kaitannya dengan penataan ruang, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini memperhatikan kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Pembangunan Nasional/Daerah, Rencana Strategis, dan Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.352 Rencana Tata Ruang Wilayah pada level nasional maupun daerah menjadi penting untuk diperhatikan dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280).

350 Lihat ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280).

351 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280).

352 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280).

memberikan konsekuensi bahwa kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum harus sejalan dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Dengan demikian, dalam penyusunan Peraturan Daerah Provinsi DIY tentang RTRW ini pun harus benar-benar matang sehingga dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan, termasuk pembangunan kepentingan umum.

29. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Perlindungan dan pemberdayaan petani bertujuan untuk mewujudkan kemandirian petani, menyediakan prasarana dan sarana pertanian, memberikan kepastian usaha tani, melindung petani dari fluktuasi harga, meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani dan menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian.353 Lingkup perlindungan dan pemberdayaan petani adalah perencanaan, perlindungan petani, pemberdayaan petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan dan peran serta masyarakat.354

Strategi perlindungan petani dilakukan melalui sarana dan prasarana produksi pertanian, kepastian usaha, harga komoditas pertanian, penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi, ganti rugi gagal panen akibat KLB, sistem peringatan dini dan penanganan perubahan iklim dan asuransi pertanian.355 Strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, penyediaan

353 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433).

354 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433).

355 Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433).

fasilitas pembiayaan dan permodalan, kemudahan akses ilmu IPTEK dan penguatan kelembagaan petani.356

30. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Secara umum Undang-Undang ini mencakup pemberian hak kepada masyarakat untuk mengusulkan penyusunan Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan, serta Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; pengaturan mengenai Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan kepada Setiap Orang dan Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang melakukan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; pengaturan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya; serta pemberian kewenangan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.357

Di dalam Undang-Undang ini pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengajukan usulan penyusunan RSWP-3-K (Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), RZWP-3-K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), RPWP-3-K (Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), dan RAPWP-3-K (Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan dunia usaha.358 Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K,

356 Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433).

357 Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490).

358 Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490).

dan RAPWP-3-K pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan melibatkan Masyarakat.359 Pemerintah Daerah juga berkewajiban menyebarluaskan konsep RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K untuk mendapatkan masukan, tanggapan, dan saran perbaikan.360

31. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

Perindustrian diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan industri nasional sebagai pilar perekonomian nasional, kedalaman dan kekuatan struktur industri, industri yang mandiri, berdaya saing, maju dan maju serta industri hijau. Tujuan lainnya adalah membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja, meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.361

Bupati/walikota diberi kewenangan untuk menyusun rencana pembangunan industri kabupaten/kota362. Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/kota harus mengacu kebijakan nasional. Rencana disusun dengan memperhatikan potensi sumber daya industri, RTRW Provinsi dan Kabupaten/kota, keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan sosial dan lingkungan.363

32. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

Undang-undang ini meliputi pengaturan penyelenggaraan kelautan Indonesia secara terpadu dan berkelanjutan untuk mengembangkan

359 Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490).

360 Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490).

361 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492).

362 Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492).

363 Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492).

kemakmuran negara.364 Ruang lingkup penyelenggaraan kelautan Indonesia berdasarkan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan meliputi: (a) wilayah laut; (b) pembangunan kelautan; (c) pengelolaan kelautan; (d) pengembangan kelautan; (e) pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut;

(f) pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di Laut;

dan (g) tata kelola dan kelembagaan.365

Berdasarkan ruang lingkup tersebut, pemerintah daerah memiliki beberapa peran yang harus dijalankan yaitu:

a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan Pengelolaan Kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan Sumber Daya Kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru.366

b. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisisr dan pulau-pulau kecil.367 c. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat bertanggung

jawab melaksanakan perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan sumber daya non konvensional di bidang kelautan368 yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional.369

d. Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pembinaan terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas pendukung industri

364 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

365 Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

366 Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

367 Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

368 Pasal 24 ayat (1)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

369 Pasal 24 ayat (2)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

kelautan berskala usaha mikro, kecil, dan menengah dalam rangka menunjang ekonomi rakyat.370

e. Pemerintah dan Pemerintah daerah bertanggungjawab mengembangkan dan meningkatkan industri bioteknologi kelautan.371

f. Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi pengembangan potensi wisata bahari dengan mengacu pada kebijakan pengembangan pariwisata nasional.372

g. Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya mengembangkan potensi dan meningkatkan peran perhubungan laut.373

h. Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib mengembangkan dan meningkatkan penggunaan angkutan perairan dalam rangka konektivitas antarwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.374

i. Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan.375 j. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menghimpun,

menyusun, mengelola, memelihara, dan mengembangkan sistem informasi dan data Kelautan dari berbagai sumber bagi kepentingan Pembangunan Kelautan nasional berdasarkan prinsip keterbukaan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.376

k. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memiliki hak pengelolaan atas kawasan

370 Pasal 25 ayat 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

371 Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

372 Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

373 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603).

374 Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan

374 Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan