• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK

C. K AJIAN P RAKTIK P ENYELENGGARAAN , K ONDISI YANG A DA DAN P ERMASALAHAN

4. Potensi Sumber Daya Alam

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki bentang alam yang kaya dan menyimpan potensi sumber daya alam yang melimpah. Potensi sumber daya alam Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari kawasan bentang alam karst, pertambangan, gumuk pasir, sumber daya hutan, dan sumber daya air.

a. Kawasan Bentang Alam Karst

Kawasan Bentang Alam Karst ditetapkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 3045K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu. Kawasan bentang alam karst tedapat di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul.

Kawasan bentang alam karst yang berada di Kabupaten Gunungkidul seluas 757,13 km2. Wilayah di Kabupaten Gunungkidul antara lain Kecamatan Karangmojo, Kecamatan Nglipar, Kecamatan Paliyan, Kecamatan Panggang, Kecamatan Playen, Kecamatan Ponjong, Kecamatan Purwosari, Kecamatan Rongkop, Kecamatan Saptosari, Kecamatan Semanu, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Tepus, dan Kecamatan Wonosari. Sementara kawasan bentang alam karst di Kabupaten Bantul seluas 20,7 km2. Wilayah di Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Dlingo dan Kecamatan Imogiri.75

Kawasan bentang alam karst Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul dibentuk oleh batu gamping terumbu Formasi Wonosari. Selain itu, kawasan bentang alam karst terdiri atas Eksokarst dan Endokarst.

Eksokarst terdiri atas Dolina, Uvala, bukit-bukit kerucut, Telaga, Mata Air Permanen, dan lembah kering Giritontro atau Bengawan Solo Purba.

Endokarst terdiri atas Goa horizontal, goa vertikal (luweng), dan ceruk (rock shelter). Selain itu, goa-goa tersebut diperkirakan terhubung dengan aliran sungai bawah tanah.76

75 Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 3045K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu.

76 Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 3045K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu.

Gambar Peta Bentang Alam Karst Daerah Istimewa Yogyakarta

Sumber: Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 3045K/40/MEM/2014

b. Pertambangan

Pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam yang mempengaruhi perkembangan Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Pertambangan terbagi menjadi tiga yaitu Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) Logam, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) bukan logam dan batuan, serta Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). WUP Logam tersebar di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo.

Kawasan WUP Logam paling luas terdapat di Kabupaten Kulon Progo terutama di Pegunungan Menoreh dan kawasan pesisir pantai. WUP Logam di Pegunungan Menoreh sangat besar dan berbenturan dengan fungsi lainnya. Fungsi yang bertabrakan dengan fungsi pertambangan adalah fungsi lindung. Pegunungan Menoreh memiliki resiko bencana longsor. Jika dilihat dari kondisi alam yang ada, pegunungan menorah memiliki fungsi lindung. Berdasarkan hal tersebut, fungsi yang diutamakan di Pegunungan Menoreh adalah fungsi lindungnya. WUP bukan logam dan batuan paling banyak terdapat di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta kecuali Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Sementara WPR tersebar di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Gunungkidul. WPR paling banyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul.77

Bahan galian tambang yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat produksi yang berbeda-beda. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sekitar 26 jenis bahan galian. Dari 26 jenis mineral tersebut, sekitar 11 mineral merupakan bahan galian potensial di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut daftar bahan galian potensial Daerah Istimewa Yogyakarta:78

1) Pasir, lokasi penyebaran yang sangat potensi terdapat di Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Sleman dengan jumlah cadangan terukur sebesar 81.333.893 m3.

2) Tras, lokasi sebaran terdapat di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 2.210.809.500

77 Laporan Draft Wilayah Pertambangan Daerah Istimewa Yogyakarta 2012.

78 Laporan Akhir Neraca Sumberdaya Alam Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2012.

m3. dan Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah cadangan tereka sebesar 157.468.780 m3.

3) Pasir besi, terdapat di Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah cadangan tereka sebesar 273.000.000 ton.

4) Bentonit, dengan lokasi penyebaran di Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah cadangan tereka sebesar 583.125 m3. dan di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah tereka sebesar 3.823.081 m3.

5) Mangan, dengan lokasi penyebaran di Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah cadangan tereka sebesar 286.000 m3.

6) Emas, lokasi penyebaran terdapat di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah cadangan tereka tak terukur.

7) Zeolit, dengan lokasi penyebaran di Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 392.194.052 m3.

8) Feldspar/Kaolin, dengan lokasi penyebaran di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 8.876.336.655 m3.

9) Breksi/Batuapung, lokasi penyebaran di Kabupaten Bantul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 76.067.678 m3, Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 2.497.019.477 m3 dan Kabupaten Sleman dengan jumlah cadangan tereka sebesar 85.367.500 m3.

10) Andesit, lokasi penyebaran terdapat di Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 689.831.462 m3, Kabupaten Sleman sebesar 98.309.897 m3, Kabupaten Kulonprogo sebesar 4.661.363.119 m3.

11) Batugamping, lokasi penyebaran terdapat di Kabupaten Bantul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 851.254.908 m3, Kabupaten Gunungkidul sebesar 2.497.019.477 m3, Kabupaten Kulon Progo sebesar 923.307.340 m3.

12) Breksi Andesit, lokasi penyebaran terdapat di Kabupaten Bantul dengan jumlah cadangan tereka sebesar 45.062.500 m3, Kabupaten Gunungkidul sebesar 306.674.310 m3.

Bahan galian Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut terus dieksplorasi lewat kegiatan produksi. Produksi bahan galian Andesit mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2011 selalu menurun pengambilannya setiap tahunnya.

Andesit selama 4 tahun terakhir mulai terhitung tahun 2008-2011 telah produksi sebanyak 2.273.886 m3. Untuk produksi bahan galian Pasir selama 4 tahun terakhir (2008-2011) telah produksi sebanyak 1.874.072 m3, Batugamping berproduksi sebanyak (2008-2011) 288.914 m3, Bentonit berproduksi sebanyak 39.848 m3, Zeolit berproduksi sebanyak hanya 28 m3, Lempung sebanyak 23.447 m3 dan Breksi batuapung berproduksi sebanyak 89.329 m3.79

79 Laporan Akhir Neraca Sumberdaya Alam Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2012.

Gambar Peta Kawasan Pertambangan Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Kajian Geologi

Tabel Neraca Sumberdaya Mineral 2007-2011

3 Batu Lanau Tufan 68.393.372,00

0 - - - 68.393.372,00

0 4 Batu Lempung 23.693.995,00

0 - - - 23.693.995,00 8 Batupasir Tufan 5.992.597.541

,000 - 445,000 - - - 5.992.597.096

Bumi 4.406.206,000 397,700 36.810,8

00 584,000 434,300 2.019,000 4.365.960,200 1

1 Breksi Andesit 513.007.440,0

00 - - - 513.007.440,0

00 1

2 Breksi Batuapung 2.658.458.428 ,000

3 Breksi Polemik 1.184.995.436

,000 - - - 1.184.995.436

,000

N

00 899,000 9.064,000 988.484.962,0 00

3 Pasir Kuarsa 735.246.000,0

00 - - - 735.246.000,0 Sumber: Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012

*Andesit: Andesit, Batu Kali, Split, Koral, Batu Hitam, Batu Pecah/Batu Belah, Batu Sungai, Batu Gunung **Pasir dan pasir besi merupakan cadangan terukur

c. Gumuk Pasir

Gumuk pasir merupakan bahan langka dan unik yang menjadi salah satu ikon keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembentukan gumuk pasir di kawasan Parangtritis merupakan bentukan alam yang perlu dilestarikan, karena fungsi dan potensinya. Gumuk pasir memiliki potensi sebagai berikut:80

1) Kawasan perlindungan dari ancaman bencana tsunami, karena kekasaran reliefnya dan permeabilitas material penyusunnya.

2) Kawasan perlindungan dari pencemaran akibat intrusi air asin, karena lensa air tanahnya.

3) Kawasan perkembangbiakan alami bagi penyu laut.

Selain memiliki potensi besar, gumuk pasir juga memiliki kerentanan terhadap beberapa hal khususnya tindakan manusia. Tindakan manusia merupakan ancaman paling berbahaya bagi gumuk pasir. Hal tersebut membuat gumuk pasir menjadi ekosistem rapuh.

Gumuk pasir terdiri dari zona inti, zona terbatas, dan zona penunjang/peruntukan lainnya. Masing-masing zona memiliki fungsi tertentu. Hal tersebut berimplikasi pada jenis kegiatan atau pemanfaatan yang diperbolehkan di zona tersebut. Zona inti hanya diperbolehkan untuk wisata minat khusus. Zona terbatas diperbolehkan untuk permukiman kepadatan sedang, pariwisata, fasilitas umum, serta perdagangan dan jasa.

Sementara zona penunjang/peruntukan lainnya diperbolehkan untuk kegiatan perkantoran, hutan pantai, pariwisata, tanaman holtikultura, serta perdagangan dan jasa.81

80 Laporan Akhir Penyusunan Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir Barkan Parangtritis.

81 Laporan Akhir Penyusunan Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir Barkan Parangtritis.

Gambar Peta Zonasi Gumuk Pasir

Sumber: Tim Penyusun Zonasi Gumuk Pasir Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014

d. Sumberdaya Hutan

Sumberdaya hutan dihitung dengan neraca sumber daya hutan. Necara sumber daya hutan dilihat dari perubahan luas sumber daya hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perubahan luas sumber daya hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2011 tidak ada, artinya selama kurun waktu tahun 2011 ini tidak terjadi penambahan luas kawasan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berupa perubahan kawasan hutan, pelepasan areal untuk tidak dijadikan areal hutan lagi atau penambahan karena adanya perluasan areal hutan yang bersifat permanen.

Akan tetapi jika dilihat dari pola perubahan tutupan hutan, terjadi perubahan yang signifikan, yaitu penambahan tutupan hutan seluas 228,189 ha. Sementara itu, terjadi perubahan penurunan areal berhutan diluar kawasan hutan, yaitu mencapai 10.353,5187 ha. 82

82 Laporan Akhir Neraca Sumberdaya Alam Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2012.

Tabel Neraca Perubahan Penutup Hutan di Kawasan Hutan tahun 2007 - 2011 Fungsi

Kawasan Hutan

Persediaan Awal (2007) Persediaan Akhir (2011)

Perubahan Luas Sumber: Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura, Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta

Keterangan: nilai negatif pada Perubahan menunjukan penurunan luas areal

Gambar Grafik. Neraca Sumber Daya Hutan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 dan 2011

Sumber: Analisis, 2014 e. Sumberdaya Air

Selain sumber daya hutan, sumber daya air merupakan aspek penting.

Ketersediaan sumber daya air dapat dilihat dari perhitungan neraca sumber daya air. Necara sumber daya air dilihat dari total potensi ketersediaan air di Daerah Istimewa Yogyakarta. Total potensi ketersediaan air tahun 2007 adalah 9.271,49 juta m3, sedang kebutuhannya adalah 1.867,20 juta m3 Sehingga saldo sumber daya air di tahun 2007 mengalami surplus sebesar 7.404,29 juta m3. Lalu pada tahun 2011 ketersediaan air adalah 11.999,58 juta m3 dan kebutuhannya 1.672,98 juta m3 sedangkan saldonya surplus 10.326,61 juta m3. Jadi ada kecenderungan terjadi peningkatan surplus.83

Tabel 1.12. Neraca Sumber Daya Air Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 dan 2011

83 Laporan Akhir Neraca Sumberdaya Alam Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2012.

2 DAS

Ketersediaan sumber daya air menjadi kebutuhan penting terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta bagian utara. Hal ini didukung adanya kawasan resapan air (KRA) di Daerah Istimewa Yogyakarta bagian utara. Kajian KRA dilakukan di Kabupaten Sleman yang merupakan kabupaten paling utara di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kajian KRA Kabupaten Sleman menghitung potensi kawasan resapan air setiap kecamatan. Kecamatan Sleman, Turi, Ngemplak, Pakem dan Cangkringan tidak memiliki KRA dengan kelas potensi sangat rendah. Sedangkan, 24,23 km2 atau 59,5% dari luas Kecamatan Prambanan merupakan kawasan dengan kelas potensi sangat rendah terluas di Kabupaten Sleman. Cakupan terkecil kelas potensi resapan rendah dan sedang berada di Kecamatan Turi dengan luas 0,02 km2 dan 1,01 km2.

Sedangkan, sebagian besar wilayah Kecamatan Turi merupakan kawasan dengan potensi resapan sangat tinggi dengan luasan 29,59 km2 atau 74,8%

dari luas Kecamatan Turi. Kecamatan Moyodan, Minggir dan Berbah memiliki kawasan dengan cakupan terkecil pada potensi resapan air tertinggi, masing-masing 0,08 km2, 0,13 km2, dan 0,25 km2.84

Tabel Luasan tiap kelas potensi Kawasan Resapan Air tanah per kecamatan (km2) Fungsi KRA Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kecamatan Potensi Sangat Rendah

Potensi

Rendah Potensi

Sedang Potensi

Tinggi Potensi Sangat

Tinggi

Sleman - 0,84 6,34 18,39 5,63

Ngaglik 0,06 3,73 21,18 10,82 1,55

Mlati 0,01 4,98 12,39 8,76 2,72

Tempel 0,05 0,14 1,25 12,10 18,11

Turi - 0,02 1,01 8,92 29,59

Prambanan 24,23 11,85 2,76 1,01 0,68

Kalasan 0,46 6,13 17,69 9,37 1,00

Berbah 4,14 7,62 8,13 2,78 0,25

Ngemplak - 0,96 14,80 18,57 3,17

Pakem - 1,66 11,55 17,23 22,62

Depok 0,52 3,83 23,26 6,27 0,81

Cangkringan - 0,13 4,52 18,03 22,32

Total 44,00 86,46 167,15 160,51 114,94 Sumber: Bappeda Sleman, 2014

Gambar Peta Potensi Resapan Air Tanah di Kabupaten Sleman Sumber: Bappeda Sleman, 2014

Kawasan resapan air di Kecamatan Depok merupakan kawasan dengan cakupan wilayah terbesar dengan kelas potensi sedang, yakni 23,26 km2. Sedangkan, Kecamatan Moyudan dan Kecamatan Prambanan memiliki luasan yang paling besar untuk potensi resapan yang rendah, yakni seluas 11,34 km2 dan 11,85 km2. Sedangkan, 1,01 km2 luas wilayah Kecamatan Prambanan merupakan wilayah cakupan terkecil untuk kelas potensi tinggi.

Sedangkan, Kecamatan Ngemplak memiliki cakupan terluas dengan kelas potensi tinggi, yakni 18,57 km2.85

Perbedaan kelas potensi resapan air tanah pada masing-masing Kecamatan disebabkan karena perbedaan faktor tekstur tanah, NDVI, curah hujan, kelerengan dan kedalaman muka airtanah. Kecamatan di Kabupaten Sleman yang mempunyai potensi resapan airtanah yang sangat tinggi ada di Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Cangkringan yaitu seluas 29,59 km2, 22,62 km2, 22,32 km2. Ketiga kecamatan tersebut mempunyai faktor tekstur tanah yang didominasi oleh geluh berpasir, sehingga berpotensi untuk meresapkan air tanah. Selain itu, tingkat kerapatan vegetasi di ketiga kecamatan tersebut juga tergolong tinggi.

Kepadatan vegetasi yang tinggi akan menghasilkan simpanan air yang tinggi.

Curah hujan di Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Cangkringan termasuk tinggi, meskipun faktor curah hujan bukan menjadi faktor pembobot utama yang dikarenakan tergantung adanya proses evapotranspirasi atau tidak. Meskipun kemiringan lereng di Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Cangkringan tergolong lebih dari 14%, akan tetapi karena faktor kemiringan lereng hanya mempunyai bobot 2, maka faktor kemiringan lereng tidak begitu berpengaruh.86 Hal tersebut sama adanya dengan faktor kedalaman muka air tanah. Kecamatan Prambanan mempunyai potensi resapan air tanah yang sangat rendah karena meskipun wilayah tersebut didominasi oleh tekstur tanah geluh berpasir, akan tetapi mempunyai tingkat kerapatan vegetasi yang rendah,

85 Laporan Kajian Kesesuaian RTRW, RDTR dan PZ Kabupaten Sleman dengan Arahan Fungsi KRA Daerah Istimewa Yogyakarta.

86 Laporan Kajian Kesesuaian RTRW, RDTR dan PZ Kabupaten Sleman dengan Arahan Fungsi KRA Daerah Istimewa Yogyakarta.

curah hujan yang rendah, kemiringan lereng yang curam, dan kedalaman air tanah yang rendah.

Selain Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kawasan resapan air yang tersebar dari Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta sampai Kabupaten Sleman. Kajian KRA membagi kawasan tersebut menjadi tiga zona yaitu zona recharge, zona transisi, dan zona discharge.87 Zona recharge terdapat di puncak Merapi yaitu di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Pada zona ini, air permukaan akan meresap ke dalam tanah melalui lubang/celah antara rekahan tanah/batuan. Zona transisi berada di Kabupaten Sleman atas. Zona ini adalah kawasan peralihan antara zona recharge dan zona discharge. Sementara zona discharge berada di sebagian besar kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Zona discharge merupakan kawasan tempat air tanah keluar dan dapat dimanfaatkan. Hal tersebut memberikan implikasi jika zona recharge merupakan zona yang paling penting dalam proses imbuhan air tanah. Zona tersebut harus dikonservasi dan tidak ada lahan terbangun di area tersebut. Lahan terbangun sebaiknya berada di zona discharge yang merupakan zona pelepasan air tanah. Sementara zona transisi memungkinkan adanya lahan terbangun dengan densitas rendah.

Berdasarkan kedua kajian tersebut, data yang akan digunakan sebagai pertimbangan penentuan rencana pola ruang adalah kajian kawasan resapan air yang dilakukan oleh Tim KLHS Review RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029. Hal tersebut dikarenakan data yang ada mencakup area yang lebih luas. Kajian KRA tersebut mencakup 3 wilayah administrasi yaitu Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Selain itu, pembagian kawasan yang dilakukan lebih detail dengan pembangian fungsi kawasan yang lebih jelas. Sementara pada kajian KRA Kabupaten Sleman belum ada rincian klasifikasi dan fungsinya. Selain itu, lingkup analisis terlalu sempit yaitu hanya Kabupaten Sleman. Wilayah administrasi lain belum tercakup oleh kajian tersebut.

87 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah di Indonesia.