i
PROPOSAL DISERTASI SAMPUL
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG
MEMPENGARUHI KEHADIRAN DAN KEMUNCULAN HIU PAUS DI PERAIRAN DESA WISATA BAHARI BOTUBARANI
KABUPATEN BONE BOLANGO, GORONTALO
A. MUHAMMAD ISHAK YUSMA (P033221001)
PROGRAM DOKTOR ILMU LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2024
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rhincodon typus mendiami dan berkumpul secara musiman di wilayah pesisir dan lautan; agregasi musiman yang besar telah didokumentasikan di Madagaskar, Mozambik, Galapagos, Seychelles, Maladewa, Ningaloo Reef di Australia, Isla Contoy di lepas pantai Meksiko, dan di perairan utara Teluk Meksiko (Guzman et al., 2022dalam Diamant dkk., 2018). Selanjutnya dinyatakan bahwa agregasi musiman dan rute migrasi ini sebagian besar didorong oleh arus laut, pertumbuhan plankton, dan peristiwa pemijahan ikan dan karang. Australia adalah salah satu lokasi paling andal untuk menemukan hiu paus. Penampakan rutin juga tercatat di banyak wilayah lain termasuk India, Maladewa, Afrika Selatan, Belize, Meksiko, Kepulauan Galapagos, Asia Tenggara, dan india.
Hiu paus (Rhincodon typus) ditemukan di seluruh dunia di perairan tropis, subtropis, dan beriklim hangat, dan kumpulan musiman serta pergerakan migrasi mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti arus laut, sistem termobiologi, dan pola produktivitas. Beberapa lokasi di Samudera Pasifik tropis bagian timur diketahui sebagai habitat Rhincodon typus ; Meskipun telah lama diketahui bahwa hiu paus berkumpul di sepanjang pantai Panama, hanya sedikit yang diketahui mengenai pola pergerakan, perilaku, dan penggunaan habitatnya (Guzman et al., 2018). Tidak jarang Hiu paus juga terlihat memasuki laguna atau atol, atau mendekati estuaria (muara sungai).
Hiu paus (Rhincodon typus) merupakan biota laut pemakan plankton yang merupakan spesies ikan terbesar dan kebiasaan makannya dengan menyaring air laut menyerupai kebanyakan jenis paus. Hiu paus memiliki panjang tumbuh sampai 20 meter dan berat hingga 34 ton, dengan bentuk kepala yang lebar dan gepeng dengan mulut yang besar. Hiu paus memiliki warna tubuh keabu-abuan dan dengan pola totol-totol putih pada seluruh bagian tubuhnya. Pola totol-totol ini berbeda pada setiap individu sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu identifikasi. Karakter tubuh tersebut membuat spesies ini sangat mudah dikenali.
Hiu paus dapat ditemukan melalui keberadaannya yang nyata dengan melihat sirip punggung dan ekornya di permukaan, survei udara juga dilakukan untuk membantu lokasinya (Hacohen-Domené et al., 2015)
2 Hiu paus (Rinchodon typus) ditemukan di pesisir dangkal dan perairan dalam di laut tropis dan beriklim hangat (Guzman dkk., 2018). Habitat hiu paus merupakan perairan tropis dan subtropis yang hangat (18-30°celcius), sehingga spesies ini mudah ditemukan di perairan Indonesia. Beberapa daerah dengan kemunculan teratur setiap tahunnya adalah di Perairan Teluk Cenderawasih Papua, Talisayan Kalimantan Timur, Probolinggo Jawa Timur dan Botubarani Gorontalo (Handoko et al., 2016).
Hiu paus dikategorikan sebagai hewan yang bermigrasi atau memiliki jangkauan wilayah yang luas. Meskipun sedikit yang diketahui mengenai pemilihan habitat atau pola migrasinya, hiu paus tampaknya merupakan spesies yang sangat berpindah-pindah (Sequeira et al., 2012). Pada tahun 1999, hiu paus ditetapkan masuk ke dalam apendiks II dalam Convention on Migratory Species (CMS) yang artinya hiu paus baru akan ‘merasakan’ dampak yang signifikan bila perlindungan dan pengelolaannya diterapkan melalui kerja sama internasional. Hal ini menunjukkan bahwa upaya konservasi untuk spesies tersebut perlu dilakukan melalui jejaring antar berbagai negara.
Pada tahun 2000, hiu paus masuk dalam daftar merah untuk species terancam oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status rentan (vulnerable) yang artinya populasinya diperkirakan sudah mengalami penurunan sebanyak 20-50% dalam kurun waktu 10 tahun atau tiga generasi.
Kemudian pada tahun 2002, hiu paus akhirnya dimasukkan dalam apendiks II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang artinya perdagangan internasional untuk komoditas ini harus melalui aturan yang menjamin pemanfaatannya tidak akan mengancam kelestariannya di alam. Di Indonesia, hiu paus dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Hiu Paus dengan status perlindungan penuh. Berdasarkan aturan ini maka hiu paus ditetapkan sebagai jenis ikan yang dilindungi penuh dan pemanfaatan secara ekstraktif hiu paus dan bagian-bagiannya merupakan kegiatan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menurut (Frensly D Hukom, 2016)Hiu paus di beberapa wilayah di Asia seperti di Filipina, Taiwan dan India diburu oleh nelayan setempat, meskipun telah dilindungi .
Hiu paus merupakan hewan ovivipar dengan ketergantungan embrio pada kuning telur; bungkus telur dipertahankan hingga anak menetas di tubuh induk;
seekor hiu paus betina pernah tertangkap di perairan Taiwan dengan 300 ekor
3 embrio siap lahir di dalam perutnya. Makanannya berupa hewan-hewan planktonik dan nektonik.(White, 2006)
Hiu paus diketahui memiliki sifat yang cenderung soliter, namun di beberapa lokasi ditemukan berkelompok (melakukan agregasi). Alasan kecenderungan hiu paus untuk beragregasi belum diketahui secara pasti, namun diduga berkaitan dengan ketersediaan makanan di suatu lokasi. Di Indonesia, studi agregasi hiu paus pertama dilakukan di wilayah TNTC . Kehadiran hiu paus di sekitar wilayah perairan dangkal merupakan fenomena langka yang tidak ada di banyak wilayah perairan. Oleh karena itu fenomena ini mengundang perhatian banyak khalayak. Selain memiliki keunikan dari segi fisik, hiu paus juga merupakan biota yang jinak dan mudah berinteraksi dengan manusia. Hal inilah yang menyebabkan kehadiran hiu paus ini bisa menjadi objek wisata yang dapat dikembangkan. Yusma et al. (2015) dalam penelitiannya di perairan Taliyasan, Kabupaten BerauKaltim berhasil mengidentifikasi 10 ekor individu hiu paus yang terdiri dari 9 ekor jantan dan satu ekor betina, dengan ukuran berkisar dari 2-7 meter. Hiu paus biasa muncul ketika bagan beroperasi di Talisayan yaitu ketika musim Selatan (Juni-Oktober atau Mei-Desember).
Perairan Botubarani, di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, adalah salah satu perairan yang kemunculan Hiu Paus yang paling mudah ditemui dan bulan tertentu diduga muncul hampir setiap hari. Informasi yang didapat dari Masyarakat nelayan, Hiu Paus sering terlihat di perairan tersebut saat mereka sedang menjaring ikan nike (Awaous melancephalus). Sementara itu, didapatkan dugaan lain bahwa kemunculan Hiu Paus di perairan Botubarani dikarenakan adanya pemberian makan secara sengaja berupa kepala dan kulit udang vaname (Litopenaeus vannamei) oleh pemandu wisata atau pengunjung yang akan melihat langsung Hiu Paus.
Keberadaan ikan Hiu Paus yang bergerak dari Filipina ke arah Perairan Indonesia, tepatnya di teluk-teluk Pulau Sulawesi. Keberadaan Hiu Paus di Perairan Gorontalo tidak lepas dari wilayah perairan lainnya sebagai habitat dan ruang gerak dalam siklus kehidupannya (Handoko et al., 2016). Penelitian Hiu Paus di Pantai Botubarani menjadi sangat penting karena menjadi salah satu daerah aggregasi Hiu Paus disepanjang wilayah pergerakannya
Perairan Botubarani memiliki potensi alam untuk bisa dikembangkan dan juga menjadi habitat alami bagi hiu paus. Hal ini dikarenakan jarak kemuculan hiu paus dari pesisir pantai hanya sekitar 100 meter. Kemajuan ekowisata hiu paus di
4 Perairan Botubarani perlu didukung oleh penelitian untuk mengetahui lebih detail terkait musim kemuculan ikan hiu paus agar diketahui pola kemuculannya dan membantu wisatawan mengetahui waktu-waktu yang tepat untuk datang berwisata melihat ikan hiu paus di Perairan Botubarani.
Wisata hiu paus Desa Botubarani dimulai pada tahun 2016. Kemunculan hiu paus di perairan Desa Botubarani menjadi tontonan masyarakat setempat maupun para wisatawan. Tercatat kunjungan untuk melihat ikan hiu paus di Desa Botubarani mencapai 30.000 orang pada bulan Mei 2016 sampai akhir Juli 2019.
Hal ini tentunya sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat sekitar.
Masyarakat setempat mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjadi pemandu perahu wisata. Perahu-perahu nelayan dimanfaatkan mengangkut wisatawan untuk melihat ikan hiu paus. Namun, aktivitas pengunjung dalam berwisata juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap keberlanjutan ikan hiu paus. Interaksi dan jarak wisatawan dengan ikan hiu paus yang terlalu dekat dapat mengganggu ikan hiu paus. Selain itu, wisata ikan hiu paus Desa Botubarani belum melakukan pengaturan jumlah wisatawan berdasarkan daya dukung.
Pengelolaan wisata yang tidak berkelanjutan merupakan salah satu ancaman terhadap ikan hiu paus, sehingga dapat dikatakan terganggunya kelestarian ikan hiu paus dapat berdampak juga pada keberlanjutan ekonomi pengelola wisata ikan hiu paus.
Perairan Botubarani telah diketahui sebagai ekosistem penting bagi hiu paus, oleh karena itu perlu dikaji dengan melakukan analisis faktor lingkungan yang menyebabkan kemunculan dan kehadiran hiu paus tersebut pada lokasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalis Variabel-variabel lingkungan kunci yang terkait dengan kehadiran hiu paus dengan berdasarkan pola kehadiran dan kemunculan hasil pendataan hiu paus.
Pengembangan desa wisata dengan Hiu paus sebagai biota yang dilindungi dinilai memiliki daya tarik dan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi masyarakat sekaligus kesejahteraan warga, seperti di Desa Botubarani, Kabupaten Bone Bolango. Hiu paus akan menjadi bagian dari pengembangan desa wisata bahari dengan tetap menjaga keberlangsungan biota tersebut.
Pariwisata berkelanjutan atau ekowisata adalah pariwisata yang dapat menekan biaya dan memaksimalkan keuntungan pariwisata bagi lingkungan alam dan masyarakat lokal, serta dapat dilakukan dalam jangka waktu yang tidak terbatas dengan cara yang tidak merugikan sumber daya yang menjadi tumpuan
5 pariwisata. Ekowisata memiliki tiga komponen utama, sering disebut juga dengan
"triple bottom line", yakni: aspek lingkungan, aspek sosial-budaya, dan aspek ekonomi. Hiu paus (Rhincodon typus) adalah ikan terbesar di dunia yang sangat berpotensi dalam bidang wisata, namun potensi ancamannya juga tinggi jika tidak dikelola dengan baik (Maruanaya et al., 2022).
Pengembangan dewi bahari dengan ekosistem dan biota yang ada diharapkan juga agar nilai tambah ekonomi masyarakat bisa berkembang.
Harapannya, ketika masyarakat terlibat dari awal, mulai dari proses perencanaan hingga eksekusinya, mereka dengan sendirinya akan ikut melestarikan biota tersebut dan memperbaiki kondisi pemukimannya, karena ketika hiu paus menjadi bagian dari pengembangan dewi bahari, maka proses perencanaannya akan berbasis komunitas.
Untuk rencana pengembangan wisata hiu paus di Desa Botubarani, perlu dilakukan kajian termasuk potensi dan permasalahannya, juga model penataan zonasi yang akan diterapkan, kemudian bagaimana cara berinteraksi dengan hiu paus dan model pengembangannya.
Tarik menarik antara aspek ‘pelestarian lingkungan’ dan aspek
‘pengembangan ekonomi kawasan’ melalui wisata hiu paus masih tejadi. Karena itu diperlukan upaya antisipasi dengan berdasarkan dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah melakukan analisis faktor faktor lingkungan kemunculan hiu paus sehingga bisa dibuat pemodelan tren kemunculan hiu paus yang bisa dijadikan salah satu dasar untuk pengembangan wisata bahari agar pengembangan wisata hiu paus tidak dilihat sebagai suatu dikotomi, tetapi sebagai suatu spektrum yang beragam yang bisa menghasilkan rekomendasi pengelolaan wisata minat khusus yang berkelanjutan.
Analisa hubungan antara suatu spesies dengan lingkungannya merupakan hal yang selalu penting dalam suatu ekologi. Spesies laut sering berasosiasi dengan habitat biologi dan fisik tertentu, sehingga membangun ketertarikan untuk memahami peranan kondisi lingkungan dalam mengarahkan pola distribusi dan kelimpahan (Elith et al., 2011)
Berdasarkan hal di atas, penting untuk dilakukan pengelolaan ekosistem hiu paus secara bertanggungjawab dan berkelanjutan, karena hiu paus merupakan salah satu spesies yang memiliki karakteristik biologi yaitu pertumbuhan dan proses kematangan kelamin/seksual yang lambat, jumlah anakan yang dihasilkan (reproduksi) relatif sedikit dan berumur panjang sehingga
6 rentan mengalami kelangkaan bahkan kepunahan apabila eksploitasi tanpa terkendali.
Sebagai upaya pengelolaan ekosistem berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Gorontalo melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Perairan Botubarani menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 127 tahun 2023 tentang Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo. Penetapan kawasan konservasi dapat efektif sebagai salah satu alat pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, kawasan ini merupakan tempat perlindungan bagi ikan-ikan ekonomis penting untuk memijah dan berkembang biak dengan baik.
Pelletier et al. (2005) mengemukakan bahwa kinerja keberhasilan suatu kawasan konservasi laut dapat diukur dengan tiga sudut pandang penting yakni ekologi, ekonomi dan sosial. Kawasan konservasi perairan mempunyai peranan yang sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis, sehingga pengelolaannya harus menjadi prioritas utama.
Keberadaan kawasan konservasi menjadi hal yang penting dalam pengelolaan wisata hiu paus karena setiap aktivitas yang dilakukan dalam kawasan konservasi harus sesuai dengan zonasi dan berdasarkan pada rencana pengelolaan kawasan konservasi. Pengelolaan kawasan konservasi sejalan dengan pengelolaan wisata hiu paus yang mengedepankan aspek keberlanjutan.
Namun dalam praktiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah pengelolaan kawasan konservasi berdampak pada lingkungan dan trend kemunculan hiu paus di Perairan Botubarani. Berdasarkan Kondisi lingkungan dan kemunculan Hiu paus yang tidak menentu maka diperlukan penelitian dengan melakukan Analisis Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehadiran dan Kemunculan Hiu Paus di Perairan Desa Wisata Bahari Botubarani Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi lingkungan habitat ikan Hiu paus (Rinchodon typus) di Perairan Botubarani?
2. Bagaimana pola dan trend kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus) di perairan Botubarani?
7 3. Faktor-faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi kemunculan Hiu paus
(Rinchodon typus) di Perairan Botubarani?
4. Bagaimana arahan pengembangan wisata Hiu paus (Rinchodon typus) berdasarkan aspek lingkungan di Desa Wisata Bahari Botubarani?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kondisi lingkungan habitat Hiu paus (Rinchodon typus) Perairan Botubarani
2. Mengetahui pola dan trend kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus) di Perairan Botubarani
3. Menganalisis faktor-faktor lingkungan dan gambaran mengenai pola kecenderungan parameter lingkungan yang mempengaruhi kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus)
4. Menganalisis arahan pengembangan wisata Hiu paus (Rinchodon typus) berdasarkan aspek lingkungan di Desa Wisata Bahari Botubarani
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dapat diperoleh pemangku kepentingan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi ilmu pengetahuan merupakan masukan bagi pengembangan konservasi jenis Hiu paus (Rinchodon typus) dalam konsep perlindungan dan pelestarian.
2. Bagi pemerintah merupakan masukan untuk landasan pengelolaan dan pengaturan area wisata dalam Desa Wisata Bahari Botubarani berdasarkan trend kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus) .
3. Bagi pengelola dan wisatawan dapat memberikan informasi mengenai kehadiran dan kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus) sehingga bisa menyusun strategi yang dapat dilakukan untuk melestarikan Kawasan Konservasi Teluk Gorontalo.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Melalui penelitian ini para pemangku kepentingan dapat memperoleh informasi penting tentang:
8 1. Kondisi lingkungan habitat alami Hiu paus (Rinchodon typus) Perairan
Botubarani.
2. Pola dan trend kemunculan dan Hiu paus (Rinchodon typus) di Perairan Botubarani .
3. Faktor-faktor lingkungan dan gambaran mengenai pola kecenderungan parameter lingkungan yang mempengaruhi kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus)
1.6. Kebaruan Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis spasial untuk Habitat Perairan dan mengetahui sebaran kandungan klorofil-a dan menganalisis jenis plankton yang ada di Periaran Botubarani pada musim hujan dan kemarau serta pada saat kemunculan Hiu paus. Pendekatan analisis spasial habitat perairan, sebaran Klorofil-a, Planton dan musim panen ikan ikan kecil (ikan nike) di sekitar perairan Botubarani yang kemudian akan dihubungkan dengan variable lingkungan seperti suhu, kedalaman, salinitas dan cuaca pada saat Hiu paus muncul atau teridentifikasi berada di area penelitian. Berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu yang mungkin hanya berfokus pada analisis spasial sebaran Klorofil-a, untuk dijadikan dasar kemunculan Hiu paus. Penelitian lainnya juga banyak hanya melakukan pendataan kemunculan hiu paus untuk melakukan Identifikasi Individu dengan mengamati Panjang Hiu Paus, luka dan jenis kelamin tiap Individu, sementara penelitian lain yang berbeda fokus untuk parameter-parameter oceanografi saja. Kebaruan penelitian ini adalah yang lebih komprehensif tentang distribusi spasial dan hubungan antar unsur Habitat Biologi (Sumber makanan), dan variable lingkungan (oseanografi dan Iklim) yang berpengaruh pada pola kemunculan Hiu paus (Rinchodon typus) di Perairan Botubarani. Salah satu keunikan penelitian ini adalah penekanannya pada pengembangan wisata Hiu paus (Rinchodon typus) berdasarkan aspek lingkungan di Desa Wisata Bahari Botubarani. Penelitian sebelumnya telah melakukan analisis sebaran Klorofil-a dan Plankton secara sendiri-sendiri tetapi kurang memperhatikan aspek lingkungan (Oceanografi dan iklim) atau sebaliknya. Penelitian ini memadukan dan lebih komprehensip serta memastikan pengembangan wisata Hiu paus (Rinchodon typus) di periran Botubarani juga berkelanjutan berdasarkan aspek lingkungan.
9 Sejumlah penelitian menyebutkan kemunculan Hiu Paus dipengaruhi oleh suhu permukaan air laut (SST), klorofil-a, salinitas, kedalaman air, zooplankton, arus, dan oksigen terlarut. Hasil lain menunjukkan kedalaman air laut, klorofil-a dan SST cukup memberikan gambaran kemunculan Hiu Paus. Hasil-hasil penelitian tercatat kemunculan Hiu Paus pada wilayah penelitian memiliki suhu permukaan air (SST) dan klorofil-a yang berbeda-beda namun masih dalam rentan nilai yang berdekatan.
Kebaruan Penelitian melakukan kajian yang lebih konprehensif dengan menghubungkan kemunculan hiu paus di Perairan Botubarani dengan Kondisi Habitat Perairan termasuk Sumber makanan (klorofil-a, plankton, ikan nike dengan Faktor-faktor lingkungan oceanografi (Salinitas, suhu, Ph, Arus, kedalaman dan pola musim) yang akan dijadikan dasar kemunculan hiu paus (Rinchodon typus) di perairan botubarani yang tidak menentu setiap tahunnya, sehingga hasil analisis ini bisa memberikan kontribusi dalam melakukan pengelolaan dan kegiatan pariwisata dengan tetap memperhatikan berkelanjutan lingkungan untuk menjamin kelangsungan hidup hiu paus.
Jenis riset yang berkaitan dengan Hiu paus (Rinchodon typus) di Indonesia dan Perairan Botubarani meliputi berbagai aspek termasuk ekowisata, struktur populasi, valuasi ekonomi, faktor oseanografi, kajian ekologis, komposisi, dan lainnya. Berikut ini adalah beberapa judul dan tujuan riset hiu paus terdahulu yang relevan tersebut beserta perbedaannya sebagai berikut ini :
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rangkuman penelitian.
Tabel 1.1: Relevansi dan Perbedaan Penelitian terdahulu No Penulis (Tahun),
Judul & Metode Isi Relevansi Perbedaan
1 Sagala, et. al., (2021) Best Practice of Local Tourism
Management:
Case Study of Suter Cluster of Geo-park Batur, Bangli Regency, Bali Province of Indonesia.
Metode penelitian kualitatif
Model-model saat ini dari CBEs (Community- Based Enterprises) di Geopark Batur mencakup beberapa aspek yang diukur, antara lain; lapangan kerja, peningkatan pilihan mata
pencaharian, pendirian mikro-enterprise, pengentasan
kemiskinan, peningkatan standar hidup, dan generasi
pendapatan/penerimaan.
Memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks pengelolaan pariwisata lokal dan destinasi geowisata di Indonesia. Dapat memberikan wawasan dan rekomendasi yang berharga bagi para pembuat kebijakan, pihak
berkepentingan, dan masyarakat untuk mencapai pembangunan
Perbedaan penelitian yakni pada (1) lokasi penelitian, (2) studi kasus dan metode penelitian, (3) geowisata potensial dan sumber daya alam subjek penelitian dan (4) sosial budaya kedua lokasi
10 No Penulis (Tahun),
Judul & Metode Isi Relevansi Perbedaan
Selain itu, tantangan utama dalam pengembangan area Geopark Batur adalah upaya untuk
menyelaraskan mata pencaharian lokal dengan konservasi area yang dilindungi
kawasan
berkelanjutan melalui pengembangan destinasi geowisata.
2 Sakuntala AP, et.
al., (2016) Kajian Kemunculan Agregasi) Hiu Paus (Rhincodon Typus)
Berdasarkan Faktor Lingkungan (Spl, Klorofil–A, Dan Arus Permukaan) Di Perairan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Metode penelitian kualitatif
Hiu Paus muncul diyakini bertepatan waktu subur perairan di beberapa lokasi di dunia, salah satunya di
Probolinggo. Penelitian ini terkait lokasi
kemunculan dan perilaku hiu paus berdasarkan data faktor lingkungan (SPL, Klorofil–a dan Arus Permukaan) di perairan Kabupaten Probolinggo
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui kemunculan hiu paus serta
kondisi dan persebaran faktor lingkungan terkait kemunculan hiu paus di perairain
Kabupaten Probolinggo
Perbedaan penelitian yakni lokasi penelitian dan karakteristik lokasi periaran skala studi dan lingkup penelitian, aspek Kemunculan hiu paus selain disesuaikan dengan kondisi SPL, Klorofil–a,
arus permukaan juga menghubungkan salinitas dan
kedalaman peraian serta pengarum musim/iklim
3 Rahman A, dkk., (2017) Kajian Awal Kemunculan Hiu Paus (Rhyncodon typus, Smith 1828) di Teluk Tomini Dihubungkan dengan Faktor Fisik dan Biologi Perairan) Metode penelitian kuantitatif deskriptif
Hasil kajian beberapa parameter kualitas air dan perbandingan dengan kondisi
lingkungan di beberapa lokasi kemunculan hiu paus, kondisi lingkungan Teluk Tomini untuk kemunculan hiu paus.
Faktor makanan diduga kuat menjadi penarik untuk hiu paus mendatangi lokasi tersebut
Memiliki relevansi yang signifikan, Pengamatan di lokasi kemunculan hiu paus dilakukan untuk menduga faktor- faktor yang menyebabkan munculnya hiu paus di lokasi tersebut baik faktor fisik maupun biologi perairan.
Perbedaan pada lokasi pada skala studi dan lingkup penelitian, aspek Kemunculan hiu paus selain disesuaikan dengan kondisi SPL, Klorofil–
a, arus permukaan juga menghubungkan salinitas dan
kedalaman peraian serta pengarum musim/iklim 4 Domené AH, et.
al., (2015) Habitat suitability and environmental factors affecting whale
shark (Rhincodon typus)
aggregations in the Mexican
Caribbean
Model memperkirakan kesesuaian tinggi di daerah yang terletak di sebelah utara Isla Contoy dan daerah lepas pantai timur Isla Contoy bernama BAfuera^ (>0,75), dengan kesesuaian sedang di utara Cabo Catoche (>0,5) dan kesesuaian lebih rendah untuk timur laut dari Cabo Catoche (<0,5).
Peta kesesuaian habitat
Memiliki relevansi yang signifikan karena Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan kunci yang terkait dengan agregasi pakan hiu paus dan untuk menentukan pola kesesuaian habitat bagi hiu paus di Karibia Meksiko
Perbedaan penelitian yakni lokasi penelitian dan karakteristik lokasi perairan skala studi dan lingkup penelitian, aspek Kemunculan hiu paus selain disesuaikan dengan kondisi SPL, Klorofil–a, arus permukaan juga menghubungkan salinitas dan kedalaman peraian
11 No Penulis (Tahun),
Judul & Metode Isi Relevansi Perbedaan
juga mengindikasikan variasi musim, yang menunjukkan
prediksi yang lebih tinggi dari penampakan hiu paus selama musim hujan (Juni hingga Oktober), ketika
produktivitas primer juga tinggi
melalui pendekatan pemodelan entropi maksimum
serta pengarum musim/iklim
1.7. Kerangka Pemikiran
Hiu paus (Rinchodon typus) merupakan spesies ikan terbesar di dunia.
Panjang hiu paus dewasa bisa mencapai 18 meter, setara bus dengan kapasitas 60 penumpang. Hiu paus juga memiliki usia panjang. Ukuran besar dan usia panjang ini menjadi nilai lebih. Para peneliti bisa mengamati pergerakannya dalam jangka waktu panjang. Selain itu keberadaannya cukup mudah ditemui. Di satu sisi ukuran besar dan usia panjang ini menjadi kerentannya. Semakin panjang waktu hiu paus untuk terpapar sumber kerentanan.
Hiu paus yang muncul di permukaan biasanya berukuran 3-7 meter.
Embrio hius paus berukuran antara 55-64 cm. Hiu paus jantan dewasa berukuran 7,05 – 12,26 meter (jantan), sedangkan betina diatas 12 meter. Hiu paus jantan biasanya sering muncul di permukaan air laut.. Sangat jarang terpantau kemunculan hiu paus betina. Hal ini masih menjadi misteri para peneliti hiu paus.
Keberadaan hiu pas betina belum diketahui dengan pasti ketika jantan muncul ke permukaan. Pola kemunculan Hiu paus di dunia berbeda-beda termasuk perairan Botobarani yang waktu masih tidak menentu.
Perairan Botubarani sudah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 127 tahun 2023 tentang Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo. Penetapan kawasan konservasi dapat efektif sebagai salah satu alat pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, kawasan ini merupakan tempat perlindungan bagi ikan-ikan ekonomis penting untuk memijah dan berkembang biak dengan baik.
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan pada gambar sebagai berikut ini :
12 Gambar 1.1: Kerangka Pemikiran Penelitian
Pemetaan Habitat Perairan
(Klasifikasi Citra Lizenga)
KEMUNCULAN HIU PAUS YANG TIDAK MENENTU
Sebaran Habitat Perairan, Sumber
Makanan
Identifikasi Individu Hiu Paus Kemunculan Hiu
Paus
Analisis Variabel Kemunculan Hiu paus
Rekomendasi Pengelolaan Hiu Paus Berkelanjutan
Kajian Lingkungan, Oceanografi
Perairan
Pola Kemunculan
Hiu Paus
13
BAB II
KONDISI LINGKUNGAN HABITAT IKAN HIU PAUS (Rinchodon typus)
2.1 Pendahuluan 2.1.1 Ekologi Hiu Paus
Hiu paus (Rhincodon typus) mendiami dan berkumpul secara musiman di wilayah pesisir dan lautan; agregasi musiman yang besar telah didokumentasikan di Madagaskar, Mozambik, Galapagos, Seychelles, Maladewa, Ningaloo Reef di Australia, Isla Contoy di lepas pantai Meksiko, dan di perairan utara Teluk Meksiko (de la Parra Venegas dkk., 2011 dalam …..
Kajian habitat hiu paus di perairan dapat dilakukan dengan mengkaji kondisi lingkungan sekitar perairan dan karakteristik habitat kemunculan hiu paus.
Beberapa penelitian telah dilakukan di perairan Indonesia, seperti di perairan Kwatisore, Teluk Tomini, dan Probolinggo. Hiu paus memiliki habitat pelagis, artinya lebih banyak menghabiskan waktu di permukaan atau kolom perairan, dan kemunculannya dapat dipengaruhi oleh faktor fisik dan biologi perairan, seperti suhu, pH, salinitas, dan konsentrasi ikan-ikan pelagis. Hiu paus bersifat soliter, namun pada lokasi tertentu dengan jumlah makanan yang melimpah, hiu paus cenderung berkumpul. Ukuran hiu paus yang teramati berkisar antara 2-8 meter, dan kemunculan hiu paus ke permukaan terkait aktivitas makan yang komposisinya didominasi oleh Lucifer dan copepoda. Hiu paus memiliki mulut besar yang lebarnya bisa sampai 1,4 meter. Mulutnya berada di ujung moncongnya, bukan pada bagian bawah kepala seperti ikan hiu pada umumnya (Frensly D Hukom, 2016)
Penelitian untuk Topik ke 1 ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat dan potensi sumber makanan saat hiu paus (Rhincodon typus) muncul ke permukaan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan primer. Hiu paus muncul ke permukaan pada saat cuaca cerah atau sedikit berawan, arus permukaan relatif tenang, dan angin utara berkecepatan rendah. Suhu permukaan air laut berada pada kisaran suhu antara 27,0-29,5 °C.
14
2.1.2 Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Teluk
Gorontalo Provinsi Gorontalo
Dengan Sumberdaya hayati perairan Provinsi Gorontalo yang terletak di kawasan Laut Sulawesi dan Teluk Tomini, merupakan aset strategis yang dapat dikembangkan sebagai basis kegiatan ekonomi untuk pemakmuran masyarakat pesisir dan peningkatan perolehan pendapatan daerah. Namun demikian intensitas kegiatan eksploitasi keanekaragaman sumberdaya hayatinya dewasa ini cenderung meningkat dan mengancam kelestariannya. Oleh karena itu, upaya reorientasi pola kebijakan pengelolaan sumberdaya hayati pesisir dan laut merupakan hal yang krusial dan karenanya membutuhkan perhatian serius, terlebih lagi bila mencermati kondisi perekonomian negara kita yang saat ini sangat terpuruk.
Dalam rangka melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan keanekaragaman hayati laut seperti terumbu karang, padang lamun, dan habitat napoleon, perlu dilakukan perlindungan terhadap perairan di wilayah Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo. Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo memiliki keunikan fenomena alam dan/atau keunikan yang alami dan berdaya tarik tinggi serta berpeluang besar untuk menunjang pengembangan perikanan dan pariwisata yang berkelanjutan.
Kawasan Konservasi Teluk Gorontalo telah ditetapkan melalui Kepmen KP No. 127 Tahun 2023 Tentang Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo, tanggal 31 Juli 2023. Ditinjau dari kepentingan sosial, budaya dan ekonomi serta kepentingan konservasi pada level ekosistem dan level jenis, Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo yang terdiri dari perairan sekitar wilayah administratif Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo lebih tepat dikembangkan sebagai kawasan dengan kategori Kawasan Konservasi Perairan dengan tujuan pengelolaan adalah perlindungan habitat ikan yang dilindungi maupun keanekaragaman sumberdaya hayati ekosistem (lamun, mangrove, terumbu karang, ikan karang, ikan ekonomis penting serta biota yang dilindungi), Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) dan alur ruaya biota laut.
Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo seluas 76.529,35 Ha yang dibagi dalam 3 zona yaitu zona inti seluas 132,65 Ha, zona pemanfaatan terbatas seluas 65.340,17 ha dan zona lainnya seluas 11,107,66 Ha.
15 yang berada diperairan sekitar wilayah administratif Kabupaten Bola Bolango, Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo ke arah laut sejauh kurang lebih 12 mil.
Batas wilayah Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo, yakni:
• Sebelah Timur : Teluk Tomini
• Sebelah Barat : Teluk Tomini
• Sebelah Selatan : Teluk Tomini
• Sebelah Utara : Kota Gorontalo, Kab. Gorontalo dan Kab. Bone Bolango Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo terletak di pusat kawasan perairan Teluk Tomini. Kawasan ini memiliki perairan yang kaya akan nutrien, yang sangat dibutuhkan untuk proses perkembangbiakan yang dapat meningkatkan kelimpahan sumberdaya ikan dan mendukung berkembangnya keanekaragaman hayati dan kelimpahan biota laut. Wilayah ini juga memiliki sumberdaya ikan yang melimpah dan menjadi koridor migrasi cetacean dan berbagai jenis lumba-lumba. Wilayah ini juga manjadi koridor Hiu Paus. Perairan Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo ini menjadi salah satu pintu gerbang timur masuknya massa air menuju ke teluk tomini.
Perairan teluk ini juga tergolong subur yang dapat mendukung penyediaan nutrient bagi perairan yang dibutuhkan bagi biota untuk tumbuh dan berkembangbiak.
Salah satu hal yang kemudian mendasari ditetapkannya Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo Provinsi Gorontalo menjadi kawasan yang dilindungi adalah bahwa kawasan ini merupakan habitat penting bagi ekosistem perairan, terutama perairan dangkal, yaitu ekosistem terumbu karang. Selain itu beberapa spot pesisir dan pulaupulau kecil yang terdapat di dalam kawasan ini terindikasi merupakan tempat bertelurnya penyu. Selain itu hasil pengamatan dilapangan ditemukan jenis biota penting lain yakni Hiu Paus di perairan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan kota Gorontalo yang berarti kawasan ini merupakan lokasi alur migrasi dari jenis Hiu Paus. (DKP Gorontalo 2021)
16 Gambar 2. Peta Lokasi Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo
Provinsi Gorontalo
Batas wilayah Desa Botubarani sebelah utara berbatasan dengan Desa Buata Kecamatan Botupingge, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Huangobotu Kecamatan Kabila Bone, sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini dan sebalah Barat berbatasan dengan Kelurahan Leato Selatan Kecamatan Dumbo Ray (Sino et al., 2016)
2.1.3 Habitat Hiu Paus
a. Habitat tinggal hiu paus (Rinchodon typus),
Hiu paus memiliki habitat pelagis yang berarti bahwa hiu paus lebih banyak menghabiskan waktu di permukaan atau kolom perairan (Colman, 2007), tetapi sering juga dijumpai di perairan lepas hingga perairan pantai, bahkan kadang masuk ke daerah laguna. Secara umum distribusi dan kelimpahan hiu paus dipengaruhi oleh proses oseanografi seperti peristiwa umbalan, arus pantai dan daerah pertemuan arus, dimana terjadi peningkatan produktivitas disekitar lingkungan tersebut (Wilson et al., 2001; dalam Rahman et al., 2017), Hiu paus diketahui berkumpul di daerah dengan produktivitas biologis yang tinggi, seperti dekat daerah yang kaya plankton, tempat pemijahan ikan, dan daerah yang suhu airnya berubah-ubah (Farid et al., 2021)
17 Ikan ini dapat dijumpai di perairan lepas hingga perairan pantai, bahkan kadang masuk ke daerah laguna di pulau atol. Pada beberapa waktu dalam setahun mereka bermigrasi ke daerah pesisir di mana mereka dapat diperingatkan. Ini telah terlihat di area seperti Ningaloo Reef di Australia Barat, Batangas di Filipina, Utila di Honduras, di Yucatan dan pulau Pemba dan Zanzibar di Tanzania. Hal ini umum untuk menemukannya di lepas pantai, tetapi juga di pantai serta atol karang dan di dekat beberapa muara sungai dan muaranya.
Hiu paus di Indonesia dapat ditemui antara lain di perairan Talisayan, Derawan, Sabang, Situbondo, Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua. Kehadirannya di daerah Probolinggo, Jawa Timur cenderung bersifat musiman (Januari-Maret). Sementara di Teluk Cenderawasih, Kwatisore, Teluk Cenderawasih, Papua yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional (TNTC) hiu paus hadir sepanjang tahun (Tania et al., 2015)
b. Pemetaan Habitat Bentik dengan Citra Multispektral
Fungsi habitat bentik diantaranya sebagai tempat mencari makan, bertelur dan berpijah biota laut, perlindungan pantai dari gelombang, menstabilkan sedimen, penjernihan air, penyerap karbon, sumber material industri dan farmasi, serta pariwisata
Penginderaan jauh menurut Lillesand dan Kiefer (2007) merupakan ilmu pengetahuan untuk memperoleh informasi objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh tanpa melakukan kontak langsung dengan objek atau daerah yang dikaji. Jika dibandingkan dengan teknik survey lapangan yang membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang lebih besar, tentunya teknik penginderaan jauh akan lebih efisien. Selain itu, teknik penginderaan jauh juga memberikan keunggulan dalam pembaruan data yang lebih cepat.
Data penginderaan jauh mampu melakukan identifikasi fitur tipologi pesisir yang salah satunya adalah tutupan bawah air. Habitat bentik pada perairan dangkal dapat diamati menggunakan citra penginderaan jauh dengan spektrum tampak yang memiliki julat antara 0,4 µm hingga 0,7 µm (Sutanto, 1986). Spektrum tampak ini dapat menembus kolom air hingga kedalaman 20 meter sehingga objek dibawah air hingga kedalaman tersebut dapat dideteksi.
18
2.1.4 Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut (SPL)
Sea Surface Temperature (SST) atau suhu permukaan laut adalah salah satu parameter dalam bidang oseanografi (Akhbar et al dalam Santoso et al., 2021). SST merupakan parameter yang bisa digunakan sebagai data untuk informasi adanya front, upwelling, arus, cuaca atau iklim dan daerah tangkapan ikan / potensi ikan (Yuniarti et al., 2013; Gaol et al., 2014), Karena suhu berkaitan dengan proses metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme di laut
Kondisi perairan Indonesia dipengaruhi oleh posisi geografis yang terletak diantara dua samudera, yaitu Samudra Pasifk dan Samudra Hindia. Secara spasial dan temporal variasi SST ini terjadi karena adanya angin muson, ENSO, dan Indian Ocean Dipole (IOD). Sebagai perairan tropis yang terletak di daerah khatulistiwa, perairan Indonesia sangat berperan sama lain terhadap dinamika iklim yang ada di kedua Samudra tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder bersumber dari data suhu permukaan laut dan klorofil-a yang diunduh dari https://oceancolor.gsfc.nasa.gov NASA dengan resolusi sel 4 km2.
2.1.5 Makanan Hiu Paus
Hiu paus (Rinchodon typus) merupakan hewan omnivora terbesar di dunia.
Makanan hiu paus meliputi plankton, krill, larva kepiting pantai, makro alga, serta hewan kecil nektonik seperti cumi-cumi atau vertebrata (Toha et al., 2019).
Menurut(Dove, 2015) bahwa Hiu paus (Rhincodon typus) dapat mencari makanan dari jauh, serta mengidentifikasi dan membedakannya jenis makanannya. Hiu paus akan berenang dan muncul di permukaan laut untuk mencari makanannya, akan tetapi hiu paus juga akan menyelam ke dalam kolom air untuk mengikuti kemana makanannya pergi. Umumnya hiu paus menghabiskan waktu diperairan dangkal kurang dari 50 m atau di dekat permukaan karena hiu paus adalah hiu pemakan plankton dan merupakan hewan filter feeder. Sadili et al., (2015) menyatakan kecenderungan hiu paus melakukan penyelaman di perairan dalam diduga untuk mengikuti pergerakan makanannya ataupun untuk medeteksi kondisi suatu perairan. Hiu paus mampu menyelam sangat dalam hingga kedalaman 750-1000 m (Rombe et al., n.d.). Hiu paus juga bisa mencari makan melalui 'hisapan/menyaring' dengan berenang posisi vertikal di dalam air.
Informasi mengenai perilaku makan, jika dikombinasikan dengan data kemunculan, dapat membantu peneliti memahami bagaimana kemunculan hiu berkaitan dengan kondisi habitat dan lingkungan di laut. Hiu paus memiliki dua
19 cara makan yang berbeda, yaitu makan secara pasif dengan menyaring makanan dan makan secara aktif dengan menghisap air untuk mendapatkan plankton, telur, dan ikan kecil.
Selain itu, Syah et al., (2018) dalamHeyman et al., (2001) menjelaskan bahwa hiu paus memiliki kebiasaan makan dengan menyaring air laut untuk mendapatkan zooplankton. Kemunculannya ke permukaan dengan membuka mulut merupakan cara makan surface and subsurface passive feeding, yaitu berenang dan menyaring air di dan di bawah permukaan air. Air yang telah masuk sementara ditutup oleh faring dan kemudian partikel yang bukan makanannya dipilah dengan menggunakan insang hingga kemudian dikeluarkan bersama air.
Faring merupakan bagian dari alat pencernaan dan pernafasan hiu paus. Hiu paus makan dengan posisi diam baik secara horisontal maupun vertikal di atau di bawah permukaan air, yang selanjutnya membuka mulutnya untuk menghisap air.
Faktor makanan diduga kuat menjadi penarik untuk hiu paus mendatangi lokasi tersebut. Sementara itu, makanan hiu paus yang berupa organisme planktonik (fitoplankton dan zooplankton) serta nektonik (ikan yang berukuran kecil) sangat bergantung pada kondisi perairan (Rahman et al., 2017).
Kemunculan hiu paus di permukaan perairan diduga berkaitan dengan keberadaan ikan nike, kulit dan kepala udang yang diberikaan oleh adanya aktivitas pelaku wisata (pemandu dan Wisatawan). Dimana ini akan menjadi kebiasaan yang sudah tidak alami dilakukan oleh Hiu Paus. Periaran Botubarani juga menjadi habitat yang cocok menjadi tempat bermain hiu paus selain adanya sumber-sumber makanan. Di Gorontalo di musim ikan nike (ikan kecil terdiri dari beberapa spesies) hiu paus sering muncul di lokasi tempat nelayan menangkap ikan nike.
Ikan nike (duwo) merupakan salah satu istilah yang digunakan masyarakat untuk menyebut sejenis kumpulan (schooling) ikan yang ukurannya lebih kecil dari teri. Ikan nike diduga sebagai ikan native (spesies asli) mengingat karakteristik daur hidupnya yang unik. Ikan nike biasanya akan muncul dalam jumlah besar di perairan laut pesisir hingga muara Sungai Bone Kota Gorontalo setiap akhir bulan dalam penanggalan Hijriah. (Zakaria et al., n.d.)
2.2 Metode
Penelitian ini menggunakan citra penginderaan jauh serta foto hasil kegiatan lapangan sebagai bahan untuk diolah dan dianalisis. Kegiatan yang
20 dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dan persebaran habitat bentik meliputi pemrosesan citra digital, klasifikasi, kegiatan lapangan, reklasifikasi, uji akurasi dan analisis data.
Koreksi radiometrik digunakan untuk memperbaiki kualitas visual citra dan memperbaiki nilai – nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral obyek sebenarnya di permukaan Bumi sebagai akibat dari hamburan atmosfer. Sedangkan koreksi Geometrik ditujukan untuk memperbaiki lokasi piksel citra akibat kesalahan sistematik sensor. Citra yang digunakan dalam penelitian sudah terkoreksi atmosferik dan geometrik.
Pemisahan objek atau masking citra bertujuan untuk memisahkan nilai piksel antara lautan, daratan dan awan agar tidak ikut terproses dalam proses analisis. Daratan dan awan dipisahkan dari laut agar tidak ikut mengalami proses pengolahan citra untuk identifikasi habitat bentik. Proses masking dilakukan dengan interpretasi manual menggunakan batas garis pantai dan batas pinggir awan. Interpretasi manual dipilih untuk menghindari kesalahan klasifikasi yang sangat mungkin terjadi apabila menggunakan teknik piksel masking. (Prawoto, n.d.)
Metode penajaman citra yang digunakan untuk menguatkan respon spektral habitat bentik pada penelitian ini adalah transformasi Lyzenga. Koreksi kolom air atau transformasi Lyzenga dapat mereduksi pengaruh efek kedalaman,
pergerakan dan kekeruhan air, untuk meningkatkan perolehan informasi karakteristik dasar perairan dangkal (Lyzenga, 1978 dalam Guntur et al., 2012).
Persamaan untuk transformasi Lyzenga yang digunakan untuk invarian indeks kedalaman bawah air adalah :
Keterangan :
DII = Invarian indeks kedalaman bawah air RBi = Band dengan panjang gelombang pendek (Attenuasi air rendah)
RBj = Band dengan panjang gelombang lebih panjang (Attenuasi air lebih tinggi)
ki/kj = Rasio koefisien attenuasi saluran yang dibandingkan (Sumber : Guntur et al., 2012)
ki/kj diperoleh dengan rumus :
ki/kj = a ‒√(𝑎² + 1) DII = ln (RBi) – ((ki/kj) x ln (RBj))
21
BAB III
POLA DAN TREND KEMUNCULAN HIU PAUS (Rinchodon Typus) DI PERAIRAN BOTUBARANI
3.1 Pendahuluan
3.1.1 Struktur populasi, pola tempat tinggal hiu paus Pengamatan Kemunculan Hiu Paus
Kemunculan hiu paus sering terjadi di berbagai lokasi di perairan Indonesia yang merupakan jalur migrasi hiu paus yang pada umumnya melakukan migrasi secara soliter dan sedikit yang berkelompok. Kelompok hiu paus yang bermigrasi ke suatu perairan tertentu diduga kuat karena faktor adanya kelimpahan makanan di perairan tersebut (Tania & Himawan, 2017), sejarah fotografi maupun akustik menunjukkan bahwa Shib Habil menarik agregasi musiman R. typus remaja yang cenderung menetap di area tersebut selama beberapa minggu atau bulan sebelum periode ketidakhadiran yang berkepanjangan (Cochran et al., 2019).
Kemunculan hiu paus di permukaan perairan diduga berkaitan dengan keberadaan ikan nike, kulit dan kepala udang yang diberikaan oleh adanya aktivitas pelaku wisata (pemandu dan Wisatawan). Dimana ini akan menjadi kebiasaan yang sudah tidak alami dilakukan oleh Hiu Paus. Periaran Botubarani juga menjadi habitat yang cocok menjadi tempat bermain hiu paus selain adanya sumber-sumber makanan. Kemunculan hiu paus memberikan peluang untuk pengembangan sektor kepariwisataan daerah, namun pengembangan sektor pariwisata perlu dilakukan dengan berlandaskan pada data dan informasi mengenai kemunculan hiu paus (Yusma, 2014, et al)
Pengamatan Hiu Paus dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan tingkah laku hiu paus selama agregasi. Pengamatan ini meliputi waktu kemunculan hiu paus, tingkah laku ketika beragregasi, jumlah hiu paus yang beragregasi di lokasi penelitian, dan ukuran hiu paus serta parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, kecerahan dan pH. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat kondisi lingkungan ketika hiu paus beragregasi dan muncul di permukaan.
Pengamatan hiu paus selama beragregasi dilakukan dengan berenang tepat disamping hiu paus dan membandingkan ukuran hiu paus dengan tinggi tubuh di bagan-bagan yang beroperasi (Himawan 2015). Baik sejarah fotografi maupun akustik menunjukkan bahwa Shib Habil menarik agregasi musiman R. typus remaja
22 yang cenderung menetap di area tersebut selama beberapa minggu atau bulan sebelum periode ketidakhadiran yang berkepanjangan.
3.2 Metode
Pendekatan Pengamatan hiu paus dan kondisi lingkungan disekitarnya dilakukan dengan metode Photo Id untuk monitoring hiu paus yang dikeluarkan oleh Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tiga orang penyelam dengan membawa kamera bawah air melakukan penyelaman bebas untuk melakukan pengamatan terhadap hiu paus dan lingkungan disekitarnya. Jenis informasi yang diperoleh melalui Metode Photo Id diantaranya adalah identitas hiu paus (Photo Id) untuk membedakan antar individu satu dengan yang lainnya dan karakteristik hiu paus yang teridentifikasi yang berupa ukuran, jenis kelamin dan tanda khusus lainnya termasuk mencatat waktu kemunculannya.
Hasil dari Photo ID yang telah dikumpulkan dianalisa menggunakan perangkat lunak fotoscape dan Interactive Individual Identification System (I3S).
I3S adalah software yang memiliki sistem database terstruktur setelah diidentifikasi. Analisa juga bisa dilakukan secara visual atau melihat langsung perbedaan dan kesamaan pada photo ID yang telah dikumpulkan dengan data base yang sudah ada.
Pengamatan Hiu paus di lokasi juga dilakukan melalui pemantauan Drone yang bisa mendapatkan informasi langsung mengenai kehadiran hiu paus di area lokasi penelitian sebelum melakukan pengambilan data langsung. wawancara dengan pemandu wisata mengenai informasi sekitar kemunculan hiu paus di sekitar perahu tersebut serta mengamati tingkah laku hiu paus selama beragregasi terhadap perahu dan wisatawan, posisi kemunculan hiu paus meliputi kordinat, nama perahu, ukuran perahu dan kondisi kelayakan perahu serta warna perahu . Hasil dari pemantauan secara langsung berupa catatan kemunculan individu setiap hari selama satu bulan. Hasil dari pemantauan secara langsung berupa catatan kemunculan individu setiap hari selama satu bulan. Pemeriksaan jenis kelamin, luka-luka dan ukuran panjang hiu paus kemudian diolah menjadi grafik menggunakan software excel.
23
BAB IV
ANALISIS LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI
KEMUNCULAN HIU PAUS (Rinchodon Typus) DAN STRATEGI PENGELOLAAN WISATA HIU PAUS (RINCHODON TYPUS) DI
DESA WISATA BAHARI BOTUBARANI
1.1 Pendahuluan
1.1.1 Dinamika Variabel Oceanografi Terhadap Kemunculan Hiu Paus (Rinchodon Typus)
Distribusi dan kelimpahan sumber daya hayati di suatu perairan tidak terlepas dari kondisi dan variasi parameter-parameter oseanografi. Oleh karena itu, informasi yang lengkap dan akurat tentang karakter oseanografi suatu perairan sangat diperlukan untuk tujuan pengelolaan sumber daya perairan secara berkelanjutan (Jonson Lumban et al, 2007).
Parameter oseanografi yang berkaitan erat dengan distribusi ikan antara lain kelimpahan plankton, suhu, kecepatan arus, kedalaman, salinitas dan lainnya.
Dinamika faktor oseanografi yang cenderung berubah mengikuti ruang dan waktu dapat menyebabkan perubahan adaptasi dan tingkah laku ikan target, dimana setiap jenis ikan memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap kondisi oseanografi untuk kelangsungan hidupnya. Oleh sebab itu maka adanya sebaran klorofil-a, suhu dan perubahannya serta faktor oseanografi yang terjadi akan mempengaruhi ikan dalam beraktivitas terutama dalam mencari makan, bertelur, melakukan ruaya dan migrasi (Karuwal 2019).
Kegiatan analisis data menggunakan piranti lunak SPSS Versi 20 dengan metode step wise dan visualisasi hasil secara desktriptif menggunakan Microsoft Excel 2019. Semua parameter oseanografi yang diambil kemudian dirata-ratakan baru dianalisis. Distribusi dan kelimpahan sumber daya hayati di suatu perairan tidak terlepas dari kondisi dan variasi parameter-parameter oceanografi, sehingga sangat diperlukan untuk tujuan pengelolaan sumber daya perairan secara berkelanjutan (Enita et al., 2017)
Faktor fisika, kimia, dan biologi perairan laut memiliki hubungan yang kompleks dan saling mempengaruhi, sehingga pemahaman yang mendalam terhadap faktor-faktor ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan laut. Menurut Taman dalam Generasi Biologi 2016, beberapa faktor fisika
24 dan kimia yang mempengaruhi perairan laut antara lain suhu, kecerahan air, kecepatan aliran air, pH, salinitas, dan oksigen terlarut. Faktor-faktor ini memiliki dampak signifikan terhadap kualitas air dan kehidupan organisme di laut.
1. Klorofil-a
Kelimpahan fitoplankton merupakan parameter penting dalam menentukan besarnya produktifitas primer yang mempengaruhi rantai makanan di suatu perairan. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dapat diestimasi dari konsentrasi klorofil-a yang terkandung dalam fitoplankton (Firdaus et al., 2019)
Menurut Zainuddin & Chair Rani, 2014,Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum di sekitar dasar perairan. Klorofil-a, sebagai pigmen fotosintesis pada fitoplankton, dapat memengaruhi kemunculan hiu paus karena klorofil-a merupakan indikator keberadaan fitoplankton, sumber makanan utama hiu paus. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi menunjukkan adanya kelimpahan fitoplankton, yang kemudian dapat menarik kehadiran hiu paus.
Hakanson and Bryann (2008), membagi empat tingkatan status kesuburan perairan pesisir dan estuari berdasarkan pada konsentrasi klorofil- a sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi klorofil-a (Hakanson and Bryann, 2008)
Konsentrasi Klorofil-a (mg/L air)
Tingkat Kesuburan (Trofik) Perairan
<0,002 Rendah (Oligotrofik)
0,002 – 0,006 Cukup (Mesotrofik)
0,006 – 0,020 Baik (Eutrofik)
>0,020 Hipertrofik
Sebuah penelitian yang dilakukan di Perairan Talisayan, Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a yang tinggi dari estimasi citra satelit Aqua MODIS terkait dengan kemunculan hiu paus. Perairan Talisayan tergolong ke dalam kategori perairan mesotrofik yang dapat mendukung keberlanjutan perikanan, khususnya ikan pelagis kecil yang menarik kehadiran hiu paus (Firdaus et al., 2019). Selain itu, kajian mengenai kemunculan
25 (agregasi) hiu paus (Rhincodon typus) di perairan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, juga mempertimbangkan faktor lingkungan, termasuk klorofil-a, dalam memahami kemunculan hiu paus. Dengan demikian, klorofil-a dapat menjadi indikator penting dalam memahami kemunculan hiu paus di perairan laut, karena konsentrasi klorofil-a yang tinggi menunjukkan adanya kelimpahan fitoplankton, yang menjadi sumber makanan utama hiu paus.
2. Suhu Permukaan Laut
Sea Surface Temperature (SST) atau suhu permukaan laut adalah salah satu parameter dalam bidang oseanografi (Akhbar et al dalam Santoso et al., 2021)). SST merupakan parameter yang bisa digunakan sebagai data untuk informasi adanya front, upwelling, arus, cuaca atau iklim dan daerah tangkapan ikan / potensi ikan (Yuniarti et al., 2013; Gaol et al., 2014), Karena suhu berkaitan dengan proses metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme di laut
Suhu permukaan perairan umumnya berkisar antara 28-31 oC. Suhu air di dekatpantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada di lepas Pantai.sebaran suhu secara vertical pada dasarnya mempunyai tiga lapisan, yaitu lapisan hangat di bagian teratas, lapisan termoklin di tengah dan lapisan dingin sebelah bawah.
Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Pada lapisan atas sampai kedalaman sekitar 50-70 meter terjadi pengadukan, hingga lapisan tersebut terdapat air hangat + 28o C) yang homogen.
Suhu air secara langsung mempengaruhi kecepatan makan, metabolism dan pertumbuhan ikan. Pada suhu di bawah optimum biasanya mengurangi aktivitas makan. Suhu air secara tidak langsung juga mempengaruhi cara makan ikan. Suhu yang dibutuhkan oleh ikan pasti berubah secara musiman, dalam hubungannya denganspawning (Gunarso,1985).
Hendiarti et al., (2005) menyatakan bahwa kecepatan angin yang maksimal terjadi pada saat musim timur dan karena angin merupakan salah satu faktor pembangkit dari arus permukaan, maka intensitas dan kecepatan angin yang tinggi pada musim timur akan menyebabkan massa air permukaan bergerak ke arah selatan. Pergerakan massa air itu akan menyebabkan kekosongan pada lapisan permukaan dan akan segera digantikan oleh lapisan
26 massa air dibawahnya. Proses naiknya massa air dari lapisan bawah tersebut biasa dikenal dengan nama upwelling. Lapisan massa air dari bawah tersebut bersuhu lebih rendah namun kaya dengan nutrien.
3. Salinitas dan PH
Salinitas adalah kadar garam yang terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut (Mubarok, 2016). Menurut As- Syakur dan Wiyanto (2016), terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai salinitas yaitu cuaca, penguapan, dan curah hujan sehingga salinitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organsime laut.
Perubahan nilai derajat keasaman (pH) dan konsentrasi oksigen yang berperan sebagai indikator kualitas perairan dapat terjadi sebagai akibat berlimpahnya senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat polutan maupun bukan polutan. Limbah yang mengalir ke dalam perairan laut pada umumnya kaya akan bahan organik, berasal dari bermacam sumber seperti limbah rumah tangga, pengolahan makanan dan bermacam industri kimia lainnya ((Apriliansyah et al, 2018)
Salinitas mempunyai hubungan terbalik dengan suhu. Nilai suhu maksimum akan diikuti dengan nilai salinitas minimum. Variasi dan interaksi antara suhu dan salinitas menentukan densitas air laut yang mempengaruhi gerakan vertikal massa air laut (Susilo, 2015)
4. Kalender musim
Ada beberepa musim yang oleh masyarakat nelayan sudah dijadikan acuan mereka untuk melaut. Pada masyarakat Gorontalo terdapat musim yang menjadi kearifan local masyarakat Gorontalo yakni musim duwo atau nike (ikan kecil kecil) yang biasa muncul pada bulan bulan tertentu.
Pada Umumnya masyarakat nelayan mengenal 4 macam pembagian musim melaut/musim menangkap ikan di laut (sembo lo po hala liyo).
Disamping itu musim tangkap ikan terbagi atas empat musim, Keempat musim tangkap ikan dimaksud yakni musim teduh, musim pancaroba, musim angin timur dan musim angin barat yaitu :
a. Musim teduh dimulai pada bulan januari sampai dengan maret, ditandai oleh kondisi air laut yang sangat tenang sehingga proses melaut berjalan dengan lancar. Pada musim ini tangkapan ikan sangat melimpah karena
27 nelayan dapat menangkap ikan tanpa hambatan angin dan ombak yang relatif berpengaruh.
b. Musim pancaroba merupakan peralihan dari musim teduh ke musim angin timur, dimulai pada bulan April sampai Mei. Pada musim ini hasil tangkapan mulai menurun.
c. Musim angin timur mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September, dengan ditandai oleh adanya hujan disertai angin sehingga mengakibatkan terjadinya gelombang/ombak yang relatif tinggi. Hal ini tentu cukup menyulitkan nelayan dalam beraktifitas. Musim ini ditandai dengan mahalnya harga ikan akibat hasil tangkapan nelayan yang berkurang secara signifikan.
d. Musim angin barat yang dimulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan Desember. Musim ini ditandai dengan turunnya hujan karena bertepatan dengan musim penghujan sebagaimana yang diberikan pada gambar pembagian musim sebelumnya.
5. Kedalaman
Kedalaman perairan laut dibentuk oleh suatu bahan tama yaitu sedimen.
Kedalaman perairan sangat menentukan tingkat pengendapan sedimen pada suatu wilayah, semakin dalam perairan maka akan mengalami pengendapan yang semakin lama pula. Jika kedalaman perairan tidak terlalu dalam maka pengendapan akan lebih cepat, terlepas jika pada kawasan tersebut arusnya tergolong lemah.
6. Kecepatan Arus
Arus merupakan parameter yang sangat penting dalam lingkungan laut dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan laut dan biota yang hidup didalamnya, termasuk menentukan pola migrasi ikan. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor salah satu nya adalah suhu permukaan laut yang selalu berubah-ubah. Menurut N D Purba et al., n.d.,Arus pada saat pasang tertinggi dan surut terendah ditandai dengan gerak bolak balik yaitu apabila pada saat pasang maupun surut, dicirikan kecepatan arus laut menajdi mengecil.
Hendiarti et al., (2005) dalam N D Purba et al.,menyatakan bahwa kecepatan angin yang maksimal terjadi pada saat musim timur dan karena angin merupakan salah satu faktor pembangkit dari arus permukaan, maka
28 intensitas dan kecepatan angin yang tinggi pada musim timur akan menyebabkan massa air permukaan bergerak ke arah selatan. Pergerakan massa air itu akan menyebabkan kekosongan pada lapisan permukaan dan akan segera digantikan oleh lapisan massa air dibawahnya. Proses naiknya massa air dari lapisan bawah tersebut biasa dikenal dengan nama upwelling.
Lapisan massa air dari bawah tersebut bersuhu lebih rendah namun kaya dengan nutrien.
7. Fase bulan
Fase bulan dibagi menjadi tiga keadaan yaitu; bulan penuh (91% - 100%
cahaya bulan), bulan setengah (11% - 90% cahaya bulan) dan bulan baru (0%
- 10% cahaya bulan). Pada fase bulan penuh dan bulan baru dalam keaadaan pasang Purnama, sedangkan pada saat bulan setengah terjadi pasang perbani (Ichsan et al., n.d.). Data fase bulan didapatkan dari database USNO NAVY (United States Naval Observatory), berupa persentase cahaya bulan, sedangkan table pasang surut didapatkan dari WX Tide Prediction Server.
8. Plankton
Hasil analisis plankton di lokasi kemunculan hiu paus di Teluk Tomini, jenis zooplankton yang melimpah diantaranya: Acartia sp, Oithona sp, Calanus sp, Oikopleura sp dan Sphaerozoum sp. Perairan Botubarani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, adalah salah satu kawasan perairan dimana Hiu Paus diduga muncul setiap hari.
9. Ikan Nike
Ikan nike merupakan salah satu spesies ikan yang ditemukan di Perairan Gorontalo yang diduga sebagai ikan endemic (Pasisingi & Abdullah, 2018).Ikan nike (duwo) merupakan salah satu istilah yang digunakan masyarakat untuk menyebut sejenis kumpulan (schooling) ikan yang ukurannya lebih kecil dari teri. Ikan nike diduga sebagai ikan native (spesies asli) mengingat karakteristik daur hidupnya yang unik. Ikan nike biasanya akan muncul dalam jumlah besar di perairan laut pesisir hingga muara Sungai Bone Kota Gorontalo setiap akhir bulan dalam penanggalan Hijriah (Zakaria et al., 2018)
Keberadaan Hiu Paus, atau “Munggiango Hulalo” dalam bahasa setempat, menurut masyarakat nelayan, kemunculan Hiu Paus di perairan
29 tersebut utamanya adalah saat mereka sedang menjaring ikan Nike (Awaous melancephalus).
Waktu kemunculan ikan nike di perairan Teluk Gorontalo dianalisis secara deskriptif dilakukan dengan cara membandingkan data kemunculan ikan berdasarkan periode fase bulan. Adapun lokasi dan urutan waktu kemunculan ikan nike di perairan Botubarani kemudian disesuiakan dengan data frekuensi kemunculan Hiu paus.
1.1.2 Pengembangan Wisata Hiu Paus (Rinchodon Typus) Berdasarkan Aspek Lingkungan Di Desa Wisata Bahari Botubarani
Kepulauan Indonesia sebagai wilayah perairan yang strategis dan menjadi alur migrasi hiu paus. Beberapa wilayah perairan bahkan menjadi habitat hiu paus yang sesuai untuk mendukung kelangsungan hidupnya.
Pemanfaatan ekowisata hiu paus di perairan Indonesia ditujukan pada kelompok hiu paus hidup yang mendiami habitat perairan tertentu baik yang bersifat sementara maupun menetap.
Kemuculan hiu paus di perairan Botubarani tercatat dengan baik sejak 2016, saat itu terdapat pabrik pengolahan udang yang limbahnya terbuang ke laut. Ternyata limbah udang yang terbuang ke laut ini menarik kedatangan hiu paus sampai mendekati pinggiran laut (Handoko, et al., 2018). Dari informasi yang diperoleh melalui masyarakat setempat yang mengelola pariwisata hiu paus, diketahui bahwa hiu paus sampai 2018 muncul sepanjang tahun.
Namun, setelah tidak beroperasinya lagi pabrik pengolahan udang di Pantai Botubarani, hiu paus semakin jarang mendatangi perairan pesisir Botubarani.
Hal ini mengindikasikan ketertarikan hiu paus berenang dan muncul sampai ke perairan pesisir mendekati pantai karena faktor makanan.
Wisata Hiu paus (Rhincodon typus) di lokasi penyediaan di Cebu, Filipina sudah dimasukkan dalam paket wisata dengan pola Travel Pattern, yakni pola perjalanan wisata yang dirancang, dibangun dan dikemas menjadi suatu komoditi yang layak untuk dinikmati. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan mencakup informasi umum, informasi atraksi, fasilitas, akomodasi, restoran serta sarana dan prasarana pendukung. Menurut Basoeki (2014) pola perjalanan wisata adalah struktur, kerangka serta alur perjalanan wisata dari satu titik destinasi wisata ke destinasi lainnya yang saling terkait dan berisi tentang informasi fasilitas, aktifitas dan pelayanan yang memberikan berbagai
30 pilihan perjalanan wisata bagi industri wisatawan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan perjalanan wisata. Menurut Hadiwijoyo (2012), tujuan utama pengembangan pola perjalanan wisata adalah tidak terlepas dari tujuan utama pembangunan pariwisata yaitu untuk (1) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, (2) Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation), (3) Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development), (4) Pelestarian Budaya, (5) Pemenuhan kebutuhan hidup dan hak asasi manusia, (6) Pendekatan ekonomi dan industri, dan (7) Pengembangan teknologi.
1.2 Metode
Kegiatan analisis data menggunakan piranti lunak SPSS Versi 20 dengan metode step wise dan visualisasi hasil secara desktriptif menggunakan Microsoft Excel 2019. Semua parameter oseanografi yang diambil kemudian dirata-ratakan baru dianalisis.
Penentuan parameter oseanografi dihubungkan dengan Habitat Bintik Perairan dan Sumber Makanan Hiu paus. Parameter oseanografi fisika yang diukur adalah, suhu, Kecepatan arus dan kedalaman sedangkan parameter kimianya adalah Salinitas dan pH, Metode pengukuran parameter oseanografi tergantung pada jenis pengukuran.
a. Suhu Permukaan Laut
Pengukuran suhu diambil dari data sekunder dan pengolahan dari Aqua Modis, dan juga dilakukan langsung di lokasi menggunakan thermometer di area penelitian. Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan termometer ke dalam perairan, penunjukan termometer kemudian dicatat sebagai nilai suhu lokasi.
b. Salinitas dan pH
Pengukuran salinitas dilakukan langsung di lokasi menggunakan handrefractometer di area penelitian. Sedangkan pengukuran pH dilakukan langsung di lokasi menggunakan pH meter. Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel air dan dimasukkan ke dalam wadah, selanjutnya mencelupkan elektroda pH meter ke dalam wadah yang berisi sampel air tersebut.
Nilai yang tertera pada layar dicatat sebagai nilai pH perairan.
31 c. Kedalaman
Kedalaman perairan sangat menentukan tingkat pengendapan sedimen pada suatu wilayah, semakin dalam perairan maka akan mengalami pengendapan yang semakin lama pula. Jika kedalaman perairan tidak terlalu dalam maka pengendapan akan lebih cepat, terlepas jika pada kawasan tersebut arusnya tergolong lemah.
Pengukuran Kedalaman perairan dilakukan secara langsung dengan menggunakan echosounder dan sekunder dari aplikasi dari Badan Informasi Geospasial ataui peta laut dari Dishidros TNI AL atau Navionics.
1.3 Analisa Data
Dari semua hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dalam bentuk grafik dan tabel. Untuk mengetahui perbedaan parameter oseanografi, pada saat terdapat kemunculan Hiu paus dan saat tidak dijumpai Hiu paus, dilakukan analisis statistik uji-t (Independent-Samples T Test). Hubungan antara Faktor lingkungan yang mempengaruhi kemunculan Hiu paus dianalisis dengan analisis Annova two Varian. Parameter Kondisi lingkungan perairan pada pada saat kemunculan Hiu paus dianalisis dengan Principal Component Analysis (PCA).
Analisis regresi dipakai untuk menduga variabel tak bebas (Y) atas variabel bebas (X), Analisis ini biasa digunakan untuk satu, dua atau beberapa variabel bebas dan satu variabel terikat. Persamaan matematika dipakai untuk analisis data hasil tangkapan ikan tenggiri sebagai nilai variable tak bebas (y) dengan variabel bebas seperti suhu permukaan laut (x1), klorofil-a (x2), kecepatan arus (x3), Kedalaman (X4) dengan persamaan akan menjadi :
Analisis regresi yang baik harus memenuhi beberapa syarat antara lain : 1. Uji Normalitas Data
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah data yang diperolehh telah berdistribusi normal atau tidak. Uji yang digunakan yaitu uji normalitas berdasarkan uji KolmogoroovSmirnov (Santoso, 2005).
2. Uji Multikolinieritas
Pengujian ini untuk melihat ada tidaknya multikolinieritas yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan VIF. Semakin kecil nilai tolerance dan semakin besar nilai VIF maka semakin mendekati terjadinya masalah multikolinieritas. Dalam