The financial performance of government agencies is measured by the total realization of the state budget, consisting of the outcomes from the domestic source of financing and the non-tax revenues associated with its acceptance realization. Within the period of 2012-2016, the total realization of the state budget was about 84.19%, consisting of about 90.90% from domestic financing sources and about 71.97% from non-tax revenues from the budget. Appropriately sound management of non-tax revenues will have an impact on increasing the government's financial performance.
Deskripsi Obyek Penelitian
Kementerian Pertanian dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional merupakan salah satu lembaga pemerintah pusat, mempunyai peranan yang sangat penting dalam ha. Kementerian Pertanian dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas dan fungsi terpenting di bidang pertanahan dan penataan ruang untuk melaksanakan target keluaran yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (GWP) setiap tahun, dengan pendanaan yang bersumber dari Pendapatan Negara. dan Anggaran Belanja (APBN) yang terdiri atas sumber dana dalam bentuk mumi rupiah dan PNBP. Kementerian Pertanian dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mempunyai 491 satuan kerja tingkat Kabupaten/Kota yang tersebar di 33 provinsi.
Pembiayaan kegiatan kelembagaan terdiri dari dana PNBP yang diperoleh dari jenis pendapatan fungsional yang ditargetkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. Badan Pertanahan yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Negara. Penerimaan jasa tersebut di atas sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Norn atau 23 7 /KMK.02/20 I 0 tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP pada Badan Pertanahan Negara, memperoleh izin izin penggunaan sebesar 85,54% dan khusus untuk pelayanan pendidikan pada sekolah menengah Diploma I Urusan Pertanahan Nasional (STPN) sebesar 90,11% yang disebut sebagai sumber dana belanja. Penarikan belanja dari sumber pembiayaan PNBP sampai dengan tahun 2015 dilakukan secara parsial, yaitu penarikan belanja dari sumber pembiayaan PNBP yang diperbolehkan digunakan pada satuan kerja angkutan (produsen PNBP).
Mengingat sumber pendanaan kegiatan badan tersebut terdiri dari sumber pendanaan Mumi Rupiah dan PNBP, dimana pendanaan yang bersumber dari PNBP memiliki sisi pengeluaran dan penerimaan yang saling berkaitan, maka analisis kinerja keuangan perlu dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain efisiensi belanja APBN. efisiensi penerimaan, efisiensi belanja dari PNBP, rasio kontribusi belanja dana PNBP terhadap total belanja APBN, rasio pemanfaatan pendapatan dan pertumbuhan baik pendapatan maupun belanja. Sebagai gambaran penyaluran pendanaan dan kinerja keuangan kegiatan di Kementerian Pertanian dan Tata Ruang/Badan Pertanahan pada periode berikutnya.
REALISASI BELANJA TOTAL APBN
Hasil Penelitian
Berkenaan dengan uraian rasio efisiensi belanja APBN di atas, maka rasio efisiensi sumber pembiayaan PNBP dalam kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 secara nasional adalah sebagai berikut. Data rinci realisasi belanja yang bersumber dari pembiayaan PNBP tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 menurut satuan usaha provinsi, seperti terlihat pada Lampiran 2. Dilihat dari data rata-rata realisasi belanja dari sumber pembiayaan PNBP pada tahun 2012-2016, terjadi peningkatan pada tahun 2014 dan cenderung mengalami penurunan pada tahun 2014, 2015 dan 2016.
Kelompok provinsi dengan realisasi penerimaan tertinggi tidak serta merta mempengaruhi tingginya realisasi belanja sumber pembiayaan PNBP. Data rinci realisasi kontribusi belanja sumber pembiayaan PNBP terhadap realisasi total belanja APBN periode 20I2-2016 per satuan kerja provinsi sebagaimana tercantum pada Lampiran 4. Data realisasi belanja sumber pembiayaan PNBP pada tahun periode 20I2-2016 per satuan kerja provinsi, sebagaimana tercantum pada Lampiran 4. APBN periode 2012 hingga 2016 menunjukkan kontribusi belanja dari sumber pembiayaan PNBP memberikan kontribusi terhadap pembentukan total realisasi anggaran (APBN).
Menunjukkan bahwa Provinsi Maluku dan Maluku Utara mempunyai realisasi kontribusi belanja terhadap dana PNBP yang rendah dalam kurun waktu lima tahun empat tahun, hal ini berkaitan dengan rendahnya realisasi pendapatan (pendapatan) yakni hanya 61% untuk maluku dan 56,97%. Data detail perkembangan pertumbuhan belanja sumber pendanaan PNBP tahun 2012-2016 per satuan kerja provinsi, sebagaimana disajikan pada lampiran 7.
Pembahasan
Tujuan dan realisasi belanja sumber pembiayaan PNBP serta persentase capaian kinerja keuangan pada sumber pembiayaan dari belanja PNBP (rasio efisiensi belanja sumber pembiayaan PNBP) pada 33 satuan kerja provinsi, sebagai berikut. Uji beda secara nasional yang dilakukan terhadap data skala nasional yang membandingkan rasio efisiensi belanja dari sumber dana PNBP lima tahun di 33 provinsi secara bersamaan menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan di 33 provinsi. Sementara itu, hasil berbagai pengujian tujuan dan realisasi menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tujuan belanja sumber pembiayaan PNBP dengan realisasi tahun 2012, dengan hasil pengujian statistik sebagai berikut.
Uji beda berikutnya, yaitu membandingkan target dan realisasi belanja sumber dana PNBP dalam suatu periode, dilakukan untuk masing-masing provinsi dan menunjukkan bahwa di Sumatera Utara terdapat perbedaan yang signifikan antara target dan realisasi belanja sumber dana PNBP. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode tahun 2012-2016 pengeluaran dari sumber dana PNBP dapat digunakan sesuai dengan tujuan DIPA. Sedangkan hasil uji beda antara target kontribusi belanja sumber dana PNBP terhadap total APBN dengan realisasinya pada tahun 2012 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan, dengan hasil uji statistik sebagai berikut.
Perbandingan data realisasi pendapatan dan realisasi belanja 33 provinsi dalam kurun waktu lima tahun menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara realisasi pendapatan dan realisasi belanja dari sumber dana PNBP pada tahun tersebut. Pemanfaatan penerimaan tercermin dari perbandingan antara realisasi pendapatan dan realisasi pengeluaran dari sumber dana PNBP yang rendah pada tahun 2012-2015, hal ini menunjukkan sistem pengelolaan PNBP belum maksimal. Hasil uji statistik data pendapatan dan belanja sumber dana PNBP menunjukkan bahwa pada tahun 2016 tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara realisasi penerimaan dan realisasi belanja dari sumber dana PNBP.
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pertumbuhan belanja dari sumber pembiayaan yang cukup signifikan (rasio pertumbuhan belanja tahun 2015-2016).
Kesimpulan
Rasio efisiensi penerimaan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan namun tidak demikian halnya dengan rasio pemanfaatan penerimaan yang menunjukkan perbedaan yang signifikan akibat pengelolaan keuangan PNBP yang kurang optimal karena ketersediaan dana yang dapat dikerahkan tersedia sesuai rencana namun tidak digunakan secara optimal untuk membiayai kegiatan yang ditargetkan. program kerja lembaga yang bersangkutan. Pengelolaan PNBP yang kurang optimal dapat timbul karena penerimaan penyetoran pendapatan yang tidak tepat waktu sehingga mengakibatkan tertundanya persetujuan bagi hasil maksimal (ketersediaan dana yang dapat dikerahkan) sehingga mengakibatkan rendahnya realisasi pengeluaran dana PNBP. Selain itu, pengelolaan PNBP dari sisi belanja belum optimal akibat ketidaksesuaian dana anggaran dengan kebutuhan.
Rasio pertumbuhan pendapatan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada periode tahun 2012 hingga tahun 2016, begitu pula sebaliknya untuk rasio pertumbuhan pengeluaran yang menunjukkan perbedaan yang signifikan pada tahun 2015 dan 2016. Perbedaan yang mencolok adalah pada tahun 2015 terlihat terjadi penurunan pertumbuhan. dialami, sedangkan pada tahun 2016 tampak terjadi peningkatan yang signifikan dan laju pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya terlampaui pada periode tersebut. Penerapan pengelolaan PNBP secara terpusat berarti satuan kerja non-produktif juga dapat menggunakan sumber dana PNBP, sehingga mengoptimalkan alokasi sumber dana PNBP sesuai kebutuhan masing-masing satuan kerja.
Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian, bahwa pada tahun 2012 ke tahun 2015 terdapat perbedaan pemanfaatan pendapatan yang signifikan, sedangkan pada tahun 2016 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Indikator keuangan PNBP berupa koefisien efisiensi pengeluaran, koefisien kontribusi aset PNBP terhadap total APBN, koefisien efisiensi penerimaan, dan koefisien pemanfaatan pendapatan berkaitan dengan kinerja keuangan instansi pemerintah. , yang juga tercermin dari pendapat hasil audit laporan akuntansi yang menunjukkan adanya hubungan (korelasi) yang searah.
Saran
Perwujudan penerimaan yang optimal harus diimbangi dengan pendayagunaan penerimaan yang optimal melalui penyaluran sumber pembiayaan PNBP secara tepat dengan mekanisme atau sistem yang tidak membedakan antara satuan kerja yang dapat memanfaatkan pendapatan tersebut dan satuan kerja yang menghasilkan PNBP, sehingga terjadi subsidi silang. . satuan kerja yang telah dihasilkan mempunyai prasarana yang memadai, bagi satuan kerja yang tidak menghasilkan PNBP dan prasarananya masih kurang memadai. Penerapan sistem pengelolaan PNBP yang terpusat berdampak pada semakin meningkatnya pertumbuhan pengeluaran pada sumber pembiayaan PNBP, karena pendayagunaan pendapatan dilakukan tanpa memandang satuan kerja penghasil, namun dapat juga digunakan oleh satuan kerja lain tergantung kebutuhannya. Peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel indikator keuangan pada PNBP untuk mengetahui implikasinya terhadap kinerja keuangan instansi pemerintah.
Amalia, M, dan Handayani, N (2015), Analisis Sistem PNBP Untuk Meningkatkan Efektivitas Kinerja di KPPN Surabaya I, Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vo.4, No, 12, 1-16. Dien, A.NJ, Tinagon, J dan Walandouw, S (2015), Analisis laporan realisasi anggaran untuk menilai kinerja keuangan pada Dinas Pendapatan Daerah Bitung, Universitas Sam Ratulangi, Jurnal Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, Vo. Julitawati, E.A, Darwanis dan Jamaluddin (2013), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (studi empiris di Kabupaten Jember), Universitas Jember, Jurnal Akuntansi, 15-29. Jumingan, 2011, Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Keempat, Jakarta : Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah No. 128 tanggal Jenis dan Tarif Jenis Penerimaan Negara Non Pqjak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tata Cara Tahunan Penetapan Besaran, Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Jakarta.
LAMP IRAN
13 KALIMANTAN BARAT 14 KALIMANTAN TENGAH 15 KALIMANTAN SELATAN 16 KALIMANTAN TIMUR 17 SULAWESI UTARA 18 SULAWESI TENGAH 19 SELA TAN SULAWESI 20 SULAWESI TENGGARA 21 MALUKU. 13 KALIMANTAN BARAT 14 KALIMANTAN TENGAH 15 KALIMANTAN SELATAN 16 KALIMANTAN TIMUR 17 SULAWESI UTARA 18 SULAWESI TENGAH 19 SULAWESI SELATAN 20 SULA BARAT. 13 KALIMANTAN BARAT 14 KALIMANTAN TENGAH 15 KALIMANTAN SELATAN 16 KALIMANTAN TIMUR 17 SULAWESI UTARA 18 SULAWESI TENGAH 19 SELA TAN SULAWESI 20 SULAWESI SELATAN 21 MALUKU.
13 VESTKALIMANT 14 CENTRAL KALIMANT 15 SEL TAN KALIMANT 16 ØSTKALIMANT 17 NORD SULAWESI 18 CENTRAL SULAWESI 19 SELA TAN SULAWESI 20 SYDØST SULAWESI 21 MALUKU. 13 VESTKALIMANT 14 CENTRAL KALIMANTAN 15 SYD KALIMANTAN 16 ØSTKALIMANT 17 NORD SULAWESI 18 CENTRAL SULAWESI 19 SYD SULAWESI 20 WES SULA. 13 KALIMA.l\VEST TAN 14 KALIMA';T AN CENTRAL 15 KALIMM.;T AN SELA TAN 16 KALIMANT AN EAST 17 NORTH SULAWESI 18 CENTRAL SULAWESI 19 SYD SULAWESI 20 SULAWESI 20 MSITGARA SULAWE.
13 KALIMA NT AN BARAT 14 KALIMANTAN TENGAH 15 KALIMANTAN AN SEL TAN 16 KALIMANTAN TIMUR 17 SULAWESI UTARA 18 SULAWESI TENGAH 19 SULAWESI SELATAN 20 SULAWESI TENGGARA 21 MALUWESI.