• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Kesehatan

N/A
N/A
Masjida Masjida

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Kebijakan Kesehatan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada kami untuk menyelesaikan tugas modul ini dengan tepat waktu. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas modul ini yang berjudul “Analisis Kebijakan Kesehatan”.

Modul ini disusun guna memenuhi tugas dari mata kuliah “Analisis Kebijakan Kesehatan”

selain itu, kami juga berharap agar modul ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dian Anggraeni Rachman, S.KM., M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Kami juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan modul ini, kami sangat menyadari bahwa modul ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan modul ini.

Makassar, 1 November 2024

Kelompok 2

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I KONSEP DASAR KEBIJAKAN KESEHATAN ... 1

A. Pendahuluan ... 1

B. Ruang lingkup kebijakan kesehatan ... 2

C. Prinsip-prinsip kebijakan kesehatan ... 2

D. Ciri-ciri kebijakan kesehatan ... 3

E. Proses penyusunan kebijakan kesehatan ... 3

DAFTAR PUSTAKA ... 7

BAB II ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN ... 8

A. Pendahuluan ... 8

B. Peran dan Fungsi Analisis Kebijakan Kesehatan ... 9

C. Karakteristik Masalah Kebijakan ... 9

D. Analisis Perumusan Kebijakan ... 10

E. Analisis Implementasi Kebijakan ... 11

F. Analisis Evaluasi Kebijakan ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 14

BAB III HUKUM DAN KEBIJAKAN KESEHATAN ... 15

A. Pendahuluan ... 15

B. Dasar Hukum Kebijakan Kesehatan ... 15

C. Hukum dan Kebijakan Kesehatan ... 16

D. Kebijakan Kesehatan, Perlindungan dan Penegakan Hukum Pelayanan Kesehatan ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 24

BAB IV SISTEM KEBIJAKAN KESEHATAN ... 25

A. Definisi Sistem Kebijakan Kesehatan ... 25

B. Komponen Utama Kebijakan Kesehatan ... 25

C. Merumuskan Kebijakan Kesehatan ... 27

D. Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Kesehatan ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

BAB V PERENCANAAN KEBIJAKAN KESEHATAN ... 32

(4)

iv

A. Pendahuluan ... 32

B. Konsep Perencanaan Kesehatan ... 32

C. Unsur Perencanaan Kesehatan ... 33

D. Manfaat Dan Jenis Perencanaan ... 34

E. Langkah-langkah perencanaan kesehatan ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 37

BAB VI SUB SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA ... 38

A. PENDAHULUAN ... 38

B. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan ... 39

C. Lembaga Sistem Pelayanan Kesehatan ... 39

D. Tingkat Sistem Pelayanan Kesehatan ... 40

E. SISTEM PELAYANAN PRIMA ... 41

F. Sistem Pelayanan Rujukan (Referal System) ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

BAB VII EVALUASI KEBIJAKAN KESEHATAN ... 45

A. Pendahuluan... 45

B. Konsep Evaluasi Kebijakan ... 45

C. Ruang Lingkup Evaluasi Kebijakan Kesehatan ... 49

D. Dimensi dan Jenis Evaluasi Kebijakan Kesehatan ... 54

E. Tahapan Evaluasi ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(5)

1

BAB I

KONSEP DASAR KEBIJAKAN KESEHATAN A. Pendahuluan

Kebijakan kesehatan (healty policy) dapat didefinisikan sebagai”sejauh keputusan,rencana, dan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan kesehatan tertentu dalam masyarakat”.menurut organisasi kesehatan dunia kebijakan kesehatan yang eksplisit dapat mendefinisikan visi masa depan,menguraikan prioritas dan peran yang diharapkan dari berbagai kelompok,serta membangun konsensus dan memberi informasi pada masyarakat.kebijakan yang diambil dapat mengatur pembiayaan dan pemberian layanan kesehatan,akses ke fasilitas layanan kesehatan,kualitas perawatan yang diberikan, dan kesetaraan kesehatan (WHO, 2022)

Kebijakan kesehatan itu adalah tujuan dan sasaran,sebagai instrumen,proses dan gaya dari suatu keputusan oleh pengambilan keputusan,termasuk implementasi serta penilaian dapat pula dikatakan bahwa kebijakan kesehatan adalah bagian dari institusi,kekuatan dari aspek politik yang memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal,nasional dan dunia (Raviola et al., 2020).menurut (Massie, 2009) Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan lintas sektor yang mendorong gaya hidup sehat dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Kebijakan kesehatan adalah suatu hal yang peduli terhadap pengguna pelayan kesehatan termasuk manajer dan pekerja kesehatan.kebijakan kesehatan dapat dilihat sebagai suatu jaringan keputusan yang saling berhubungan,yang pada prakteknya peduli kepada pelayanan kesehatan masyarakat.kebijakan kesehatan termasuk salah satu kebijakan publik yang merupakan bagian dari sistem kesehatan.komponen sistem kesehatan meliputi sumber daya,struktur organisasi,manajemen,penunjang lain dan pelayanan kesehatan(Unusa, 2022).

Secara umum kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukan perilaku seseorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun lembaga tertentu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pada dasarnya terdapat banyak penjelasan dengan batasan- batasan atau pengertian mengenai kebijakan.kebijakan merupakan upaya memecahkan problem sosial bagi kepentingan masyarakat atas asas keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut B. N. Marbun atau Benedictus Nahot Marbun adalah seorang pengarang kamus politik. Dalam kamus politik yang ia tulis, ia mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu rangkaian konsep serta asa yang menjadi garis besar dan dasar untuk rencana dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, kepemimpinan dalam suatu organisasi maupun pemerintahan, pernyataan cita-cita, prinsip, tujuan, atau maksud sebagai garis pedoman untuk mencapai target tersebut.

(6)

2 Mustopadidjaja adalah seorang profesor dan penulis buku. Menurutnya, kebijakan adalah suatu keputusan di dalam organisasi yang bertujuan untuk dapat mengatasi persoalan tertentu, yaitu sebagai suatu keputusan atau alat untuk mencapai tujuan tertentu yang berisi ketentuan-ketentuan yang digunakan sebagai pedoman perilaku untuk mengambil sebuah keputusan.

Kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan,baik pemerintah,swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah (Depkes RI, 2009).

B. Ruang lingkup kebijakan kesehatan

Ruang lingkup kebijakan kesehatan mencakup berbagai aspek diantaranya:

Kebijakan kesehatan merupakan suatu kebijakan yang mengarah pada area studi yang berfokus pada output dan outcome yang dihasilkan oleh komunitas yang terkait dengan bidang kesehatan.seperti halnya proses pembuatan kebijakan lain,kebijakan kesehatan juga melalui siklus proses yang tidak mempunyai akhir.isu kebijakan kesehatan tidak pernah habis dan tidak pernah terselesaikan secara tuntas.output maupun outcome dari kebijakan kesehatan sebelumnya akan mempengaruhi sistem kebijakan kesehatan selanjutnya.

C. Prinsip-prinsip kebijakan kesehatan

1. Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia : Setiap individu berhak atas kesehatan yang baik, dan pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai.

2. Pencegahan dan Promosi Kesehatan : Fokus pada pencegahan penyakit lebih penting daripada pengobatan. Promosi kesehatan melalui pendidikan dan kampanye kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

3. Keterjangkauan dan Aksesibilitas : Layanan kesehatan harus terjangkau dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial ekonomi.

4. Kualitas Layanan Kesehatan : Layanan kesehatan harus memenuhi standar kualitas yang tinggi untuk menjamin keselamatan dan efektivitas perawatan.

5. Partisipasi Masyarakat : Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan terkait layanan kesehatan untuk memastikan bahwa kebijakan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan mereka.

6. Pendekatan Berbasis Bukti : Kebijakan kesehatan harus didasarkan pada data dan penelitian ilmiah yang valid untuk memastikan efektivitasnya.

7. Intersektoralitas : Kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pendidikan, lingkungan, dan ekonomi. Oleh karena itu, kolaborasi antar sektor menjadi sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang komprehensif.

(7)

3 8. Kesetaraan dalam Kesehatan : Upaya harus dilakukan untuk mengurangi kesenjangan dalam kesehatan antara kelompok-kelompok yang berbeda, termasuk kelompok rentan dan terpinggirkan.

9. Keberlanjutan : Kebijakan kesehatan harus mempertimbangkan jangka panjang, baik dari segi lingkungan maupun sumber daya yang tersedia.

10. Inovasi dan Teknologi : Memanfaatkan teknologi dan inovasi dalam layanan kesehatan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem kesehatan.

D. Ciri-ciri kebijakan kesehatan

Kebijakan kesehatan merupakan bagian dari kebijakan publik. Konsep kebijakan publik dapat dipahami sebagai eksistensi negara yang kuat, memiliki kewenangan dan legitimasi, yang mewakili melalui administrasi dan teknik masyarakat yang kompeten dalam pengelolaan keuangan serta pelaksanaan kebijakan. Kebijakan itu sendiri adalah suatu konteks atau kesepakatan mengenai suatu isu, di mana sasaran dan tujuan yang difokuskan pada prioritas tertentu, dilengkapi dengan pedoman utama untuk mencapainya.

Pengembangan kebijakan biasanya top-down di mana departemen kesehatan memiliki kewenangan dalam penyiapan kebijakan. Implementasi dan strateginya adalah bottom-up.

Kebijakan kesehatan harus berdasarkan pembuktian yang menggunakan pendekatan problem solving secara linear. Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola pencegahan, pelayana yang berfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit dan perlindungan terhadap kaum rentan. Kebijakan kesehatan juga peduli terhadap dampak dari lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kesehatan. Contohnya, pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan swasta atau kebijakan dalam hal pemantapan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kebijakan kesehatan berpihak pada hal-hal yang dianggap penting dalam suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai sasaran, menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan-keputusan penting. Kebiijakan kesehatan tidak saja terdiri dari dokumen-dokumen strategi dalam suatu negara, tetapi juga bagaimana kebijakan itu diimplementasikan oleh pengambil keputusan dan pemegang program kesehatan, dan bagaimana melakukannya secara praktis pada masing-masing tingkatan pemerintah(Edha, 2020).

E. Proses penyusunan kebijakan kesehatan a. Perumusan masalah

Perumusan kebijakan adalah upaya untuk merumuskan apa sebenarnya masalah yang akan diatasi.contohnya dalam sebuah jurnal tentang masalah IMD dan ASI eksklusif,upaya dalam menggiring masalah untuk kemudian menjadi issue,dinas kesehatan melakukan sosialisasi kepada melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.selain melakukan sosialisasi,dinkes juga melakukan sosialisasi,dinkes juga melakukan promosi ASI eksklusif ke berbagai media massa.perumusan kebijakan ini juga dapat diartikan sebagai proses perencanaan.dalam perencanaan,terdapat 3 aspek pokok yang harus diperhatikan,yaitu hasil

(8)

4 dari pekerjaan perencanaan,perangkat organisasi yang dipergunakan untuk melakukan pekerjaan,serta langkah-langkah atau proses melakukan pekerjaan perencanaan.

b. Formulasi kebijakan

Formulasi kebijakan adalah upaya atau tahap menjadikan masalah atau isu menjadi sebuah agenda pemerintah yang dalam bentuk hukum publik.dalam tahap ini juga mengeksplorasikan siapa saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan tersebut disepakati,dan bagaimana akan dikomunikasikan.

c. Implementasikan kebijakan

Implementasi kebijakan adalah upaya untuk melaksanakan kebijakan.implementasi kebijikan pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar sebuah kebijakan mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan,maka ada dua pilihan langkah yang ada,yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program,atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut.proses implementasi kebijakan berjalan lancar apabila lebih dominannya faktor yang kurang mendukung dalam proses tersebut.

Alternatif kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam pembentukan kebijakan tersebut.penetapan kebijakan dapat berupa undang-undang,yurisprudensi,keputusan presiden,keputusan- keputusan menteri,dan lain sebagainya.kebijakan ditetapkan bertujuan yang nantinya kebijakan tersebut mempunya kekuatan hukum yang mengikat.dalam proses implementasi banyak aktor yang terlibat dalam penetun pilihan-pilihan mengenai alokasi sumber publik tertentu serta banyak pihak yang berusaha untuk mempengaruhi keptusan-keputusan tersebut.

Tahap ini sering kali diabaikan,namun demikian merupakan fase yang sangat penting dalam membuat suatu kebijakan tidak diimplementasikan maka dapat dianggap keliru.

d. Monitoring Kebijakan

Monitoring kebijakan adalah upaya yang dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan atau implementasi kebijakan.pada dasarnya,pengawasan merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam kehidupan organisasi untuk menjaga agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan.fungsi monitoring ini adalah mencegah penyimpangan.meluruskan penyimpangan, dan membimbing pegawai agar tidak menyimpang .aspek yang perlu diperhatikan dalam fungsi ini adalah objek,metode, dan proses.

e. Evaluasi kebijakan

Evaluasi kebijakan adalah upaya untuk menilai perbedaan keadaan sebelum dan sesdah kebijakn dilaksanakan.dalam mengevaluasi suatu kebijakan,ada bebrapa indikator yang perlu digunakan,yaitu efektivitas,efisiensi,kecukupan,pemerataan,rsponsive, dan ketetapan.tahapan ini juga dapat dikatakan bahwa dimana didenfinisikan apa saja yang termasuk hal-hal yang muncul dan tidak dapat diharappkan dari suatu kebijakann.dalam evaluasi pelaksanaan kebijakan kesahatan dapat dilakukan dengan melihat indikator sasaran dan indikator hasil, contonya adalah penurunan kasus gizi pada balita.

(9)

5 F. Implemtasi kebijakan kesehatan

Implementasi kebijakan kesehatan memiliki peranan penting dalam siklus atau tahapan kebijakan kesehatan.) implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan atau pengendalian aksi- aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu. Implementasi merupakan tahapan yang penting untuk dilakukan. Sebaik apapun suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan maka tidak akan sesuai tujuan dari pembentukan kebijakan tersebut. Implementasi melibatkan seluruh aktor, organisasi, prosedur, serta aspek teknik untuk meraih tujuan kebijakan atau program-program.

Dalam pelaksanaan atau implementasi kebijakan terdapat dua kemungkinan yaitu kebijakan berhasil diterapkan atau sebaliknya kegagalan dalam penerapan kebijakan.

Kesiapan implementasi kebijakan sangat berpengaruh terhadap efektivitas dan keberhasilan sebuah kebijakan. Penyusunan kebijakan berbasis pada data serta bukti sangat mempengaruhi sukses tidaknya implementasi kebijakan. Oleh karena itu, keberadaan aktor utama dalam menganalisis kesiapan dalam implementasi kebijakan sangatlah penting. Aktor tersebut diantaranya adalah Komite Eksekutif Badan Formulasi Kebijakan, Dewan Penelitian Kesehatan/Medis, Kementerian Kesehatan, Kemendikbud, maupun konsorsium universitas.

Akan lebih baik jika hasil analisis tersebut dijadikan satu, selain itu diperlukan peran dan keterlibatan peneliti, akademisi, organisasi profesi, ikatan keahlian medis tertentu dan sebagainya.

Keberhasilan dalam implementasi kebijakan dikarenakan didukung adanya hambatan eksternal yang minim, sumber daya yang memadai, good policy, pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan, tugas ditetapkan dengan urutan yang tepat, komunikasi serta koordinasi yang lancar, dan adanya dukungan otoritas.Kegagalan dalam implementasi kebijakan disebabkan karena adanya gap implementation. Hal ini dapat dikarenakan kebijakan yang kurang baik (bad policy), implementasi yang kurang baik (bad implementation), atau kebijakan yang kurang mendapat perhatian (bad lucky). Contoh dari kebijakan yang kurang mendapat perhatian adalah kebijakan kesehatan jiwa. Berbagai kebijakan dan pendanaan telah digelontorkan dalam pelaksanaan program kesehatan jiwa, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum optimal karena kebijakan tersebut dianggap tidak populis sehingga kurang mendapatkan perhatian.

Bad policy dapat terjadi pada kebijakan yang dikembangkan tidak berdasarkan evidence based sehingga seringkali kebijakan tidak tepat sasaran, ataupun jika sesuai dengan sasaran, efektifitas dari kebijakan yang diimplementasikan dirasa kurang. Selain hal di atas, penerapan suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh politik, kondisi ekonomi, kondisi geografis, dan kondisi budaya di suatu daerah. Seperti contohnya penerapan kebijakan ASI eksklusif selama 6 bulan seringkali sukar dilakukan pada suatu wilayah yang memiliki budaya turun temurun memberikan makanan tambahan seperti pisang pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.

Pada implementasi yang dipengaruhi oleh kondisi geografis misalnya adalah kebijakan mengenai pemerataan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor geografis. Terlebih Indonesia terdiri dari berbagai pegunungan, selat, laut, dan sungai yang menyebabkan sukarnya akses dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata. Hal tersebut juga akan

(10)

6 mempengaruhi pada pelaksanaan proses rujukan kesehatan yang memerlukan penanganan segera (Budiyanti, 2020)

Implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh proses perumusan suatu kebijakan baik top down ataupun bottom up. Perumusan kebijakan yang menggunakan model top down seperti model elite, model proses dan model inkremental, pada implementasinya dipengaruhi oleh variabel seperti pelaksana, sasaran kebijakan dan lingkungan kebijakan. Model perumusan kebijakan dengan pendekatan bottom up seperti kelembagaan dan kelompok dapat efektif untuk diimplementasikan jika sedari awal kelompok sasaran dilibatkan dalam pembuatan kebijakan.Model top down menguntungkan untuk diterapkan pada situasi dimana para pembuat kebijakan mampu mengatur dan mengontrol situasi, dan dana yg terbatas. Sedangkan model bottom up, menguntungkan pada situasi dimana implementator mempunyai kebebasan untuk melakukan inovasi tanpa ada dependensi kekuasaan dengan melihat dinamika daerah atau lingkungan kebijakan yg berbeda.

(11)

7

DAFTAR PUSTAKA

edha, d. (2023). kebijakan kesehatan. Retrieved from

https://id.scribd.com/document/494676359/KEBIJAKAN-KESEHATAN massie, r. g. (2009). proses,implementasi,analisis dan penelitian . 409-417.

unesa. (2022, maret 21). pentingnya menerapkan konsep polycy cycle dalam pembuatan kebijakan kesehatan. Retrieved from https://fkes.unusa.ac.id/2022/03/21/pentingnya- menerapkan-konsep-policy-cycle-dalam-pembuatan-kebijakan-kesehatan/

untung, p. (2023). kebijakan kesehatan dan aspek kebijakan publik. Retrieved from https://id.scribd.com/document/527088471/Kebijakan-Kesehatan-Dan-Aspek-Kebijakan- Kesehatan-Publik-BUK-ICAAA

who. (2011, maret 22). kebijakan kesehatan . Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_kesehatan

djufri, n. (2023). evaluasi kebijakan kesehatan. Retrieved from scribd:

https://id.scribd.com/document/537489545/Tugas-Makalah-Evaluasi-Kebijakan-Kesehatan

(12)

8

BAB II

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

A. Pendahuluan

Analisis Kebijakan Kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti atau dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan. Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.

Kebijakan merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternative yang bermuara kepada keputusan tentang alternative terbaik. Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya.

Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.

Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan, keadaan gawat dll. Kebijaksanaan selalu mengandung makna melanggar segala sesuatu yang pernah ditetapkan karena alasan tertentu.

Menurut UU RI No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu: kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental, kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan. Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah hasil pengembangan dari analisis kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan dan kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang kesehatan itulah akhirnya bidang kajian analisis kebijakan kesehatan muncul.

(13)

9 B. Peran dan Fungsi Analisis Kebijakan Kesehatan

Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru, analisis kebijakan kesehatan memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan fungsi itu adalah:

● Adanya analisis kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang fokus pada masalah yang akan diselesaikan.

● Analisis kebijakan kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu. Satu disiplin kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini analisis kebijakan kesehatan menggabungkan keduanya yang kemudian menjadi sub kajian baru dalam khazanah keilmuan.

● Adanya analisis kebijakan kesehatan, pemerintah mampu memberikan jenis tindakan kebijakan apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.

● Memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/keputusan yang sesuai atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti.

● Dan analisis kebijakan kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul kemudian akibat dari produk kebijakan yang telah diputuskan/diundangkan.

Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat diidentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat kepemilikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting. Staf puskesmas yang kuat orientasi materialnya (gaji tidak memenuhi kebutuhan), cenderung memandang aspek imbalan dari puskesmas sebagai masalah mendasar dari pada orang yang punya komitmen pada kualitas pelayanan kesehatan.

C. Karakteristik Masalah Kebijakan

Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah:

● Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi) seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan kesehatan). Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini membutuhkan pendekatan Holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat dipisahkan dan diukur sendirian.

● Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diidentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini menimbulkan penafsiran yang beragam (antara lain gangguan kesehatan, lingkungan, iklim, dll). Muncul situasi problematis, bukan problem itu sendiri.

● Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.

● Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.

● Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem masalah kebijakan.

(14)

10 Masalah-masalah kebijakan merupakan kondisi yang obyektif yang keberadaannya dapat diciptakan dengan menentukan fakta-fakta apa yang ada dalam suatu kasus. Pandangan yang naif ketika ketika kita gagal untuk mengenali fakta yang ada, bahkan diinterpretasikan secara berbeda oleh para pelaku kebijakan. Oleh karena itu, informasi yang sama, informasi sama yang relevan dengan kebijakan dapat dan sering menghasilkan definisi-definisi dan penjelasan- penjelasan tentang masalah yang saling berbenturan. Hal ini bukan karena “fakta-fakta” tidak konsisten, melainkan karena para analisis kebijakan, pembuat kebijakan, dan pelaku kebijakan mempunyai asumsi-asumsi serta kepentingan yang sering bertentangan dan perubahan- perubahan sosial yang terjadi. (Dunn, 2000) Selanjutnya menurut Dunn (2000) masalah adalah barang abstrak yang timbul dengan mentransformasikan pengalaman kedalam penilaian manusia. Masalah-masalah kebijakan benar-benar merupakan keseluruhan dari sistem masalah- masalah itu berarti bahwa isu-isu kebijakan pasti sama kompleksnya. Kompleksitas isu-isu kebijakan dilihat dengan mempertimbangkan jenjang organisasi dimana isu-isu itu diformulasikan.(Dunn, 2000).

D. Analisis Perumusan Kebijakan

Mengadakan pengkajian tentang hubungan antara badan-badan eksekutif dan legislatif selama proses penyusunan kebijakan. Analisis ini minimal dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut: bagaimana kebijakan dibuat, mengapa dipilih alternatif a bukan b, siapa terlibat dalam perumusan, siapa yang paling dominan, mengapa ia paling dominan.

Perumusan kebijakan kesehatan merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan yang terpilih dari berbagai alternatif yang tersedia. Seorang analis harus memahami model dan teknik pengambilan keputusan agar dapat menganalisa dan mencari informasi yang terkait dengan berbagai alternatif yang ada dan informasi. Masalah biasanya muncul disebabkan karena rumusan kebijakan tidak selalu sama, sehingga tidak ada ukuran yang baku untuk menentukan apakah suatu alternatif tepat untuk menjawab suatu permasalahan atau tidak.

Kompleksitasnya tidak hanya sekedar rumusan masalah dan kebijakan yang berbeda, tetapi juga terkait dengan banyaknya model dan teknik pengambilan keputusan.

Sebagian besar analisis perumusan kebijakan dilakukan dengan menentukan berbagai alternatif penanggulangan masalah yang melatarbelakangi suatu kebijakan, menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk merespons permasalahan tersebut, bagaimana langkah-langkah tersebut dilakukan, dipantau, dan kemudian dievaluasi proses pengambilan keputusannya. Namun ada sebagian analisis yang lebih fokus pada identifikasi dan penjelasan mengapa dan bagaimana proses pengambilan keputusan berlangsung (analisis terhadap pengambilan keputusan).

Memilih berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan tentu saja membawa konsekuensi yang berbeda-beda. Menentukan dan memilih yang terbaik membutuhkan informasi yang lengkap dan seakurat mungkin untuk bisa mengetahui spesifikasi dan konsekuensi dari setiap alternatif yang ada sehingga akhirnya dapat dipilih alternatif yang terbaik. Dalam hal kebijakan, proses ini merupakan proses yang nuansa politiknya paling jelas, karena dari sekian banyak potensi solusi suatu masalah, sebagian harus ditolak dan satu atau beberapa yang lain dipilih dan digunakan. Dalam hal ini pilihan yang harus diambil tidaklah

(15)

11 mudah dan keputusan untuk tidak melakukan apa-apa seringkali menjadi salah satu alternatif solusi yang kuat. Oleh sebab itu prakondisi ideal yang diharapkan dalam setiap perumusan kebijakan adalah bahwa setiap alternatif telah diperkirakan konsekuensinya. Namun pada kenyataannya hal tersebut jarang sekali ditemui karena tidak ada informasi yang lengkap tentang konsekuensi dari setiap alternatif yang ada sehingga pengambilan keputusan lebih didasarkan pada perkiraan dan ramalan saja.

Perumusan kebijakan perlu juga dilihat sebagai fenomena yang bersifat politik. Dimensi politik dari fenomena ini dilatarbelakangi oleh adanya alternatif yang harus ditinggalkan dan ada alternatif yang diambil sebagai keputusan kebijakan. Dimensi politik dalam proses pengambilan keputusan terjadi sejak proses perumusan masalah. Proses pengambilan keputusan melibatkan sejumlah kepentingan yang berbeda-beda dan masing-masing mendefinisikan situasi permasalahan secara berbeda-beda yang pada gilirannya rumusan masalah yang dihasilkan tidak selalu sama. Konsekuensinya adalah bahwa alternatif solusi yang muncul dari berbagai rumusan masalah tersebut, bisa jadi menjadi solusi bagi satu pihak dan sekaligus menjadi ancaman bagi pihak lain. Dalam proses pengambilan keputusan yang merupakan sebuah proses yang kental dengan dimensi politik, seorang analis harus memahami berbagai model pengambilan keputusan kebijakan yang berusaha menjelaskan, dan digunakan untuk ‘merekayasa’, fenomena dan proses pengambilan keputusan.

E. Analisis Implementasi Kebijakan

Mempelajari sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan kebijakan dan faktor faktor apa yang mempengaruhinya. Analisis ini minimal dapat menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:

bagaimana cara implementasi kebijakan, siapa yang terlibat dalam implementasi, bagaimana interaksi para pelaku implementasi, siapa yang diberi wewenang secara formal dan siapa yang lebih berkuasa secara informal, bagaimana cara kerja birokrat, bagaimana cara pengawasan dan koordinasi, bagaimana tanggapan kelompok sasaran.

Proses implementasi kebijakan sebagian besar memberikan peran kepada para aktor kebijakan. Hal ini membuat proses implementasi kebijakan seringkali dimaknai sebagai proses administratif semata dan proses implementasi dianggap sebagai proses yang steril dan terpisah dari hiruk pikuk politik proses pengambilan keputusan dalam proses pembuatan kebijakan.

Padahal kenyataan menunjukkan bahwa selalu ada kesenjangan antara tujuan yang dinyatakan dalam policy statement dengan outcome yang dihasilkan dari policy implementation mengharuskan analis mulai menelaah ‘missing-link’ dalam analisis implementasi kebijakan yang selama ini dilakukan dalam arti bahwa analisis implementasi kebijakan harus bergerak lebih jauh lagi dan bukan hanya sekedar memandang proses implementasi kebijakan sebagai proses administratif semata. Dalam hal ini analis harus menemukan dan memetakan bagaimana proses implementasi kebijakan memiliki dinamikanya sendiri dan dinamika ini mempengaruhi outcome dari kebijakan yang diimplementasikan.

(16)

12 F. Analisis Evaluasi Kebijakan

Mengkaji akibat-akibat kebijakan atau mencari jawaban terhadap apa yang terjadi sebagai akibat dari implementasi kebijakan. Analisis ini disebut juga sebagai analisis dampak kebijakan karena mengkaji akibat-akibat implementasi kebijakan.

Tujuan analisis kebijakan kesehatan secara umum adalah sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan di bidang kesehatan secara praktis. Tujuan analisis kebijakan kesehatan juga meliputi evaluasi kebijakan kesehatan dan rekomendasi kebijakan kesehatan. Analisis kebijakan kesehatan tidak hanya sekedar menghasilkan fakta, tetapi juga menghasilkan informasi mengenai nilai dan arah tindakan di bidang kesehatan yang lebih baik. Oleh sebab itu tujuan analisis kebijakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Untuk dapat memahami proses kebijakan kesehatan yang dikembangkan dan diimplementasikan

2) Untuk mengetahui tujuan dan motivasi di balik adanya suatu kebijakan kesehatan.

3) Untuk memahami pengaruh kebijakan di sektor kesehatan terhadap kebijakan pada sektor lain, dan sebaliknya

4) Untuk memahami area-area yang potensial untuk diintervensi dalam proses kebijakan.

Dalam hal ini untuk mendapatkan efek pemantapan dalam pengembangan kebijakan kesehatan dan proses implementasi.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka manfaat Analisis Kebijakan Kesehatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Analisis terhadap suatu kebijakan kesehatan akan melahirkan keputusan yang fokus pada masalah kesehatan yang akan diselesaikan.

2) Analisis terhadap suatu kebijakan kesehatan juga merupakan penggabungan berbagai disiplin ilmu dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kebijakan kesehatan dapat diposisikan baik sebagai dependent variable maupun independent variable. Sebagai dependen variabel berupaya untuk mencari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kualitas isi dari sebuah kebijakan kesehatan; sebaliknya sebagai independen variabel dapat berupaya untuk mengidentifikasi dampak kebijakan kesehatan.

3) Analisis terhadap kebijakan kesehatan melahirkan rekomendasi kepada pemerintah tentang jenis tindakan kebijakan apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.

4) Analisis terhadap suatu kebijakan kesehatan memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/keputusan yang sesuai atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti.

5) Analisis kebijakan kesehatan menelaah berbagai fakta yang muncul kemudian sebagai akibat dari produk kebijakan yang telah diputuskan/diundangkan.

6) Analisis kebijakan membantu para praktisi dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat melalui pemahaman berbagai konsep-konsep dasar teori kebijakan.

7) Analisis kebijakan melalui berbagai teori dan proses kebijakan yang benar dapat menyakinkan para pelaku politik dalam menetapkan suatu kebijakan di bidang kesehatan.

(17)

13 Analisis terhadap kebijakan kesehatan dapat dilakukan mulai dari tahap perumusan masalah, forecasting (peramalan), rekomendasi kebijakan, implementasi kebijakan, monitoring kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini seorang analis kebijakan kesehatan dituntut untuk mengenali dan memahami instrumen-instrumen dasar tentang pembangunan kesehatan masyarakat yang berbasis pada hak azasi, serta implikasi politiknya pada tingkat global, nasional, maupun lokal. Selain itu hasil analisis dapat membantu dalam melakukan advokasi kesehatan dengan menggunakan berbagai instrumen serta rumusan yang jelas mengenai masalah kebijakan kesehatan yang diadvokasikan baik pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten / kota.

(18)

14

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin, 2003. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara Wahab, S., 2008.

Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Bessant, Judith, Rob Watts, Tony Dalton dan Paul Smith, 2006. Talking Policy: How Social Policy

Ayuningtyas, Dumilah Dr. 2014. Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Ayuningtyas, Dumilah Dr. 2018. Analisis Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Aplikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dunn, William N. Public Policy Analysis – An Introduction, Pearson Education. New Jersey:

1981.

Poister, Theodore H., 2003. Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations.

San Fransisco: John Wiley & Sons

Siagian S.P., 1985. Analisis serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi. Jakarta:

PT. Gunung Agung

(19)

15

BAB III

HUKUM DAN KEBIJAKAN KESEHATAN A. Pendahuluan

Dalam kebijakan Kubik publik, kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dikenal sebagai kebijakan kesehatan. Salah satu tujuan dari kebijakan kesehatan nasional adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan rakyat suatu negara (Ayuningtyas, 2014). Segala tindakan pengambilan keputusan yang memengaruhi sistem kesehatan yang dilakukan oleh aktor seperti pemerintah, organisasi, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya disebut sebagai kebijakan kesehatan (Buse, 2005).

Kebijakan kesehatan adalah keputusan, rencana, dan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan kesehatan tertentu dalam suatu masyarakat. Kebutuhan akan kebijakan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin meningkat karena kompleksitas industri kesehatan, yang mencakup hajat hidup orang banyak, kepentingan masyarakat luas, dan ketidakpastian penyakit (Ayuningtyas, 2014). Aktor, konten, konteks, dan proses adalah segitiga kebijakan yang harus dipertimbangkan saat membuat kebijakan kesehatan.

B. Dasar Hukum Kebijakan Kesehatan

Hukum adalah hasil dari kehendak manusia; teori mengenai manusia berasal dari keberadaan manusia itu sendiri yang menginginkan kebebasan bertindak dan berorientasi hidup. Dengan kebebasan ini, manusia kadang-kadang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, bahkan mencederai martabat sesama manusia untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu, diperlukan hukum yang dapat mengembalikan manusia ke peradabannya yang sebenarnya.

Teori tentang manusia berasal dari kehendak manusia itu sendiri, yang menghasilkan hukum.

Untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, orang kadang-kadang menghalalkan segalanya, bahkan mengorbankan martabat orang lain. Akibatnya, hukum yang dapat mengembalikan manusia ke peradapannya yang sebenarnya diperlukan.

Kebijakan kesehatan sebagai tanggung jawab pemerintah dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup secara produktif dan ekonomis. Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 pasal 45 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan. Pasal 14 Undang- Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Kebijakan Kesehatan Nasional diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 374 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional dan Peraturan Presiden No 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional.

Berikut ini merupakan peraturan perundang-undangan menjadi landasan hukum kebijakan kesehatan.

(20)

16 1. UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN Pasal 22 berisi manfaat komprehensif: Promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

2. UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN Pasal 24 mengenai BPJS berkewajiban mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem mutu dan sistem pembayaran yang efisien dan efektif

3. Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 20 ayat 1: menetapkan produk:

pelayanan kesehatan perorangan (pro, otf, preventif, kuratif dan rehabilitatif), obat dan bahan medis habis pakai.

4. Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 36

1) Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS.

2) Fasilitas kesehatan pemerintah dan pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS.

3) Fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat bekerjasama dengan BPJS.

4) BPJS kesehatan dengan fasilitas membuat perjanjian tertulis sebagai landasan kerjasama

5) Persyaratan sebagai fasilitas kesehatan mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku.

5. Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 42

1) Pelayanan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi kepada aspek keamanan peserta, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan peserta serta efisiensi biaya.

2) Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh, meliputi standar pemenuhan fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta

6. Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 43

1) Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya menteri bertanggung jawab untuk HTA, pertimbangan klinis dan manfaat jaminan kesehatan, perhitungan standar tarif, monev jaminan kesehatan

2) Dalam melaksanakan monev, menteri berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional

7. Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 44: ketentuan tentang pasal 43 diatur dengan peraturan menteri

C. Hukum dan Kebijakan Kesehatan

Peraturan perundang-undangan memberikan legitimasi kepada pemerintah dan membentuk kebijakan kesehatan. Dengan memiliki legitimasi yang sah dari pejabat dan warga Negara, diharapkan dapat mempengaruhi pelaku untuk mengubah perilaku yang bertentangan yang dapat menghambat undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan pengendalian masalah kesehatan agar tindakan yang dilakukan tidak berdampak hukum terhadap orang lain

(21)

17 atau diri sendiri. Dalam sistem kesehatan nasional Indonesia, lembaga kesehatan bertanggung jawab untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan kesehatan di setiap wilayah.

Upaya untuk mengatasi masalah kesehatan dicapai melalui peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Lembaga kesehatan berfungsi untuk menjalankan kebijakan kesehatan. Berikut ini adalah lembaga yang bertanggung jawab atas kebijakan kesehatan:

1) Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut.

a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

2) Puskesmas

Pusat kesehatan memiliki wilayah kerja yang mencakup satu kecamatan atau sebagian darinya. Wilayah kerja puskesmas dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, luas daerah, kondisi geografis, dan kondisi infrastruktur lainnya. Puskesmas pembantu dan puskesmas keliling adalah unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang membantu memperluas jangkauan pelayanan. Puskesmas Pembina di ibukota kecamatan dengan lebih dari 150.000 orang adalah pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan bertanggung jawab untuk koordinasi. Di kota besar dengan lebih dari satu juta orang, wilayah kerja puskesmas dapat mencakup satu kelurahan (Effendy, 2009)

Menurut Trihono (2005), puskesmas memiliki tiga fungsi. Yang pertama adalah sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Ini berarti bahwa puskesmas selalu berusaha menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor, termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha, di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan dan mendukung pembangunan kesehatan. Selain itu, puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan yang dihasilkan oleh penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah Perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit adalah prioritas utama puskesmas dalam pembangunan kesehatan. Namun, mereka juga memperhatikan pemulihan dan penyembuhan kesehatan.

3) Klinik

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI No. 9, 2014).

(22)

18 a) Klinik pratama: Klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha atau individu dengan

perizinan dan menyediakan layanan medis dasar yang dilayani oleh dokter umum.

b) Klinik utama: Sebuah klinik utama menyediakan layanan kesehatan spesialistik atau dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti mengkhususkan layanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, atau jenis penyakit tertentu.

Klinik ini dipimpin oleh seorang dokter spesialis atau dokter gigi. Berdasarkan perizinannya, klinik ini hanya dapat dimiliki oleh perusahaan yang memiliki CV atau PT.

4) Posyandu

Menurut Kemenkes RI (2011) Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.

Menurut Kemenkes No. 19 Tahun 2011 tentang Posyandu, jenjang Posyandu dibagi menjadi empat tingkatan berdasarkan tingkat perkembangan Posyandu sebagai berikut.

a) Posyandu Pratama Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari lima orang.

b) Posyandu Madya Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%.

c) Posyandu Purnama Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.

d) Posyandu Mandiri Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu.

Lembaga pelayanan kesehatan tersebut di atas ada di setiap wilayah provinsi dan bertanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan berdasarkan janji konstitusi UUD 1945, yang diatur dalam setiap peraturan di bawahnya. Karena itu, sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, semua kegiatan dan upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat harus dilakukan dengan mempertimbangkan

(23)

19 perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif, dan norma agama.

Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan kesehatan bersumber dari:

1) Hukum Kesehatan

Perkembangan hukum kesehatan di Indonesia dimulai dengan pembentukan Kelompok Studi untuk Hukum Kedokteran UI/RS Cipto Mangunkusumo di Jakarta pada tahun 1982 oleh beberapa dokter dan sarjana hukum yang hadir di Kongres Sedunia Hukum Kedokteran di Gent, Belgia. Hukum kesehatan mencakup hukum bidang kesehatan yang saling berhubungan, seperti hukum kedokteran dan kedokteran gigi, hukum keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum rumah sakit, hukum kesehatan lingkungan, dan sebagainya.

Hukum kesehatan ialah pengkhususan atau cabang ilmu hukum, dan bukan cabang ilmu kedokteran sebagaimana halnya dengan ilmu kedokteran forensik.

2) Hukum Kedokteran

Hukum Kedokteran meliputi ketentuan yang berhubungan langsung dengan pelayanan medis. Hukum Kedokteran merupakan hukum yang masih muda. Perkembangan dimulai pada waktu World Congress on Medical Law di Belgia pada tahun 1967 dan diteruskan secara periodik untuk beberapa lama.

Salah satu perbedaan antara hukum kesehatan dan hukum kedokteran, yang juga dikenal sebagai hukum medis, adalah bahwa yang pertama mencakup segala aspek kesehatan, seperti kesehatan badaniah, jasmani, rohaniah, atau jiwa, dan kesehatan sosial secara keseluruhan, sedangkan yang kedua hanya mencakup masalah yang berkaitan dengan profesi kedokteran.

3) Hukum Kesehatan Masyarakat

Hukum kesehatan masyarakat (Indar. 2020) adalah suatu studi kekuasaan hukum dan kewajiban negara, bekerjasama dengan mitra-mitranya, untuk menjamin kondisi orang untuk sehat (seperti untuk mengidentifikasi, mencegah, dan meringankan risiko kesehatan penduduk) dan membatasi kekuasaan negara terhadap otonomi, privasi, kebebasan, kepemilikan,, atau perlindungan kepentingan individu untuk kebaikan bersama gerakannya. Tujuan utama hukum kesehatan masyarakat adalah mewujudkan tingkat tertinggi kesehatan fisik dan mental masyarakat sesuai dengan nilai keadilan sosial.

D. Kebijakan Kesehatan, Perlindungan dan Penegakan Hukum Pelayanan Kesehatan 1) Kebijakan Kesehatan

Sesuai dengan janji Pasal 28H UUD 1945 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, kebijakan kesehatan sangat berkaitan dengan keinginan masyarakat untuk hidup sehat dan berkeadilan.

Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak atau kebijakan publik harus mampu melindungi dan mensejahterakan rakyat dari berbagai aspek kebijakan, berdasarkan janji konstitusi melalui UUD 1945 yang disebutkan di atas.

Dalam kebijakan kesehatan, pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dan tanggung jawabnya. Sebagai dimaksudkan dalam landasan yuridis Undang-Undang

(24)

20 Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam hal yang bertanggung jawab adalah pemerintah sebagai aktor kebijakan kesehatan disebut dalam Pasal 14 bahwa:

a) Pemerintah bertanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

b) jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.

Dalam pandangan hierarki perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang kesehatan dapat dinyatakan: Hukum merupakan suatu sistem, artinya hukum itu merupakan suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian dan antara bagian-bagian itu saling berhubungan dan tidak boleh bertentangan satu sama lainnya.

Oleh karena itu, hierarki hukum yang berkaitan dengan kebijakan kesehatan dapat digambarkan sebagai berikut.

a) UUD 1945

b) Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kesehatan c) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Kesehatan d) Peraturan Kesehatan Menteri

e) Kesehatan Gubernur

f) Peraturan Kesehatan Bupati

g) Lembaga yang melaksanakan kebijakan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Polindes, dan lainnya

Tata urutan perundang-undangan, juga dikenal sebagai hierarki, berfungsi sebagai dasar untuk pembuatan aturan hukum di bawahnya. Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.

10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut.

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, yang dimaksud Undang-Undang di sini adalah sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 1 angka 3 Undang- Undang No. 10 Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

3) Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal I angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

4) Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibuat Presiden.

5) Peraturan Daerah. sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka Undang-Undang No.

10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah, meliputi:

a) Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur.

(25)

21 b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat Dewan Perwakilan Daerah

Kabupaten/Kota bersama Bupati/ Walikota.

c) Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya.

Untuk menjamin bahwa pelaksanaan undang-undang dipatuhi secara menyeluruh dan konsisten oleh masyarakat, diperlukan pembinaan dan pengawasan. Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa langkah-langkah dalam pencapaian tujuan undang-undang dapat dilakukan dengan benar. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi "Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat".

1) Perlindungan dan Penegakan Hukum Pelayanan Kesehatan a) Perlindungan hukum terhadap pelayanan kesehatan.

Perlindungan hukum dapat berarti perlindungan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan secara berbeda atau mencederakan oleh penegak hukum. Perlindungan hukum juga dapat berarti perlindungan terhadap sesuatu. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum. Oleh karena itu, hampir seluruh hubungan hukum harus dilindungi oleh hukum.

Dalam konteks pelayanan kesehatan dan masyarakat, perlindungan hukum terdiri dari perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan lebih berkonsentrasi pada mengurangi jumlah masalah yang muncul sekaligus mencegah hasilnya. Peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif diperlukan untuk menerapkan perlindungan jenis ini. Diharapkan negara menjalankan tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu melindungi seluruh negara Indonesia.

1. Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Pelayanan Kesehatan (Health Receiver).

Pasal 28 H: (1) UUD 1945 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Pemberi Pelayanan Kesehatan (Health Provider).

Adapun bentuk perlindungan hukum ditegaskan dalam: Undang-Undang No.

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 berfungsi sebagai "payung hukum" yang mengacu pada tanggung jawab pemerintah pusat dan kemudian menentukan apa yang diharapkan pemerintah pusat dari pemerintah daerah.

Ketentuan yang langsung berkaitan dengan perlindungan terhadap Tenaga kesehatan terdapat dalam Pasal 23 ayat (3) yang berbunyi: "Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah" Dalam pasal 23 di atas menjelaskan tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan serta tugasny, tenaga kesehatan harus memiliki

(26)

22 izin baik berupa SIK (Surat Izin Kerja) atau SIP (Surat Izin Praktek) dari pemerintah. Sedangkan perlindungan hukum repsresif adalah perlindungan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.

Perlindungan ini b) Penegakan Hukum

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai- nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.

1. Lembaga Peradilan

Lembaga Penegak Hukum dapat diartikan sebagai organisasi dari petugas- petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan. Pengertian dari Peradilan itu sendiri adalah: Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara termasuk perkara pelayanan dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum

2. Peradilan Bidang Kesehatan

Dalam sejarah penyelesaian kasus medis, Jaksa Agung RI telah mengirimkan surat No. B006/A-3/1/1982 dan R-00/A-3/1/1982 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia untuk menekankan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh dokter, dokter gigi, ahli farmasi, tenaga medis, dan bidan harus segera dilaporkan kepada kami untuk keseragaman penyelesaian masalah pelanggaran yang terkait dengan profesi dokter.

a) Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK)

Menurut Pasal 16 Ayat (1) Anggaran Rumah Tangga Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dibentuk pada tahun 1979 dan berlaku untuk kalangan kedokteran. Dalam organisasi IDI, MKEK terdiri dari MKEK Pusat, MKEK Wilayah (di tingkat provinsi) dan MKEK Cabang (di tingkat kabupaten atau kotamadya).

b) Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK)

MDTK merupakan lembaga yang bersifat otonom, mandiri dan nonstructural. MDTK tingkat provinsi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

c) Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)

Tahun 2011 dikeluarkan Permenkes Nomor 1796 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan yang menjamin tenaga kesehatan ini mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) setelah lulus ujian kompetensi. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) mengeluarkan STR, yang juga memiliki Komite Disiplin Tenaga Kesehatan. MTKI bertanggung jawab membantu Menteri

(27)

23 menyusun kebijakan, strategi, dan penerapan sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan yang menjalankan praktik atau pekerjaannya.

d) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ini juga hanya berlaku di lingkungan tenaga medis saja. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dibentuk ber- dasarkan amanah Pasal 55 ayat (1) Undang- Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyebutkan:

Untuk menegak- kan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Dalam pelaksanaan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ini dikeluarkan terakhir Permenkes No. 150 Tahun 2011 tentang Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

e) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI)

Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Undang- Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pada 14 September 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia

Menurut Perpres ini, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing-masing tenaga kesehatan. KTKI merupakan lembaga nonstruktural dan berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia, yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan Pasal 2 ayat (1,2) Perpres ini.

KTKI mempunyai fungsi sebagai koordinator konsil masing-masing tenaga kesehatan.

(28)

24

DAFTAR PUSTAKA

Dye, Thomas R. 2005. Understanding Public Policy. Eleventh Edition, New Jersey: Perason Prentice.

Harahap, R. A., 2021. Etika dan Hukum Kesehatan. CV Merdeka Kreasi Group. Medan.

Indar. 2017. Etikolegal Dalam Pelayanan Kesehatan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Indar, dkk. 2020. Sengketa Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional. Pustaka Pelajar. Yogyakarta'

Indar. 2020. Konsep dan Perspektif Etika dan Hukum Kesehatan Masyarakat. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta

Indar. 2022. Kapita Selekta Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan. Pustaka Belajar.

Yogyakarta

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2024. Diakses pada tanggal 1 November 2024: Permenkes No. 9 Tahun 2014 Rahardjo, Satjipto. 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta.

Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. CV Sagung Seto Jakarta:

Walt G. 1994). Health Policy: An Introduction to Process and Power. Zed Books London.

(29)

25

BAB IV

SISTEM KEBIJAKAN KESEHATAN

A. Definisi Sistem Kebijakan Kesehatan

Sistem kesehatan adalah sebuah sistem sosial yang kompleks, yang mencakup seluruh kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan masyarakat (WHO, 2000). Hal ini mencakup pelayanan kesehatan baik formal maupun nonformal, seperti pengobatan tradisional, alternatif, dan pengobatan bebas. Selain itu, kegiatan kesehatan masyarakat seperti promosi kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan, serta pendidikan kesehatan juga merupakan bagian dari sistem ini.

Sistem kesehatan memainkan peran penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dengan fungsi yang optimal, sistem kesehatan memungkinkan pencapaian kesehatan masyarakat yang baik melalui pemanfaatan sumber daya secara efisien. Sistem yang efektif juga mampu memenuhi harapan masyarakat dan memberikan keadilan dalam pembiayaan (Atun, 2012). Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan sistem kesehatan meliputi kapasitas individu dan institusi, kontinuitas pelayanan, serta kemampuan menyesuaikan diri dengan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sejarah negara (Balabanova et al., 2011). Luasnya cakupan sistem ini menunjukkan pentingnya penataan yang baik agar sektor kesehatan dapat dianalisis secara lebih jelas dan mencegah tumpang tindih antara program dan kebijakan.

Kebijakan kesehatan adalah kumpulan keputusan pemerintah di bidang kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Kebijakan kesehatan nasional di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Kebijakan ini mengarahkan dan memberikan dasar bagi upaya administrasi seluruh kegiatan kesehatan di Indonesia.

Proses perumusan kebijakan kesehatan melalui siklus yang terdiri dari lima tahap:

penetapan agenda, perumusan kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Hasil evaluasi dapat menghasilkan isu baru yang menjadi dasar penetapan agenda berikutnya, membentuk siklus kebijakan yang berkelanjutan. Penetapan agenda melibatkan identifikasi masalah yang akan dibahas, dengan mempertimbangkan tiga aspek utama yaitu masalah, solusi potensial, dan situasi politik. Misalnya, dalam situasi pandemi COVID-19, isu yang diangkat adalah penyebaran virus melalui interaksi antarmanusia.

B. Komponen Utama Kebijakan Kesehatan

Para ahli kebijakan kesehatan membagi kebijakan ke dalam empat komponen yaitu konten, process, konteks dan aktor (Frenk J. 1993; Buse, Walt and Gilson, 1994; May & Walt, 2005). Keempat komponen kebijakan akan dibahas satu persatu.

Para ahli kebijakan kesehatan membagi kebijakan menjadi empat komponen utama:

konten, proses, konteks, dan aktor (Frenk J. 1993; Buse, Walt, dan Gilson, 1994; May & Walt, 2005). Berikut penjelasan dari masing-masing komponen tersebut:

(30)

26 1. Konten

Konten kebijakan berkaitan dengan aspek teknis dan institusi. Aspek teknis meliputi isu- isu kesehatan seperti diare, malaria, tifus, dan promosi kesehatan. Aspek institusional mencakup organisasi publik dan swasta. Konten kebijakan ini memiliki empat tingkatan dalam penerapannya:

Sistemik: Menentukan tujuan dasar dan prinsip utama kebijakan.

Programatik: Menentukan prioritas dan alat intervensi, yang dapat dijabarkan dalam panduan layanan kesehatan.

Organisasi: Fokus pada struktur institusi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan.

Instrumen: Berfokus pada pengumpulan informasi untuk meningkatkan fungsi sistem kesehatan.

2. Proses

Proses kebijakan adalah langkah-langkah terstruktur dalam perancangan dan implementasi kebijakan. Beberapa model yang digunakan oleh para analis kebijakan adalah:

Model Perspektif (Rasional): Menyusun kebijakan berdasarkan asumsi yang masuk akal dan informasi yang valid.

Model Inkrementalis: Kebijakan dikembangkan bertahap, dengan negosiasi bersama kelompok terkait untuk menentukan prioritas.

Model Mixed Scanning: Pembuat kebijakan melakukan tinjauan menyeluruh dan negosiasi dengan kelompok yang memprioritaskan kebijakan.

Model Puncuated Equilibria: Kebijakan terfokus pada isu utama yang menjadi perhatian utama pembuat kebijakan.

Model-model ini memecah proses kebijakan menjadi beberapa komponen untuk memudahkan analisis, meskipun pada kenyataannya proses tersebut memiliki dinamika tersendiri yang dapat merujuk pada berbagai model tersebut.

3. Konteks

Konteks kebijakan mengacu pada lingkungan atau pengaturan tempat kebijakan dibuat dan diimplementasikan (Kitson, Ahmed, Harvey, Seers, Thompson, 1996). Faktor-faktor yang memengaruhi formulasi kebijakan meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya (Walt, 1994). Faktor lain yang berperan adalah pengaruh pemerintah pusat, dukungan birokrasi, serta pengaruh aktor internasional.

4. Aktor

Aktor adalah individu atau kelompok yang berada di pusat pembentukan kebijakan kesehatan. Mereka mempengaruhi proses di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, berperan dalam jaringan, dan bertindak sebagai mitra dalam konsultasi dan pengambilan keputusan di setiap tingkat (Walt, 1994). Hubungan antar-aktor dan peran mereka dalam proses pengambilan keputusan sangat bergantung pada kompromi politik daripada pada argumen yang rasional (Buse, Walt, dan Gilson, 1994).

Kebijakan kesehatan berfokus pada proses dan kekuatan (power) (Walt, 1994). Kebijakan tersebut efektif jika dapat mencapai tujuan secara optimal dan efisien bila diimplementasikan dengan biaya yang terjangkau (Sutton & Gormley, 1999). Efisiensi penting karena pemerintah

(31)

27 memiliki keterbatasan investasi untuk memperkuat status kesehatan, sehingga alokasi sumber daya harus diarahkan kepada masyarakat yang paling membutuhkan dan didasarkan pada bukti (Peabody, 1999).

C. Merumuskan Kebijakan Kesehatan

Perumusan kebijakan kesehatan adalah proses mengembangkan kebijakan yang efektif dan dapat diterima untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kebijakan kesehatan yang efektif adalah kebijakan yang diyakini mampu memberikan solusi yang valid dan efisien.

Sementara itu, kebijakan yang dapat diterima adalah kebijakan yang telah disahkan oleh pihak berwenang sebagai pengambil keputusan yang sah.

Dalam merumuskan kebijakan kesehatan, perencana kebijakan harus dapat memberikan kontribusi teknis, termasuk analisis cara kerja, perilaku, biaya, strategi implementasi, serta potensi dampak positif dan negatif dari kebijakan tersebut. Namun, para ahli perencana kebijakan tidak bertanggung jawab langsung kepada publik. Keputusan terkait prioritas, kompromi, dan nilai-nilai haru

Referensi

Dokumen terkait

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Sistem Informasi Kesehatan Dosen Pembimbing :. Sumy Dwi Antono, S.Kep,

DISKRIPSI MATA KULIAH : Mata kuliah ini memberikan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan melaksanakan kebijakan kesehatan dengan

PENGARUH ROKOK BAGI KESEHATAN Makalah Yang Disusun Untuk Melengkapi Tugas. Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen pemasaran. DISUSUN

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah. Good

Makalah berjudul “Kekuasaan dan Politik” ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perilaku

Makalah yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Statistika berjudul "Kemiringan, Keruncingan Distribusi Data Belum

Makalah ini berjudul "Kekerasan dalam Rumah Tangga" yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hak Asasi