• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA “KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA”

N/A
N/A
Arsy Ayub

Academic year: 2024

Membagikan " MAKALAH HAK ASASI MANUSIA “KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA”"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

“ KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA “

DOSEN MATA KULIAH Dr. Mohtar Kamisi, S.Pd., M.Si.

Oleh

Haryati Ayub (03072211014)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGRUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE 2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha esa karena telah melimpahkan rahmat dan berkahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah individu ini dengan baik dan tanpa kendala apa pun.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu sekaligus memberi dukungan dalam penyusunan makalah ini terutama dosen mata kuliah bapak

Dr. Mohtar Kamisi, S.Pd., M.Si.

Makalah dengan berjudul ”Kekerasan Dalam Rumah Tangga” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah hak-hak asasi manusia.

Penulis memohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik secara materi maupun penyampaian dalam karya tulis ini. Penulis juga menerima kritik serta saran dan dari pembaca agar dapat membuat makalah ini dengan lebih baik di kesempatan berikutnya.

Penulis berharap makalah ini memberikan manfaat dan dampak besar sehingga dapat menjadi inspirasi bagi pembaca.

Ternate, 18 Maret 2024

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAAN ...

A. Latar Belakang ...

B. Rumusan Masalah ...

BAB II PEMBAHASAN ...

A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga...

B. Bentuk – Bentuk kekerasan dalam rumah tangga ...

C. Faktor – Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga ...

D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga ...

E. Upaya Penegakan Hukum Dalam Kekerasan Rumah Tangga ...

BAB II PENUTUP...

A. Kesimpulan...

DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

BAB I

PENDAHULUAAN A. Latar Belakang

Kekerasan dalam rumah tangga “berasal dari masalah yang menjadi topik yang hangat dan sulit untuk diatasi atau dicegah. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga selalu meningkat dari tahun ke tahun, dan Indonesia merupakan darurat kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, dan anak adalah korban yang kedudukannya paling lemah. Kekerasan dalam rumah tangga terutama dirasakan oleh perempuan dan anak, dan banyak lembaga masyarakat yang didirikan untuk turut serta memberi kontribusi mengatasi dan mencegah terjadinya tindak kekerasan tersebut.

Pengertian kekerasan dalam rumah tangga berasal dari persepsi dan definisi yang berbeda-beda, dan banyak kasus berakibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, majikan terhadap rumah tangga, dan lain-lain.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Untuk memecahkan masalah kekerasan dalam rumah tangga, diperlukan

pendampingan baik secara hukum, medis, dan psikologis bagi korban. Banyak pihak

(5)

yang akan terlibat dalam penatalaksanaan korban kekerasan tersebut, termasuk pemerintah, masyarakat, dan peneliti

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka, perumusan masalah yang dapat di rumuskan sebagai berikut :

1. Apa yang di maksud dengan kekerasan dalam rumah tangga ?

2. Jelaskan apa saja bentuk – bentuk dalam kekerasan dalam rumah tangga ? 3. faktor – faktor apa saja yang menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga ? 4.Dampak kekerasan dalam rumah tangga ?

5. Bagaimana upaya penegakan hukum dalam kekerasan rumah tangga ?

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang dari anggota keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk anak- anak, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan atau ekonomi, dan atau penelantaran rumah tangga.

KDRT Ini juga mengacu pada setiap tindakan kekerasan fisik, psikologis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh seseorang terhadap pasangannya dalam hubungan rumah tangga atau hubungan yang serupa secara sosial. KDRT merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan dapat menyebabkan dampak yang merugikan secara fisik, emosional, dan psikologis bagi korban. Kekerasan dalam rumah tangga adalah tindakan yang dilakukan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga. Tindakan ini meliputi ancaman, paksaan, atau pembatasan kebebasan yang tidak sesuai dengan hukum, yang terjadi dalam konteks kehidupan keluarga.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kekerasan dalam rumah tangga didefinisikan sebagai segala tindakan yang seksual, psikis, atau penelantaran terhadap seseorang, terutama perempuan, dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, seksual, psikologis, atau ekonomi. Kekerasan fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat, seperti melemparkan barang-barang, memukul, menendang, berkelahi, dan lain-lain.

Kekerasan seksual merujuk pada tindakan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap seseorang yang tinggal dalam lingkup rumah tangga, yang juga

(7)

mencakup pemaksaan hubungan seksual antara salah satu anggota rumah tangga dengan orang lain

Kekerasan psikologis akan meninggalkan luka batin dan rasa tidak percaya diri, yang sampai memicu trauma, stres, atau depresi. Kekerasan ekonomi adalah penelantaran yang menyebabkan ketergantungan, seperti suami yang tidak lagi menafkahi istri dan anak atau kendala ekonomi yang menyebabkan ketergantungan.

Menurut Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai segala tindakan yang menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan dalam bentuk KDRT baik fisik, seksual, psikis, atau penelantaran terhadap seseorang, terutama perempuan, dalam lingkup rumah tangga. Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:

1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.

2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus

3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan.

4. atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud maka perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

(8)

B. Bentuk – Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 (empat) macam :

1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul atau melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan tampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

2. Kekerasan psikologis atau emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak contoh perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain :

1. Pasangan mengkritik atau menghina Anda di depan umum

2. Pasangan menyalahkan Anda atas perilaku kasarnya dan mengatakan bahwa anda pantas mendapatkannya

3. Anda sering merasa takut pada pasangan

4. Anda mengubah kebiasaan atau perilaku tertentu demi menghindari pasangan marah.

5. Pasangan melarang Anda bekerja, melanjutkan studi, atau bahkan bertemu keluarga dan teman

(9)

6. Pasangan menuduh Anda berselingkuh dan selalu curiga jika anda terlihat dekat atau bicara dengan orang lain

7. Pasangan selalu haus perhatian dengan alasan-alasan yang tidak rasional 8. Pasangan sering tidak mengerti perasaan anda dan membuat Anda percaya

kalau apa yang Anda rasakan atau katakan selalu salah, yang sering disebut gaslighting

3. kekerasan seksual

Kekerasan seksual. Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.

Kekerasan seksual dalam Kekerasan Rumah Tangga (KDRT) merupakan tindakan yang mengarah pada seksualitas seseorang yang dilakukan di bawah tekanan. Bentuk kekerasan seksual dalam KDRT dapat berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar, dan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap seseorang, baik laki-laki maupun perempuan.

Kekerasan seksual dalam KDRT dapat berupa:

1. Pemaksaan hubungan seksual: Tindakan yang mengakibatkan hubungan seksual yang tidak diinginkan seseorang.

2. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar: Tindakan yang mengakibatkan hubungan seksual yang tidak diinginkan seseorang melalui cara yang tidak wajar, seperti melakukan perbuatan seksual yang tidak diinginkan atau melakukan perbuatan seksual yang tidak diinginkan melalui cara yang tidak wajar.

3. Pelecehan seksual: Tindakan yang mengakibatkan perasaan melecehkan atau tidak diinginkan seseorang melalui perbuatan seksual yang tidak diinginkan.

(10)

Kekerasan seksual dalam KDRT dapat menimbulkan dampak yang berlebihan, seperti trauma, stres, atau depresi, yang dapat mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga berlebihan

4. kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri

C. Faktor – Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Sesungguhnya kekerasan yang dialami seseorang khususnya istri dalam hidup berumah tangga bukan tanpa alasan ataupun penyebab. Banyak wanita diluar yang menerima kekerasan karena beberapa alasan. Faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga yaitu:

1. Masyarakat yang hidupnya tidak berkecukupan (faktor ekonomi), yaitu  tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup mengakibatkan sering terjadinya kekerasan. Kebutuhan hidup dapat berupa sandang pangan atau kesulitan keuangan untuk pendidikan anak-anak, hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi perbuatan semena-mena dalam rumah tangga. Biasanya para istri terlalu banyak menuntut untuk pemenuhan kebutuhan hidup sedangkan para suami tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut karena penghasilan yang kurang.

2. Rasa cemburu yang berlebihan dari pihak istri maupun suami sehingga hal ini dapat menimbulkan keributan dalam rumah tangga. Kekhawatiran istri atau suami akan terjadinya perselingkuhan diantara mereka menjadi penyebab

(11)

pertengkaran diantara mereka, dengan demikian kekerasan sering terjadi dalam rumah tangga mereka.

3. Emosi yang berlebihan atau sifat keras dari suami menyebabkan sering terjadinya pemukulan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya sehingga menimbulkan luka, memar pada bagian tubuh si istri. Hal tersebut menurut (Kurniawati, 2011: 90).

Faktor penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga terbagi menjadi dua yaitu secara teoritis dan empiris. Secara teoritis maksudnya adalah faktor-faktor penyebab terjadinya tindakan kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang dikategorikan berdasarkan pada suatu teori para ahli. Secara empiris maksudnya adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan pengalaman, terutama yang diperolah dari penemuan percobaan atau pengamatan yang telah dilakukan.

Faktor-faktor penyebab kasus kekerasan seksual, fisik, psikologis dan ekonomi terhadap informan, dalam penelitian ini menunjukkan adanya enam faktor penyebab kekerasan, yaitu

1. Kondisi Kepribadian dan Psikologis Suami-Istri yang Tidak Stabil. Kondisi kepribadian dan psikologis suami-istri yang tidak stabil dapat mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

2. Kemandirian Ekonomi Istri. Menurut Moors kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (biasa disingkat KDRT) bisa disebabkan oleh ketergantungan ekonomi istri kepada suaminya, karena mungkin istri akan direndahkan oleh suami

3. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Perselingkuhan adalah kekerasan suami yang mungkin terjadi secara tiba-tiba, tanpa diketahui oleh istri.

(12)

4. Masalah Anak. Masalah anak merupakan faktor lain yang menyebabkan timbulnya kekerasan domestik. Jenis-jenis kekerasan yang dilakukan suami maupun istri terhadap salah satu pasangannya dalam perkawinan akibat masalah anak adalah kekerasan fisik dan emosional.

5. Cemburu Salah satu terjadinya kekerasan suami terhadap istri adalah faktor cemburu.

6. Campur Tangan Orang Ketiga. Campur tangan anggota keluarga dari pihak istri terutama ibu mertua, dalam penelitian ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kekerasan antara suami-istri. Hal tersebut menurut (Hardani, dkk, 2010:51-56). 

Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa ada beragam penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mulai dari faktor internal maupun eksternal. Tak jarang kasus KDRT berakhir pada perceraian hingga berakhir pada sebuah tragedi hingga merenggut nyawa yang menjanjikan kurungan jeruji besi bagi siapa saja yang dengan sengaja melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) memiliki dampak yang luas dan serius, baik bagi korban, pelaku, maupun anak-anak yang menyaksikan. Berikut beberapa dampaknya:

3. Kematian: Kekerasan melukai fisik perempuan. Jika kekerasan terjadi tanpa terkendali oleh pelaku atau dilakukan terus-menerus, korban rentan mendapatkan kematian.

4. Gangguan kesehatan fisik: Kekerasan dapat menyebabkan gangguan kesehatan fisik, seperti cacat fisik permanen akibat penganiayaan yang diterimanya.

(13)

5. Kerugian ekonomi: Kekerasan dapat menyebabkan kerugian ekonomi, seperti ketergantungan ekonomi yang menyebabkan perempuan tidak dapat bekerja atau menjalankan kegiatan sehari-hari.

6. Gangguan kesehatan mental: Kekerasan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental, seperti upaya bunuh diri karena serangan mental bertubi-tubi pada korban.

7. Kerugian dalam kesehatan reproduksi: Kekerasan dapat menyebabkan masalah dalam kesehatan reproduksi.

8. Trauma: Kekerasan dapat menyebabkan trauma, yang mengakibatkan korban tidak bisa 'berfungsi' normal, yang kadang mempengaruhi berbagai aspek lain dalam kehidupan mereka, misalnya dalam bidang pekerjaan atau pendidikan.

9. Rasa sakit: Kekerasan dapat menyebabkan rasa sakit dan penderitaan fisik, yang mungkin tidak mudah untuk dihilangkan.

10. Ketakutan: Kekerasan dapat menyebabkan ketakutan, yang mungkin tidak mudah untuk dihilangkan.

11. Penganiayaan: Kekerasan dapat menyebabkan penganiayaan, yang mungkin menjadi faktor yang mempengaruhi hubungan-hubungan mereka selanjutnya.

12. Gangguan kesehatan reproduksi: Kekerasan dapat menyebabkan masalah dalam kesehatan reproduksi.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dapat menurunkan kualitas kehidupan mereka.

E.Upaya Penegakan Hukum Dalam Kekerasan Rumah Tangga

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 disebutkan lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi :

(14)

a. Suami, istri dan anak. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwakilan yang menetap dalam rumah tangga; dan b. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selanjutnya, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 mengatur tentang tujuan disusunnya undang-undang tersebut, yaitu: Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan :

1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;

2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;

3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan

4. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah sosial, bukan masalah keluarga yang perlu disembunyikan.

Hal ini tertuang dalam aturan yang tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang berbunyi : “Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga.”

Peran Aparat Penegak Hukum. Salah satu terobosan hukum yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah mengenai peran-peran Aparat Penegak Hukum, khususnya kepolisian, advokat dan pengadilan dalam memberikan perlindungan dan pelayanan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga terutama dengan diaturnya mengenai mekanisme perlindungan dari pengadilan demi keamanan korban.

a. Peran Kepolisian (Pasal 16-20 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004) Kepolisian menerima laporan kasus kekerasan dan segera menerangkan mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan pelayanan dan pendampingan.

(15)

b. Peran Advokat ( pasal 25) Advokat sebagai profesi yang pembela masyarakat harus selalu siap dalam menyelesaikan masalah atau perkara mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Hal ini diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004

c. Peran Pengadilan Peran pengadilan dalam memberikan perlindungan terhadap korban, khususnya mengenai pelaksanaan mekanisme perintah perlindungan.

Fungsi dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Keberadaan hukuman sebagai alat pemaksa agar seseorang menaati, norma-norma yang berlaku. Bab VIII tentang ketentuan pidana dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 mengemukakan sebagai berikut : Selanjutnya, Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 berbunyi:

a. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

b. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan mata pencarian atau kegiatan sehari-hari, dipidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Kemudian Pasal 45 ini, perlu dikaitkan dengan Pasal 52 dari undang-undang yang sama, yang berbunyi : “Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.”

Adapun Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 berbunyi: “setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a

(16)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah). Pasal 46 tersebut berkaitan dengan Pasal 53 dari undang-undang yang sama, yang berbunyi :

“Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 yang dilakukan oleh seseorang terhadap istri atau sebaliknya merupakan delik aduan.”

 Hambatan- Hambatan Dalam Penanganan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Suami Terhadap Istri.

Tindakan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga mempunyai sifat istimewa dan khusus. Keistimewaan perbuatan ini terletak pada hubungan antara pelaku dan korban.

Pada kasus-kasus tindak pidana yang lain kadang-kadang pelaku tidak mengenal korban sama sekali dan sering kali tidak mempunyai hubungan. Tetapi pada kekerasan dalam rumah tangga pelaku dan korban mempunyai hubungan khusus yaitu hubungan perkawinan(suami istri), hubungan darah (orang tua, anak, kemenakan) atau hubungan adanya ikatan kerja misalnya pembantu rumah tangga dan tinggal dalam satu rumah dengan pelaku.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang mengutamakan kekeluargaan.

Keutuhan rumah tangga merupakan hal yang penting. Apabila di dalam rumah tangga itu terdapat masalah, selama masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, jalan inilah yang akan dipilih. Rasa malu apabila keburukan rumah tangga diketahui orang serta pengabdian seorang istri terhadap suami masih mendominasi rumah tangga di Indonesia. Kaum feminin sering menuding nilai-nilai ini yang melanggengkan KDRT.

Namun inilah kenyataannya.

Di dalam masyarakat telah ada aturan-aturan yang tidak begitu saja dapat diubah hanya dengan munculnya sebuah undang-undang. Sebuah dilema yang tidak mudah dicarikan jalan keluarnya. Di satu sisi KDRT tetaplah sebuah kekerasan, sebuah tindakan yang menimbulkan korban, negara telah menentukan bahwa pelakunya dapat dipidana. Di sisi lain apabila pelaku dipidana, keluarga akan menanggung malu, keutuhan rumah

(17)

tangga terancam, akan ada proses peradilan yang panjang dan berlarut-larut. Apabila pelaku adalah pencari nafkah dalam rumah tangga itu, keluarga akan kehilangan pencari nafkah utama.

1. Hambatan yang datang dari korban dapat terjadi karena :

a. korban tidak mengetahui bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suami merupakan pidana atau perbuatan yang dapat dihukum. Oleh karena itu, korban tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya;

b. korban membiarkan tindakan kekerasan terhadap dirinya sampai berlarut-larut. Hal ini bisa disebabkan oleh korban berpendapat tindakan suaminya akan berubah;

c. korban berpendapat apa yang dialaminya adalah takdir atau nasibnya sebagai istri.

Hal ini dapat terjadi karena adanya pendapat bahwa seorang istri harus “bekti” (setia dan mengabdi) pada suami;

d. korban mempunyai ketergantungan secara ekonomi pada pelaku tindak kekerasan.

Ketidak berdayaan finansial yang dimaksud adalah kondisi istri yang tidak mandiri dan tidak memiliki penghasilan sehingga jika ia melakukan tindakan dan akibat tindakannya tersebut sang suami meninggalkannya atau di jatuhi sanksi pidana maka sang istri tidak dapat menghidupi dirinya dan anak-anaknya.;

e. korban mempertahankan status sosialnya, sehingga kalau sampai tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangganya diketahui oleh orang lain, akan memperburuk status sosial keluarganya dalam masyarakat. Sehingga korban merasa perlu melindungi nama baik keluarganya terutama pelaku berasal dari kalangan keluarga bersangkutan; f.

korban takut akan ancaman dari suami. Rasa takut yang dimaksud adalah ketakutan para istri untuk menceritakan apalagi melaporkan perlakuan yang diterimanya, biasanya karena para suami memberikan ancaman akan melakukan tindakan yang lebih kejam jika ada yang mengetahuinya. Rasa ketakutan wanita terhadap kekerasan juga lebih besar dari pada laki-laki, inilah yang menjadi kendala dalam masalah kekerasan

(18)

dalam rumah tangga ini muncul ke permukaan terlebih lagi terselesaikan dengan benar.

Korban merasa proses pidana terhadap kasus ini belum tentu membuat pelaku dipidana.

Korban khawatir akan membalas dari pelaku tindak pidana kekerasan tersebut, terlebih pelaku merupakan orang yang dekat dengan korban dalam rumah tangga tersebut.;

g. korban khawatir keluarga akan menyalahkan dirinya karena dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri; h. korban terlambat melaporkan tindakan kekerasan yang dialami, sehingga bukti-bukti fisik sudah hilang.

2. Hambatan dapat dilakukan oleh keluarga korban, karena kekerasan dalam rumah tangga adalah aib keluarga yang harus ditutupi agar tidak diketahui oleh masyarakat.

Alasan yang lain adalah karena tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga merupakan urusan domestik atau urusan intern keluarga.

3. Hambatan yang lain datang dari masyarakat.

Memang masih ada pendapat yang menganggap kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah urusan keluarga bukan merupakan kejahatan yang dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Pendapat demikian masih mewarnai berbagai kalangan dalam masyarakat, sehingga akan merupakan hambatan bagi penegak hukum di bidang tindak kekerasan dalam rumah tangga.

4. Hambatan Dari Negara :

a. hambatan ini berupa ketentuan bahwa biaya visum et repertum harus dikeluarkan oleh korban. Bagi korban yang tidak mampu, hal ini merupakan hambatan dalam mencari keadilan.

b. selain itu dimasukkannya kekerasan fisik, psikis dan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri, ke dalam delik aduan, sangat membatasi ruang gerak istri.

Meskipun dalam undang-undang tidak disebutkan delik aduan absolut atau delik aduan relatif tetap saja menempatkan istri pada posisi subordinatif. Hal ini tercantum dalam Pasal 51, 52 dan 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Padahal pada awalnya

(19)

sudah ditentukan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu delik, suatu perbuatan pidana yang dapat diproses secara hukum.

 Penerapan Ancaman Pidana Penjara dan Denda

Tercatat sejumlah sanksi pidana penjara antara 6 bulan hingga 2 tahun 6 bulan. yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan menggunakan Pasal - Pasal UU No.

23 tahun 2004 diantaranya pasal 49 jo pasal 9 dan pasal 279 KUHP untuk tindak penelantaran dan suami menikah lagi tanpa ijin istri; pasal 44 untuk tindak kekerasan fisik; pasal 45 untuk tindak kekerasan psikis berupa pengancaman. Sedangkan putusan Pengadilan dengan sanksi pidana penjara yang lebih tinggi hingga 6 tahun diputuskan terhadap sejumlah kasus dalam relasi KDRT, yang didakwa dan dituntut dengan menggunakan pasal-pasal KUHP (Pasal 351, 352, 285, 286 jo. 287, 289 & 335 untuk kasus penganiayaan anak dan perkosaan anak); Pasal 81 & 82 UU No. 23 tahun 2002 dan Pasal 287 & 288 KUHP untuk kasus perkosaan anak. Belum ditemukan tuntutan yang menggunakan ancaman pidana penjara atau denda maksimal sebagaimana yang diatur dalam UU Penghapusan KDRT ini.

 Penerapan Pidana Tambahan

Hingga kini belum ada putusan Pengadilan yang menjatuhkan hukuman pidana tambahan terhadap pelaku KDRT sebagaimana yang diatur oleh UU No. 23 tahun 2004. Pasal 50 UU tersebut mengatur:

“Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini, Hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.”

(20)

F. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

. Inisial UH, umur 33 tahun, dilahirkan di Buriko pada tanggal 11 Januari 1988, suku Bugis Warga Negara Indonesia Agama Islam, Pekerjaan buruh bangunan, Pendidikan SD, alamat Desa Marannu Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo. a. Jenis KDRT : Pelecehan Seksual b. Kasus : Kejadiannya yakni pada hari Sabtu sekitar pukul 21.30 Wita di rumah UH. Dia melakukan penganiayaan dengan cara meninju dengan menggunakan tangan kanan sebanyak satu kali dan mengenai pada bagian mata istrinya (Perempuan inisial LP) bagian kiri. UH melakukan penganiayaan karena dia emosi dimana pada hari Sabtu sekitar pukul 07.00 Wita UH menyuruh istrinya melayani pria hidung belang atau temannya sendiri tapi tidak dihiraukan oleh istrinya, setelah itu UH bertengkar mulut dengan istrinya kemudian pergi di rumah orang tuanya dan setelah sore hari UH pergi minum minuman keras sejenis “Ballo” dan sekitar pukul 21.30 Wita UH pulang ke rumahnya dan setelah sampai di rumah UH menarik tangan LP untuk di bawah ke kontrakan temannya akan tetapi LP 47 memberontak dengan cara menggigit tangan UH dan tidak sengaja memukul dengan cara meninju pada bagian mata istrinya sebelah kiri, setelah itu UH pulang dan bermalam di rumah orang tuanya. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT maka terhadap pelaku kekerasan seksual diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 46, Pasal 47 dan Pasal 48 dengan hukuman penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta hukuman denda paling sedikit Rp.

12.000.000,00 (dua belas juta Rupiah).

(21)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang dari anggota keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk anak- anak, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau ekonomi, dan/atau penelantaran rumah tangga.

Latar belakang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga pada korban diakibatkan adanya pertengkaran secara berulang yang kemudian menimbulkan kekerasan lain seperti fisik (pemukulan, pencekikan leher, penamparan), kekerasan psikis (dibentak, ucapan yang menyakitkan dan janji-janji yang diingkari oleh pelaku), dan kekerasan ekonomi berupa penelantaran anak dan tidak dinafkahi secara lahir dan batin

Dampak yang ditimbulkan akibat KDRT seperti trauma psikologis berupa depresi, stres, memiliki Trust Issues (Krisis kepercayaan), ketidak stabilan emosi. Selain itu dampak pemberian layanan psikologis dan hukum yang diberikan berdampak pada kondisi psikologis korban yang lebih baik

Bentuk-bentuk kekerasan yang umum diketemukan dalam kekerasan dalam rumah tangga antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Berbagai Perlindungan terhadap Korban kekerasan dalam rumah tangga seperti berhak mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan dimana sudah diatur di dalam UU. No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bahkan Peran aparat penegak hukum, yaitu kepolisian, advokat dan pengadilan, dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, diatur secara khusus

(22)

DAFTAR PUSTAKA https://repository.unibos.ac.id/xmlui/bitstream/handle/

123456789/2107/2022%20WIWIK%20AGUSTIFA%204517060143.pdf?

sequence=1&isAllowed=y

https://media.neliti.com/media/publications/240070-penegakan-hukum-terhadap- tindak-kekerasa-9a2eef45.pdf

https://www.komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan- detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt

https://id.scribd.com/doc/208177658/Makalah-Kdrt-Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

LSM Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta bagi pekerja rumah tangga berbasis hak asasi manusia dan 2) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan LSM Rumpun Tjoet

Kekerasan dalam rumah tangga yang masih menjadi polemik sampai sekarang merupakan salah satu permasalahan yang harus dikaji dari berbagai aspek baik hukum, budaya maupun

HAK ASASI MANUSIA VERSUS HAK ASASI ALAM dan PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SEBAGAI WUJUD.. PERLINDUNGAN HAK

manjamin tetap tegaknya Hak asasi manusia di Indonesia.Tidak hanya sampai disitu penegakan Hak Asasi Manusia tetap jalan ditempat, sehingga perlu di kaji apa Permasalahan yang

LSM Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta bagi pekerja rumah tangga berbasis hak asasi manusia dan 2) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan LSM Rumpun Tjoet

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikannya sehingga tugas makalah yang berjudul “ Pelanggaran Hak Asasi Manusia

LSM Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta bagi pekerja rumah tangga berbasis hak asasi manusia dan 2) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan LSM Rumpun Tjoet

Makalah ini membahas peran mahasiswa dalam penegakan hak asasi