Analisis Kecacatan Produk Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis Pada Konveksi Boneka
Farah Surya Nisa1*, Dene Herwanto2
1,2Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang Indonesia
*Koresponden email: [email protected]
Diterima: 16 Februari 2023 Disetujui: 11 April 2023
Abstract
UKM XYZ is a home industry engaged in convection. The products produced are dolls of various sizes, key chains, character mattresses, carpets, bolsters and pillows. Even though as a UKM that is still at a developing stage, this UKM has aspirations and hopes to keep moving forward and become a leading company. The purpose of this study is to calculate the highest Risk Priority Number (RPN) value, to find out what factors affect the occurrence of defects in the product, and provide proposed improvements to the production of dolls product. Mode And Effect Analysis (FMEA) is a method used to identify the causes of defects in the production process. FMEA is carried out as a supporting method of risk assessment studies and identification of potential hazards. From on the results obtained, the biggest cause of failure in the doll making process is defective material due to the lack of accuracy of workers in checking the material to be used in making dolls. Many defective materials pass inspection and have subsequent effects on the product.
Keywords: FMEA, product, defect, dolls, factors
Abstrak
UKM XYZ merupakan home industry yang bergerak dibidang konveksi. Produk yang dihasilkan berupa boneka berbagai ukuran, gantungan kunci, kasur karakter, karpet, guling dan bantal. Meskipun sebagai UKM yang masih taraf berkembang, UKM ini memiliki cita-cita dan harapan untuk tetap maju dan menjadi perusahaan yang terdepan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) yang paling tinggi, untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya cacat pada produk yang dihasilkan, dan memberikan usulan perbaikan pada produksi produk boneka. Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab cacat pada proses produksi. FMEA dilakukan sebagai metode pendukung dari studi penilaian risiko dan pengidentifikasian potensi bahaya. Berdasarkan hasil yang didapatkan penyebab kegagalan terbesar pada proses pembuatan boneka adalah bahan yang cacat akibat dari kurangnya ketelitian pekerja dalam memeriksa bahan yang akan digunakan dalam pembuatan boneka. Banyak bahan cacat yang lolos pemeriksaan dan menimbulkan efek lanjutan pada produk.
Kata Kunci: FMEA, produk, kegagalan, boneka, faktor
1. Pendahuluan
Perkembangan home industry saat ini tidak lepas dari pertumbuhan teknologi dan kemampuan inovasi dalam bidang proses serta pengendalian dan penjaminan mutu yang dikehendaki sejalan dengan pengembangan IPTEK serta dalam rangka menghadapi era industri ekonomi kreatif. Karena tuntutan kondisi industri saat ini menimbulkan efek samping yaitu tingginya persaingan antar sesama industri [1].
Pada era industri yang semakin bersaing ini, setiap perusahaan menginginkan produksinya dapat menghasilkan produk berkualitas [2]. Proses produksi yang efektif dan efisien agar terus dapat memuaskan konsumennya dan tetap terus bersaing dengan perusahaan lain [3].
Produk cacat merupakan barang yang dibuat dalam proses produksi namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai kualitas kurang baik. Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi [4]. Kualitas merupakan keseluruhan dari karakteristik dari produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa kualitas harus meliputi seluruh aspek yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, bukan hanya mempertahankan kualitas pada rantai produksi saja [5]. Produk yang dihasilkan perusahaan dengan kualitas tidak baik (defect) memang bisa diperbaiki kembali (rework), tetapi hal tersebut akan berakibat pada biaya yang dikeluarkan perusahaan menjadi lebih besar dan munculnya komplain dari pelanggan akibat waktu pengiriman yang menjadi lebih lambat. Oleh karena itu, perusahaan berupaya untuk melakukan pengendalian kualitas pada produk yang dihasilkan perusahaan [6].
Proses yang baik dan sesuai dengan standar kualitas akan menghasilkan kualitas yang baik yang dapat kemampuan bersaing perusahaan [5]. Salah satu tolak ukur yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan berhasil dalam upaya peningkatan kualitasnya adalah jika perusahaan tersebut berhasil mencapai kondisi Zero defect, akan tetapi kondisi ini sangat sulit untuk dicapai [7]. Walaupun proses produksi maupun manajemen mutu telah dilaksanakan dengan baik, namun pada kenyataannya masih ditemukan terjadinya kesalahan-kesalahan dimana mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas apa yang diharapkan oleh perusahaan maupun konsumen, faktor-faktor yang menyebabkan suatu produk tidak sesuai dengan apa yang diharapkan disebabkan proses produksi yang tidak sesuai [8]. Adapun beberapa faktor penyebab cacat produk menurut ref. [6] ada 5 faktor yaitu faktor manusia, metode, mesin, material dan lingkungan.
UKM XYZ merupakan home industry yang bergerak dibidang konveksi. Produk yang dihasilkan berupa boneka berbagai ukuran, gantungan kunci, kasur karakter, karpet, dan bantal. UKM XYZ berdiri sejak tahun 2015 yang terletak di Desa Cikalongsari Karawang. Awal usaha ini dimulai dari penjual dropship dan akhirnya dapat memproduksi produk sendiri. Meskipun sebagai UKM yang masih taraf berkembang, UKM XYZ memiliki cita-cita dan harapan untuk tetap maju dan menjadi perusahaan yang terdepan. Demi menjaga keberlangsungan usaha di era globalisasi perusahaan harus terus-menerus memperhatikan kualitas dan memperbaiki kekurangan dalam proses produksi [9].
FMEA merupakan teknik analisa yang baik digunakan perusahaan untuk mencegah dan menghilangkan defect yang muncul dengan cara melihat hubungan sebab dan akibat dari defect,serta mencari pemecahan dengan tindakan yang tepat. FMEA dilakukan sebagai metode pendukung dari studi penilaian risiko dan pengidentifikasian potensi bahaya. Metode ini tepat digunakan dalam menemukan solusi yang tepat dalam pemecahan masalah dari konveksi boneka [10]. Kelebihan metode FMEA dibandingkan dengan metode lain adalah dapat mengambil tindakan prioritas dan langkah yang dilakukan dengan melihat efek kegagalan dari setiap proses produksi, sehingga perusahaan lebih mudah mengendalikan proses produksi dan meminimalisir cacat [11]. Menurut ref. [12], secara umum FMEA merupakan suatu metode yang dapat mengidentifikasi tiga poin, adapun sebagai berikut:
1. Peluang terjadinya mode kegagalan yang potensial dari suatu proses atau sistem (occurance) 2. Efek atau dampak dari terjadinya kegagalan tersebut (severity)
3. Kontrol yang dilakukan pada suatu kegagalan yang terjadi (Detection)
Adapun hasil penelitian sebelumnya ref [13] yang menjelaskan tentang penggunaan FMEA untuk meminimalkan cacat pada kemasan kaleng. Hasil dari penelitian tersebut adalah jenis cacat kaleng penyok memiliki nilai RPN sebesar 448 sedangkan jenis cacat kaleng bocor memiliki nilai RPN dengan skor 338.
Penelitian [1] menerapkan metode FMEA untuk menganalisis penyebab produksi songkok. Hasil yang diperoleh terdapat 3 penyebab utama , yaitu pengesuman tidak bagus, penjahitan tidak rapi dan pemotongan tidak presisi. Dan hasil penelitian [14] menerapkan FMEA untuk menganalisis produk defect brake nilai RPN tertinggi terjadi pada jenis bubble yaitu sebesar 288, scratch dengan nilai skor RPN 180, dan kegagalan press dengan nilai skor RPN 81 dan terakhir adalah kegagalan bending dengan nilai skor RPN 40.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berbasis studi kasus di workshop.
Adapun cara yang digunakan untuk mengidentifikasi dampak masalah ini adalah melalui pendapat dengan pekerja dan wawancara langsung kepada pemilik konveksi, hal ini merupakan aktivitas pengumpulan data.
Pada tahap penelitian yang pertama adalah dilakukan penentuan prioritas dari suatu bentuk kegagalan dengan melakukan penilaian terlebih dahulu untuk tiga faktor yang menunjukkan resiko dari tiap potensi kegagalan yaitu, Severity, Occurance, Detection serta hasil akhir merupakan perkalian antara nilai dari ketiga faktor tersebut berupa Risk Priority Number (RPN) [6].
Tahap kedua yaitu penyebaran kuesioner FMEA pada responden penelitian yaitu pemilik dan pekerja konveksi boneka. Setelah didapatkan hasil kuesioner, tahap selanjutnya yaitu perhitungan nilai RPN dengan cara perkalian antara severity, occurence, dan detection. Delapan langkah FMEA sebagai berikut [15]:
1. Mengidentifikasi jalannya proses produksi
2. Mengidentifikasi potensi failure mode dari suatu proses produksi 3. Mengidentifikasi potensi dampak kegagalan produksi
4. Mengidentifikasi penyebab dari kegagalan di proses produksi 5. Mengidentifikasi mode deteksi pada proses produksi
6. Memberikan penilaian rating untuk nilai severity, occurance and detection 7.
8. Memberikan usulan perbaikan untuk kegagalan yang terjadi
Tabel 1. Nilai Severity
Effect Severity Effect for FMEA Rank
Tidak ada Bentuk kegagalan tidak ada efek samping 1
Sangat minor Tidak berakibat langsung 2
Minor Efek terbatas 3
Sangat rendah Perlu sedikit rework 4
Rendah Memerlukan rework cukup banyak 5
Sedang Produk rusak (reject) 6
Tinggi Mengakibatkan gangguan pada peralatan 7
Sangat tinggi Mengakibatkan gangguan pada mesin 8 Berbahaya peringatan Gangguan mesin sehingga mesin berhenti 9 Berbahaya tanpa
adanya peringatan
Mengakibatkan gangguan mesin serta
mengancam keselamatan pekerja 10
Sumber: [11]
Tabel 2. Nilai Occurance
Probability of Failure Failure Rates Rating
Sangat Tinggi 1 in 2 10
1 in 3 9
Tinggi 1 in 8 8
1 in 20 7
1 in 80 6
Sedang 1 in 400 5
1 in 2000 4
Rendah 1 in 15000 3
Sangat Rendah 1 in 150000 2
Remote 1 in 1500000 1
Sumber: [11]
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui mengenai kriteria penilaian peluang penyebab terjadinya suatu kegagalan pada suatu usaha. Penilaian ini juga didasarkan atas hasil kuesioner yang disebar kepada responden. Nilai Detection dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Detection
Detection Criteria of Detection By Procces Rank Hampir tidak mungkin Tidak ada alat pengontrol 10 Sangat Jarang Alat pengontrol yang sulit dipahami 9 Jarang Alat pengontrol sulit mendeteksi bentuk dan
penyebab kegagalan sangat rendah 8 Sangat rendah Kemampuan control kegagalan sangat rendah 7
Rendah Kemampuan control kegagalan rendah 6
Sedang Kemampuan control kegagalan sedang 5
Agak tinggi Kemampuan control kegagalan sangat tinggi 4
Tinggi Kemampuan control kegagalan tinggi 3
Sangat tinggi Kemampuan control kegagalan sangat tinggi 2 Hampir pasti Kemampuan control kegagalan rendah 1
Sumber: [11]
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan penilaian dari pemilik konveksi dan pendapat dari pekerja mendapat hasil dari kegagalan, bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis kegagalan dan perhitungan nilai RPN Jenis
Kegagalan
Penyebab Kegagalan
Efek dari
kegagalan Perbaikan S O D RPN Total
RPN
Bahan Cacat
Kurangnya ketelitian pekerja dalam memeriksa bahan
Bahan yang akan digunakan ada yang cacat berupa sobekan kecil yang semakin lama akan melebar
Pekerja diperkenankan istirahat ± 5 menit setelah memeriksa 1 tumpukan bahan sebelum lanjut memeriksa tumpukan bahan lain
9 7 4 252
567 Bahan yang
dikirim pemasok tidak sesuai
Saat dilakukan proses pembuatan boneka, bahan menjadi mudah sobek dan merugikan konveksi
Konfirmasi kepada pihak pemasok untuk mengirim bahan yang sama dan tidak menerima bahan yang tidak sesuai dengan bahan yang biasa digunakan
9 7 3 189
Intensitas cahaya ruangan kurang
Pekerja menjadi tidak teliti dalam memeriksa bahan saat bahan dikirim dari pemasok
Penerangan ruangan ditambahkan dan memberikan lampu cadangan. Sehingga operator tidak kesulitan dalam memeriksa bahan
9 7 2 126
Ukuran bahan
tidak sesuai
Saat memotong bahan pekerja tidak
konsentrasi
Saat dibuat produk ukuran tidak sesuai dari biasanya, dan produk gagal untuk diproduksi
Pekerja diperkenankan istirahat ± 5 menit setelah memotong 1 tumpukan bahan sebelum lanjut memotong tumpukan bahan lain
8 7 2 112
406 Pekerja
kurang terampil dalam memotong
Terjadinya kesalahan dalam memotong bahan sehingga bahan terbuang dan tidak terpakai
Pekerja diberikan pelatihan tentang cara menggunakan mesin jahit dan obras yang benar oleh pekerja lama
7 6 3 126
Adanya penambahan bagian dan tidak ada pada pola awal
Bahan menjadi kurang karena tidak sesuai pola awal
Jika ada penambahan bagian tidak sesuai pola awal sebaiknya
membuat pola dari awal lagi untuk menghasilkan produk yang sesuai
7 6 4 168
Jahitan benang terputus
Mesin jahit dan mesin obras yang rusak dan belum diperbaiki
Jahitan tidak rapi dan pekerja lama dalam menjahit, sehingga produk yang dihasilkan berkurang
Sebelum melakukan pekerjaan sebaiknya pekerja memeriksa mesin terlebih dahulu.
Jika ada kerusakan lapor untuk diperbaiki
8 5 3 120 462
Jenis Kegagalan
Penyebab Kegagalan
Efek dari
kegagalan Perbaikan S O D RPN Total
RPN Kurangnya
pemahaman dalam menggunakan mesin jahit maupun obras
Pekerja menjadi tidak efektif dalam bekerja karena kurang paham cara menggunakan mesin
Pekerja diberikan pelatihan tentang cara menggunakan mesin jahit dan obras yang benar oleh pekerja lama
8 6 4 192
Pekerja tidak konsentrasi dalam bekerja
Produk yang dihasilkan tidak sesuai dan banyak jahitan yang terputus
Pekerja diperkenankan istirahat ± 5 menit setelah menjahit 1 tumpukan bahan sebelum lanjut menjahit tumpukan bahan lain
6 5 5 150
Benang Loncat
Menggunakan jarum sampai patah
Jahitan tidak rapi dan banyak benang yang loncat pada produk yang dihasilkan
Pekerja diingatkan untuk mengganti jarum jika sudah tidak layak pakai atau tumpul
6 7 6 252
556 Kurangnya
pemahaman pekerja
Pekerja menjadi tidak efektif dalam bekerja dan hasil produk menjadi cacat. Karena kurang paham cara menggunakan mesin jahit
Pekerja diberikan pelatihan tentang cara menggunakan mesin jahit dan obras yang benar oleh pekerja lama
6 8 3 144
Mesin jahit dan mesin obras yang rusak dan belum diperbaiki
Jahitan tidak rapi dan pekerja lama dalam menjahit, sehingga produk yang dihasilkan berkurang
Sebelum melakukan pekerjaan sebaiknya pekerja memeriksa mesin terlebih dahulu.
Jika ada kerusakan lapor untuk diperbaiki
8 5 4 160
Sumber: Data Penelitian (2023)
Selanjutnya dilakukan rekomendasi perbaikan, untuk memberikan usulan perlu mengetahui penyebab (Cause) kritis yang menyebabkan produksi tersebut gagal dalam proses produksinya. Penyebab (Cause) kritis diambil dari nilai RPN tertinggi pada setiap jenis kegagalan. Cara lainnya untuk mendapatkan usulan perbaikan adalah melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi produksi dan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait seperti operator. Berikut hasil rekomendasi untuk mengatasi kegagalan produk, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rekomendasi untuk mengatasi kegagalan produk boneka Jenis
Kegagalan Penyebab Kegagalan Perbaikan
Bahan Cacat
Kurangnya ketelitian pekerja dalam memeriksa bahan yang akan digunakan dalam pembuatan boneka. Banyak bahan cacat yang lolos pemeriksaan dan menimbulkan efek lanjutan pada produk
Sebaiknya pekerja diperkenankan istirahat ± 5 menit setelah memeriksa 1 tumpukan bahan sebelum lanjut memeriksa tumpukan bahan lain.
Agar lebih fokus dan teliti dalam memeriksa bahan sehingga tidak ada bahan cacat
Benang Loncat Menggunakan jarum sampai patah saat menjahit produk.
Sebaiknya pekerja diingatkan untuk mengganti jarum jika sudah tidak layak pakai atau tumpul.
Karena jika menggunakan jarum sampai patah akan mengakibatkan pola jahitan tidak rapi dan produk akan mudah rusak.
Jenis
Kegagalan Penyebab Kegagalan Perbaikan
Jahitan benang terputus
Kurangnya pemahaman dan pengalaman pekerja dalam menggunakan mesin jahit maupun obras
Sebaiknya pekerja diberikan pelatihan tentang cara menggunakan mesin jahit dan obras yang benar oleh pekerja lama. Dan pekerja lain saling membantu untuk pekerja yang belum ahli dalam menjahit.
Ukuran bahan tidak sesuai
Adanya penambahan bagian yang tidak sesuai dengan pola awal pembuatan
Sebaiknya jika ada penambahan bagian yang tidak sesuai pola awal, lebih baik membuat pola dari awal lagi untuk menghasilkan produk yang sesuai. Sehingga saat menyelesaikan produk tidak ada kendala dan kekurangan bahan.
Sumber: Data Penelitian (2023) 4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan penyebab kegagalan terbesar pada proses pembuatan boneka adalah bahan yang cacat akibat dari kurangnya ketelitian pekerja dalam memeriksa bahan yang akan digunakan dalam pembuatan boneka. Banyak bahan cacat yang lolos pemeriksaan dan menimbulkan efek lanjutan pada produk. Kedua kegagalan terbesar adalah adanya benang loncat pada produk boneka akibat dari pekerja yang menggunakan jarum sampai patah saat menjahit produk. Ketiga kegagalan terbesar adalah banyak produk yang jahitannya terputus akibat dari kurangnya pemahaman dan pengalaman pekerja dalam menggunakan mesin jahit maupun obras. Dan kegagalan terbesar terakhir adalah ukuran bahan yang tidak sesuai akibat dari pekerja membuat penambahan bagian yang tidak sesuai dengan pola awal pembuatan, sehingga saat menyelesaikan produk tidak ada kendala dan kekurangan bahan.
5. Referensi
[1] A. Lestari and N. A. Mahbubah, "Analisis Defect Proses Produksi Songkok Berbasis Metode FMEA Dan FTA di Home - Industri Songkok GSA Lamongan," Jurnal Serambi Engineering, Vols. 6, no. 3, pp. 2197 - 2206, 2021.
[2] A. Suherman and B. J. Cahyana, "Pengendalian Kualitas Dengan Metode Failure Mode Effect And Analysis (FMEA) Dan Pendekatan Kaizen untuk Mengurangi Jumlah dan Penyebabnya," Seminar Nasional Sains dan Teknologi , no. ISSN : 2460 – 8416, 2019.
[3] D. P. Sari, Z. F. Rosyada and N. Rahmadhani, "Analisa Penyebab Kegagalan Produk Woven Bag Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effects Analysis (Studi Kasus Di PT Indomaju Textindo Kudus)," Seminar Nasional Sains dan Teknologi , vol. 1 no 1, 2011.
[4] I. Masrofah and H. Firdaus, "Analisis Cacat Produk Baju Muslim Di Pd. Yarico Collection Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis," Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, pp. 43-55, 2018.
[5] Darsono, "Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk," Jurnal Ekonomi-Manajemen-Akutansi, Vols. 20, no 35, 2013.
[6] K. Chusnul and A. Deny, "Analisis Kecacatan Produk Pada Bracket Hanger Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis di PT. Ravana Jaya," Journal Serambi Engineering, vol. 7. no 2, pp.
3078 - 3085, 2022.
[7] M. Agus, "Aplikasi QCC Dan Seventools Pada Pt. Putera Rackindo Sejahtera Unit 3 Gresik Dalam Upaya Mengurangi Defect," Jurnal Matrik, vol. XIII No.2, pp. 1-10, 2013.
[8] C. Majid, P. Pusporini and D. Andesta, "Penerapan Lean Six Sigma Pada Ud Yussrinatex Untuk Meningkatkan Kualitas Produk Sarung Tenun," Jurnal Matrik, Vols. XVI, No.2, pp. 1-16, 2016.
[9] A. Khatammi and A. R. Wasiur, "Analisis Kecacatan Produk Pada Hasil Pengelasan Dengan Metode Failure Mode Effect Analysis," Jurnal Serambi Engineering, Vols. 7, no. 2, 2022.
[10] N. B. Puspitasari, G. P. Arianie and P. A. Wicaksono, "Analisis Identifikasi Masalah Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Dan Risk Priority Number (Rpn) Pada Sub Assembly Line (Studi Kasus : PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia)," Jurnal Teknik Industri, Vols. 12, no. 2, pp. 77 - 84, 2017.
[11] N. W. A. S. Dewi, S. Mulyani and I. W. Arnata, "Pengendalian Kualitas Atribut Kemasan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (Fmea)Pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan," Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri, vol. 4. no. 3, no. ISSN 2503-488X, p.
149 – 160, 2016.
[12] N. A. K. Dewi and M. L. Singgih, "Perbaikan Kualitas Proses Thermoforming Round Drinking Cups Menggunakan FMEA," JUrnal Teknik ITS, Vols. 8, no 1, no. ISSN: 2337-3539, pp. 2301-9271, 2019.
[13] A. Wicaksono and F. Yuamita, "Pengendalian Kualitas Produksi Sarden Mengunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Dan Fault Tree Analysis (FTA) Untuk Meminimalkan Cacat Kaleng Di PT XYZ," Jurnal Teknologi dan Manajemen Industri Terapan (JTMIT), Vols. 1, no 3, 2022.
[14] F. R. Supoyo, R. A. Darajatun and W. Wahyudin, "Analisis Pengendalian Kualitas Untuk Mengurangi Defect Parking Brake dengan Metode FMEA di PT XYZ," Jurnal Serambi Engineering, Vols. 8, no 1, 2023.
[15] A. Lestari and N. A. Mahbubah, "“Upaya menurunkan tingkat defect produk PSST Slice Mushrooms 4 Oz dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) di PT. ETR Purwodadi," J.
Knowledge Industrial Engineering (JKIE),, vol. 6 (2), pp. 66-74, 2019.