• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA MUHAMMADIYAH 2 BATU BERDASARKAN GAYA KOGNITIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA MUHAMMADIYAH 2 BATU BERDASARKAN GAYA KOGNITIF"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Koulutus: Jurnal Pendidikan Kahuripan

Volume 6, Nomor 2, September 2023; p-ISSN: 2620-6277, e-ISSN: 2620-6285

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan gaya kognitif. Pendekatan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dengan jenis deskritif. Subjek dalam penelitian adalah empat siswa. Dua siswa Field Independent dan dua siswa Field Dependent dari jumlah keseluruhan 24 siswa di kelas VII-B SMP Muhammadiyah 2 Batu. Pemilihan subjek ini dipilih berdasarkan GEFT dan pertimbangan guru yang diklasifikasikan berdasarkan kemampun tinggi dan rendah. Metode pengumpulan data yaitu berdasarkan GEFT, tes dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam berpikir kritis berdasarkan gaya kognitif dalam menyelesaikan masalah berdasarkan indikator berpikir kritis menunjukkan bahwa siswa dengan gaya kognitif Field Independent tinggi mampu menyelesaikan masalah dengan baik sedangkan siswa dengan gaya kognitif Field Independent rendah hanya beberapa indikator yang memenuhi indikator berpikir kritis. Selanjutnya untuk siswa dengan gaya kogintif Field Dependent tinggi dalam menyelesaikan masalah berdasarkan indikator berpikir kritis masih keliru dalam mengoperasikan masalah dan hanya beberapa indikator berpikir kritis yang memenuhi sedangkan siswa dengan gaya kognitif Field Dependent rendah belum mampu menyelesaikan masalah. Hal ini karena siswa dengan gaya kognitif Field Dependent rendah belum memahami masalah dengan baik sehingga dalam menyelesaikan masalah

GAYA KOGNITIF

Hidayani1), Zakiyah Anwar*2), Supriadi3), Faisal Eka Mahendar4), Irna Rusani5) Program, Studi Pendidikan Matematika,

Universitas Muhammadiyah Sorong1),2),3),4),5)[email protected]

(2)

Kata kunci: Berpikir Kritis, Gaya Kognitif, Pemecahan Masalah

Abstract

The purpose of this research is to analyze students' critical thinking ability based on cognitive style. The approach in this research is qualitative approach with descriptive type. Subjects in the study were four students.Two Field Independent students and two Field Dependent students from a total of 24 students in grade VIII-B Muhammadiyah Junior High School 2 Batu. Selection of this subject is selected based on GEFT and teacher's considerations are classified based on high and low ability. Data collection methods are based on GEFT, tests and interviews.

Data analysis techniques used are data reduction, data display and conclusion.

The results showed that students' ability to think critically based on cognitive style in solving problems based on critical thinking indicator showed that students with high cognitive style of Field Independent were able to solve the problem well while students with Field Independent cognitive style were low only a few indicators that met critical thinking indicator.Furthermore, for students with a high degree of Cognitive Field Dependent style in solving problems based on critical thinking indicators is still doing mistake in operating problems and only some critical thinking indicators are met whereas students with low Field Dependent cognitive styles have not been able to solve the problem. This is because students with low Field Dependent cognitive style have not understood the problem well so in solving the problem Field Dependent subjects are still mistaken.

Keywords:Critical Thinking, Cognitive Style, Problem Solving

PENDAHULUAN

Proses berpikir siswa dalam belajar matematika sangat dipengaruhi oleh gaya kognitif (Ngilawajan, 2013; Nurrakhmi & Lukito, 2014). Hal ini karena pema- haman konsep siswa dalam memecahkan masalah matematika sangat rendah berdasarkan gaya kognitif siswa salah satunya adalah proses berpikir dalam menyelesaikan operasi hitung (Hidayat, Sugiarto, & Pramesti, 2013; Rahim, 2015). Seharusnya guru senantiasa meningkatkan kemampuan berhitung siswa khususnya dalam hal operasi bilangan seperti penjumlahan, pengurangan, perka- lian, dan pembagian. Guru hendaknya dapat meningkatkan kemampuan mengajar dengan melihat kondisi siswa secara menyeluruh, sehingga meminimalisir kesa-

(3)

lahan siswa dalam menyelesaikan soal dan memahami materi matematika (Nurus- safa’at, Sujadi, & Riyadi, 2016).

Kemampuan siswa dalam menghadapi masalah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yang kemudian disesuaikan dengan kemampuan kognitifnya masing-masing (Winarso & Dewi, 2016). Salah satu kemampuan berpikir yang berkembang dalam dunia pendidikan adalah gaya kognitif. Gaya kognitif siswa secara umum terbagi menjadi dua kategori, yaitu Field Dependent (FD) dan Field Independet (FI) yang dipakai dalam penelitian (Aljets, 1988). Field Dependent merupakan kategori siswa yang berpikir kompleks dalam memahami masalah, sedangkan Field Independet merupakan kategori siswa yang mempunyai pola pikir memiliki kemudahan dalam menghadapi permasalahan (Witkin, Moore, Goodenough, & Cox, 1977).

Siswa dengan gaya kognitif FI merupakan siswa yang mempunyai kemam- puan berpikir dalam menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu cara, sedangkan siswa FD dalam kemampuan memecahkan masalah masih rendah. Hal ini dapat ditinjau dari kemampuan dalam berpikir yang masih terpaku pada rumus sehingga dalam menyelesaikan permasalahan siswa masih rendah (Adibah, 2015; Hidayat, Sugiarto, & Pramesti, 2013). Proses berpikir siswa FI mampu melakukan peme- cahan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya sedangkan proses berpikir siswa FD cenderung tidak mampu mengatasi permasalahannya sendiri dan selalu kurang dalam mendapatkan ide yang baru (Fajari, Kusmayadi, & Iswahyudi, 2009; Hidayat et al., 2013; Usodo, 2011). Selanjutnya ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa dengan gaya kognitif yaitu prestasi belajar FI lebih baik dibandingkan dengan FD (Ekawati, 2016; Muzaini, 2016). Peklaj (2003) menya- takan bahwa kemampuan siswa dalam gaya kognitif akan mempengaruhi prestasi belajar dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif.

Proses belajar matematika membutuhkan konsentrasi yang khusus karena pelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi masalah. Hal ini yang menjadikan mutu peningkatan pendidikan di Indonesia diarahkan menjadi berkualitas salah satunya dengan meningkatkan pola berpikir siswa yang nantinya akan mampu bersaing secara global (Permendiknas, 2006b). Pelajaran matematika membutuhkan konsentrasi yang tinggi (Liberna, 2012) karena materi matematika yang abstrak. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi guru yang tepat dalam meningkatkan proses pembelajaran yang akan mempen- garuhi proses berpikir siswa.

(4)

Proses berpikir kritis sangat dibutuhkan siswa dalam memahami konsep matematika, ketika siswa dapat berpikir kritis maka siswa dapat mengkaitkan konsep matematika yang abstrak ke dalam kehidupan sehari-hari (Normaya, 2015). Berpikir kritis membutuhkan proses mengingat untuk melakukan kegiatan belajar yang menghubungkan antara materi dengan kognisi kemudian menda- patkan strategi untuk memecahkan masalah tersebut dengan kemampuannya (Bailin, Case, Coombs, & Daniels, 1999; Ennis, 1996; Fang, Angie, Ricci, &

Mnatsakanian, 2016). Adapun tahapan berpikir kritis yaitu 1) klarifikasi dasar; 2) memberikan alasan untuk suatu keputusan; 3) menyimpulkan; 4) klarifikasi lebih lanjut dan; 5) dugaan dan keterpaduan (Ennis, 1996, 2011; Lunenburg, 2011).

Sehingga berpikir kritis yang dilakukan oleh siswa dapat menyelesaikan permas- alahan dalam kehidupan sehari-hari dengan gaya kognitif siswa masing-masing.

Setiap siswa mempunyai gaya kognitif yang berbeda-beda dalam meng- hadapi suatu permasalahan, sehingga dibutuhkan guru yang dapat memahami kondisi siswa (Muzaini, 2016; Rahmatina, Sumarmo, & Johar, 2014). Guru harus memahami bahwa karakteristik setiap siswa dalam memahami permasa- lahan sangat beragam (Suparman, 2015). Siswa FI mempunyai karakteristik yang secara intrinsik termotivasi dengan mandiri, strategi dan proses belajar siswa dapat dikembangkan sendiri sedangkan siswa dengan kemampuan FD mempu- nyai karakteristik yang tergantung pada lingkungan belajar secara eksternal yaitu membutuhkan bimbingan dari instruktur dan komunikasi dengan orang lain untuk membantu memahami suatu permasalahan (Bucklin, 1971; Witkin et al., 1977).

Untuk membedakan siswa FD dan FI menggunakan tes Group Embeded Figure Test (GEFT) yang berfungsi mengetahui gaya kognitif siswa (Witkin et al., 1977).

Mempelajari matematika harus menumbuhkan rasa ingin tahu agar proses berpikir dapat meningkat menjadi kritis sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai (Permendiknas, 2006; Muzaini, 2016).

Salah satu solusi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan melihat kemampaun berpikir siswa berdasarkan gaya kognitifnya.

Ketika siswa dapat dibedakan dengan gaya kognitif kemampuan maka berpikir siswa akan meningkat menjadi kritis. Penelitian ini akan melihat bagaimana kemampuan berpikir kritis matematika siswa berdasarkan gaya kognitif .

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskritif

(5)

yang bertujuan untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis berdasarkan gaya kognitif siswa. Pendeskripsian ini akan dilakukan melalui pengamatan langsung yaitu dengan menganalisis hasil test yang dikerjakan oleh subjek penelitian dan hasil tes GEFT untuk membedakan siswa dengan kategori FI dan FD, serta hasil wawancara yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada Sekolah SMP Muhami- madiyah 2 Batu tahun ajaran 2017/2018. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII-B di Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Batu. Subjek penelitian ini terdiri dari empat subjek dengan dua gaya kognitif FI dan dua gaya kognitif FD yang dikla - sifikasikan berdasarkan kemampuan tinggi dan rendah dari jumlah keseluruhan 24 siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Tes GEFT, Tes Group Embedded Figure Tes (GEFT) merupakan tes gaya kogintif yang dilakukan untuk membedakan siswa yang FI dan FD, Tes Matematika. Teknik Analisis Data yang dianalisis yaitu 1) hasil angket gaya kognitif siswa yang akan dibagi menjadi FI dan FD; 2) hasil tes kemam- puan berpikir kritis dalam menyelesaikan soal materi bangun ruang, dan 3) hasil wawancara dengan subjek penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian tes siswa dalam menyelesaikan soal berdasarkan kemam- puan berpikir kritis dan hasil wawancara, peneliti mengambil empat orang yang terbagi menjadi dua siswa FI dan dua siswa FD, berikut hasil analisis.

1. Indikator Berpikir Kritis dengan Merumuskan Pertanyaan, Menanyakan dan Menjawab Pertanyaan

Indikator kemampuan berpikir kritis merumuskan pertanyaan, mena- nyakan dan menjawab pertanyaan yang akan dianalisis oleh peneliti dengan sub indikator mengidentifikasi atau merumuskan soal dan menentukan fakta yang ada berdasarkan soal yaitu subjek dapat menuliskan soal yang diketahui dan ditanyakan.

a. Hasil analisis untuk subjek FI

Berdasarkan hasil lembar jawaban dan wawancara subjek 1FI dan 2FI tidak menuliskan yang diketahui maupun yang ditanya pada lembar jawaban dalam soal nomor tiga, akan tetapi subjek 1FI dan 2F2 hanya menjawab secara lisan berdasarkan hasil wawancara. Oleh karena subjek

(6)

1FI dan 2F2 memenuhi indikator mengidentifikasi atau merumuskan soal serta menentukan fakta yang ada.

b. Hasil analisis untuk subjek FD

Berdasarkan hasil lembar jawaban dan wawancara subjek 1FD dan 2FD untuk soal no 2 dan soal no 3 subjek tidak menuliskan yang diketahui dan ditanya. Oleh karena subjek 1FD memenuhi indikator sedangkan subjek 2FD tidak memenuhi indikator mengidentifikasi atau merumuskan soal serta menentukan fakta yang ada.

2. Indikator Berpikir Kritis dengan Melakukan Observasi dan Menilai Laporan Hasil Observasi

Indikator kemampuan berpikir kritis melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi dengan sub indikator yaitu menggunakan bukti-bukti yang benar. Indikator yang akan di analisis oleh peneliti yaitu penggunaan rumus berdasarkan soal yang sudah diketahui dan ditanya.

a. Hasil analisis untuk subjek FI

Berdasarkan hasil lembar jawaban dan wawancara subjek 1FI dan 2FI dengan indikator menggunakan bukti-bukti yang benar yaitu siswa dapat menggunakan rumus berdasarkan soal yang diketahui dan ditanya. Soal nomor satu untuk subjek 1FI memenuhi indikator tersebut dan subjek 2FI tidak memenuhi indikator menggunakan bukti-bukti yang benar.

Kemudian untuk soal nomor dua subjek 1FI dalam menyelesaikan soal memenuhi indikator sedangkan untuk sujek 2FI tidak dapat meme- nuhi indikator ini. Selanjutnya untuk soal nomor tiga untuk subjek 1FI menunjukkan bahwa subjek 1FI mampu menggunakan rumus yang digunakan sedangkan untuk subjek 2FI menunjukkan bahwa subjek 2FI masih keliru dalam menggunakan rumus yang digunakan. Oleh karena itu untuk subjek 1FI memenuhi indikator menggunakan bukti-bukti yang benar yaitu siswa dapat menggunakan rumus berdasarkan soal yang diketahui dan ditanya. Sedangkan untuk subjek 2FI tidak memenuhi indikator menggunakan bukti-bukti yang benar.

b. Hasil analisis untuk subjek FD

Berdasarkan hasil lembar jawaban dan wawancara subjek 1FD dan subjek 2FD indikator mengidentifikasi atau merumuskan soal serta menentukan fakta yang ada bahwa subjek 1FD dan 2FD mampu menuliskan rumus

(7)

yang digunakan akan tetapi masih keliru dalam menyelesaikannya.

Selanjutnya untuk soal nomor dua, subjek 1FD mampu menuliskan rumus dengan benar dan hasil yang benar sedangkan untuk subjek 2FD masih keliru dalam mengoperasikan. Namun rumus yang digunakan subjek 2FD benar. Selanjutkan untuk soal nomor tiga subjek 1FD menu- liskan rumus yang digunakan dalam memecahkan soal sedangkan subjek 2FD karena tidak paham dengan soalnya sehingga subjek 2FD hanya mengoperasikan berdasarkan fakta yang ada didalam soal. Oleh karena subjek 1FD memenuhi indikator mengidentifikasi atau merumuskan soal serta menentukan fakta yang ada, akan tetapi masih keliru dengan pengoperasian. Kemudian untuk subjek 2FD hanya soal nomor tiga yang belum mampu menyelesaikan. Faktor kurang memahami soal sehingga subjek 2FD belum mampu menggunakan rumus.

3. Indikator Berpikir Kritis Mendefiniskan dan Menilai Definisi

Indikator berpikir kritis mendefinisikan dan menilai definisi dengan sub indi- kator bertindak dengan memberikan penjelasan lebih lanjut. Indikator ini akan di analisis oleh peneliti yaitu menjelaskan nilai yang didapat setelah dari rumus yang digunakan.

a. Hasil analisis untuk subjek FI

Berdasarkan hasil lembar jawaban dan wawancara tahapan berpikir kritis berdasarkan indikator mendefinisikan dan menilai definisi, menunjukkan bahwa subjek 1FI mampu memberikan penjelasan lebih lanjut dalam soal nomor satu. Kemudian untuk soal nomor dua subjek 1FI dan subjek 2FI mampu memberikan penjelasan lebih lanjut. Hal dapat dilihat dari subjek 1FI mencari nilai dari tinggi bangun datar trapezium sedangkan untuk subjek 2FI mencari nilai dari bangun datar selanjutnya yaitu luas persegi. Selanjutnya pada soal nomor tiga subjek 1FI menggunakan rumus luas persegi panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subjek 1FI mampu memenuhi indikator mendefinsikan dan menilai defi- nisi sedangkan subjek 2FI hanya soal nomor 2 yang mampu memenuhi indikator mendefiniksan dan menilai definisi.

b. Hasil analisis untuk subjek FD

Berdasarkan hasil jawaban dan wawancara subjek 1FD dan subjek 2FD pada indikator mendefinisikan dan menilai definisi menunjukkan bahwa

(8)

subjek 1FD pada soal nomor dua mampu, akan tetapi untuk soal nomor satu dan tiga belum mampu. sedangkan untuk subjek 2FD belum mampu untuk menyelesaikan soal sehingga untuk indikator mendefiniskan dan menilai definisi belum mampu. hal ini karena subjek 2FD belum mema- hami soal dengan baik.

4. Indikator Berpikir Kritis Memadukan

Indikator berpikir kritis memadukan dengan sub indikator memadukan sumber kecenderungan dan kemampuan dalam membuat keputusan. Indi- kator ini akan di analisis oleh peneliti yaitu memadukan nilai yang didapat dari pemecahan soal.

a. Hasil analisis untuk subjek FI

Berdasarkan hasil lembar jawaban dan wawancara subjek dengan indi- kator berpikir kritis yaitu memadukan, menunjukkan bahwa subjek 1FI mampu memadukan hasil yang didapatkan. Hal ini terlihat dari subjek 1FI menggunakan rumus luas persegi panjang dalam menyelesaikan soal nomor satu. Selanjutnya untuk soal nomor dua, subjek 1FI dan 2FI mampu menyelesaikan soal nomor dua. Hal ini dapat dilihat dari subjek 1FI mengabungkan nilai dari luas persegi dengan luas trapezium sedangkan untuk subjek 2FI menyelesaikan dengan mengabungkan nilai dari luas trapezium dengan luas persegi yang didapatkan. Kemu- dian untuk soal nomor tiga, subjek 1FI mengalikan keliling bangun yang diketahui dengan biaya keramik yang diketahui sedangkan untuk subjek 2FI mengalikan keliling kolam berenang dengan biaya keramik. Oleh karena itu untuk indikator memadukan subjek 1FI mampu memenuhi sedangkan untuk subjek 2FI hanya soal nomor satu yang tidak meme- nuhi.

b. Hasil analisi untuk subjek FD

Berdasarkan hasil jawaban dan wawancara subjek 1FD dan subjek 2FD menunjukkan bahwa subjek 1FD hanya masalah nomor dua yang meme- nuhi indikator memadukan sedangkan subjek 2FD dalam menyelesaikan masalah belum memenuhi indikator memadukan. Hal ini karena subjek 2FD masih bingung dalam mengoperasikan.

(9)

5. Indikator Berpikir Kritis Membuat Induksi dan Menilai Induksi

Indikator berpikir kritis membuat induksi dan menilai induksi dengan sub indikator menarik kesimpulan berdasarkan fakta. Indikator ini akan di analisis oleh peneliti yaitu memberikan kesimpulan dari soal.

a. Hasil analisis untuk subjek FI

Berdasarkan hasil penelitian untuk indikator berpikir kritis membuat induksi dan menilai induksi dengan sub indikator menarik kesimpulan bahwa subjek 1FI dan subjek 2FI tidak menuliskan kesimpulan dari soal nomor satu, dua dan tiga. Subjek 1FI dan subjek 2FI hanya menyebutkan secara lisan berdasarkan hasil wawancara.

b. Hasil analisi untuk subjek FD

Berdasarkan hasil dari lembar jawaban subjek 1FD dan subjek 2FD pada indikator membuat induksi dan menilai induksi. Subjek 1FD mampu memberikan kesimpulan walaupun hasil yang didapatkan masih keliru. Hal ini sama dengan subjek 2FD hanya soal nomor tiga subjek mampu memberikan kesimpula walaupun hasil yang dituliskan masih keliru. Oleh karena itu subjek 1FD dan 2FD mampu memenuhi indikator membuat induksi dan menilai induksi.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek FI tinggi dan FI rendah pada indikator menanyakan dan menjawab pertanyaan serta merumuskan pertanyaan menunjukkan bahwa subjek FI tinggi dan subjek FI rendah tidak menuliskan dalam lembar jawabannya, padahal subjek FI paham tentang soal akan tetapi subjek FI hanya menyebutkan dalam secara lisan sedangkan subjek FD tinggi pada indikator ini menuliskan dalam lembar jawabannya dan subjek FD rendah mampu menuliskan fakta yang ada akan tetapi masih keliru. Subjek FI menyatakan bahwa pertanyaan dalam soal tidak selamanya dapat ditulis dalam lembar jawaban. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Fatmawati, 2014; Mawaddah & Anisah, 2015) yang menyatakan bahwa siswa mampu memahami masalah dengan baik.

Subjek FI tinggi mampu menuliskan rumus yang diperlukan dalam menye- lesaikan soal sedangkan subjek FD tinggi dapat menuliskan rumus akan tetapi rumus yang tuliskan pada lembar jawaban masih keliru, hal ini berdasarkan indi-

(10)

kator melakukan observasi dan menilai observasi, subjek FI tinggi mampu menye- lesaikan soal yang diberikan karena subjek memahami masalah dan rumus yang digunakan. Kemudian subjek FI rendah belum mampu mneggunakan rumus yang digunakan akan tetapi subjek FI rendah dapat memahami soal. Sedangkan FD rendah dapat menuliskan rumus yang digunakan akan tetapi subjek masih bingung dalam mengoperasikan. Hal ini sejalan dengan penelitian (Ngilawajan,2013) yang menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI lebih baik dari pada siswa dengan gaya kognitif FD. Siswa FI mampu berpikir lebih kompleks dibandingkan siswa FD (Fajari et al.,2009).

Subjek FI tinggi mampu menyelesaikannya soal sedangkan subjek FD tinggi kurang memahami soal, subjek FD tinggi hanya melihat pertanyaan tanpa mela- kukan tahapan untuk menjawab pertanyaan, kemudian dalam menjabarkan nilai yang didapat sehingga subjek FD tinggi pada indikator ini masih keliru. Kemu- dian subjek FI rendah hanya mampu menyelesaikan soal nomor dua sedangkan subjek FD rendah belum mampu menyelesaikan soal. Hal ini karena subjek FD rendah belum memahami soal dengan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Mutia, (2017) yang menyatakan bahwa karena siswa kurang memahami materi prasyarat dari bangun datar dan kurang dilatih dengan soal yang bersifat konteks- tual sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Setiawan &

Royani, (2013); Winarso & Dewi, (2016) juga menyatakan bahwa kemampuan siswa berpikir kritis dalam memecahkan soal geometri dengan gaya kognitif tertentu dapat memecahkan masalah dengan baik

Subjek FI tinggi mampu memenuhi indikator mendefinisikan dan menilai definisi dari soal yang diberikan karena subjek memahami masalah, sehingga subjek FI tinggi mampu menyelesaikannya. Sedangkan subjek FD tinggi kurang memahami masalah, hal ini karena subjek FD tinggi hanya melihat pertanyaan tanpa melakukan tahapan untuk menjawab pertanyaan, kemudian dalam menja- barkan hasil yang didapatkan masih keliru sehingga subjek FD tinggi pada indi- kator masih belum mampu. Kemudian subjek FI rendah hanya soal nomor dua yang mampu diselesaikan sedangkan FD rendah belum mampu menyelesaikan soal. Hal ini sejalan dengan penelitian (Fatmawati 2014) yang menyatakan bahwa siswa yang tidak terbiasa dengan soal cerita akan sulit untuk memahami maksud dari masalah yang diberikan. Reta (2012) dalam hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FI dan kelompok siswa yang

(11)

memiliki gaya kognitif FD.

Indikator memadukan pada berpikir kritis subjek FI tinggi mampu mema- dukan hasil yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan untuk subjek FD tinggi hanya soal nomor dua yang mampu diselelesaikan. Akan tetapi, subjek FD tinggi kurang teliti dalam penyelesaiannya sehingga hasil akhir yang diper- oleh menjadi keliru. Kemudian subjek FI rendah pada masalah nomor dua yang mampu dikerjakan sedangkan subjek FD rendah masih bingung dalam menyele- saikan sehingga belum mampu menyelesaikan masalah. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulandari, (2017) yang menyatakan bahwa siswa FI mampu menyele- saikan masalah seperti soal cerita dengan kemampuan yang dimiliki sedangkan siswa FD hanya mampu memahami masalah dan dalam menyelesaikan siswa FD masih bingung. Selanjutnya Adibah (2015) dalam penelitiannya menyatakan karena siswa belum mampu memahami masalah sehingga untuk menyelesaikan masalah siswa tersebut belum mampu.

Indikator selanjutnya adalah membuat induksi dan menilai induksi, indikator ini tidak dilakukan oleh subjek FI tinggi maupun subjek FI rendah. Subjek FI tinggi dan rendah hanya memberikan kesimpulan melalui lisan Sedangkan subjek FD tinggi dan FD rendah dapat melakukannya walaupun hasil yang didapat- kannya keliru. L Rifqiyana & Susilo (2016)

menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif FD mengalami kesulitan dalam memahami masalah seperti menentukan fakta yang ada dan menarik kesimpulan dalam masalah tersebut sedangkan untuk siswa dengan gaya kognitif FI mengalami kesu- litan dalam memberikan kesimpulan dari masalah tersebut. Hal ini sejalan dengan Setiawan & Royani (2013) yang menyatakan bahwa siswa mampu melakukan tahapan berpikir kritis akan tetapi dalam memecahkan masalah masih rendah.

SIMPULAN

Kemampuan siswa dalam berpikir kritis berdasarkan gaya kognitif dalam menyelesaikan masalah berdasarkan indikator berpikir kritis menunjukkan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI tinggi mampu menyelesaikan masalah dengan baik sedangkan siswa dengan gaya kognitif FI rendah hanya beberapa indikator yang memenuhi indikator berpikir kritis. Selanjutnya untuk siswa dengan gaya kogintif FD tinggi dalam menyelesaikan masalah berdasarkan indikator berpikir kritis masih keliru dalam mengoperasikan masalah dan hanya beberapa indikator

(12)

berpikir kritis yang memenuhi sedangkan siswa dengan gaya kognitif FD rendah belum mampu menyelesaikan masalah. Hal ini karena siswa dengan gaya kognitif FD rendah belum memahami masalah dengan baik sehingga dalam menyele- saikan masalah subjek FD masih keliru.

Saran

1. Guru dapat menggunakan tes gaya kognitif untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah pada konteks berpikir kritis. Hal ini karena setiap individu siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah.

2. Untuk siswa dengan gaya kognitif FD lebih berlatih lagi menyelesaikan masalah seperti pengoperasian perhitungan agar hasil yang didapatkan bernilai benar.

3. Analisis dalam penelitian ini masih banyak kekurangan, sehingga untuk peneliti selanjutnya dapat menganalisis lebih dalam tentang faktor-faktor yang menyebabkan siswa dapat berpikir kritis.

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, F. (2015). Kreativitas Siswa SMA dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent. Widyaloka IKIP Widyadarma Surabaya, 2(2), 111–124.

Aljets, M. (1988). Field Dependence-Independence The Implications For ESL Curriculum Design.

“Angie”Su, H. F. H., Ricci, F. A., & Mnatsakanian, M. (2016). Mathematical Teaching Strategies : Pathways to Critical Thinking and Metacognition Mathematical Teaching Strategies : Pathways to Critical Thinking and Metacognition. Internasioanl Journal of Research in Education and Science, 2(1), 190–200.

Anwar Z, Maryam A, Ahmad RE. Analysis of the Influence of the Role of Parents Accompanying Children at Home Learning Activities During the Covid-19 Pandemic. In7th Progressive and Fun Education International Conference (PROFUNEDU 2022) 2022 Dec 25 (pp. 300-308). Atlantis Press.

Bailin, S., Case, R., Coombs, J. R., & Daniels, L. B. (1999). Common

(13)

Misconceptions of Critical Thinking. Jounal Curriculum Studies, 31(3), 269–283.

Bono, E. de. (1990). Lateral Thinking. Jakarta: Binarupa Aksara.

Bucklin, B. L. (1971). Field Dependence and Visual Detection Ability.

Choy, S. C., & Cheah, P. K. (2009). Teacher Perceptions of Critical Thinking Among Students and its Influence on Higher Education. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 20(2), 198–206.

Christie, B., Beames, S., & Higgins, P. (2016). Context, Culture and Critical Thinking : Scottish Secondary School Teachers’ and Pupils’ Experiences of Outdoor Learning. British Educational Research Journal, 42(3), 417–

437. http://doi.org/10.1002/berj.3213

Ekawati, H. (2016). Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Antara Tipe Think Pair Share (TPS) Dan Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa. Pendas Mahakam, 1(2), 165–177.

Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking Dispositions : Their Nature and Assessability.

Informal Logic, 18, 165–182.

Ennis, R. H. (2011). The Nature of Critical Thinking : An Outline of Critical Thinking Dispositions (pp. 1–8).

Fajari, A. F. N., Kusmayadi, T. A., & Iswahyudi, G. (2009). Profil Poses Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent-Independent dan Gender.

Surakarta: PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Fang, H., Angie, H., Ricci, F. A., & Mathematical, M. (2016). Mathematical Teaching Strategies : Pathways to Critical Thinking and Metacognition Fatmawati, H. (2014). Analisis Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan Masalah

Matematika Berdasarkan Polya pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat.

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 2(9), 911–922.

Fatqurhohman. (2010). Pemahaman Konsep Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Datar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 4, 127–133.

Fisher, A. (2008). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. (Sagara Gugi, Ed.), Cambridge University Press. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Gifford, R., Steg, L., & Reser, J. P. (2011). Environmental Psychology.

IAAP Handbooks of Applied Psychology, 440–470. http://doi.

org/10.1002/9781444395150.ch18

(14)

Goodenough, D. R., & Witkin, H. A. (1977). Origins Of The Field-Dependent and Field-Independent Cognitive Styles. New Jersey.

Hidayat, B. R., Sugiarto, B., & Pramesti, G. (2013). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Ruang Dimensi Tiga Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi, 1(Maret), 39–46.

Johnson, E. B. (2009). Contextual Teaching & Learning Menjadi Kegiatan Belajar- Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. (S. Ibnu, Ed.). Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Khaer, A. (2016). Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual pada Materi Ajar Volume Bangun Ruang Sisi Lengkung. Jurnal Praktik Penelitian Tindakan, 6(1), 71–77.

Kuswana, S. (2011). Taksonomi Berpikir. (A. Fauzia, Ed.). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Liberna, H. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Penggunaan Metode Improve Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Formatif, 2(23), 190–197.

Lucas-stannard, P. (2003). Cognitive Styles: A Review of the Major Theories and Their Application to Information Seeking in Virtual Environments.

Lunenburg, F. C. (2011). Critical Thinking and Constructivism Techniques for Improving Student Achievement. National Forum of Teacher Educational Journal, 21(3), 1–9.

Mawaddah, S., & Anisah, H. (2015). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) di SMP. EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 166–175. http://doi.org/10.1017/

CBO9781107415324.004

Muhfahroyin, M. (2010). Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Konstruktivistik. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran (JPP), 16(1), 88–93.

Mutia. (2017). Analisis Kesulitan Siswa SMP dalam Memahami Konsep Kubus Balok Dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Βeta, 10(1), 83–102.

Muzaini, M. (2016). Pengaruh Pendekatan Problem Posing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Berdasarkan Gaya Kognitif. Beta, 9(2), 161–

179.

(15)

Ngilawajan, D. A. (2013). Proses Berpikir Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Turunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent. Pedagogia, 2(1), 71–83.

Nisa, R. (2016). Profil Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Kognitif dan Kemampuan Matematika. Jurnal Apotema, 2(Januari), 66–76.

Nizam. (2016). Ringkasan Hasil-hasil Asesmen Belajar dari Hasil UN, PISA, TIMSS, INAP.

Noad, B. (1979). Student Teacher Performance Related to Cognitive Style Related to Cognitive Style. Australian Journal of Teacher Education, 4(2), 43–

47.

Noordyana, M. A. (2016). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Pendekatan Metacognitive Instruction. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut, 8(April), 28–34.

Normaya, K. (2015). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Jucama Di Sekolah Menengah Pertama. EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, 3(April), 92–104.

Nurrakhmi, R. Z. F., & Lukito, A. (2014). Profil Intuisi Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Turunan Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(3), 208–214.

Nurussafa’at, F. A., Sujadi, I., & Riyadi. (2016). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Volume Prisma Dengan Fong’S Shcematic Model For Error Analysis Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa (Studi Kasus Siswa Kelas VIII Semester II SMPIT Ibnu Abbas Klaten Tahun Ajaran 2013 /2014. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 4(2), 174–187.

Padget, S. (2012). Creativity and Critical Thinking for Teachers in Training.

Paul, B. R., & Elder, L. (2006). The Miniature Guide to Critical Thinking:

Concepts & Tools (Fourth).

Peklaj, C. (2003). Gender, Abilities, Cognitive Style and Students ’ Achievement in Cooperative Learning. Psiholoska obzorja/Horizons of Psychology, 22(4), 9–22.

Permendiknas. (2006a). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006.

(16)

Permendiknas. (2006b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006.

Pius Kurniawan Kalen, Y. (2016). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Matemaika Dan Pendidikan Matematika, I(1), 55–64.

Rahim, N. (2015). Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Operasi Hitung Bentuk Aljabar Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Parepare. Universitas Negeri Malang.

Rahman, A., & Ahmar, A. S. (2016). Exploration of Mathematics Problem Solving Process Based on The Thinking Level of Students in Junior High School.

International Journal of Environmental and Science Education, 11(14), 7278–7285.

Rahmatina, S., Sumarmo, U., & Johar, R. (2014). Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif. Jurnal Didaktik Matematika, 1(1), 62–70.

Reta, I. K. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa.

Universitas Pendidikan GANESHA, pp. 1–17.

Retnowati, D., Sujadi, I., & Subanti, S. (2016). Proses Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Farmasi SMK Citra Medika Sragen dalam Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 4(1), 105–

116.

Rifqiyana, L. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Pembelajaran Model 4k Materi Geometri Kelas VIII Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa. Universitas Negeri Semarang.

Rifqiyana, L., & Susilo, B. E. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII Dengan Pembelajaran Model 4k Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Unnes Journal of Mathematics Education, 5(1).

Setiawan, J., & Royani, M. (2013). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar Dengan Metode Inkuiri.

EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, 1, 1–9.

Suparman, A. R. (2015). Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 2 Sungguminasa. Jurnal Nalar Pendidikan, 3, 287–292.

Susetyo, B. (2015). Prosedur Penyusunan dan Analisis Tes untuk Penilaian Hasil

(17)

Belajar Bidang Kognitif. (Anna, Ed.). Bandung: PT Refika Aditama.

Tefl, M. A. (2016). Field Dependence/Independence, Impulsivity/Reflectivity, Gender, and Cloze Test Performance of Iranian EFL Learners: A Study of Relations. European Scientific Journal, 12(8), 408–422. http://doi.

org/10.19044/esj.2016.v12n8p408

Tinajero, C., Maria, S., Araújo, M., Ferraces, M. J., & Páramo, M. F. (2012).

Cognitive Style and Learning Strategies as Factors which Affect Academic Achievement of Brazilian University Students.

Usodo, B. (2011). Profil Intuisi Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent. In Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNS (pp. 95–172).

UNS.

Winarso, W., & Dewi, W. Y. (2016). The Visualizer and Verbalizer Cognitive Style as Critical Thinking in Geometrical Problem Solving.

Winarso, W., Syekh, I., & Cirebon, N. (2017). Berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri. Jurnal Tadris Matematika, 10(November). http://doi.

org/10.20414/betajtm.v10i2.109

Witkin, H. ., Moore, C. A., Goodenough, D. R., & Cox, P. W. (1977). Field- Dependent and Field-Independent Cognitive Styles and Their Educational Implications. Review Of Educational Research, 47(1).

Wulandari, R. (2017). Analisis Gaya Kognitif Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika Di SDN Banyuajuh I Kamal Madura. Widyagogik, 4(Januari- Juli), 95–106.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa gaya belajar dan gaya kognitif mempengaruhi proses berpikir siswa dalam menyelesaikan soal perbandingan berdasarkan langkah

Selanjutnya dilakukan analisis data untuk mengetahui gambaran proses berpikir lateral siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya kognitif field

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, (1) siswa berkemampuan matematika tinggi dengan gaya kognitif reflektif ketika menyelesaikan soal cerita, subjek menentukan

Roisatun Nisa’ Profil Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Kognitif dan Kemampuan Siswa , Jurnal Apotema Vol.1, Januari 2016, hal..

Dari hasil paparan dalam pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor

Hasil penelitian menunjukan bahwa gaya belajar dan gaya kognitif mempengaruhi proses berpikir siswa dalam menyelesaikan soal perbandingan berdasarkan langkah

Tabel.1 Analisis statistik deskriptif kemampuan berpikir kritis berdasarkan gaya kognitif Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional,

Untuk melibatkan kemampuan berpikir reflektif siswa, maka peneliti membuat kegiatan memecahkan masalah matematika dengan setiap siswa memiliki kemampuan berbeda-beda dalam gaya kognitif