ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BERDASARKAN GAYA BELAJARNYA
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika oleh
Khurnia Manfaati 4101412148
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Jika tak mampu menahan letihnya belajar, kamu harus menahan perihnya kebodohan.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d: 11).
Persembahan
Skripsi ini dipersembahkan untuk
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Rochmani dan Ibu Siti Fatimah, serta adik-adikku Khafis Fahrurrozi dan Khadiqul Fahmi yang telah mendoakan, mendukung, dan memberikan semangat kepada saya.
2. Sahabat-sahabat dekat saya yang selalu menemani setiap langkah dengan semangat dan motivasi.
3. Teman-teman MJC, PMC, dan LPOM FMIPA Unnes.
4. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 yang telah berjuang bersama- sama selama kuliah.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan Gaya Belajarnya”. Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi masukkan dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang,
2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang,
3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang,
4. Dr. Dwijanto, M.S., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi, 5. Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini,
6. Ardhi Prabowo, S.Pd., M.Pd., Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini,
7. Bambang Eko Susilo, S.Pd., M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini,
8. Bapak dan Ibu dosen yang telah membagikan ilmu serta memberikan motivasi bagi penulis,
vii
9. Kunadi, S.Pd., M.Pd. Kepala sekolah SMP Negeri 1 Magelang yang telah memberikan ijin penelitian,
10. Srimarwijah, S.Pd. selaku pengampu matematika Kelas VIIE SMP Negeri 1 Magelang yang telah memberikan bimbingan dan kerjasama selama kegiatan penelitian, 11. Siswa-siswi kelas VIIA dan VIIE SMP Negeri 1 Magelang yang telah berpartisipasi
dalam penelitian ini,
12. Bapak, Ibu, Adik, dan seluruh keluarga penulis yang telah memberi semangat dan dukungan dalam doa,
13. Keluarga Wisma Astri 1, PPL SMP Negeri 1 Mungkid, MJC FMIPA, dan PMC FMIPA yang telah memberi perhatian dan semangat,
14. Semua teman seperjuangan Pendidikan Matematika 2012 yang telah memberi semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini,
15. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian dan skripsi ini sehingga terselesaikan dengan lancar.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini.
Semarang, 26 Januari 2017
Penulis
viii
ABSTRAK
Manfaati, K. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan Gaya Belajar. Skripsi, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama: Prof. Dr. Hardi Suyitno M.Pd. dan Pembimbing Pendamping: Ardhi Prabowo, S.Pd., M.Pd.
Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kritis, Gaya Belajar Visual, Gaya Belajar Auditorial, Gaya Belajar Kinestetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sequential exploratory Subjek penelitian ini adalah 9 siswa kelas VIIE SMP Negeri 1 Magelang. Pemilihan subjek penelitian ini dengan menggunakan angket penggolongan gaya belajar. Teknik pengumpulan data kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini dengan tes kemampuan berpikir kritis dan wawancara.
Analisis tingkat kemampuan berpikir kritis mengacu pada elemen bernalar informasi, konsep dan ide, penyimpulan, dan sudut pandang serta standar intelektual bernalar jelas, teliti, tepat, relevan, dalam, logis, dan luas menurut Paul Elder. Sedangkan analisis kemampuan berpikir kritis menggunakan indikator berpikir kritis Ennis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data sebagai berikut: tahap reduksi data, tahap penyajian data, tahap verifikasi dan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) siswa tipe gaya belajar visual ada yang berada pada TKBK 4 (sangat kritis) dan ada juga yang TKBK 3 (kritis), siswa dengan TKBK 3 mampu merumuskan masalah, mampu menentukan fakta-fakta yang ada, kurang mampu menarik kesimpulan, kurang mampu mendefinisikan dan kurang mampu memadukan indikator kemampuan berpikir kritis dalam membuat keputusan, (2) siswa tipe gaya belajar auditorial ada yang berada pada TKBK 3 (kritis) dan ada satu yang berada pada TKBK 2 (cukup kritis) siswa dengan TKBK 2 memiliki karakter tidak mampu menarik kesimpulan, tidak mampu mendefinisikan dan kurang mampu memadukan indikator kemampuan berpikir kritis dalam membuat keputusan, (3) siswa tipe gaya belajar kinestetik ada yang berada pada TKBK 3 (kritis) dan ada satu yang berada pada TKBK 1 (kurang kritis), siswa dengan TKBK 1 memiliki karakter tidak mampu menarik kesimpulan, tidak mampu mendefinisikan dan tidak mampu memadukan indikator kemampuan berpikir kritis dalam membuat keputusan, dan (4) Hasil pembelajaran siswa kelas VII E SMP N 1 Magelang terhadap kemampuan berpikir kritis siswa mencapai ketuntasan individual namun tidak mencapai ketuntasan klasikalnya.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Fokus Penelitian ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.6 Batasan Istilah ... 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Landasan Teori ... 9
2.1.1 Belajar ... 9
x
2.1.2 Teori Belajar yang Mendukung ... 11
2.1.3 Pembelajaran Matematika ... 13
2.1.4 Kemampuan Berpikir Kritis ... 14
2.1.5 Tingkat Berpikir Kritis ... 20
2.1.6 Gaya Belajar ... 23
2.2 Penelitian yang relevan ... 26
2.3 Kerangka Berpikir ... 27
3. METODE PENELITIAN ... 29
3.1 Metode Penelitian ... 29
3.2 Desain Penelitian ... 30
3.3 Latar Penelitian ... 30
3.4 Data dan Sumber Data ... 31
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.6 Instrumen Penelitian ... 35
3.7 Analisis Uji Coba Tes ... 37
3.8 Keabsahan Data ... 42
3.9 Teknik Analisis Data ... 43
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1 Hasil Penelitian ... 48
4.2 Pembahasan... 311
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 322
5. SIMPULAN DAN SARAN ... 324
5.1Simpulan ... 324
xi
5.2Saran ... 328 DAFTAR PUSTAKA ... 329 LAMPIRAN ... 333
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget ... 12
2.2 Komponen Elemen Bernalar ... 15
2.3 Dua Belas Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis (2011)... 19
2.4 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematika ... 20
2.5 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis (TKBK) Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan TKBK Kurniasih ... 22
3.1 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 39
3.2 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 41
3.3 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 42
4.1 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-3 Nomor 1 ... 52
4.2 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-3 Nomor 1 ... 55
4.3 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-3 Nomor 1 ... 57
4.4 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-3 Nomor 1 ... 58
4.5 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-3 Nomor 2 ... 62
4.6 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-3 Nomor 2 ... 65
4.7 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-3 Nomor 2 ... 66
4.8 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-3 Nomor 2 ... 67
4.9 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-3 nomor 3 ... 72
4.10 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-3 Nomor 3... 74
4.11 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-3 Nomor 3 ... 76
xiii
4.12 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-3 Nomor 3 ... 77
4.13 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-3 ... 80
4.14 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-3 ... 81
4.15 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-23 nomor 1 ... 83
4.16 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-23 Nomor 1 ... 86
4.17 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-23 Nomor 1 ... 87
4.18 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-23 nomor 1 ... 88
4.19 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-23 nomor 2... 93
4.20 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-23 Nomor 2 .... 95
4.21 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-23 Nomor 2 ... 96
4.22 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-23 Nomor 2 ... 97
4.23 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-23 nomor 3 ... 102
4.24 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-23 Nomor 3 .... 105
4.25 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-23 Nomor 3 ... 106
4.26 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-23 ... 109
4.27 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-23 ... 110
4.28 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-25 nomor 1 ... 112
4.29 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-25 Nomor 1 .... 114
4.30 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-25 Nomor 1 ... 115
4.31 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-25 Nomor 1 ... 116
4.32 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-25 nomor 2 ... 121
4.33 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-25 Nomor 2 ... 123
4.34 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-25 Nomor 2 ... 124
xiv
4.35 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-25 Nomor 2 ... 125
4.36 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-25 nomor 3 ... 130
4.37 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-25 Nomor 3 ... 132
4.38 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-25 Nomor 3 ... 134
4.39 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-25 Nomor 3 ... 135
4.40 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-25 ... 138
4.41 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-25 ... 139
4.42 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-2 nomor 1 ... 141
4.43 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-2 Nomor 1... 143
4.44 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-2 Nomor 1 ... 144
4.45 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-2 Nomor 1 ... 145
4.46 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-2 nomor 2 ... 150
4.47 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-2 Nomor 2 ... 151
4.48 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-2 Nomor 2 ... 152
4.49 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-2 Nomor 2 ... 152
4.50 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-2 nomor 3 ... 157
4.51 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-2 Nomor 3 ... 159
4.52 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-2 Nomor 3 ... 160
4.53 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-2 Nomor 3 ... 161
4.54 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-2 ... 165
4.55 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-2 ... 166
4.56 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-9 Nomor 1 ... 168
4.57 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-9 Nomor 1 ... 170
xv
4.58 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-9 Nomor 1 ... 171
4.59 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-9 Nomor 1 ... 172
4.60 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-9 nomor 2 ... 176
4.61 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-9 Nomor 2 ... 178
4.62 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-9 Nomor 2 ... 179
4.63 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-9 Nomor 2 ... 181
4.64 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-9 nomor 3 ... 185
4.65 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-9 Nomor 3 ... 187
4.66 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-9 Nomor 3 ... 189
4.67 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-9 Nomor 3 ... 190
4.68 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-9 ... 193
4.69 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-9 ... 194
4.70 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-29 nomor 1 ... 196
4.71 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-29 Nomor 1 .... 198
4.72 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-29 Nomor 1 ... 200
4.73 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-29 Nomor 1 ... 200
4.74 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-29 nomor 2 ... 204
4.75 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-29 Nomor 2 .... 206
4.76 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-29 Nomor 2 ... 208
4.77 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-29 Nomor 2 ... 209
4.78 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-29 nomor 3 ... 213
4.79 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-29 Nomor 3 .... 216
4.80 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-3 Nomor 3 ... 217
xvi
4.81 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-3 Nomor 3 ... 218
4.82 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-29 ... 222
4.83 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-29 ... 223
4.84 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-8 nomor 1 ... 225
4.85 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-3 Nomor 1 ... 227
4.86 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-8 Nomor 1 ... 228
4.87 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-8 Nomor 1 ... 228
4.88 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-8 nomor 2 ... 232
4.89 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-8 Nomor 2 ... 234
4.90 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-8 Nomor 2 ... 235
4.91 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-8 Nomor 2 ... 235
4.92 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-8 nomor 3 ... 239
4.93 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-8 Nomor 3 ... 242
4.94 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-8 Nomor 3 ... 243
4.95 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-8 Nomor 3 ... 245
4.96 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-8 ... 248
4.97 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-8 ... 249
4.98 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-30 nomor 1 ... 251
4.99 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-30 Nomor 1 .... 253
4.100 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-30 Nomor 1 ... 254
4.101 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-30 Nomor 1 ... 255
4.102 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-30 nomor 2 ... 259
4.103 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-30 Nomor 2 .. 259
xvii
4.104 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-30 Nomor 2 ... 262
4.105 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-30 Nomor 2 ... 264
4.106 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-30 nomor 3 ... 268
4.107 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-30 Nomor 3 .. 271
4.108 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-30 Nomor 3 ... 272
4.109 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-30 Nomor 3 ... 273
4.110 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-30 ... 277
4.111 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-30 ... 278
4.112 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-26 nomor 1 ... 280
4.113 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-26 Nomor 1 282
4.114 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-26 Nomor 1 ... 284
4.115 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-26 Nomor 1 ... 285
4.116 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-26 Nomor 2 ... 289
4.117 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-26 Nomor 2 .. 292
4.118 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-26 Nomor 2 ... 293
4.119 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Sudut Pandang E-26 Nomor 2 ... 294
4.120 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Informasi E-26 nomor 3 ... 299
4.121 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-26 Nomor 3 .. 294
4.122 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-26 Nomor 3 ... 303
4.123 Hasil Triangulasi Elemen Bernalar Penyimpulan E-26 Nomor 3 ... 304
4.124 Ringkasan Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis E-26 ... 307
4.125 Ringkasan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis E-26 ... 308
4.126 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 309
xviii
4.127 Hasil Pengisian Angket Penggolongan Gaya Belajar Siswa Kelas VIIE SMP N 1 Magelang ... 311 4.128 Data Akumulasi Gaya Belajar Kelas VII E SMP N 1 Magelang ... 311 4.129 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis untuk Tipe Gaya Belajar Visual
... 314 4.130 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis untuk Tipe Gaya Belajar
Auditorial ... 317 4.131 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis untuk Tipe Gaya Belajar
Kinestetik ... 320
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 28
3.1 Alur Pemilihan Subjek Penelitian ... 33
3.2 Tahap-tahap Penelitian ... 47
4.1 Hasil Tes Elemen Informasi E-3 dalam Nomor 1 ... 51
4.2 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-3 nomor 1 ... 53
4.3 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 (a) ... 56
4.4 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 (b) ... 56
4.5 Elemen Bernalar Penyimpulan E-3 Nomor 1 ... 56
4.6 Jawaban Elemen Bernalar Informasi Nomor 2 ... 61
4.7 Jawaban E-3 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep dan Ide... 62
4.8 Jawaban E-3 Nomor 2 yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan .... 65
4.9 Elemen Bernalar Informasi E-3 dalam Nomor 3... 70
4.10 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-3 pada Nomor 3... 72
4.11 Jawaban E-3 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 75
4.12 Hasil Tes Elemen Informasi E-23 dalam nomor 1 ... 82
4.13 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-23 nomor 1... 84
4.14 (a) dan (b) Jawaban elemen bernalar penyimpulan nomor 1 ... 86
4.15 Elemen Bernalar Penyimpulan nomor 1 ... 86
4.16 Jawaban Elemen Bernalar Informasi Nomor 2 ... 91
4.17 Jawaban E-23 nomor 2 berdasarkan elemen bernalar konsep dan ide ... 93 4.18 Jawaban E-23 Nomor 2 yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan 95
xx
4.19 Elemen bernalar informasi E-23 dalam nomor 3... 101
4.20 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-23 pada Nomor 3 ... 103
4.21 Jawaban E-23 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 105
4.22 Hasil Tes Elemen Informasi E-25 dalam nomor 1 ... 111
4.23 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-25 nomor 1 ... 113
4.24 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan E-25 Nomor 1 ... 115
4.25 Jawaban Elemen Bernalar Informasi E-25 Nomor 2 ... 119
4.26 Jawaban E-25 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep Dan Ide 121 4.27 Jawaban E-25 Nomor 2 Yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan 123 4.28 Elemen Bernalar Informasi E-25 dalam Nomor 3 ... 128
4.29 Jawaban Elemen Bernalar Konsep Dan Ide E-25 Pada Nomor 3 ... 130
4.30 Jawaban E-25 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 132
4.31 Hasil Tes Elemen Informasi E-2 dalam nomor 1 ... 140
4.32 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-2 nomor 1 ... 142
4.33 Jawaban Elemen Bernalar Informasi E-2 Nomor 2 ... 148
4.34 Jawaban E-2 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep dan Ide 150 4.35 Elemen Bernalar Informasi E-2 dalam Nomor 3 ... 155
4.36 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-2 pada Nomor 3 ... 157
4.37 Jawaban E-2 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 159
4.38 Hasil Tes Elemen Informasi E-9 dalam nomor 1 ... 166
4.39 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-9 nomor 1 ... 168
4.40 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 ... 170
4.41 Jawaban Elemen Bernalar Informasi E-9 Nomor 2 ... 175
xxi
4.42 Jawaban E-9 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep dan Ide 177 4.43 Jawaban E-9 Nomor 2 yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan 178
4.44 Elemen Bernalar Informasi E-9 dalam Nomor 3 ... 184
4.45 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-9 pada Nomor 3 ... 186
4.46 Jawaban E-9 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 188
4.47 Hasil Tes Elemen Informasi E-29 dalam Nomor 1 ... 195
4.48 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-29 nomor 1 ... 197
4.49 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 (a) ... 199
4.50 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 (b) ... 199
4.51 Elemen Bernalar Penyimpulan nomor 1 ... 199
4.52 Jawaban Elemen Bernalar Informasi Nomor 2 ... 203
4.53 Jawaban E-29 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep dan Ide 205
4.54 Jawaban E-29 Nomor 2 yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan 207 4.55 Elemen Bernalar Informasi E-29 dalam Nomor 3 ... 212
4.56 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-29 pada Nomor 3 ... 214
4.57 Jawaban E-29 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 216
4.58 Hasil Tes Elemen Informasi E-8 dalam nomor 1 ... 224
4.59 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-8 nomor 1 ... 225
4.60 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 ... 227
4.61 Jawaban Elemen Bernalar Informasi E-8 Nomor 2 ... 231
4.62 Jawaban Elemen Bernalar Konsep Dan Ide Nomor 2 E-8 ... 233
4.63 Elemen Bernalar Informasi E-8 dalam Nomor 3 ... 238
4.64 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-8 pada Nomor 3 ... 240
xxii
4.65 Jawaban E-8 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 242 4.66 Hasil Tes Elemen Informasi E-30 dalam nomor 1 ... 250 4.67 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-30 nomor 1 ... 251 4.68 Jawaban Elemen Bernalar Informasi E-30 Nomor 2 ... 258 4.69 Jawaban E-30 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep dan Ide 260 4.70 Jawaban E-30 Nomor 2 yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan 262 4.71 Elemen Bernalar Informasi E-30 dalam Nomor 3 ... 267 4.72 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-30 pada Nomor 3 ... 269 4.73 Jawaban E-30 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 271 4.74 Hasil Tes Elemen Informasi E-26 dalam nomor 1 ... 278 4.75 Jawaban Tes Tertulis Elemen Konsep dan Ide E-26 nomor 1 ... 280 4.76 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 (a) ... 283 4.77 Jawaban Elemen Bernalar Penyimpulan Nomor 1 (b) ... 283 4.78 Elemen Bernalar Penyimpulan E-26 Nomor 1 ... 283 4.79 Jawaban Elemen Bernalar Informasi Nomor 2 ... 288 4.80 Jawaban E-26 Nomor 2 Berdasarkan Elemen Bernalar Konsep dan Ide 290 4.81 Jawaban E-26 Nomor 2 yang Memenuhi Elemen Bernalar Penyimpulan 292 4.82 Elemen Bernalar Informasi E-26 dalam Nomor 3 ... 297 4.83 Jawaban Elemen Bernalar Konsep dan Ide E-26 pada Nomor 3 ... 299 4.84 Jawaban E-26 Nomor 3 Terhadap Elemen Bernalar Penyimpulan ... 302
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kisi-kisi Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 333 2. Tes Uji Coba Kemampuan Berpikir Kritis ... 334 3. Pedoman Penskoran Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 335 4. Analisis Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 340 5. Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 342 6. Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 343 7. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 344 8. Indikator Berpikir Kritis ... 347 9. Kisi-kisi Gaya Belajar ... 353 10. Angket Gaya Belajar ... 356 11. Hasil Penggolongan Gaya Belajar ... 361 12. Pedoman Wawancara ... 363 13. RPP Pertemuan 1 dan 2 ... 365 14. RPP Pertemuan 3 ... 382 15. RPP Pertemuan 4 ... 395 16. Hasil Tes dan Uji Ketuntasan Hasil tes Kelas VIIE ... 408 17. Surat Ketetapan Dosen Pendamping ... 411 18. Surat Keterangan Penelitian SMP Negeri 1 Magelang ... 412 19. Dokumentasi ... 413
1
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Matematika mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari kita.
Kebutuhan untuk memahami dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang diungkapkan oleh “National Council of Teachers of Mathematics bahwa mathematics for life, mathematics as a part of culture being heritage, mathematics for the workplace, and mathematics for the scientific and technical community” (NCTM, 2000: 4). Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai ilmu. Pentingnya matematika ini mengharuskan kita untuk mempelajarinya, sehingga matematika merupakan salah satu mata pelajaran pada pendidikan dasar maupun menengah.
Berdasarkan Permendikbud No. 64 Tahun 2013, melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan menunjukkan sikap logis, kritis, analitis, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.
Proses berpikir kritis secara aktif menunjukkan keinginan atau motivasi untuk menemukan jawaban dan mencapai pemahaman. Pemikir kritis mengevaluasi pemikiran yang tersirat dari apa yang didengar dan dibaca, dan meneliti proses berpikir diri sendiri saat menulis, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau mengembangkan sebuah proyek (Surya, 2013: 159).
2
Menurut Turner dalam Sullivan (2011: 7), sebuah proses berpikir kritis membimbing individu untuk secara efektif menyadari atau memahami, merumuskan dan memecahkan masalah. Selanjutnya kemampuan berpikir kritis ini dikategorikan sebagai pemilihan atau penyusunan rencana atau strategi untuk menggunakan matematika dalam pemecahan masalah.
Pithers dan Soden (Thompson, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis melibatkan kemampuan untuk mengejar pertanyaan seseorang melalui pencarian mandiri dan interogasi pengetahuan, dan mampu menyajikan bukti untuk mendukung pendapatnya. Freeley & Steinberg (Karamloo, 2014) menyatakan “critical thinking is the ability to analyze, criticize, and, advocate ideas; to reason inductively and deductively; and to reach factual or judgmental conclusions based on sound inferences drawn from unambiguous statements of knowledge or belief". Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritis, dan mendukung ide-ide; untuk alasan induktif dan deduktif; dan untuk mencapai kesimpulan faktual atau keputusan berdasarkan kesimpulan yang diambil dari laporan terpercaya.
Kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk mendukung matematika sekolah. Menurut Cabera (Fachrurazi, 2011) mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan.
Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan tujuan pendidikan semata, namun juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidaktentuan masa mendatang.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa diungkapkan pada penelitian
3
Fachrurazi (2011), bahwa pembelajaran matematika di sekolah selama ini belum banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Fakta di lapangan menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia khususnya SMP masih belum memuaskan. Lemahnya kemampuan berpikir kritis siswa ini dapat dilihat pada hasil tes PISA (Programme for International Student Asessment). Berdasarkan analisis hasil dari PISA 2009 menurut OECD (2009), ditemukan 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan dalam studi PISA. Setiawan (2014) menggolongkan 6 level soal- soal pada PISA tersebut berdasarkan level berpikir menurut Bloom menjadi 2, yaitu level 1 (satu) sampai 3 (tiga) tergolong Low Order Thinking dan level 4 (empat) sampai dengan level 6 (enam) tergolong Higher Order Thinking.
Dalam PISA, siswa di Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, padahal negara lain yang terlibat dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Ini berarti Indonesia masih tergolong Low Order Thinking.
Berdasarkan hasil observasi pada bulan Maret 2016 di SMP N 1 Magelang, rata-rata nilai PTS (Penilaian Tengah Semester) semester II tahun pelajaran 2015/2016 kelas VII mata pelajaran matematika adalah 71,59 dari KKM 81. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII di SMP N 1 Magelang masih rendah. Hedges dalam Kurniasih (2010: 23-24) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara pemecahan masalah dan berpikir kritis. Dalam setiap tahap pemecahan masalah
4
membutuhkan kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP N 1 Magelang masih rendah. Hal ini juga didukung dengan hasil pengamatan selama peneliti praktik mengajar di SMP N 1 Magelang pada bulan Februari dan Maret 2016, siswa mempunyai kebiasaan melihat cara penyelesaian pada contoh soal sejenis yang pernah dikerjakan. Ini menyebabkan siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri dengan baik dan melihat pekerjaan orang lain apabila mendapatkan soal yang tidak sederhana.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan akademis atau keberhasilan siswa di kelas adalah gaya belajar mereka (Ural et.al, 2015). Hasil penelitian Nurbaeti (2015) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang berarti gaya belajar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Gaya belajar merupakan salah satu hal yang penting dan menyangkut dengan cara siswa memahami pelajaran di sekolah khususnya pelajaran matematika. Gaya belajar setiap siswa berbeda-beda satu sama lain. Oleh karena itu, adanya gaya belajar setiap siswa yang berbeda ini maka sangat penting bagi seorang pengajar untuk menganalisis gaya belajar siswanya. Hal ini berkaitan dengan diperolehnya informasi-informasi yang dapat membantu guru untuk lebih peka dalam memahami perbedaan di dalam kelas dan dapat melaksanakan pembelajaran yang bermakna. Menurut Prashning (Sari, 2014) penyerapan informasi bergantung pada cara orang mengusahakannya. Dengan memberikan instruksi
5
kepada anak-anak melalui kekuatan gaya belajarnya, akan terlihat suatu perubahan sikap yang cepat dan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Mengenal gaya belajar yang berbeda penting dalam kemajuan pendidikan dan keberhasilannya (Karamloo, 2014). Grasha (Ural et.al, 2015) menyatakan bahwa gaya belajar adalah sifat-sifat pribadi yang mempengaruhi kemampuan siswa untuk menyerap informasi, hubungan mereka dengan teman dan guru dan keterlibatan mereka dalam pengalaman belajar mereka. Deporter dan Hernacki (2007: 112) menyatakan bahwa gaya belajar terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, serta gaya belajar kinestetik. Ketiga jenis gaya belajar dibedakan berdasarkan kecenderungan orang dalam memahami dan menangkap informasi yang lebih mudah menggunakan penglihatan, pendengaran, maupun tingkah mereka (praktik).
Dengan mengetahui gaya belajar setiap siswa, pengajar akan lebih mudah menentukan strategi, metode, dan pendekatan yang akan digunakan untuk membantu siswa belajar lebih optimal.
Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Pembelajaran Matematika berdasarkan Gaya Belajarnya”.
1.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menganalisis kemampuan berpikir kritis berdasarkan gaya belajarnya. Analisis ini dilaksanakan pada siswa kelas VIIE di SMP N 1 Magelang. Materi yang diajarkan adalah transformasi.
6
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar visual dalam pembelajaran matematika?
(2) Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar auditorial dalam pembelajaran matematika?
(3) Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar kinestetik dalam pembelajaran matematika?
(4) Bagaimana ketuntasan pembelajaran matematika siswa SMP terhadap kemampuan berpikir kritis?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar visual dalam pembelajaran matematika.
(2) Mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar auditorial dalam pembelajaran matematika.
(3) Mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa SMP berdasarkan gaya belajar kinestetik dalam pembelajaran matematika.
(4) Mengetahui ketuntasan pembelajaran matematika siswa SMP terhadap kemampuan berpikir kritis.
7
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah sebagai berikut.
(1) Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
(2) Dapat menjadi referensi pendekatan dalam pembelajaran di kelas dengan memperhatikan gaya belajar siswa.
1.5.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Dapat mengaplikasikan materi perkuliahan yang didapat.
(2) Memperoleh pelajaran dan pengalaman menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa.
(3) Menambah pengalaman mengajar di sekolah.
1.6 Batasan Istilah
1.6.1. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah proses mental yang melibatkan pengetahuan, keterampilan bernalar, dan karakter intelektual bernalar untuk menyelesaikan masalah. Pada penelitian ini, yang digunakan untuk menganalisis tingkat kemampuan berpikir kritis siswa adalah elemen bernalar dan standar intelektual bernalar menurut Paul dan Elder. Karena terbatasnya waktu penelitian maka karakter intelektual bernalar tidak dianalisis dalam penelitian ini. Adapun komponen elemen bernalar yang digunakan meliputi: (1) informasi, (2) konsep dan ide, (3) penyimpulan, dan (4) sudut pandang.
8
Sedangkan komponen standar intelektual bernalar yang digunakan meliputi: (1) kejelasan, (2) ketepatan, (3) ketelitian, (4) relevansi, (5) kedalaman, (6) keluasan, dan (7) logis. Pengelompokan kemampuan berpikir kritis siswa mengacu pada elemen bernalar dan standar intelektual Paul dan Elder yang kemudian disusun secara diskrit oleh Kurniasih yaitu: 0, 1, 2, 3, dan 4.
Analisis kemampuan berpikir kritis, peneliti menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis Ennis. Menurut Ennis (2011) terdapat indikator kemampuan berpikir kritis yang dirangkum dalam 5 tahapan yaitu (1) klarifikasi dasar (basic clarification), (2) memberikan alasan untuk suatu keputusan (the bases for the decision), (3) menyimpulkan (inference), (4) klarifikasi lebih lanjut (advanced clarification), dan (5) dugaan dan keterpaduan (supposition and integration). Karena indikator yang terdapat pada nomor (2) tidak memungkinkan untuk dianalisis pada penelitian ini maka tahapan yang digunakan yaitu tahapan pada nomor (1), (3), (4), dan (5).
1.6.2. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah suatu pendekatan atau suatu cara yang cenderung dipilih dan digunakan oleh seseorang untuk memperoleh, menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada proses belajar. Untuk menentukan gaya belajar siswa akan digunakan gaya belajar dari DePorter&
Hernacki (2007: 112) yang menyatakan bahwa seseorang dapat memiliki tiga jenis gaya belajar yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik, atau disingkat V-A-K.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Belajar
Belajar adalah hal yang tidak dapat lepas dari proses kehidupan manusia.
Sejak lahir manusia melakukan kegiatan belajar untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang.
Ada beberapa pendapat ahli tentang definisi belajar. Beberapa pendapat tersebut sebagai berikut.
(1) Suparno (2000: 5) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya- upaya yang dilakukan.
(2) Menurut Fontana dalam Suherman, dkk. (2003: 7), belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman.
(3) Menurut Slavin dalam Rifa’i dan Anni (2015: 64), belajar adalah perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
10
(4) Menurut Gagne dalam Rifa’i dan Anni (2015: 64), belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah perilaku yang relatif permanen untuk menjadi lebih baik dalam selang waktu tertentu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti pendapat Rifa’i dan Anni (2015: 64), konsep belajar mengandung tiga unsur utama berikut.
(1) Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.
(2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
(3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
Tiga unsur utama belajar yang dikemukakan oleh Rifa’i dan Anni tersebut dapat mewakili pendapat para ahli di atas. Perubahan perilaku ketika belajar di sekolah mengacu pada perubahan penguasaan materi anak yang diajarkan pendidik antara sebelum dan setelah pembelajaran, kemampuan mengingat anak pada bahan ajar, serta anak memiliki sikap dan nilai-nilai yang diajarkan pendidik. Adanya perubahan perilaku itu disebabkan karena adanya pengalaman dari anak itu sendiri. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman fisik, psikis, dan sosial anak. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat relatif permanen. Lamanya perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama sehari, dua hari, satu minggu, maupun bertahun-tahun.
11
2.1.2Teori Belajar yang Mendukung 2.1.2.1Teori Belajar Piaget
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan.
Interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran menjadi lebih logis (Trianto, 2007: 14). Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan diperkaya dengan macam- macam sudut pandang dan alternatif tindakan (tidak egosentris).
Piaget memandang belajar dari pengalaman sendiri juga penting.
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada perkembangan nyata. Pembelajaran di sekolah hendaknya dimulai dari pengalaman-pengalaman nyata dari pada pemberitahuan-pemberitahuan atau pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya harus persisi seperti yang diinginkan pendidik. Di samping akan membelenggu anak, dan tiadanya interaksi sosial, belajar verbal tidak menunjang perkembangan kognitif anak lebih bermakna.
Oleh karena itu, Piaget sependapat dengan prinsip pendidikan dari kongkrit ke abstrak dan dari khusus ke umum.
Dalam Hergenhahn dan Olson (2008: 318-320) terdapat 4 tahapan perkembangan seseorang dari bayi hingga dewasa menurut teori belajar Piaget.
Adapun ringkasan keempat tahapan tersebut seperti pada tabel 2.1 berikut.
12
Tabel 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap Perkiraan
Usia
Kemampuan-kemampuan Utama
Sensorimotor 0-2 tahun Tidak ada bahasa, objek eksis ketika dihadapi langsung, interaksi dengan lingkungan bersifat sensorimotor, anak bersikap egosentris, akhir tahap terbentuknya objek “kepermanenan objek”
atau objek tetap ada walaupun anak tidak melihat.
Praoperasion al
2-7 tahun Logika transduktif, kegagalan konservasi (kemampuan menyadari jumlah, panjang, substansi, dan luas tetap sama walaupun direpresentasikan dengan bentuk berbeda- beda). Konservasi muncul karena akumulasi pengalaman anak.
Operasi Kongkrit
7-11 tahun
Mengembangkan kemampuan konservasi (mempertahankan), menangani konsep angka, proses pemikiran (pemecahan masalah) dari kejadian riil yang diamati anak,
Operasi Formal
11 tahun sampai dewasa
Bisa menangani hipotesis, berpikir tidak pada masalah riil saja, pemikiran semakin logis.
Piaget mendapatkan tahapan-tahapan perkembangan tersebut dengan mengidentifikasi kemampuan mental anak setiap tahapannya. Namun terkadang anak menunjukkan kemampuan itu lebih awal terkadang juga lebih lambat. Walaupun dengan usia yang sama dimana suatu kemampuan muncul mungkin bervariasi dari anak satu dengan yang lainnya. Tetapi urutan perkembangan kemampuan tersebut tidak bervariasi karena perkembangan mental merupakan perluasan dari yang sudah ada sebelumnya.
Trianto (2007: 16) menyatakan bahwa implikasi penting dalam pembelajaran dari teori Piaget adalah sebagai berikut.
13
(1) Memusatkan pada proses berpikir. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.
(2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran (berinteraksi dengan lingkungannya).
(3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun kecepatannya berbeda.
Dengan demikian, keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Piaget adalah adanya proses berpikir. Adanya proses berpikir ini berarti ada proses bernalar. Bernalar adalah komponen utama dari berpikir kritis berdasarkan Paul dan Elder.
2.1.3 Pembelajaran Matematika
Menurut Ruseffendi (2006: 260) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Awalnya matematika terbentuk dari pengalaman manusia kemudian dianalisis dengan penalaran manusia sehingga disimpulkan berupa konsep-konsep matematika. Matematika menurut Kline dalam Suherman, dkk. (2003: 17) matematika adalah matematika bukanlah pengetahuan yang dapat sempurna dengan diri sendiri, namun adanya matematika membantu manusia memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,
14
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Kemampuan tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Menurut Suherman (2003: 68), pembelajaran matematika di sekolah tidak dapat terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak, maka terdapat beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika sebagai berikut.
(1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang.
(2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
(3) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
(4) Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi.
2.1.4Kemampuan Berpikir kritis
Menurut Surya (2013: 159) berpikir kritis adalah sebuah proses aktif dan cara berpikir secara teratur atau sistematis untuk memahami informasi secara mendalam, sehingga membentuk keyakinan kebenaran informasi yang disampaikan. Berpikir kritis adalah berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk (DePorter & Hernacki, 2007: 296).
Menurut Paul dan Elder (2002), berpikir kritis adalah cara berpikir tentang masalah apapun dimana pemikir dikatakan berkualitas baik apabila dapat berpikir lebih dari standar intelektualnya. Seseorang akan semakin kritis cara berpikirnya apabila semakin sering orang tersebut berpikir lebih dari batas intelektualnya. Terdapat 3 macam komponen berpikir kritis Paul dan Elder,
15
yaitu: (1) elemen bernalar, (2) standar intelektual bernalar, dan (3) karakter intelektual bernalar (Paul & Elder, 2007). Paul dan Elder mendefinisikan bahwa terdapat 8 elemen bernalar yang dijabarkan pada tabel 2.2 sebagai berikut.
Tabel 2.2 Komponen Elemen Bernalar No. Elemen
Bernalar
Komponen 1. Tujuan
(purpose)
Penalaran harus memiliki tujuan. Untuk memahami beberapa hal, seseorang harus dapat mendefinisikan tujuan dengan jelas seperti apakah tujuannya membujuk, menginformasikan, dan sebagainya.
2. Pertanyaan (question)
Penalaran adalah usaha menjawab pertanyaan yang menjadi masalah, dapat dilakukan dengan cara menggambarkan sesuatu, menetapkan pertanyaan dan menyelesaikan masalah. Hal yang penting dalam mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan adalah untuk memahami tujuan.
3. Asumsi (assumption)
Penalaran harus berdasarkan asumsi. Berpikir efektif mencoba mengidentifikasi asumsi dengan jelas dan menentukan apakah asumsi tersebut dapat dipertanggungjawabkan, serta bagaimana asumsi tersebut membentuk sudut pandang.
4. Sudut pandang
(point of view)
Penalaran dibuat dengan memperhatikan beragam sudut pandang sehingga mendapatkan beragam alternatif penyelesaian.
5. Informasi (information)
Penalaran berdasarkan informasi yaitu data dan fakta.
Berpikir mencoba mengidentifikasi informasi, meyakinkan bahwa informasi yang digunakan jelas, dan relevan dengan pertanyaan yang menjadi pokok masalah.
6. Konsep dan ide (concept and idea)
Penalaran dinyatakan dan dibentuk berdasarkan konsep dan ide yaitu definisi, teori, prinsip, aturan, dan model. Hal yang penting untuk mengidentifikasi konsep penting dan menjelaskan konsep tersebut dengan jelas.
7. Penyimpulan (inference)
Penalaran terdiri dari penarikan kesimpulan atau interpretasi yang menggambarkan kesimpulan dan memberikan pengertian dari data.
8 Implikasi (implication)
Penalaran akan memiliki implikasi dan konsekuensi. Suatu hal yang penting untuk menemukan implikasi dan konsekuensi dari suatu penalaran seseorang, mencari implikasi negatif dan positifnya, dan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin.
16
Selain elemen bernalar, salah satu komponen berpikir kritis Paul dan Elder adalah standar intelektual bernalar. Paul dan Elder (2007: 10-11) mendefinisikan bahwa terdapat 7 standar intelektual bernalar yang dijabarkan sebagai berikut.
1. Kejelasan (clarify). Dalam rangka merespon pernyataan yang membantu mengetahui kejelasan bernalar seseorang, yaitu apakah elemen bernalar tersebut jelas, apakah tujuannya jelas, apakah informasinya jelas, apakah pernyataan tersebut ambigu, apakah dapat diberikan contoh, dan dapatkah dibuat ilustrasinya.
2. Ketepatan (accuracy). Ketepatan yaitu elemen bernalar bebas dari kesalahan dan mengandung kebenaran. Pertanyaan yang dapat membantu mengetahui ketepatan bernalar seseorang, yaitu apakah elemen bernalar benar, bagaimana mengecek kebenaran elemen bernalarnya, dan bagaimana mengetahui bahwa elemen bernalar tersebut benar.
3. Ketelitian (precision). Ketelitian yaitu elemen bernalar menjelaskan sesuatu dengan tepat. Pertanyaan yang dapat membantu mengetahui ketelitian bernalar seseorang, yaitu apakah elemen bernalar tersebut memiliki ketelitian, dapatkah dijelaskan dengan rinci, dan dapatkah penalaran yang dibuat lebih spesifik.
4. Relevansi (relevance). Relevansi yaitu berhubungan dengan pokok masalah yang dihadapi. Pertanyaan yang dapat membantu mengetahui relevansi bernalar seseorang, yaitu apakah elemen bernalar tersebut relevan, bagaimana elemen bernalar tersebut berhubungan dengan pertanyaan, apakah elemen bernalar tersebut mengandung pokok-pokok masalah, dan bagaimana elemen bernalar tersebut membantu mengatasi pokok permasalahan.
5. Kedalaman (depth). Pertanyaan yang dapat membantu mengetahui kedalaman bernalar seseorang, yaitu apakah elemen bernalar cukup dalam atau sangat dangkal, bagaimana menjawab kekomplekan pertanyaan, apakah dapat dicari sejumlah masalah dari suatu pertanyaan, dan faktor-faktor apa yang membuat bernalar menjadi sukar.
6. Keluasan (breadth). Keluasan yaitu elemen bernalar mengandung beragam sudut pandang. Pertanyaan yang dapat membantu mengetahui keluasan bernalar seseorang, yaitu apakah perlu dicari/diduga sudut pandang yang lain, apakah terdapat cara lain untuk melihat pertanyaan, apakah bernalar ini seperti
17
terlihat sebagai sudut pandang yang lain, dan apakah elemen berpikir ini cukup luas ataukah perlu dicari data yang lebih luas.
7. Logis (logic). Kombinasi berpikir mendukung satu sama lain dan membuat pengertian dalam kombinasi, maka berpikir menjadi logis. Ketika kombinasi tidak mendukung satu sama lain, terdapat kontradiksi dalam beberapa pengertian, atau tidak dapat membuat suatu pengertian maka kombinasi berpikir tersebut tidak logis. Pertanyaan yang dapat membantu mengetahui kelogisan bernalar seseorang yaitu apakah elemen bernalar tersebut membuat suatu pengertian, apakah ada dampak dari apa yang dikumpulkan, dan bagaimana dampaknya.
Karakter intelektual bernalar dalam Paul dan Elder (2007: 15) meliputi intelectual humility (kerendahan hati intelektual), confidence in reason (keyakinan pada alasan), intelectual perseverance (ketekunan intelektual), fair- mindedness (berpikir adil), intelectual courage (keberanian intelektual), intelectual empathy (empati intelektual), intelectual autonomy (kemandirian intelektual), dan intelectual untegrity (integritas intelektual).
Ennis (2011) memberikan definisi berpikir kritis yang terdiri atas 12 komponen yang meliputi: (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis argumen, (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan, (4) menilai kredibilitas sumber informasi, (5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat deduksi dan menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8) mengevaluasi, (9) mendefinisikan dan menilai definisi, (10) mengidentifikasi asumsi, (11) memutuskan dan melaksanakan, (12) berinteraksi dengan orang lain. Kemudian dari 12 komponen definisi kemampuan berpikir kritis ini, Ennis merangkumnya dalam 5 tahapan yaitu sebagai berikut.
18
(1) Klarifikasi dasar (basic clarification)
Tahapan ini terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) merumuskan pertanyaan, (2) menganalisis argumen, dan (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan.
(2) Memberikan alasan untuk suatu keputusan (the bases for the decision) Tahapan ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) menilai kredibilitas sumber informasi dan (2) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi.
(3) Menyimpulkan (inference)
Tahapan ini terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) membuat deduksi dan menilai deduksi, (2) membuat induksi dan menilai induksi, dan (3) mengevaluasi.
(4) Klarifikasi lebih lanjut (advanced clarification)
Tahapan ini terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) mendefinisikan dan menilai definisi dan (2) mengidentifikasi asumsi.
(5) Dugaan dan keterpaduan (supposition and integration)
Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) menduga dan (2) memadukan.
19
Tabel 2.3 Dua Belas Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis (2011)
No Indikator Sub Indikator
1. Merumuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskan masalah, mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban, menjaga kondisi berpikir.
2. Menganalisis argumen
Mengidentifikasi kesimpulan, mengidentifikasi kalimat- kalimat pertanyaan, mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan pertanyaan, mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan, melihat struktur dari suatu argumen, membuat ringkasan.
3. Menanyakan dan menjawab
pertanyaan
Menanyakan pertanyaan, menjawab pertanyaan, menentukan fakta yang ada.
4. Menilai kredibilitas sumber informasi
Mempertimbangkan keahlian, mempertimbangkan kemenarikan konflik, mempertimbangkan kesesuaian sumber, mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat, mempertimbangkan risiko untuk reputasi, kemampuan memberikan alasan.
5. Melakukan
observasi dan menilai laporan hasil observasi
Melibatkan sedikit dugaan, menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan, melaporkan hasil observasi, merekam hasil observasi, menggunakan bukti- bukti yang benar, menggunakan akses yang baik, menggunakan teknologi, mempertanggungjawabkan hasil observasi.
6. Membuat deduksi dan menilai deduksi
Siklus logika Euler, mengkondisikan logika, menyatakan tafsiran.
7. Membuat induksi dan menilai induksi
Mengemukakan hal yang umum, mengemukakan kesimpulan dan hipotesis, mengemukakan hipotesis, merancang eksperimen, menarik kesimpulan sesuai fakta, menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki.
8. Mengevaluasi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta, membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat, membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta, membuat dan menentukan hasil pertimbangan.
9. Mendefinisikan
dan menilai definisi
Membuat bentuk definisi, strategi membuat definisi, bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut, mengidentifikasikan dan menangani ketidakbenaran yang disengaja, membuat isi definisi
10. Mengidentifikasi asumsi
Penjelasan bukan pertanyaan, mengkonstruksi argumen 11. Menduga Mempertimbangkan alasan dan asumsi lain
12. Memadukan Memadukan indikator kemampuan berpikir kritis dalam membuat keputusan
20
Ketika siswa berpikir kritis dalam matematika, siswa akan membuat keputusan yang beralasan atau mempertimbangkan atas langkah apa yang siswa ambil. Dengan kata lain, siswa mempertimbangkan kriteria terhadap keputusan yang bijaksana dan tidak menebak dengan mudah atau menerapkan rumus tanpa mengetahui kesesuaiannya.
Pada penelitian ini, indikator yang digunakan dalam menganalisis kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut.
Tabel 2.4 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematika
No. Indikator Sub Indikator
1. Merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan masalah
2. Menanyakan dan
menjawab pertanyaan
Menentukan fakta yang ada 3. Melakukan induksi Menarik kesimpulan sesuai fakta
4. Mendefinisikan Bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut
5. Memadukan Memadukan indikator kemampuan berpikir kritis dalam membuat keputusan
2.1.5Tingkat Berpikir Kritis
Tingkat berpikir kritis yang dipakai dalam penelitian ini adalah tingkat berpikir kritis menurut Kurniasih yang mengacu dari berpikir kritis menurut Paul dan Elder yang kemudian disusun secara diskrit oleh Kurniasih (2010: 63) yaitu: 0, 1, 2, 3, dan 4. Tingkat kemampuan berpikir kritis (TKBK) dalam menyelesaikan masalah matematika merupakan derajat kualitas bernalar yang hierarkhi dengan dasar pengkategorian berupa elemen bernalar dan standar intelektual bernalar yang dikemukakan Paul dan Elder. Kemampuan di sini diartikan sebagai keterampilan siswa terhadap elemen bernalar (informasi, konsep dan ide, penyimpulan, dan sudut pandang) dalam menyelesaikan masalah matematika yang ditunjukkan dengan standar intelektual bernalar
21
(jelas, tepat, teliti, relevan, logis, dalam, dan luas). Menurut Paul dan Elder dalam Kurniasih (2010: 64), masing-masing elemen bernalar tersebut memiliki standar intelektual bernalar yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikatakan sebagai pemikir kritis.
Kurniasih (2010) mengatakan bahwa jika sesuai dengan tingkatan berpikir kritis Paul dan Elder, maka perkembangan berpikir seseorang merupakan suatu proses yang bertahap dan menempatkan seseorang pada tingkatan tertentu serta membutuhkan waktu yang lama. Maka dari itu, untuk menganalisis tingkat kemampuan berpikir kritis matematika siswa menggunakan model berpikir kritis Paul dan Elder, yaitu elemen bernalar dan standar intelektual bernalar.
Karakter intelektual bernalar tidak digunakan dalam penelitian ini karena menurut Reed dalam Kurniasih (2010) diperlukan waktu lebih dari satu semester dan pembelajaran difokuskan pada karakter intelektual bernalar siswa untuk dapat mengetahui perubahan sikap dan kepercayaan siswa yang menunjukkan karakter intelektual bernalar yang terjadi sangat lambat. Adapun karakteristik masing-masing TKBK menurut Kurniasih (2010: 66) dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut.
22
Tabel 2.5 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis (TKBK) Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan TKBK Kurniasih TKBK Karakteristik TKBK
TKBK 4 (sangat kritis)
Pada tingkat ini, siswa mampu menyelesaikan masalah; siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah berdasarkan informasi berupa data dan fakta yang jelas, tepat, teliti, dan relevan; berdasarkan pada konsep dan ide berupa pengertian, konsep, rumus, prinsip, dan prosedur yang jelas, tepat, relevan, dan dalam; dalam menyimpulkan jelas dan logis;
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah berdasarkan sudut pandang yang jelas dan luas (beragam alternatif penyelesaian).
TKBK 3 (kritis)
Pada tingkat ini, siswa mampu menyelesaikan masalah; Siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah berdasarkan informasi berupa data dan fakta yang jelas, tepat, teliti, dan relevan; berdasarkan pada konsep dan ide berupa pengertian, konsep, rumus, prinsip, dan prosedur yang jelas, tepat, relevan, dan tidak dalam; dalam menyimpulkan jelas dan logis; mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah berdasarkan sudut pandang yang jelas tetapi terbatas (penyelesaian tunggal).
TKBK 2 (cukup kritis)
Pada tingkat ini, siswa belum mampu menyelesaikan masalah;
siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah berdasarkan informasi berupa data dan fakta yang jelas, tepat, teliti, dan relevan; berdasarkan pada konsep dan ide berupa pengertian, konsep, rumus, prinsip, dan prosedur yang jelas, tepat, relevan, dan tidak dalam; dalam menyimpulkan tidak jelas dan tidak logis; mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah berdasarkan sudut pandang yang tidak jelas tetapi terbatas (penyelesaian tunggal).
TKBK 1 (kurang kritis)
Pada tingkat ini, siswa belum mampu menyelesaikan masalah;
siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah berdasarkan informasi berupa data dan fakta yang jelas, tepat, teliti, dan relevan; berdasarkan pada konsep dan ide berupa pengertian, konsep, rumus, prinsip, dan prosedur yang jelas, tidak tepat, tidak relevan, dan tidak dalam; dalam menyimpulkan tidak jelas dan tidak logis; mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah berdasarkan sudut pandang yang tidak jelas dan terbatas (penyelesaian tunggal).
TKBK 0 (tidak kritis)
Pada tingkat ini, siswa belum mampu menyelesaikan masalah;
siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah berdasarkan informasi berupa data dan fakta yang tidak jelas, tidak tepat, tidak teliti, dan tidak relevan; berdasarkan pada konsep dan ide berupa pengertian, konsep, rumus, prinsip, dan prosedur yang tidak jelas, tidak tepat, tidak relevan, dan tidak dalam; dalam menyimpulkan tidak jelas dan tidak logis;
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah berdasarkan sudut pandang yang tidak jelas dan terbatas (penyelesaian tunggal).
23
Sehingga dalam penelitian ini, dalam menganalisis tingkat kemampuan berpikir kritis siswa peneliti menggunakan acuan penelitian yang terdapat pada tabel 2.5 yang menggunakan 5 TKBK, yaitu TKBK 0 (tidak kritis), TKBK 1 (kurang kritis), TKBK 2 (cukup kritis), TKBK 3 (kritis), dan TKBK 4 (sangat kritis).
2.1.6 Gaya Belajar
Kemampuan setiap orang menyerap pelajaran berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Salah satu hal yang mempengaruhi adalah cara mereka dalam memahami dan menangkap informasi yang berbeda-beda. Ada yang nyaman belajar dengan suasana sepi dan ada yang nyaman belajar dengan mendengarkan musik. Rasa nyaman dalam belajar ini disebut dengan gaya belajar.
Ada beberapa pendapat tentang definisi gaya belajar. Beberapa pendapat tersebut sebagai berikut.
(1) Brown dalam Gilakjani (2012: 105), gaya belajar adalah dimana keadaan seseorang mengerti dan memproses informasi dalam pembelajaran.
(2) Kemp dalam Halim (2012: 149) menyatakan bahwa gaya belajar adalah cara mengenali berbagai metode belajar yang disukai yang mungkin lebih efektif bagi siswa tersebut.
(3) DePorter dan Hernacki (2007: 110) gaya belajar adalah cara seseorang mempelajari informasi baru.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara seseorang untuk mendapatkan informasi dengan mudah
24
dan nyaman. Menurut DePorter dan Hernacki (2007) seseorang dapat mempunyai tiga jenis gaya belajar yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik yang biasa disebut dengan gaya belajar tipe V-A-K. Gaya belajar V-A-K adalah gaya belajar yang sering digunakan dalam dunia pendidikan khususnya sekolah menengah. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya belajar siswa secara nyata dan lebih mudah dalam mengobservasi subyek penelitian.
Gaya belajar yang berbeda akan menunjukkan karakteristik yang berbeda.
Secara umum, ciri-ciri yang cenderung ditunjukkan oleh seseorang dengan gaya belajar tertentu menurut DePorter dan Hernacki adalah sebagai berikut.
2.1.6.1 Gaya Belajar Visual
Seseorang dengan gaya belajar visual merasa nyaman ketika melihat gambar dan teks dalam proses belajarnya. Anak yang memiliki gaya belajar visual cenderung mempunyai kecerdasan visual yang bagus. Ciri-ciri siswa dengan gaya belajar visual menurut DePorter dan Hernacki (2007: 116-118) adalah sebagai berikut:
(1) rapi dan teratur,
(2) berbicara dengan cepat,
(3) mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar, (4) biasanya tidak terganggu oleh keributan,
(5) mempunyai masalah mengingat instruksi verbal kecuali ditulis,
(6) pembaca cepat dan tekun,
(7) lebih suka membaca daripada dibacakan,
(8) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, (9) lebih suka berdemonstrasi daripada berpidato,
(10)lebih suka seni daripada musik,
(11)tidak pandai memilih kata-kata ketika berbicara, (12)teliti terhadap detail,
(13)mementingkan penampilan,
25
(14)pengejaan yang baik,
(15)sering mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata,
(16)kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.
2.1.6.2 Gaya Belajar Auditorial
Seseorang dengan gaya belajar auditorial akan merasa nyaman ketika belajar dengan cara mendengarkan penjelasan dari orang lain. Orang-orang dengan gaya belajar auditorial memiliki kecerdasan auditorial yang bagus.
DePorter dan Hernacki (2007: 118) menyatakan bahwa seseorang dengan gaya belajar auditorial mempunyai karakteristik seperti berikut:
(1) berbicara pada diri sendiri ketika bekerja, (2) mudah terganggu oleh keributan,
(3) menggerakkan bibir ketika membaca, (4) senang membaca keras dan mendengarkan, (5) dapat meniru nada dan birama,
(6) baik dalam bercerita dan menjelaskan, namun kesulitan dalam menulis
(7) irama bicaranya berpola, (8) lebih suka musik daripada seni,
(9) bermasalah dengan kegiatan yang berkaitan dengan visualisasi,
(10)tidak suka membaca, suka berbicara, berdiskusi dan dapat menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar, dan
(11)pemicara yang fasih.
2.1.6.3 Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dimana seseorang merasa paling baik belajar dengan banyak bergerak atau praktik. Biasanya mereka banyak menggerakkan anggota tubuh ketik berpikir maupun berbicara.
Menurut DePorter dan Hernacki (2007: 118-120), seseorang dengan gaya belajar kinestetik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) berbicara dengan perlahan,
26
(2) menanggapi perhatian fisik,
(3) berdiri dekat dengan lawan bicaranya, (4) banyak menggunakan isyarat tubuh, (5) belajar dengan memanipulasi dan praktik, (6) menghafal dengan cara berjalan dan melihat,
(7) menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca, (8) tidak dapat duduk diam dalam jangka waktu yang lama, (9) tidak dapat mengingat geografi kecuali pernah berada di
tempat tersebut,
(10)menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, (11)tulisannya jelek,
(12)suka menyibukkan diri.
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2010) tentang “Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika”. Penelitian ini menghasilkan karakteristik penjenjangan tingkat kemampuan berpikir kritis dan analisis tahap berpikir kritis dengan subjek penelitiannya adalah mahasiswa prodi Pendidikan Matematika FMIPA Unnes dengan menggunakan materi konsep dan teorema turunan fungsi. Dalam penelitian ini tingkat kemampuan berpikir kritis mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FMIPA Unnes dalam menyelesaikan masalah matematika hanya sampai TKBK 3 (kritis) dan tidak sampai TKBK 4 (sangat kritis).
Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa adalah gaya belajar.
Dengan gaya belajar yang tepat, siswa akan lebih cepat menerima informasi dan mengolahnya. Seperti yang dinyatakan oleh Nurbaeti (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Gaya Belajar dengan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kemampuan Kognitif Siswa pada Mata Pelajaran Kimia di Kelas X SMKN 1 Bungku Tengah”, menunjukkan bahwa ada hubungan positif
27
antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis. Ini berarti gaya belajar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu Susilo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesulitan Belajar Mahasiswa pada Materi Limit Fungsi Mata Kuliah Kalkulus dalam Perspektif Gaya Belajar dan Gaya Berpikir”, terdapat hubungan positif antara gaya belajar dengan hasil prestasi dari siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Setiap anak memiliki cara untuk menyerap informasi yang didapat selama pembelajaran di kelas. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendukung dalam kelancaran pembelajaran. Karena apabila pengajar mengetahui gaya belajar setiap siswanya, pengajar dapat menyesuaikan peserta didik supaya mereka dapat menangkap informasi dengan baik selama pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil penelitian PISA 2009, matematika di Indonesia masih rendah. Analisa awal, hal ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia. Kebiasaan siswa yang melihat contoh soal sejenis yang sudah dikerjakan menyebabkan mereka kurang dapat menyelesaikan masalah sendiri. Sehingga siswa sering melihat pekerjaan temannya saat mengerjakan soal yang lebih sulit. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis ini diperlukan pemahaman pengajar pada gaya belajar siswa, supaya pembelajaran/penyerapan informasi siswa lebih optimal. Kerangka berpikir penelitian ini mengikuti skema sebagai berikut.