Kedua, bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Agama Ponorogo tentang izin poligami menurut penggugat sangat tepat. Jika seorang laki-laki beristri lebih dari satu, ia wajib mengajukan poligami ke Pengadilan Agama setempat.”9. Dalam ketentuan Pasal 4 ayat 2, “pengadilan agama hanya memberikan izin kepada laki-laki yang beristri lebih dari satu”.
Apabila syarat pokok yang disebutkan dalam ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka laki-laki tersebut dilarang menikahi lebih dari seorang.10 Selanjutnya dalam Pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa “laki-laki yang ingin menikah lebih dari seorang. harus mendapat izin dari Pengadilan Agama”.11. Kemudian dalam Pasal 57 disebutkan, Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada laki-laki yang akan beristeri lebih dari seorang, yang dibacakan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. Menurut data yang ada. di Pengadilan Agama Ponorogo tahun 2012 ada 6 kes izin poligami, tahun 2013 ada 4.
Berdasarkan data yang ada, dari 6 kasus yang ada di Pengadilan Agama Ponorogo setengah dari 6 kasus yaitu 3 kasus, sedangkan tahun 2013 ada 4 kasus poligami yang diajukan ke Pengadilan Agama Ponorogo dan tahun 2014 ada 5 kasus poligami yang dikabulkan. izin. Dalam membahas masalah yang penulis teliti yaitu masalah permohonan izin poligami yang dikabulkan atau diputus oleh Pengadilan Agama Ponorogo, penulis melakukan pendekatan hukum normatif dengan maksud untuk memecahkan masalah yang ada. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, banyak kasus izin poligami warga Ponorogo yang mendapat izin dari Pengadilan Agama Ponorogo pada tahun 2012-2014, dan penulis tertarik untuk mendalami permasalahan ini lebih jauh.
Oleh karena itu, penulis mengambil tema “ANALISIS KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA PONOROGO TERHADAP PERMOHONAN IZIN POLIGAMING SATU TAHUN.
PENEGASAN ISTILAH
PEMBATASAN MASALAH
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui dan menjelaskan pertimbangan putusan hakim Pengadilan Agama Ponorogo menerima permohonan izin poligami tahun 2012-2014. Untuk mengetahui dan memperjelas pandangan pemohon izin poligami terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Ponorogo tahun 2012-2014.
KEGUNAAN PENELITIAN
TELAAH PUSTAKA
Ketiga, tesis berjudul “Perspektif Poligami Siti Musdah Mulia”, oleh Okti Sri Suhartatik tahun 2007 STAIN Ponorogo. Disertasi ini difokuskan pada pandangan Siti Musdah Mulia sebagai sosok feminis terhadap perempuan, khususnya poligami, yang diperbincangkan di negeri ini. Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan penulis selama ini, belum ada artikel ilmiah atau tesis yang membahas tentang judul tesis yang diangkat oleh penulis.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Pembahasan yang sistematis merupakan suatu susunan yang harus memudahkan mengarahkan penulisan sehingga tidak mengarah pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Bab pertama merupakan pendahuluan dari makalah ini, yang meliputi antara lain: latar belakang masalah, pengertian istilah, definisi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistem pembahasan. Bab kedua merupakan gambaran umum landasan teori terkait konsep poligami menurut hukum Islam, UU No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Penyusunan Hukum Islam, Syarat dan Ketentuan Poligami, Dasar Hukum Poligami dan Tata Cara Poligami. Bab ketiga memaparkan data dari penelitian tentang pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Ponorogo, yang meliputi pertimbangan putusan hakim di Pengadilan Agama Ponorogo tentang pemberian izin poligami dan pandangan pelaku poligami di pengadilan. keputusan tahun 2012-2014. Bab keempat merupakan analisis izin poligami di Pengadilan Agama Ponorogo, yang meliputi analisis pertimbangan.
Penyusunan skripsi ini terdiri dari kesimpulan dengan pemaparan berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan, serta saran sebagai bahan pemikiran dari penulis yang semoga bermanfaat bagi pembaca.
Pengertian Poligami
Istilah poligami sering digunakan untuk menyebut poligami hanya karena praktik ini lebih sering dilakukan daripada poligami. Selanjutnya dalam pembahasan ini penulis menggunakan istilah poligami untuk menyebut seorang laki-laki yang beristri lebih dari satu. Pengertian poligami telah mengalami pergeseran dan penyempitan makna, kemudian sering digunakan untuk menyebut suatu lembaga perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa istri.
Hal ini juga karena praktik perkawinan yang masih dan banyak dilakukan oleh masyarakat saat ini adalah perkawinan monogami dan poligami. Padahal, dalam Islam perempuan tidak diperbolehkan memiliki suami lebih dari satu dengan alasan apapun. Istilah ini juga digunakan dalam hukum perkawinan di Indonesia untuk menyebut perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa istri.
Dasar Hukum Poligami
Karena kita tidak akan menemukan jalan untuk menyelesaikan masalah ini kecuali kita harus kembali ke syariat Islam dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Dasar hukum poligami menurut hukum Islam terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 3 yang berbunyi. Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) wanita yatim (jika kamu menikahinya), maka nikahilah wanita (lain) yang kamu suka: dua, tiga atau empat.
Arti surat An-Nisa ayat 3 di atas, Allah menghadapkan perintah-Nya kepada para wali anak yatim bahwa jika seorang gadis yatim berada di bawah asuhan dan kekuasaan salah satu dari kalian dan kalian takut tidak memberinya mahar, yaitu sebagai sebesar wanita – gadis lain. Jika dia takut melakukan kemaksiatan jika dia beristri lebih dari satu, maka dia wajib beristri satu saja atau mengambil budak di bawah tangannya. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa dalam Islam poligami diperbolehkan tetapi dibatasi hanya empat orang.
Poligami diperbolehkan dengan syarat bahwa laki-laki harus benar-benar dapat memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan adil sehingga dapat tercipta kehidupan rumah tangga yang tenteram, aman dan tenteram. Poligami diperbolehkan, namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang ingin beristri lebih dari satu, yaitu memperlakukan istri-istrinya dengan adil. Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (kamu), sekalipun kamu sangat menginginkannya.
Setiap wanita pada dasarnya menginginkan pernikahan yang monogami, namun pada kenyataannya sering muncul kendala yang tidak terduga yang menyebabkan suami melakukan poligami. Adanya cacat fisik atau kekurangan pada kepribadian istri sehingga tidak menyenangkan dan menentramkan perasaan suami. Memenuhi kebutuhan suami yang mendesak, seperti sering bepergian jauh dan kesulitan menemani istri karena sibuk mengurus anak atau karena alasan lain.
Ini bisa karena wanita itu sudah tua, atau karena dia mengasuh anak yatim, atau alasan lain. Tidak lebih dari empat orang, Allah SWT berfirman: "Maka nikahilah wanita yang kamu sukai: dua, tiga atau empat." (an-Nisa': 3). Jujur dengan wanita itu wajib. Allah SWT berfirman, “Maka jika kamu takut tidak akan bisa berlaku adil, nikahilah satu saja.” (an-Nisa': 3).
Poligami Menurut Perundang-undangan di Indonesia 1. Prosedur Poligami
Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI )
Masalah poligami dalam ISHT terdapat pada bahagian bab XI dengan tajuk “perkahwinan lebih dari seorang” yang diungkapkan dalam pasal 55 hingga. Syarat utama untuk mempunyai lebih daripada seorang isteri ialah lelaki itu dapat melayan isteri dan anak-anaknya dengan adil. Apabila syarat utama yang disebutkan dalam ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka lelaki itu dilarang mengahwini seseorang.
Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa persetujuan agama pengadilan tidak memiliki kekuatan hukum. Pada hakekatnya hukum perkawinan dan KHI menganut prinsip monogami, namun sebenarnya kemungkinan yang ditawarkan poligami juga terbuka lebar.
Hal ini dikatakan karena kontribusi UU Perkawinan dan KHI hanya terbatas pada prosedur prosedural permohonan poligami.40 Dalam Pasal 57 dijelaskan bahwa pengadilan agama hanya memberikan izin kepada laki-laki yang ingin beristri lebih dari satu. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan itu dikukuhkan dengan persetujuan lisan isteri dalam sidang Pengadilan Agama. Secara khusus disebutkan bahwa jika terjadi pelanggaran baik dari pihak yang mencatatkan perkawinan maupun dari pihak yang berpoligami, dapat dipidana dengan sanksi pidana, kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 7.500,42.
Supaya bagi wanita yang tidak mahu memberi kebenaran kepada suaminya untuk berpoligami,43 kebenaran itu boleh diambil alih oleh Mahkamah Agama.Teks penuh Perkara 59 adalah seperti berikut. Dalam hal pihak perempuan tidak mau memberi izin, dan permohonan izin kawin lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat mengabulkan penetapannya. persetujuan selepas meneliti dan mendengar wanita berkenaan.