• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESYARIAHAN PEMBIAYAAN USAHA MIKRO PADA PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK MUAMALAT INDONESIA (Studi Kasus di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS KESYARIAHAN PEMBIAYAAN USAHA MIKRO PADA PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK MUAMALAT INDONESIA (Studi Kasus di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESYARIAHAN PEMBIAYAAN USAHA MIKRO PADA PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK MUAMALAT INDONESIA (Studi Kasus di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota

Madiun)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Metha Indriyani 125020502111001

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2016

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS KESYARIAHAN PEMBIAYAAN USAHA MIKRO PADA PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK MUAMALAT INDONESIA (Studi Kasus di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota

Madiun)

Yang disusun oleh :

Nama : Metha Indriyani

NIM : 125020502111001

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 12 Januari 2017

Malang, 24 Januari 2017 Dosen Pembimbing,

Marlina Ekawaty, SE., M.Si., Ph.D

(3)

NIP. 19650311 198903 2 001

Analisis Kesyariahan Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah dan Bank Muamalat Indonesia (Studi Kasus di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan

Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun)

Metha Indriyani

Marlina Ekawaty, SE., M.Si., Ph.D

Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Email: [email protected]

ABSTRAK

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.

Melihat perkembangan perekonomian masyarakat sekarang yang begitu pesat, minat masyarakat yang memanfaatkan jasa lembaga keuangan syariah cukup besar. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa salah satu produk dari lembaga keuangan syariah (LKS) yaitu pembiayaan usaha mikro hanya menggunakan label syariah saja. LKS yang memberi pembiayaan usaha mikro diantaranya adalah Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) Kota Madiun. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat akad, mekanisme dan berbagai ketentuan yang digunakan dalam produk tersebut dengan ketentuan syariah. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan Pegadaian Syariah Kota Madiun menerapkan mekanisme akad ijarah. Berdasarkan hasil temuan lapang, dapat disimpulkan bahwa terkait dengan akad, mekanisme, objek jaminan, ujrah, dan denda belum sesuai dengan ketentuan syariah karena objek sewa berupa uang tunai bukan sewa barang/jasa serta penentuan ujrah dan denda dalam bentuk persentase seharusnya dalam bentuk nominal untuk menghindari praktik riba. Untuk rukun dan syarat serta penyelesaian masalah sudah sesuai dengan ketentuan syariah. Pada BMI Kota Madiun menerapkan mekanisme akad murabahah bil wakalah. berdasarkan temuan lapang, dapat disimpulkan bahwa akad, rukun dan syarat, mekanisme, denda dan penyelesaian masalah sudah sesuai dengan ketentuan syariah. Tetapi untuk objek jaminan dan margin belum sesuai dengan ketentuan syariah karena objek jaminan diputuskan secara sepihak yaitu pihak BMI dan penentuan margin belum jelas dan dalam bentuk persentase, seharusnya dalam bentuk nominal untuk menghindari praktik riba.

Kata kunci: Kesyariahan, Pembiayaan, Usaha Mikro, Ijarah, Murabahah

I. PENDAHULUAN

Dalam dunia perekonomian terutama bagi pedagang kecil, adanya masalah keterbatasan modal selalu dirasakan sebagai salah satu kendala utama dalam mengembangkan usaha mereka.

Dengan keterbatasan modal yang di rasakan oleh pedagang kecil, sangat diharapkan adanya akses serta terjangkaunya kredit finansial dengan jumlah yang relatif terjangkau, syarat yang terjangkau, dan prosedur yang mudah dan tepat waktu.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. UMKM memiliki proporsi sebesar 99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 56,54 juta unit. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu

(4)

membuktikan eksistensinya dalam perekonomian di Indonesia. Gambar di bawah ini menjelaskan tentang perkembangan usaha besar dan UMKM pada tahun 2011-2012.

Gambar 1: Perkembangan Usaha Besar dan UMKM Tahun 2011 – 2012

Berdasarkan gambar 1 selama tahun 2011 sampai 2012 terjadi pertumbuhan pada UMKM serta penurunan pada usaha besar. Bila pada tahun 2011, usaha besar mencapai 41,95% tahun berikutnya hanya 40,92%, turun sekitar 1,03%. Pada UMKM terjadi sebaliknya. Bila usaha menengah pada tahun 2011 hanya 13,46%, pada tahun 2012 mencapai 13,59%. Ada peningkatan sebesar 0,13%.

Berbeda dengan usaha kecil, ada sedikit penurunan dari tahun 2011. Pada tahun itu mencapai 9,94%

namun pada tahun 2012 hanya mencapai 9,68%, artinya menurun sekitar 0,26%. Peningkatan cukup besar terjadi pada usaha mikro, bila tahun 2011 hanya mencapai 34,64%, pada tahun 2012 berhasil meraih 38,81% terjadi peningkatan sebesar 4,17%. Berikut adalah rincian kredit usaha mikro, kecil dan menengah pada bank umum:

Gambar 2: Posisi Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pada Bank Umum (dalam milyar rupiah)

Sumber : Bank Indonesia, 2015.

Berdasarkan gambar 2 di atas tentang posisi kredit usaha mikro, kecil dan menengah pada bank umum menjelaskan bahwa untuk kredit skala usaha mikro masih cukup kurang dan berada diposisi paling rendah dibandingkan untuk kredit usaha kecil dan menengah.

97177 118767 140272

164273 187729 201976

264947

303533 329473

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

2012 2013 2014

mikro kecil menengah Sumber: Kementrian Koperasi dan UMKM, 2014.

(5)

Indonesia yang sebagian masyarakatnya masih berada di bawah garis kemiskinan cenderung memilih melakukan kegiatan pinjam meminjam pada lembaga nonformal seperti misalnya rentenir (Ashari, 2012). Kecenderungan ini dilakukan karena mudahnya persyaratan yang harus dipenuhi, mudah diakses dan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat. Namun di balik kemudahan tersebut, rentenir atau sejenisnya menekan masyarakat dengan tingginya bunga.

Dengan berkembangnya perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, maka seseorang dapat mencari uang pinjaman melalui jasa pembiayaan baik melalui lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank, diantaranya adalah Pegadaian Syariah dan Bank Muamalat Indonesia.

Minat masyarakat yang memanfaatkan jasa lembaga keuangan syariah cukup besar. Lembaga keuangan syariah tidak menekankan pada pemberian bunga. Meski tanpa bunga, lembaga keuangan syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional (Zainal, 2012).

Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang dikelola dengan nilai-nilai alamiah dan berdasarkan pada dasar-dasar syariah, baik berupa prinsip maupun aplikasinya, karena itulah bank syariah terus tumbuh sepanjang hari sampai saat ini. Sejatinya sistem yang digunakan bank syariah dan menjadi keunggulannya dibandingkan dengan bank konvensional adalah sistem kemitraan dengan berprinsip pada profit and loss sharing pada setiap pembiayaannya, yang mana disini bank dan calon nasabah membagi keuntungan dan resiko berdasarkan porsi dana yang diberikan untuk sesuatu dan berdasarkan pada kesepakatan.

Seiring dengan banyaknya bank umum syariah bermunculan maka banyak pula masyarakat yang mulai beralih untuk berinvestasi dan berbisnis di bank syariah. Masyarakat mulai diperkenalkan dengan produk-produk yang ada di bank syariah, diantaranya pembiayaan murabahah, mudharabah, dan ijarah. Semua produk diluncurkan dengan tujuan untuk membantu masyarakat yang memerlukan dana untuk bisnisnya. Ditambah lagi nasabah bank syariah juga diberikan fasilitas-fasilitas yang memudahkan transaksi yang sama ada di bank non-syariah (konvensional) seperti kartu ATM dan kartu kredit syariah. Setelah jumlah bank syariah mulai meningkat maka permintaan pasar akan kemudahan pembiayaan pun semakin tinggi. Bank-bank syariah mulai meluncurkan produk yang lebih memudahkan dan membantu nasabahnya untuk memenuhi kebutuhan mereka (Susilowati, 2008).

Penerapan kesyariahan pembiayaan usaha mikro di Pegadaian Syariah dan Bank Muamalat Indonesia masih banyak orang yang beranggapan bahwa produk dari lembaga keuangan syariah ini hanya menggunakan label syari‟ah saja, karena ketidaktahuannya terhadap metode yang digunakan dalam menghasilkan keuntungan yang kemudian masyarakat beranggapan bahwa dalam praktiknya tidak sesuai dengan prinsip dan kaidah Syari‟ah yang diterapkan (Rachmawaty, 2007). Salah satu parameter untuk menilai suatu produk apakah telah memenuhi prinsip syariah atau tidak adalah dengan memperhatikan akad-akad dan berbagai ketentuannya yang digunakan dalam produk tersebut.

Adapun lokasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah di Pegadaian Syariah dan Bank Muamalat Indonesia. Alasan diambilnya lembaga keuangan ini ialah, Pegadaian Syariah dipilih dikarenakan lembaga perkreditan yang memiliki tujuan khusus yaitu penyaluran uang pinjaman dalam skala kecil atau besar, sedangkan Bank Muamalat Indonesia dipilih dikarenakan Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan bank syariah pertama sekaligus sebagai tonggak hadirnya bank yang berbasis pada prinsip syariah di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA Mu’amalah Dalam Islam

Istilah mu’amalah secara umum dapat dibagi dua pengertian, pengertian dalam arti sempit dan pengertian dalam arti luas. Pengertian muamalah dalam arti sempit berasal dari istilah Fiqh Islam, mu’amalat, bentuk tunggalnya mu’amalah. Mu’amalah merupakan bagian dari hukum Islam yang khusus berkenaan dengan ketentuan-ketentuan tentang benda dan hak kebendaan yang terjadi dalam hubungan manusia dengan sesamanya.

Ketentuan Islam dalam bermua’amalah ada tiga yaitu:

1. Al-Quran

Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al- Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah hukum dan

(6)

perundang-undangan. Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.

2. Al-Hadits

Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.

3. Ijma‟ dan Qiyas

Ijma‟ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar‟i dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar‟i agar bisa dikatakan sebagai ijma‟, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma‟ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja.

Pembiayaan

Pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dan Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administrative serta sertifikat wadiah Bank Indonesia (Muhammad, 2005).

Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 pasal 1 ayat 12 dijelaskan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Mekanisme Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah Mekanisme pembiayaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Surat Permohonan Pembiayaan

Pengajuan pembiayaan berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah, waktu pembiayaan, besar limit atau plafon yang diminta dan sumber pendapatan untuk pelunasan pembiayaan serta disertai dengan dokumen pendukung seperti identitas pemohon, legalitas, bukti kepemilikan agunan (jika diperlukan).

2. Proses Evaluasi

Setelah pengajuan masuk, kemudian dilakukan survei dengan standarisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Survei dapat selesai standarnya dalam 3 hari. Dalam menilai, bank syariah tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian serta aspek lain sehingga diharapkan diperoleh hasil analisis yang cermat dan akurat.

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam administrasi pembiayaan di Bank Syariah adalah : a. Penerimaan keputusan, baik dari Kanpus/Kanwil atau Kantor Cabang yang bersangkutan.

b. Penandatanganan akad, apabila atas surat persetujuan tersebut nasabah pemohon menyanggupinya, maka pemohon melakukan penandatanganan akad di hadapan pejabat/petugas bank.

Akad Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya.

Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau jasa.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Akad Murabahah

Murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan.

Dalam istilah syariah, konsep murabahah terdapat berbagai formulasi pengertian yang berbeda-beda menurut pendapat para ulama (ahli). Diantaranya menurut Utsmani, pengertian murabahah adalah

(7)

salah satu bentuk jual beli yang mengharuskan penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian) dan tambahan profit yang ditetapkan dalam bentuk harga jual nantinya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Al-Kasani, pengertian murabahah adalah mencerminkan transaksi jual beli, harga jual merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangkan objek transaksi atau harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui oleh pembeli. Artinya pembeli diberitahu berapa harga belinya dan tambahan keuntungan yang diinginkan.

Akad Wakalah

Al-Wakalah atau Al-Wikalah menurut bahasa artinya al-hifdz, al-kifayah, al-dhaman dan at- tawfidh atau penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

Hybrid Contract

Hybrid contract merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qard, muzara’ah, sharf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah, sehingga semua akibat hukum akad- akad yang terhimpun, semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya tersebut dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad. Namun penggabungan akad yang ada pada kontrak hybrid harus sesuai dengan aturan yang ada dan tidak menyalahi aturan syari‟ah yang ada (Agustianto,2013).

Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah peluang usaha produktif milik perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,-.

Dasar Hukum Pegadaian

Peraturan Pemerintah No.103 tahun 2000 mengatur tentang perusahaan umum (PERUM) Pegadaian. Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah disebut perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan usaha menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

Dasar Hukum Perbankan Syariah

Menurut Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian ini dilakukan di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun. Unit analisis yang dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini adalah mekanisme pemberian

(8)

pembiayaan usaha mikro dan kesesuaian dengan ketentuan syariah di Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun. Informan yang dipilih sebagai sumber data adalah informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah pegawai mikro Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun, pimpinan Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun serta informan pendukung yaitu nasabah pembiayaan mikro Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun. Data primer yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara secara langsung kepada informan. Untuk data sekunder dalam penelitian ini berupa data-data penunjang penelitian seperti dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Pegadaian Syariah Kota Madiun dan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun dan berbagai referensi yang mendukung penelitian ini. Untuk teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan aktivitas dalam analisis data menurut Sugiyono, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifilasi serta kesimpulan akhir. Metode yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini adalah metode triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan penggunaan bahan referensi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pegadaian Syariah Kota Madiun

Pegadaian Syariah Kota Madiun merupakan lembaga keuangan syariah di bawah naungan Perum Pegadaian yang berlokasi di Jalan Panglima Sudirman No. 185 Kota Madiun Jawa Timur yang berdiri pada tanggal 1 April 2010. Pegadaian syari‟ah sebagai salah satu lembaga mandiri yang berlandaskan prinsip syari‟ah sudah seharusnya menerapkan sistem gadai sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang berlandaskan Al-Qur‟an dan Al-Hadist terutama produk Ar-Rum.

Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Bank Muamalat Indonesia di Kota Madiun berdiri pada tanggal 10 Oktober 2008 yang beralamat di jalan Urip Sumoharjo Ruko Gajahmada No.4-5 Kota Madiun. Namun pada tanggal 10 Oktober 2011 kantor Bank Muamalat Indonesia kota Madiun pindah ke jalan Kolonel Marhadi No.28 Kota Madiun. Pembiayaan di BMI Kota Madiun dikhususkan pada 2 (dua) macam akad saja, yaitu akad Musyarakah dan akad Murabahah. Kedua akad tersebut dapat diterapkan pada segmentasi pembiayaan konsumer (konsumsi), pembiayaan KPR, segmentasi SME/Small Medium Enterprise (seperti modal kerja dan investasi) dan pembiayaan mikro.

Kesesuaian Penerapan Akad Ijarah dalam Pembiayaan Usaha Mikro dengan Ketentuan Syariah Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

1. Akad Ijarah dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Akad yang digunakan dalam pembiayaan usaha mikro Pegadaian Syariah Kota Madiun adalah akad ijarah. Menurut Hanafiah, ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.

Sedangkan menurut Malikiyah, ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.

Berbeda juga dengan pendapat Syafi‟iyah, definisi akad ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu. Dan menurut pendapat Hanabilah, ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara‟

dan semacamnya. Menurut fatwa DSN MUI tentang ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Pada pelaksanaan di Pegadaian Syariah Kota Madiun akad yang digunakan dalam pembiayaan usaha mikro adalah akad ijarah. Tetapi tidak ada barang/jasa yang disewakan melainkan pihak Pegadaian Syariah Kota Madiun hanya memberikan uang pinjaman kepada nasabah. Jadi penerapan akad ijarah dalam pembiayaan usaha mikro di Pegadaian Syariah Kota Madiun belum sesuai dengan aturan syariah.

(9)

2. Rukun dan Syarat Akad Ijarah dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Pada pelaksanaannya di Pegadaian Syariah Kota Madiun adalah sebagai berikut:

1. ‘aqid yaitu mu’jir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa). Dalam pelaksanaannya pihak yang menyewakan adalah Pegadaian Syariah Madiun yang diwakili oleh pegawai mikro dan pimpinan Pegadaian Syariah Kota Madiun yaitu ibu Syanti dan Bapak Cahyo, untuk orang yang menyewa adalah nasabah Pegadaian Syariah Kota Madiun.

2. Shighat yaitu ijab dan qabul yang berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang dinyatakan dalam bentuk surat kontrak akad pembiayaan.

3. Ujrah (uang sewa atau upah) pada pelaksanaannya di Pegadaian Syariah Kota Madiun sudah ditentukan dari Pegadaian pusat yaitu 1% dari besarnya pinjaman

4. Objek akad ijarah yaitu manfaat barang dari sewa atau manfaat jasa atau upah. Dalam pelaksanaan di Pegadaian Syariah Kota Madiun tidak ada barang/jasa yang diambil manfaatnya tetapi objek yang digunakan adalah uang tunai.

Pada pelaksanaannya di Pegadaian Syariah Kota Madiun syarat ijarah yang dipenuhi yaitu:

1. Syarat terjadinya akad

Syarat terjadinya akad berkaitan dengan ‘aqid, akad dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan

‘aqid adalah berakal, baligh, dan cakap hukum. Akad ijarah tidak sah apabila pelakunya gila atau masih di bawah umur. Apabila anak yang berakal menyewakan barang yang dimilikinya maka hukum akadnya sah, tetapi untuk kelangsungannya menunggu izin walinya.

2. Syarat berlangsungnya akad

Untuk kelangsungan akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak milik atau wilayah (kekuasaan).

Apabila si pelaku (‘aqid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan. Pada pelaksanaannya Pegadaian Syariah Kota Madiun menerapkan syarat tersebut. Hak kepemilikan tersebut berada pada Pegadaian Syariah Kota Madiun.

3. Syarat sahnya ijarah

Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan dengan ‘aqid (pelaku), objek, upah (ujrah) dan akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Persetujuan kedua belah pihak, sama seperti jual beli. Dalam pelaksanaannya persetujuan ini ditandai dengan pengisian formulir dan tandatangan kontrak

b. Objek akad yaitu manfaat harus jelas sehingga tidak menimbulkan perselisihan. Dalam pelaksanaannya tidak ada objek akad yang digunakan oleh Pegadaian Syariah Kota Madiun melainkan hanya berupa uang tunai yang diberikan kepada nasabah.

c. Objek akad ijarah harus dipenuhi, baik menurut hakiki maupun syar‟i. Dengan demikian, tidak sah menyewakan sesuatu yang sulit diserahkan. Dalam pelaksanaannya tidak ada objek akad yang digunakan oleh Pegadaian Syariah Kota Madiun melainkan hanya berupa uang tunai yang diberikan kepada nasabah.

d. Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara‟. Dalam pelaksanaannya tidak ada objek akad yang digunakan oleh Pegadaian Syariah Kota Madiun melainkan hanya berupa uang tunai yang diberikan kepada nasabah.

4. Syarat mengikatnya akad ijarah

Diperlukan dua syarat untuk mengikat akad ijarah yaitu:

a. Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa itu. Dalam pelaksanaannya tidak ada benda yang disewakan.

b. Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah.

Berdasarkan rukun, syarat dan ciri-ciri yang terdapat pada akad ijarah yang sesuai dengan ketentuan syariah dengan penerapannya yang terdapat pada Pegadaian Syariah Kota Madiun, dapat dikatakan bahwa mengenai ketentuan akadnya belum sesuai dengan prinsip syariah Islam. Untuk mu’jir dan musta’jir, shighat dan ujrah sudah sesuai dengan ketentuan syariah, tetapi untuk objek akad ijarah belum sesuai dengan ketentuan syariah karena Pegadaian Syariah Kota Madiun dalam objek akad ijarah adalah uang pinjaman bukan manfaat barang/jasa dari sewa.

(10)

Sumber: Pegadaian Syariah Kota Madiun, (diolah) 2016.

3. Mekanisme Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Mekanisme pembiayaan menggunakan akad ijarah, secara teori dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini.

Gambar 3: Skema Ijarah

Sumber: Purnamasari (diolah), 2011.

Sedangkan mekanisme pembiayaan usaha mikro menggunakan akad ijarah yang terdapat di Pegadaian Syariah Kota Madiun dapat dilihat pada bagan di bawah.

Gambar 4: Mekanisme Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Jika dibandingkan antara teori dengan praktik mengenai mekanisme akad ijarah, maka yang telah dipraktikkan oleh Pegadaian Syariah Kota Madiun belum sesuai dengan teori dan ketentuan syariah dalam hal objek ijarah karena Pegadaian Syariah Kota Madiun memakai uang tunai untuk objek ijarahnya bukan memakai barang/jasa.

Lembaga Keuangan Syariah

Nasabah

Objek sewa Permohonan

Ijarah

Bayar angsuran+ujrah

1 Pengajuan Permohonan

Pegadaian Syariah Kota

Madiun Nasabah

3. Objek Ijarah Berupa Uang Tunai untuk Usaha

2. Akad Ijarah

4. Membayar angsuran+ujrah/biaya sewa

(11)

4. Penentuan Objek Jaminan Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Penentuan objek jaminan dibahas dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 283 yang artinya:

“Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah : 283)

Pada pelaksanaannya di Pegadaian Syariah Kota Madiun, objek jaminan harus berupa BPKB asli sepada motor atau mobil untuk menentukan besarnya pinjaman yang akan diterima oleh nasabah.

Seharusnya objek jaminan bukan untuk menentukan besarnya pinjaman yang diterima nasabah, melainkan agar nasabah serius dengan tujuan akad tersebut. Jadi penentuan objek jaminan di Pegadaian Syariah Kota Madiun belum sesuai dengan aturan syariah.

5. Penentuan Ujrah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun Penentuan ujrah/upah telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an dan hadist. Dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya:

“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Baqarah: 233)

Adapun syarat yang berkaitan dengan ujrah menurut Muslich (2015) adalah sebagai berikut:

1. Ujrah harus berupa mal mutaqawwim yang diketahui. Syarat ini disepakati oleh para ulama. Syarat mal mutaqawwim diperlukan dalam ijarah, karena upah (ujrah) merupakan harga atas manfaat, sama seperti harga barang dalam jual beli. Sedangkan syarat “upah harus diketahui” didasarkan kepada hadist Nabi SAW yang artinya:

“Dari Abi Sa‟id AS bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda: barangsiapa yang menyewa tenaga kerja hendaklah ia menyebutkan baginya upahnya.”

Kejelasan tentang upah kerja ini diperlukan untuk menghilangkan perselisihan antara kedua belah pihak. Penentuan upah atau sewa ini boleh didasarkan kepada urf atau adat kebiasaan.

2. Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat ma’uqud ‘alaih. Apabila upa atau sewa sama dengan jenis manfaat barang yang disewa maka ijarah tidak sah.

Menurut fatwa DSN MUI tentang ujrah dalam pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut:

1. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.

2. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

Berdasarkan dasar hukum Al-Qur‟an, hadist, pendapat berbagai madzhab dan fiqh kontemporer serta DSN MUI tentang penentuan ujrah dalam pembiayaan ijarah jika dibandingkan dengan pelaksanaan di Pegadaian Syariah Kota Madiun, dalam menentukan ujrah atau upah pihak Pegadaian Syariah Kota Madiun mengambil keputusan secara sepihak. Dengan kata lain pihak Pegadaian Syariah Kota Madiun dalam hal menentukan ujrah sudah ditetapkan sendiri dan nasabah hanya memilih jangka waktunya saja. Ujrah di Pegadaian Syariah Kota Madiun adalah sebesar 1% dari besarnya nilai pembiayaan. Seharusnya ujrah tidak dalam bentuk persentase melainkan dalam bentuk nominal agar menghindari praktik riba. Jadi dalam hal penetapan ujrah pihak Pegadaian Syariah Kota Madiun belum sesuai dengan ketentuan syariah.

6. Denda Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Orang yang berhutang yang tidak membayar hutangnya tepat pada waktunya dengan alasan karena ia memang belum mampu maka tidak boleh dipaksa atau ditekan memenuhi kewajibannya. Hal ini berdasarkan firman Allah yang artinya:

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah: 280)

Menurut pendapat Al-Allamah Al-Hatthab, seorang ulama dari madzhab Maliki, ada sebagian ulama saat ini memperbolehkan pemberlakuan denda terhadap orang yang terlambat membayar hutang

(12)

(padahal ia kaya dan mampu membayar namun malas) dalam jumlah tertentu yang dianggap sebagai sedekah.

Pada pelaksanaannya di Pegadaian Syariah Kota Madiun denda yang ditetapkan adalah sebesar 4% dari angsuran. Seharusnya denda dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase untuk menghindari praktik riba. Berdasarkan dasar hukum Al-Qur‟an dan pendapat dari madzhab Maliki, dalam hal denda pihak Pegadaian Syariah Kota Madiun belum sesuai dengan ketentuan syariah.

7. Penyelesaian Permasalahan Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Pegadaian Syariah Kota Madiun

Berdasarkan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ashhab As-Sunan, Ahmad dan Syafi‟i yang artinya:

“Apabila dua orang yang melakukan jual beli berselisih pendapat, maka keduanya bersumpah dan saling mengembalikan”

Meskipun hadist ini membicarakan masalah jual beli, namun karena ijarah merupakan salah satu jenis jual beli maka ketentuan yang ada dalam hadist tersebut berlaku juga untuk akad ijarah.

Menurut fatwa DSN MUI tentang penyelesaian permasalahan dalam ijarah adalah jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Risiko yang dihadapi oleh pihak Pegadaian Syariah Kota Madiun adalah apabila sampai pada tanggal jatuh tempo namun pengembalian pembiayaan belum dilunasi. Sebelum penjualan barang jaminan dilakukan, maka sebelumnya dilakukan pemberitahuan kepada nasabah. Pemberitahuan ini dilakukan paling lambat 5 hari sebelum tanggal penjualan melalui surat pemberitahuan ke masing- masing alamat, dihubungi melalui telepon, papan pengumuman yang ada di kantor cabang, informasi di kantor kelurahan/kecamatan (untuk cabang di daerah). Penyelesaian atas risiko-risiko yang dihadapi oleh nasabah dan Pegadaian Syariah Kota Madiun di atas dapat dikatakan masih berada pada prinsip - prinsip syariah.

Kesesuaian Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro dengan Ketentuan Syariah Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

1. Akad Murabahah bil Wakalah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Akad yang digunakan dalam pembiayaan usaha mikro oleh Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun adalah akad murabahah bil wakalah. Akad murabahah sendiri memiliki arti yaitu skema pembiayaan dengan menggunakan metode transaksi jual beli. Sedangkan wakalah adalah pemberian kuasa. Ayat al-Qur‟an yang menjadi dasar jual beli adalah surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:

“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S Al-Baqarah: 275) Sedangkan jual beli menurut hadits dari Abu Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban)

Menurut Purnamasari (2011) dalam praktik perbankan syariah, biasanya bank syariah akan menerbitkan akad wakalah kepada nasabah untuk membeli langsung barang dari penjual atau pemasok.

Pada saat itu, nasabah akan memberikan tanda terima uang yang menyatakan bahwa nasabah sudah menerima uang dari bank dan digunakan untuk membeli barang yang diperjanjikan. Wakalah ini biasanya selalu merupakan akad pendamping atau pelengkap dari akad murabahah. Dalam praktik, akad wakalah sering diberikan pada tanggal yang sama. Apabila proses penandatanganan akad wakalah bersamaan dengan akad murabahah, akad wakalah harus ditandatangani terlebih dahulu sebelum akad murabahah.

Dalam pelaksanaannya, akad yang digunakan dalam pembiayaan usaha mikro oleh Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun telah sesuai. Walaupun akad wakalah di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun hanya pernyataan dari kedua belah pihak antara nasabah dan Bank Muamalat Indonesia

(13)

Kota Madiun saja, tidak dengan surat penandatanganan. Kemudian nasabah membeli barang yang diperlukan untuk kelanjutan usahanya dan bukti pembelian suatu barang tersebut harus diserahkan kepada Bank Muamalat Kota Madiun karena barang tersebut sepenuhnya masih milik bank.

2. Rukun dan Syarat Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Adapun rukun dari akad murabahah menurut Purnamasari (2011) dan pelaksanaan di BMI Kota Madiun adalah sebagai berikut:

1. Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu:

a. Penjual yaitu Bank Muamalat Indonesia b. Pembeli yaitu nasabah

2. Obyek yang diakadkan, yang mencakup:

a. Barang yang diperjualbelikan berupa etalase, alat-alat bengkel dan yang lainnya.

b. Harga yang disepakati pada pelaksanaannya tergantung dengan barang apa yang dijaminkan terhadap bank dan perhitungannya masih belum jelas serta dalam bentuk persentase bukan nominal.

3. Akad/Sighat yang terdiri dari ijab (serah) dan qabul (terima) dengan penandatanganan aplikasi pembiayaan mikro

Sedangkan syarat akad murabahah sebagai berikut:

1. Pihak yang berakad, harus cakap hukum dan sukarela (ridha), tidak dalam keadaan terpaksa atau berada dibawah tekanan atau ancaman

2. Obyek yang diperjualbelikan pada pembiayaan usaha mikro di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun adalah bukti pembelian barang yang diperlukan nasabah seperti membeli etalase, alat-alat bengkel dan yang lainnya.

3. Akad/Sighat yaitu ditunjukkan dengan pengisian dan penandatangan formulir permohonan pembiayaan

Jadi untuk rukun dan syarat murabahah sudah sesuai dengan ketentuan syariah tetapi didalam harga dalam objek yang diperjualbelikan pada pelaksanaannya tergantung dengan barang apa yang dijaminkan terhadap bank dan perhitungannya masih belum jelas.

3. Mekanisme Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun Menurut Sholahudin dan Hakim (2008) mekanisme akad murabahah sebagai berikut:

Gambar 5: Skema Murabahah

Sumber : Sholahudin dan Hakim, 2008.

Lembaga Pembiayaan

Syariah

Nasabah

Supplier 1. Murabahah

4. Bayar angsuran yang telah disepakati

2. Beli barang

3. Kirim barang dan

dokumen

(14)

Sedangkan mekanisme pembiayaan usaha mikro menggunakan akad murabahah bil wakalah yang dipraktekkan oleh Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Gambar 6: Mekanisme Pembiayaan Usaha Mikro Menggunakan Akad Murabahah bil Wakalah di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Sumber: Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun (diolah), 2016.

Terdapat perbedaan antara teori di atas dengan pelaksanaan di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun. Jika di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun terdapat penambahan akad wakalah pada akad murabahah. Menurut Sholahudin dan Hakim (2008), bank dapat mewakilkan kepada nasabahnya (wakalah) untuk membeli barang. Untuk jangka waktu ditentukan berdasarkan pada kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu bank dan nasabah. Jadi dapat disimpulkan mekanisme pembiayaan usaha mikro menggunakan akad murabahah telah sesuai dengan teori walaupun ada sedikit perbedaan.

4. Penentuan Objek Jaminan Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Pada dasarnya, jaminan dalam murabahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya.

Karena itu, bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Dalam setiap akad murabahah yang diterapkan dalam praktik, biasanya memang ditetapkan suatu jaminan (Purnamasari, 2011). Berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang akad murabahah disebutkan pula jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pemesanannya dan bank dapat meiminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dipegang.

Dalam hal objek jaminan, Bank Muamalat Indonesia juga menerapkan penentuan objek jaminan dengan ketentuan-ketentuan seperti surat tanah/bangunan milik pribadi dengan pembuktian nama yang tertera disurat tersebut harus sesuai dengan KTP nasabah dan BPKB asli atas nama milik pribadi dengan pembuktian nama yang tertera di surat tersebut harus sesuai dengan KTP nasabah.

Objek jaminan di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun juga sangat penting karena akan menentukan besarnya plafond pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabah.

Jadi untuk hal penentuan objek jaminan pada pelaksanaan di BMI Kota Madiun belum sesuai dengan ketentuan syariah. BMI Kota Madiun juga mewajibkan nasabah menyerahkan barang jaminan karena untuk menentukan besarnya uang pinjaman yang akan diberikan kepada nasabah.

1. Pengajuan dan negoisasi

Nasabah Bank Muamalat

Indonesia Supplier

2. Akad murabahah

3. Akad wakalah 4. beli

barang

6. Pemberian bukti pembelian barang dan pembayaran angsuran+margin 5. Kirim

barang

(15)

5. Penentuan Margin Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Di dalam Al-Qur‟an Allah berfirman bahwa dalam melakukan jual beli harus lah didasarkan pada kerelaan dari masing-masing pihak, adil dan diputuskan secara bersama. Firman Allah tersebut dapat dilihat dari ayat Al-Qur‟an Surat An-Nisa ayat 29 yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Jadi dapat disimpulkan secara teori syariah yang diatur dalam Al-Qur‟an di atas ialah bahwa setiap kegiatan jual beli harus lah dilakukan suka sama suka dan diputuskan secara bersama.

Perhitungan margin yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun tidak jelas karena tidak menerangkan bagaimana perhitungannya, hanya sebatas menunjukkan aplikasi yang digunakan oleh bank untuk perhitungan margin dan angsurannya. Dalam akad murabahah margin seharusnya jelas dan dinyatakan pada saat berlangsungnya akad serta tidak dalam bentuk persentase namun dalam bentuk nominal untuk menghindari dari praktek riba. Tetapi pada pelaksanaannya Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun menentukan margin dengan bentuk persentase. Jadi menurut aturan syariah dan pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan syariah.

6. Denda Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Kota Madiun

Dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan terkait denda atau orang yang dalam kesukaran untuk membayar hutangnya seperti yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 280 yang artinya:

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah: 280)

Ganti rugi keterlambatan memang diperbolehkan dengan tujuan mendidik nasabah supaya mentaati akad yang sudah disepakati. Tetapi untuk biaya ganti rugi keterlambatan di Bank Muamalat Indonesia tidak dibebankan kepada nasabah, karena Bank Muamalat Indonesia tidak ingin nasabahnya terbebani terlalu berat karena sudah membayar angsuran tiap bulannya. Jadi salah satu pegawai mikro dari pihak Bank Muamalat Indonesia setiap bulannya ada yang survey ke tempat usaha nasabah pembiayaan mikro, dengan begitu Bank Muamalat Indonesia dapat menilai dan memastikan jika nasabahnya dapat membayar angsuran setiap bulannya dengan tepat waktu. Jadi dalam pelaksanaannya BMI Kota Madiun telah sesuai dengan ketentuan syariah.

7. Penyelesaian Permasalahan Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Pada Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun

Permasalahan dalam suatu pembiayaan memang sering terjadi, seperti nasabah tidak melakukan pembayaran cicilan setiap bulan yang sudah disepakati diawal akad. Dalam ayat Al-Qur‟an juga telah dibahas penyelesaian permasalah dalam suatu pembiayaan yaitu terdapat dalam surat Al- Baqarah ayat 280 yang artinya:

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah: 280).

Risiko dalam transaksi murabahah yang sering terjadi adalah risiko yang disebabkan nasabah wanprestasi atau gagal dalam mengembalikan pembiayaan dan risiko yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar, jika pembiayaan atas dasar akad murabahah diberikan dalam valuta asing (Purnamasari, 2011).

Dalam hal penyelesaian permasalahan di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun, jika ada angsuran nasabah yang macet, tim mikro langsung bergerak untuk survei dan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dan musyawarah. Dan jika nasabah bangkrut maka pihak Bank Muamalat Indonesia memberi waktu untuk membayar kewajiban nasabah tersebut. Terakhir jika permasalahan ini tidak ada kesepakatan setelah negoisasi dan musyrawarah secara kekeluargaan, masalah ini akan dibawa ke Badan Arbitrasi Syariah. Jadi dalam penyelesaian permasalahan di Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun telah sesuai dengan teori dan ketentuan syariah.

(16)

V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan lapang dan pembahasan yang terdapat pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Pada pelaksanaan pembiayaan usaha mikro di Pegadaian Syariah Kota Madiun akad yang digunakan adalah akad ijarah. Kesesuaian pembiayaan usaha mikro di Pegadaian Syariah Kota Madiun dengan ketentuan syariah adalah Terkait akad ijarah yang digunakan dalam pembiayaan usaha mikro belum sesuai dengan ketentuan syariah karena tidak ada objek barang/jasa yang diambil manfaatnya.

a) Untuk rukun dan syarat akad ijarah, ‘aqid dan shighat sudah sesuai dengan ketentuan syariah tetapi untuk ujrah dan objek ijarah belum sesuai dengan ketentuan syariah.

b) Mekanisme dalam pembiayaan usaha mikro di Pegadaian Syariah Kota Madiun juga belum sesuai dengan ketentuan syariah karena pada pelaksanaannya tidak menyewakan barang/jasa kepada nasabah tetapi memberikan uang pinjaman.

c) Untuk objek jaminan belum sesuai dengan ketentuan syariah karena Pegadaian Syariah Kota Madiun menentukan besarnya pinjaman dari barang yang dijaminkan nasabah.

d) Terkait dengan penetapan ujrah di Pegadaian Syariah Kota Madiun sudah ditentukan dari Pegadaian itu sendiri dan ujrahnya adalah 1% dari uang pinjaman. Penetapan tersebut dilakukan secara sepihak dan tidak ada kesepakatan bersama serta dalam bentuk persentase bukan dalam bentuk nominal, jadi pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan syariah karena dapat dikhawatirkan menimbulkan praktik riba.

e) Denda dalam pembiayaan usaha mikro adalah sebesar 4% dari angsuran. Seharusnya denda dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase untuk menghindari praktik riba. Jadi belum sesuai dengan ketentuan syariah.

f) Untuk penyelesaian permasalahan, pada pelaksanaannya sudah sesuai dengan ketentuan syariah.

2. Pada pelaksanaan pembiayaan usaha mikro di Bank Muamalat Indonesia (BMI) Kota Madiun akad yang digunakan adalah akad murabahah bil wakalah. Kesesuaian pembiayaan usaha mikro di BMI Kota Madiun dengan ketentuan syariah adalah.

a) Akad yang digunakan dalam pembiayaan usaha mikro adalah akad murabahah bil wakalah.

tetapi tidak ada barang yang diperjualbeilkan kepada nasabah. Pihak BMI Kota Madiun hanya menyediakan dana selanjutnya mewakilkan kepada nasabah memakai akad wakalah untuk membeli sendiri barang yang diperlukan

b) Untuk rukun akad murabahah meliputi pihak yang melakukan akad, shighat, barang yang diakadkan mencakup barang yang diperjualbelikan dan harga sudah sesuai dengan ketentuan syariah dan untuk syarat akad murabahah pihak yang berakad, objek yang diperjualbelikan dan shighat sudah sesuai dengan ketentuan syariah.

c) Mekanisme pembiayaan di BMI Kota Madiun bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang kepada pemasok. Untuk penandatanganan akad, akad wakalah tidak ada suratnya jadi hanya pernyataan dari pihak BMI Kota Madiun dengan nasabah selanjutnya akad murabahah yang ditandatangani. Jadi sudah sesuai dengan ketentuan syariah.

d) Dalam penentuan jaminan BMI Kota Madiun. adalah dengan menetapkan untuk melampirkan surat tanah/bangunan atau BPKB kendaraan asli milik nasabah. Pada pelaksanaannya BMI Kota Madiun sudah sesuai dengan ketentuan syariah.

e) Penentuan margin diputuskan oleh pihak BMI Kota Madiun dan nasabah harus menerima keputusan tersebut walaupun sebelumnya ada negoisasi antara kedua belah pihak tetapi keputusan akhir ditentukan oleh pihak BMI Kota Madiun serta perhitungan margin yang dilakukan BMI Kota Madiun tidak jelas dan dalam bentuk persentase bukan dengan bentuk nominal untuk menghindari praktik riba. Jadi belum sesuai dengan ketentuan syariah.

f) Terkait dengan denda, BMI Kota Madiun tidak membebankan denda kepada nasabah yang macet dalam angsuran. Jadi sudah sesuai dengan ketentuan syariah.

(17)

g) Dalam penyelesaian masalah di BMI Kota Madiun jika nasabah ada yang macet dalam angsuran, pihak BMI langsung menyelesaikan dengan cara kekeluargaan dan musyawarah dan jika permasalahan tidak tercapai kesepakatan maka akan diselesaikan ke Badan Arbitrasi Syariah. Jadi sudah sesuai dengan ketentuan syariah.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal yaitu:

1. Jika memang pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah diperuntukkan untuk usaha mikro, dapat digunakan akad lain yang sesuai peruntukannya untuk usaha mikro. Hal ini dikarenakan jika menggunakan akad ijarah seperti yang diterapkan oleh Pegadaian Syariah Kota Madiun, ada beberapa sisi yang kurang sesuai seperti objek akad ijarah adalah berupa uang tunai bukan manfaat barang/jasa dari sewa. Jika seperti itu, lembaga keuangan dapat pula mengganti skema pembiayaan untuk usaha mikro dengan akad yang sesuai, misalnya seperti akad qardh yaitu akad pinjam meminjam atau akad ijarah bil wakalah.

2. Terkait penentuan ujrah dalam pembiayaan usaha mikro di Pegadaian Syariah Kota Madiun seharusnya penentuan ujrah dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase karena dikhawatirkan menimbulkan praktik riba.

3. Untuk Bank Muamalat Indonesia Kota Madiun disarankan untuk memberi penjelasan sedetail mungkin kepada nasabah yang mengajukan pembiayaan terkait akad dalam pembiayaan, prosedur, margin dan pelunasan agar nasabah benar-benar mengerti dan paham agar tidak terjadi kesalahpahaman di lain waktu.

4. Terkait penetapan margin di BMI Kota Madiun seharusnya lebih diperhatikan lagi bagaimana perhitungannya. Penetapan tersebut bukan dengan persentase, tetapi seharusnya dengan bentuk nominal, agar jelas dan tidak ada masalah di lain waktu serta menghindari praktik riba. Lalu pegawai mikro di BMI Kota Madiun disarankan yang benar-benar mengetahui dan paham dengan pembiayaan mikro dan ketentuan syariahnya.

DAFTAR PUSTAKA Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Gadai syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Al-Qaradhawi, Yusuf. 2002. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Antonio, Muhammad Syafi‟i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.

Ashari, Muhammad. 2012. Analisis Kaidah Fikih dan Prinsip Pembiayaan Ar-Rum (Ar-Rahn Untuk Usaha Mikro Kecil) Pada Perum Pegadaian Syariah Kantor Cabang Makassar.

www.journal.unhas.ac.id diakses pada 9 Januari 2016.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2000. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 tentang Pegadaian. www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/70/1404.bpkp diakses pada 3 April 2016.

Bank Indonesia. 1998. Undang-undang No. 10 Tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. www.bi.go.id diakses pada 14 Maret 2016.

Bank Indonesia. 2003. Undang-undang No. 40/KMK.06/2003 tentang Usaha Mikro. www.bi.go.id diakses pada 3 April 2016.

Bank Indonesia. 2008. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. www.bi.go.id diakses pada 1 Juni 2016.

Bank Indonesia. 2009. Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.

www.bi.go.id diakses pada 14 Maret 2016.

Bank Indonesia. 2015. Profil Bisnis UMKM.

http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/ProfilBisnisUMKM.pdf diakses pada 24 Juli 2016.

Bank Indonesia. 2015. Penyaluran Kredit UMKM oleh Bank Umum Periode 2011-2014.

http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/ProfilBisnisUMKM.pdf diakses pada 24 Juli 2016.

(18)

Bank Indonesia. 2015. Penyaluran Kredit UMKM Tahun 2014.

http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/ProfilBisnisUMKM.pdf diakses pada 24 Juli 2016.

Bank Indonesia. 2015. Posisi Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pada Bank Umum (dalam

milyar rupiah).

http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/ProfilBisnisUMKM.pdf diakses pada 24 Juli 2016.

Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo.

DSN-MUI. 2000. Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN- MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Murabahah.

www.dsnmui.or.id diakses pada 29 Maret 2016.

DSN-MUI. 2000. Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

www.dsnmui.or.id diakses pada 29 Maret 2016.

DSN-MUI. 2000. Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah. www.dsnmui.or.id diakses pada 29 Maret 2016.

Hanum, Aulia. 2015. Analisis Kesyariahan Akad Murabahah Bil Wakalah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga Syariah, Cabang Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB UB, Volume 3 Nomor 2.

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1810 diakses 13 Juni 2016.

Hasan, A. 1991. Bulughul Maraam. Bangil : CV Pustaka Tamam.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta : Gema Insani.

Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo.

Karim, Helmi. 1993. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo.

Kementrian Koperasi dan UMKM. 2014. Perkembangan Usaha Besar dan UMKM Tahun 2011 – 2012. http://www.depkop.go.id/ diakses 15 Juni 2016.

Kountur, Ronny. 2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis Edisi Revisi. Jakarta:

PPM.

Mahmudahningtyas, Arrum. 2014. Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas (Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB UB, Volume 2 Nomor 1.

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1560 diakses 28 Mei 2016.

Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya.

Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Muhammad. 2009. Model-model Akad Pembiayaan di Bank Sharia. Yogyakarta: UII Press.

Muslich, Ahmad Wardi. 2015. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.

Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Statistik Perbankan Syariah Juni 2015. http://www.ojk.go.id/data- statistik-perbankan-syariah diakses pada 30 Maret 2016.

Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Perkembangan Besarnya Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (dalam milyar rupiah). http://www.ojk.go.id/ diakses 2 Mei 2016.

Purnamasari, Irma Devita. 2011. Akad Syariah. Jakarta: Kaifa.

Rahmadianto, Kurniawan. 2013. Kajian Kesyariahan Kartu Kredit Syariah: Teori dan Realita (Studi Pada Bank BNI Syariah Kota Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB UB, Volume 2 Nomor 1.

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/824 diakses 20 Juni 2016.

Rahmawaty, Anita. 2007. Ekonomi Syari‟ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam Perbankan Syari’ah di Indonesia. http://journal.uii.ac.id/ diakses 20 Maret 2016.

Ramadhani, Kiki Priscilia. 2014. Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Murabahah. Jurnal

Ilmiah Mahasiswa FEB UB, Volume 2 Nomor 1.

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/957 diakses 21 Mei 2016.

Rusyd, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid Jilid 3. Jakarta: Pustaka Amani.

Sahal, Lutfi. 2015. Implementasi “Al-„uqud al murakkabah” atau “Hybrid Contracts” (Multi Akad) Gadai Emas Pada Bank Syariah Mandiri dan Pegadaian Syariah . AT - TARADHI Jurnal Studi

(19)

Ekonomi. Volume 6, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 141-162. http://jurnal.iain- antasari.ac.id/index.php/taradhi/article/viewFile/717/pdf_39 diakses 15 Maret 2016.

Sahrani, Sohari., Ru‟fah Abdullah. 2011. Fikih Muamalah. Bogor: Agahalia Indonesia.

Sholahudin, Muhammad., Lukman Hakim. 2008. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R & D). Bandung:

Alfabeta.

Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Bogor: Prenada Media.

Wiroso. 2011. Akuntansi Transaksi Syariah. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Zainul, Arifin. 2001. Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. Jakarta:

Alvabet.

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme produk pembiayaan emas dengan akad rahn di BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa adalah pihak bank menyediakan sejumlah nominal pinjaman kepada

Dalam pembiayaan mikro maupun regular, akad yang digunakan oleh Bank BRI Syariah adalah akad murabahah dengan cara bank memberi barang akan tetapi di Bank

Dalam pelaksanaannya, pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) dilakukan dengan menandatangani dua akad yaitu akad Musyarakah dan Ijarah, dimana dalam

Pembiayaan mikro di Bank BRI Syariah merupakan sebagai sarana bagi masyarakat yang mempunyai usaha berskala kecil yang pembiayaan mikro merupakan pembiayaan yang

Dari hasil penelitian diketahui bahwa akad murabahah al-wakalah merupakan akad yang digunakan pada produk pembiayaan warung mikro Bank Syariah Mandiri.. Warung

Judul Tugas Akhir : Implementasi Akad al-Musyarakah wal Ijarah pada Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) di Bank Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Salatiga.. Nama

multibarang dan akad Ijarah dalam bentuk akad Wakalah bil Ujrah pada pembiayaan ultra mikro multijasa. Implementasi pembiayaan ultra mikro di KSPPS BMT PAS sudah sesuai

i PERAN PEMBIAYAAN AR-RUM PEGADAIAN SYARIAH PINRANG TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI SAWITTO KABUPATEN PINRANG OLEH RAFIKA NIM: 16.2300.009 Skripsi