• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN PADA DAS TOWARI KABUPATEN KOLAKA UTARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT

N/A
N/A
Nur Aliza

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN PADA DAS TOWARI KABUPATEN KOLAKA UTARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN PADA DAS TOWARI KABUPATEN KOLAKA UTARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT

Andy Saputra1, Muh. Azwal Al- Hidayat2, Asnita Virlayanti3, Farida Gaffar4

1,2,3,4Program Studi Teknik Pengairan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Indonesia

andysaputra170898@gmail.com

Abstrak

Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai curah hujan yang tinggi. Salah satu daerah yang mempunyai curah hujan tinggi adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Towari. DAS Towari terletak di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut berdampak positif berupa ketersediaan air yang sangat melimpah. Namun, curah hujan yang tinggi juga memiliki dampak negatif berupa tingginya aliran permukaan. DAS Towari merupakan sumber air irigasi masyarakat disekitarnya. Potensi sumber daya air yang cukup baik memberi manfaat bagi masyarakat namun seringkali meresahkan saat musim hujan tiba karena terjadi banjir. Analisis hidrologi dilakukan dalam menentukan besarnya hujan. Perhitungan curah hujan menggunakan data curah hujan harian maksimum tahunan. Pada penelitian ini digunakan data curah hujan selama 10 tahun yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2021 dan data curah hujan tersebut didapatkan dari 3 Stasiun, yakni Stasiun Towari, Stasiun Tamboli, dan Stasiun Balandate.

Abstract

Indonesia as a tropical country has a high rainfall. One area that has high rainfall is the Towari Watershed (DAS). The Towari Watershed is located in North Kolaka Regency, Southeast Sulawesi Province. This has a positive impact in the form of abundant water availability. However, high rainfall also has a negative impact in the form of high surface runoff. The Towari watershed is a source of irrigation water for the surrounding community. The good potential of water resources provides benefits to the community but is often troubling when the rainy season arrives due to flooding.

Hydrological analysis is carried out in determining the amount of rain. The calculation of rainfall uses annual maximum daily rainfall data. In this study, rainfall data was used for 10 years, namely from 2012 to 2021 and the rainfall data was obtained from 3 stations, namely Towari Station, Tamboli Station, and Balandate Station.

PENDAHULUAN

Hidrologi sangat diperlukan jika terdapat kota yang hendak menambah atau memperbaiki persediaan airnya, terlebih dahulu mencari Daerah Aliran Sungai (DAS) di pegunungan dan membuat taksiran mengenai kemampuannya untuk dapat menyediakan air (Asdak, 2004). Selain itu pula harus dapat memprediksi tentang banjir yang mungkin saja terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut (Wilson, 1989).

Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini sangat memprihatinkan dengan semakin tingginya frekuensi banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Salah satu penyebab terjadinya longsor selain karena erosi, juga dapat terjadi karena meningkatnya volume limpasan yang terjadi. Oleh karena itu kita harus memperhatikan faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan volume limpasan tersebut.

(2)

Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai curah hujan yang tinggi.

Salah satu daerah yang mempunyai curah hujan tinggi adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Towari. DAS Towari terletak di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Hal tersebut berdampak positif berupa ketersediaan air yang sangat melimpah. Namun, curah hujan yang tinggi juga memiliki dampak negatif berupa tingginya aliran permukaan.

DAS Towari merupakan sumber air irigasi masyarakat disekitarnya. Potensi sumber daya air yang cukup baik memberi manfaat bagi masyarakat namun seringkali meresahkan saat musim hujan tiba karena terjadi banjir.

TINJAUAN PUSTAKA Sikulus Hidrologi

Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbedabeda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir oleh penguapan (evaporasi) dan pemeluhan (transpirasi) oleh tanaman.

Gambar 1 Siklus Hidrologi

Tanah menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak ke tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut. Seperti yang di tunjukkan pada (gambar 1).

Tanah yang partikelnya belum bergabung, terutama yang bertekstur pasir disebut tanpa struktur atau berstruktur lepas, sedangkan tanah bertekstur liat, yang terlihat massif (padu tanpa ruang pori, yang lembek jika basah dan keras jika kering) atau apabila dilumat dengan air membentuk pasta disebut juga tanpa struktur (Hanafiah, 2005).

Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gununggunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak diatas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah

(3)

aliran menuju ke sistem jaringan sungai, sistem danau ataupun waduk (Syarief, 2005 dan Febrina, 2008).

Daerah Aliran Sungai

Konsep daerah aliran sungai atau yang sering disingkat dengan DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit- bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke titik pelepasan (outlet) (Suripin, 2004).

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dipandang sebagai bagian dari permukaan bumi tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai menuju ke suatu titik di sebelah hilir sebagai titik pengeluaran ,pada gambar 2 Setiap DAS besar yang bermuara ke laut merupakan Gabungan dari beberapa sub DAS sedang sub DAS adalah gabungan dari DAS kecil-kecil (A Mansida, F Gaffar dkk, 2020).

Satuan curah hujan dinyatakan dalam mm sedangkan derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan persatuan waktu dan disebut juga dengan intensitas hujan. Intensitas hujan dipergunakan untuk mencari debit banjir rencana (Suyono, Kensaku Takeda, 2003).

Analisis Distribusi Curah Hujan Wilayah

Cara ini memperhitungkan luas daerah yang mewakili dari pos-pos hujan yang bersangkutan untuk digunakan sebagai faktor bobot perhitungan curah hujan rata-rata.

Metode ini dilakukan dengan membagi daerah yang diwakili untuk setiap stasiun penakar hujan. Daerah tersebut dibentuk dengan menggambarkan garis-garis yang tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan dua stasiun pengukur terdekat. Untuk menghitung curah hujan rata-rata dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara data curah hujan di suatu stasiun pengukur dengan luas daerah yang diwakilinya kemudian dibagi dengan luas total seluruh DAS (Sri Harto, Analisis Hidrologi, 1993).

Ṝ =R1W1 + R2W22 +…+ RnWn………..…...….(1) Dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1...R2…Rn = Curah hujan masing-masing stasiun (mm) W1..W2..Wn = Faktor bobot masing-masing stasiun. Yaitu % daerah pengaruh terhadap luas keseluruhan

Limpasan Permukaan

Laoh (2002) mengatakan bahwa Limpasan permukaan atau aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah dan mengangkut partikel- partikel tanah. Limpasan terjadi karna intensitas hujan yang jatuh di suatu daerah melebihi material kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan mengisi vegetasi atau cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Selanjutnya air akan mengalir (melimpas) di atas permukaan tanah (Surface run-off). Jika aliran air terjadi di bawah permukaan tanah disebut

(4)

juga aliran di bawah permukaan dan jika yang terjadi adalah aliran yan berada dilapisan equifer (air tanah), maka disebut aliran air tanah dan akhirnya mengalir langsung menuju sungai atau laut.

Curah hujan dan debit saling terkait dalam hal hubungan antara volume hujan dengan volume debit, distribusi hujan dari waktu ke waktu mempengaruhi hasil debit, dan frekuiensi kejadian hujan yang mempengaruhi debit ( Haan, et al,, 1982 dan Setyowati, 2010 )

Limpasan permukaan merupakan air hujan yang tidak dapat ditahan oleh tanah, vegetasi atau cekungan dan akhirnya mengalir langsung ke sungai atau laut. Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap besarnya limpasan air permukaan antara lain adalah topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan atau penutup lahan. (Verrina G.P,ddk 2013).

Model SWAT (Soil and Water Assessment Tools)

Model SWAT (Soil and Water Assessment Tools) merupakan salah satu model hidrologi yang telah terintegrasi dengan teknologi sisitem informasi geografi (SIG/GIS). Soil and Water Assessment Tool yang disingkat SWAT adalah model hidrologi skala daerah aliran sungai (DAS) yang pertama kali dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA Agricultural Research Service. SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management practices) terhadap hasil air, sedimen, dan hasil kimia pertanian pada suatu DAS yang kompleks dan luas dengan beragamjenis tanah, penggunaan lahan dan pola pengelolaan pada waktu yang lama (Ridwan, 2014). Dalam operasionalnya, model SWAT dapat melakukan beberapa simulasi di antaranya praktek-praktek pengelolaan di lahan dan di saluran sungai. Siklus hidrologi, proses yang diperhitungkan dalam model SWAT yang terjadi dalam SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model kejadian kontinyu untuk skala DAS (Daerah Aliran Sungai) yang beroperasi secara harian dan dirancang untuk memprediksi dampak pengelolaan terhadap air, sedimen, dan kimia pertanian pada DAS yang tidak memiliki alat pengukuran.

Gambar 2. SWAT Weather Database

Tahap SWAT Weather Database dimulai dengan memperbarui data statiun pada Manage Stations database dan memasukkan station. Csv.file. kemudian dilanjutkan dengan membuka.

Manage Weather Database dan memasukkan data klimatologi yang sudah dikelompookkan dalam bentuk csv.file. pada dasar arcSWAT input weather files digunakan versi SWAT 2012.

(5)

Hasil data WGEN diperoleh dengan membuka SWAT WGEN statistic dan memasukkan informasi WGEN name file dan outpu file type yang akan digunakan.

Simulasi model SWAT dapat dimulai setelah dilakukannya pengisian pa setup and run model simulation. Simulasi model SWAT pada DAS Towari dilaksanakan pada periode simulasi tahun 2012-2020 dengan tahun 2010 sebagai tahun pemanasan model. Selanjutnya, Skewed normal ditentukan seba distribusi curah hujan dengan versi SWAT yang dijalankan yaitu 64- bit rele Hasil keluaran model nantinya yaitu dengan waktu bulanan.

Gambar 3. Weather Data definition Model SWAT Metode SCS-Curver Number (CN)

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, banyak sekali riset-riset yang dilakukan untuk mendorong timbulnya penemuan baru dalam dunia teknologi. Adapun salah satu penemuan tersebut adalah Sistem Informasi geografis atau Geographic Information System (GIS). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi berbasiskan komputer untuk menyimpan, mengelola dan menganalisis, serta memanggil data bereferensi geografis yang berkembang pesat pada lima tahun terakhir ini. Manfaat dari SIG adalah memberikan kemudahan kepada para pengguna atau para pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil, khususnya yang berkaitan dengan aspek keruangan (spasial). Dengan adanya teknologi ini maka akan memudahkan dalam hal pemetaan lahan, salah satunya lahan pertambangan. Dalam pengaplikasian Geographic Information System (GIS) menggunakan perangkat lunak Arcview yang merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) yang terkemuka hingga saat ini dengan kehandalan ESRI (Wibowo, 2015).

Metode SCS berusaha mengaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi dan tata guna lahan dengan bilangan kurva air larian untuk curah hujan tertentu (Triatmodjo, 2008).

METODE PENELITIAN Waktu dan Tenpat Penelitian

Daerah aliran sungai (DAS) Sungai Towari merupakan salah satu sungai yang berada di wilayah Desa Towari Kecamatan Lasusua. Secara goegrafis terletak 03 ֯30’30,0”LS dan 120 ֯53’19 ֯9” BT, dengan panjang sungai 7,6 kilometer. Penelitian ini dilakukan di daerah aliran sungai (DAS) Towari, Kabupaten Kolaka Utara.

(6)

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2023 , dengan melakukan survei data sekunder di Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Provensi Sultra yang terletak di Kendari Sulawesi Tenggara.

Gambar 4. Peta lokasi Stasiun Curah Hujan Sub DAS Towari Jenis Penelitian Dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan analisis data sekunder (ADS). ADS merupakan suatu metode dengan memafaatkan data sekunder sebagai sumber data utama. Memamfaatkan data sekunder yang dimaksud yaitu dengan menggunakan sebuah teknik uji statistik yang sesuai untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari tubuh materi atau data yang sudah matang yang diperoleh pada instansi atau lembaga tertentu untuk kemudian diolah secara sistematis dan objektf.

Sumber Data dalam sebuah penelitian meliputi:

Data Primer

Data primer yang diperoleh dengan cara pengamatan secara langsung di lapangan Data Sekunder

Data sekunder yaitu, Data Curah Hujan minimal 10 tahun pengamatan , Peta Batas DAS Towari, Data Penggunaan Lahan, Data Jenis Tanah dan Peta Penggunaan Lahan DAS Towari diperoleh dengan Menghubungi instansi Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Provensi Sultra

Prosedur Penelitian

Perosedur penelitian yaitu mengolah data yang telah di kumpulkan selanjutnya di lakukan penganalisisan. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Analisis Penggunaan Lahan dan Kelompok Hidrologi Jenis Tanah.

2. Estimasi Volume Limpasan Permukaan dengan metode SCS.

3. Menentukan nilai koefisien pengaliran.

4. menentukan debit puncak dengan metode Rasional.

5. Menghitung intensitas Intensitas hujan . 6. Menghitung waktu konsentrasi

Metode Analisis Data

(7)

1. Menganalisis distribusi data Curah Hujan Wilayah.

2. Analisis Penggunaan Lahan dan Kelompok Hidrologi Jenis Tanah.

3. Menentukan Estimasi Volume Limpasan Permukaan

4. Menentukan estimasi volume limpasan dengan Metode Rasional.

Alur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Hidrologi

Analisis hidrologi dilakukan dalam menentukan besarnya hujan. Perhitungan curah hujan menggunakan data curah hujan harian maksimum tahunan. Pada penelitian ini digunakan data curah hujan selama 10 tahun yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2021 dan data curah hujan tersebut didapatkan dari 3 Stasiun, yakni Stasiun Towari, Stasiun Tamboli, dan Stasiun Balandate.

Perencanaan curah hujan rencana dihitung menggunakan Metode Polygon Thiessen &

Metode Swat. Dari tiga stasiun hujan masing-masing dihubungkan untuk membuat daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung pos-pos hujan terdekat. Hasil perhitungan Polygon Thiessen yang digunakan mengasilkan koefisien yang di gunakan sebagai faktor pengali hujan wilayah. Hasil perhitungan luas pengaruh dan koefisien Thiessen dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel

Tabel 1. Luas curah Hujan Stasiun Das Towari

(8)

Analisis Curah Hujan

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjdi di daerah pengaruh. Untuk mengetahui luas daerah perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan Metode Thiessen. Perhitungan dilakukan dengan menganalisis data-data curah hujan tahunan maksimum dan koefisien Thiessen. Analisis curah hujan wilayah berdasarkan Metode Thiessen untuk tahun 2012 pada DAS Towari sebagai berikut :

R = A1.C1 + A2.C2 + A3.C3

R = (78 x 0.67) + (13 x 0.28) + (14 x 0.05) R = 55.99 mm Perhitungan Intensitas Hujan

Perhitungan intensitas hujan dan waktu konsentrasi dengan menggunakan data hasil curah hujan maksimum pada tabel 5.

Diketahui :

Panjang sungai (L) = 62,39 km Hujan harian (R24) = 99,36 mm/jam Beda tinggi (ΔH) = 2,795 m Waktu konsentrasi (Tc)

Tc= ((0,869 x L^3 )^0.385)/H = ((0,869 x 62,39 )^0.385)/2,795 = 6,21 jam

Intensitas curah hujan (I)

Tc= ((R_24 x (24)^0.67)/(24 (Tc))

= (4,39 x 3,62) 0,67

= 10,39 mm/jam

Analisis Debit Puncak (Qp)

Analisis debit puncak dihitung dengan menggunakan metode Rasional bedasarkan nilai koefisien limpasan, intensitas hujan serta luas DAS yang diperoleh sebelumnya.

(9)

Perhitungan debit Puncak dengan Metode Rasional pada tahun 1999. Qp = 0,278 . C. I . A Diketahui :

Luas DAS (A) = 325 km2 Panjang sungai (L) = 62,39 km

Koefisien limpasan = 0,10 (dapat dilihat pada tabel 1) Intensitas curah hujan (I) = 10,39 mm/jam

Qp = 0,278 x 0,10 x 10,39 x 466 = 134,65 m3/dt

Untuk perhitungan debit puncak selanjutnya dapat dihitung dengan cara yang sama. Adapun hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 6.

Berdasarkan grafik diatas maka diperoleh perghitungan Debit Puncak Run-off (Qp) terbesar pada tahun 2021 yaitu 595,66 m3/dtk dan perhitungan debit run-off terkecil pada tahun 2017 yaitu 93,92 m3/dtk. Hal ini didasarkan karena koefisien run-off adalah faktor utama penentu besarnya debit puncak run-off, selain itu curah hujan maximum juga berpengaruh terhadap debit puncak run-off, semakin besar koefisien run-off maka nilai debit puncak juga semakin tinggi.

Perhitungan Volume Limpasan (Vq)

Faktor volume limpasan (Vq) merupakan faktor yang mempengaruhi hasil laju erosi setiap tahun pada DAS Tangka. Nilai volume limpasan dipengaruhi oleh nilai Curve Number (CN). Nilai CN dapat ditentukan berdasarkan tutupan lahan dan jenis tanahnya. Nilai CN dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 2. Jadi untuk mendapatkan nilai CN maka peta tutupan lahan 2012 – 2021 dilakukan overlay dengan peta jenis tanah.

Sebelum melakukan perhitungan nilai CN terlebih dahulu untuk mengetahui pengelompokkan tanah secara hidrologi (kelas tanah) berdasarkan tekstur tanah. Untuk mengetahui kelas tanah maka harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat jenis tanah berikut ini sifat-sifat jenis tanah yang terdapat di DAS Tangka yaitu :

1. Alfisol : warna tanah entisol yang diamati adalah coklat kemerahan hingga merah gelap, kekuatan tanah yang relatif rendah, struktur tanah dari lempung liat berpasir hingga liat.

2. Entisol : Tanah yang baru berkembang, belum ada perkembangan horison tanah, meliputi tanah-tanah yang berada diatas batuan induk, termasuk tanah yang berkembang dari bahan baru, mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah, entisol teksturnya berpasir dan sangat dangkal.

(10)

3. Inceptisol : Memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 1-2 meter, Warnanya hitam atau kelabu hingga coklat tua, tekstur gembur.

Dari tabel tersebut diketahui nilai CN komposit di DAS Tangka adalah sebesar 67,673 nilai tersebut merupakan gabungan dari nilai luas setiap overlay dari jenis tanah dan tutupan lahan dikalikan dengan nilai C, lalu dibagi jumlah luas DAS Tangka.

Setelah di dapatkan angka CN, maka selanjutnya dihitung nilai perbedaan antara curah hujan dan air larian (S). berikut ini perhitungan nilai perbedaan antara curah hujan dan air larian (S).

(S = 25400 - 254 = 25400 - 254 = 58,855 )/((mm)CN ) = 67.673

Sebelum menghitung nilai volume limpasan (Vq) dilakukan perhitungan kedalaman hujan efektif (Pe). Perhitungan nilai Pe diperlakukan data curah hujan maksimum yang dapat dilihat pada tabel. perhitungan nilai Pe dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

(Pe =〖(p-0,2 s)〗^2 )/(P+0,8 s )

Pe = (105,36 – 0,2 . 58,855) 2 = 42,283 (mm) 105,36 + 0,8 . 58,855

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa nilai kedalaman hujan efektif (Pe) mempunyai hubungan perbandingan lurus dengan volume limpasan (Vq). Semakin besar nilai kedalaman hujan efektif (Pe) maka semakin besar pula vulume limpasannya (Vq). Nilai kedalaman hujan efektif (Pe) dipengaruhi oleh nilai Curve Number (CN) dan curah hujan maksimum tahunan . semakin besar curah hujan maksimum tahunan maka semakin besar pula nilai kedalaman hujan efektifnya.

(11)

Berdasarkan grafik di atas maka dapat diketahui bahwa Perhitungan Debit Puncak dan Perhitungan Volume Limpasan Permukaan DAS Tangka mengalami fluktasi. Debit Puncak (Qp) terbesar pada tahun 2021 yaitu 95,66 m3/dtk dan terkecil pada tahun 2017 yaitu 93,92 m3/dtk, sedangkan Volume Limpasan Permukaan pada tahun 2021 yaitu sebesar 59182,998 m3 dan terkecil pada tahun 2017 yaitu 12,908 m3.

Hal ini didasarkan karena koefisien run-off adalah faktor utama penentu besarnya debit puncak run-off, selain itu curah hujan maximum tahunan setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap debit puncak run-off, semakin besar koefisien run-off maka nilai debit puncak juga semakin tinggi. Dengan demikian karakteristik suatu DAS sangat berpengaruh terhadap besar debit puncak run-off.

Simulasi Model Soil Water Assesment Tools (SWAT)

Simulasi model SWAT pada DAS Towari dengan periode 2012-2022 menghasilkan beberapa scenario yang terjadi di DAS Towari tetapi, dalam pembahasn ini hanya dibatasi mengenai hidrolagi, sedimentasi dan erosi dalam terjadi di DAS Towari. Hasil simulasi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 4 Setup Model SWAT

Dapat dilihat pada gambar 4 setup model SWAT pada DAS Towari, simulasi model dilakukan selama 10 tahun (2012-2022) dengan 1 tahun (2012) sebagai tahun pemanasan dan hasil simulasi model yang dikeluarkan merupakan hasil waktu bulanan Output SWAT pada DAS Towari terbentuknya 211 HRU (Hydrologis Response Units) atau water area seluar 47,51 km selanjutnya

(12)

Kesimpulan dan Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan hasil Limpasan terbesar terjadi pada tahun 2021 yaitu 595,66 m3/dtk dan Volume Limpasan permukaan terbesar terjadi pada tahun 2021 yaitu 182,998 m3 sedangkan Limpasan terkecil pada tahun 2017 yaitu 93,92 m3/dtk dan Volume Limpasan permukaan terkecil terjadi pada tahun 2016 yaitu 12,908 m3.

Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi yaitu 656,798.8 ton/ha/tahun, akibat limpasan permukaan sebesar 175,012 m3/dtk sedangkan volume limpasan yaitu 340,004 m3.

Untuk peneliti selanjutnya disarankan hasil dari penelitian Pemilihan metode sebaiknya disesuaikan dengan data yang tersedia dengan tingkat ketelitian yang akurat Diperlukan adanya peran pemerintah dalam menangani permasalahan limpasan permukaan dan volume limpasan permukaan serta literatur kepada masyarakat tentang beberapa tindakan pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

A Mansida, F Gaffar dkk. (2020). “Analisis Infiltrasi dan Limpasan Permukaan Menggunakan Simulator Curah Hujan Dengan Variasi Intensitas Hujan Dan Vegetasi”. Sumber Daya Air. Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar Asdak, C., (2004), Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University

Press, Jogjakarta.

Haan, et al,, 1982 Setyowati. 2010. Hidrologi Untuk Pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta

Hanafiah, 2005. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hardiyatmo, H.C. 2003. Mekanika Tanah II. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Laoh, O.E.H, 2002.” Keterkaitan Factor Fisik, Factor Social, Ekonomi, Dan Tata Guna Lahan Di Daerah Tangkapan Air Dengan Erosi Dan Sedimentasi (Stydi Kasus Tondano, Sulawesi Utara)”, Ipb, Bogor.

Ridwan. 2014. Model Swat (Soil and water assessment tools). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Setyowati, Dewi L 2010, “ Hubungan Hujan Dan Limpasan Pada Sub DAS Kecil Penunaan Lahan Hutan, Sawah, Kebun Campuran, Di DAS Kreo

Sri Harto, (1993). Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

Surpin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset. Yogyakarta.

Suyono, Kensaku Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta Syarif, 2005 Dan Febrina, 2008. “Analisa Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak

Dengan Metode Rasionalpada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang” .

Tiatmodjo. 2008. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta .

Verrina G.P. dkk. (2013). Konservasi Tanah dan Air. Cetakan ketiga. IPB Press. Bogor.

Wibowo 2015. Analisis Debit Sungai Cidanau Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana Wilson, E. M. 1989. Hidrologi Teknik. Beendungan: Penerbit ITB Bandung .

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung baik melalui pengamatan lapangan maupun

Sumber data penelitian terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh melalui observasi secara langsung ke toko Braga Musik di

data Sekunder. Data primer adalah diperoleh langsung dari sumbernya. Data primer yang digunakan berupa hasil wawancara dengan responden. dan pengamatan

Penelitian ini terdiri dari sumber data yaitu sumber data primer (Data yang diperoleh secara langsung) dan data sekunder sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

Pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung baik melalui pengamatan lapangan maupun

Pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder, dengan cara: (1) observasi yaitu pengamatan langsung terhadap keadaan sekitar serta tindakan yang dilakukan

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan