• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis pengaruh modal tetap, tenaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "analisis pengaruh modal tetap, tenaga"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH MODAL TETAP, TENAGA KERJA, MODAL KERJA, LAMA USAHA, DAN STATUS

KEPEMILIKAN ASET BANGUNAN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI PADA USAHA RESTORAN DAN

CAFE DI KOTA MALANG

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh:

Adiar Pegananta Putra NIM.125020100111086

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2016

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS PENGARUH MODAL TETAP, TENAGA KERJA, MODAL KERJA, LAMA USAHA, DAN STATUS KEPEMILIKAN ASET BANGUNAN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI PADA USAHA RESTORAN DAN CAFE

DI KOTA MALANG

Yang disusun oleh :

Nama : Adiar Pegananta Putra

NIM : 125020100111086

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Juni 2016.

Malang, 28 Juni 2016 Dosen Pembimbing,

Dr. Moh. Khusaini, SE., M.Si., MA.

NIP. 19710111 199802 1 001

(3)

Analisis Pengaruh Modal Tetap, Tenaga Kerja, Modal Kerja, Lama Usaha, dan Status Kepemilikan Aset Bangunan Terhadap Tingkat Produksi pada Usaha

Restoran dan Cafe di Kota Malang

Adiar Pegananta Putra

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: [email protected]

ABSTRAK

Usaha restoran dan cafe di Kota Malang memiliki potensi yang sangat besar bila dilihat dari pertumbuhan jumlah unit usaha ini dan jumlah penduduk di Kota Malang dari tahun ke tahun.

Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk strategi alternatif untuk mendukung pengembangan perekonomian dalam pembangunan jangka panjang di Kota Malang. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang ada, yaitu modal tetap, tenaga kerja, modal kerja, lama usaha, dan status kepemilikan aset bangunan dapat diketahui pengaruhnya pada tingkat produksi usaha restoran dan cafe di Kota Malang. Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan teknik analisis regresi bergandan dan menggunakan data primer yang didapat dari hasil survei. Variabel independen yang digunakan adalah jumlah modal tetap, tenaga kerja, modal kerja, lama usaha, dan status kepemilikan aset bangunan. Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat produksi.

Hasil analisis yang diperoleh dari hasil penelitian, menyebutkan bahwa modal tetap, modal kerja, dan lama usaha mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat produksi pada Usaha Restoran di Kota Malang. Sedangkan pada Usaha Cafe di Kota Malang, modal tetap, modal kerja, dan status kepemilikan bangunan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat produksi nya.

Dan dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa variabel modal kerja mempunyai pengaruh yang dominan terhadap tingkat produksi pada Usaha Restoran di Kota Malang. Sedangkan variabel modal tetap mempunyai pengaruh yang dominan terhadap tingkat produksi pada Usaha Cafe di Kota Malang.

Kata kunci: Cafe, Lama Usaha, Modal Kerja, Modal Tetap, Status Kepemilikan Aset Bangunan, Tenaga Kerja, Tingkat Produksi

A. PENDAHULUAN

Provinsi Jawa Timur memiliki potensi yang sangat besar jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Jawa Timur telah bertransformasi menjadi provinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan. Hal ini diperkuat dengan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Provinsi, yang menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur menempati peringkat kedua dalam kontribusinya terhadap PDRB Indonesia. Jawa Timur hanya kalah dari DKI Jakarta, yang merupakan kota dengan predikat ibu kota negara.

Potensi Provinsi Jawa Timur tersebut membuat peneliti merasa perlu untuk mendalami sektor- sektor ekonomi di provinsi ini. Berdasarkan data PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restauran menjadi sektor ekonomi yang memberikan kontribusi

(4)

terbesar kepada PDRB Jawa Timur, dengan kontribusi yang mencapai 139.431.307,45 juta rupiah di tahun 2013. Sektor ini terdiri dari Sub Sektor Perdagangan, Sub Sektor Hotel, dan Sub Sektor Restauran. Peneliti lebih memfokuskan bahasan penelitian pada Sub Sektor Restauran, yang mana bentuk kegiatannya adalah penyediaan makanan dan minuman.

Makanan dan minuman merupakan barang kebutuhan dasar manusia, sehingga barang ini menjadi barang yang pertama kali diinginkan oleh setiap orang sebelum menginginkan atau membeli barang lain. Makanan dan minuman juga tergolong barang yang bersifat inelastis, sehingga berapapun perubahan harga pada barang ini, permintaan dan penawaran terhadap barang ini akan tetap sama.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa usaha yang bergerak dalam kegiatan Sub Sektor Restauran ini akan berpotensi meraup omset yang sangat besar dan terus-menerus, sehingga nantinya dapat memberikan kontribusi yang besar pula terhadap PDRB di Jawa Timur.

Namun di Kota Malang, yang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, kontribusi Sub Sektor Restauran terhadap PDRB Kota Malang masih kalah dengan sub sektor lainnya. Berdasarkan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Menurut Lapangan Usaha, sub sektor ini hanya berada di peringkat keenam, dengan kontribusi sebesar 4,31% di tahun 2014. Sangat jauh bila dibandingkan dengan peringkat pertama yang kontribusinya mencapai 30,76% di tahun yang sama.

Berdasarkan data di atas, kontribusi dari Lapangan Usaha Penyediaan Makan dan Minum terhadap PDRB Kota Malang masih sangat rendah. Padahal banyak faktor yang mendukung pertumbuhan lapangan usaha ini, sehingga sangat berpotensi untuk menjadi lapangan usaha unggulan di Kota Malang. Faktor pendukung yang pertama, tentunya pertumbuhan Sub Lapangan Usaha Penyediaan Makan Minum itu sendiri dari tahun ke tahun. Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Malang mengkategorikan sub lapangan usaha ini menjadi dua unit usaha yang dikenai wajib pajak daerah, yaitu usaha cafe dan restoran. Menurut data yang berasal dari Dispenda dalam 5 tahun terakhir, pertumbuhan kedua unit usaha tersebut telah berkembang pesat hingga mencapai 21%, seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1: Jumlah dan Pertumbuhan Usaha Restoran dan Cafe di Kota Malang Tahun Jumlah restoran Pertumbuhan

restoran Jumlah Cafe Pertumbuhan Cafe

2011 500 unit 21 unit

2012 484 unit -1,626% 22 unit 2,325%

2013 479 unit -0,519% 24 unit 4,347%

2014 492 unit 1,338% 30 unit 11,111%

2015 561 unit 6,552% 46 unit 21,052%

Sumber: Data Dispenda 2016, diolah

Pertumbuhan jumlah cafe dan restoran ini berjalan beriringan dengan pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Malang. Data yang berasal dari BPS menunjukkan, bahwa pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Malang mencapai 820.243 jiwa, dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 845.973 jiwa. Hal ini menunjukkan, bahwa seiring bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah, akan diiringi dengan semakin bertambahnya pula kebutuhan dasar yang dibutuhkan di daerah tersebut.

Data di atas hanya merujuk pada data penduduk tetap. Sedangkan di Kota Malang juga dipenuhi oleh banyak penduduk yang bersifat pendatang. Berdasarkan data BPS yang terangkum dalam buku Malang Dalam Angka 2015, pada tahun 2013 jumlah penduduk pendatang mencapai 16.264 jiwa, sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi 31.603 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk pendatang di Kota Malang ini disebabkan oleh banyaknya jumlah fasilitas pendidikan di Kota Malang, baik negeri maupun swasta, formal maupun non-formal. Selain itu, Kota malang juga mempunyai keuntungan strategis karena merupakan pintu gerbang menuju beberapa kawasan wisata gunung di Jawa Timur dan wilayah Kota Wisata Batu.

Maka berdasarkan uraian tersebut serta ditunjang dengan kondisi iklim usaha restoran dan cafe di Kota Malang yang sangat berpotensi untuk dikembangkan, penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat produksi dalam usaha restoran dan cafe di Kota Malang.

(5)

B. KAJIAN PUSTAKA Sub Sektor Penyediaan Makan Minum

Sub sektor ini seperti namanya, bergerak pada kegiatan penyediaan makanan dan minuman.

Menurut A.H. Maslow dalam Arep dan Tanjung (2003), kebutuhan fisiologis yang terdiri dari, makanan, minuman, dan istirahat, merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1997), untuk barang-barang kebutuhan pokok, seperti makanan, BBM, dan sepatu, permintaannya cenderung bersifat inelastis. Dari kedua teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha yang bergerak pada bidang ini akan memiliki kuantitas dan kontinuitas permintaan yang tinggi terhadap makanan dan minuman yang ditawarkan.

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 10 dan 11 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Cafe dan Usaha Restoran, dapat diketahui bahwa unit usaha yang termasuk dalam subsektor penyediaan makan minum ada dua, yaitu usaha restoran dan usaha cafe. Dan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang No. 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Malang No. 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, peneliti menggunakan data- data dari Dispenda untuk menentukan populasi dan sampel sub sektor penyediaan makan minum dalam penelitian ini.

Teori dan Faktor Produksi

Joesron dan Fathorrozi (2003) menyatakan produksi merupakan hasil akhir dalam proses atau aktivitas ekonomi dan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.

Modal tetap merupakan faktor produksi yang kauntitasnya cenderung tidak mudah diubah.

Sedangkan modal kerja kuantitasnya cenderung berubah setiap harinya. Hal ini diperkuat oleh Soeprihanto (1997) yang menyatakan, bahwa yang dimaksud bukan modal kerja adalah dana yang tertanam dalam aktiva tetap yang ditujukan untuk menghasilkan future income. Dengan demikian, modal tetap yang merupakan lawan dari modal kerja, adalah dana yang berada pada sisi aktiva tetap.

Mesin, kendaraan, truk, biaya mendirikan pabrik atau bangunan-bangunan lain digolongkan sebagai aktiva tetap (Soeprihanto, 1997).

Tenaga kerja merupakan salah satu dari faktor produksi sederhana yang utama dan yang selalu ada dalam suatu bentuk produksi, meskipun pada produksi tersebut telah digunakan mesin -mesin atau bentuk modal lainnya (Adisaputro dan Asri, 1998). Pada intinya, tenaga kerja dalam penelitian ini diterjemahkan sebagai orang yang terlibat dalam suatu proses produksi, baik dilakukan sendiri maupun bersama orang lain. Hal ini diperjelas oleh UU Pokok Ketenagakerjaan No 14 tahun 1969 dalam Suroto (1986) yang menjelaskan, bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Modal kerja sendiri sering diartikan sebagai modal yang diperlukan untuk membelanjai kegiatan perusahaan sehari-hari. Modal kerja yang demikian mencerminkan keputusan keuangan jangka pendek. Besarnya modal kerja ini tampak pada kelompok aktiva lancar, yang mana merupakan kebalikan dari modal tetap yang tampak pada kelompok aktiva tetap (Asri, 1987).

Lama usaha merupakan lamanya pedagang berkarya pada usaha perdagangan yang sedang dijalani saat ini (Asmie dalam Wicaksono, 2014). Pedagang dalam penelitian ini disebut sebagai pengusaha atau pengelola unit usaha restoran dan cafe yang ada di Kota Malang. Satuan variabel lama usaha adalah tahun.

Status kepemilikan aset bangunan berkaitan dengan komponen barang modal yang digunakan produsen. Sebagian besar barang modal dimiliki oleh produsen yang menggunakannya. Akan tetapi, beberapa barang modal ada yang merupakan barang sewaan. Pembayaran untuk penggunaan sementara atas barang modal ini disebut uang sewa (Samuelson dan Nordhaus, 1997). Dalam penelitian ini, faktor produksi tersebut merujuk pada bangunan, tempat operasional usaha tersebut berjalan. Maka dari itu dalam penelitian ini, status kepemilikan aset bangunan dibedakan menjadi dua, yaitu berstatus milik sendiri, yang dalam penelitian ini diberi nilai 1, dan berstatus sewa yang diberi nilai 0.

(6)

Fungsi Produksi

Teori produksi terdiri dari beberapa analisa mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha dalam tingkat teknologi tertentu, mampu mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi (input) untuk menghasilkan sejumlah produk (output) yang ditetapkan sebelumnya dengan seefisien mungkin (Ferguson dalam Winardi, 1983). Jadi, penekanan proses produksi dalam teori produksi adalah suatu aktivitas ekonomi yang mengkombinasikan berbagai macam masukan (input) untuk menghasilkan suatu keluaran (output).

Fungsi produksi Cobb-Douglas (Cobb-Douglas production function) adalah suatu fungsi berpangkat yang terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel yang dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang menjelaskan X (variabel bebas) (Soekartawi, 1994).

Keuntungan menggunakan fungsi ini adalah hasil pendugaan garis melalui fungsi ini akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan tingkat return to scale. Hubungan antara hasil produksi dengan faktor produksi pada fungsi Cobb-Douglas dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi linear berganda. Analisis tersebut kemudian dilakukan dengan cara melogaritmakan fungsi Cobb-Douglas agar diperoleh fungsi yang linear.

Elastisitas Produksi

Elastisitas parsial faktor produksi merupakan ukuran perubahan proporsional output yang disebabkan oleh perubahan proporsional pada suatu faktor produksinya di saat faktor-faktor produksi lainnya konstan (Beattie dan Taylor, 1994).

Skala Hasil (Return to Scale)

Return to Scale didefinisikan sebagai derajat perubahan output apabila semua input nya diubah dalam proporsi yang sama. Skala hasil perlu dihitung untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha menghasilkan increasing, constant, atau decreasing return to scale.

Skala hasil meningkat (increasing return to scale) terjadi jika proporsi perubahan output lebih besar dari proporsi perubahan input, atau dalam fungsi produksi Cobb-Douglas jika β1 + β2 + β3 > 1.

Skala hasil konstan (constant return to scale) Terjadi bila proporsi perubahan output sama dengan proporsi perubahan input, yaitu β1 + β2 + β3 = 1. Pada tahap ini, besarnya operasi produksi usaha tidak akan mempengaruhi produktivitas dari faktor-faktor produksinya. Skala hasil menurun (decreasing return to scale) terjadi jika proporsi perubahan output lebih kecil dari proporsi perubahan input yaitu β1 + β2 + β3 < 1.

C. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif.Pendekatan deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005).

Pendekatan kuantitatif mampu menjelaskan bagaimana variabel-variabel dalam sebuah penelitian bekerja. Pendekatan ini dalam mengukur sebuah data lebih menggunakan hubungan angka. Sedangkan dalam pengujian teorinya, pendekatan ini menganalisis menggunakan analisis statistik.

Penelitian ini juga termasuk dalam penelitian yang berjenis survei. Menurut Singarimbun dan Effendi (1985), jenis penelitian survai adalah penelitian yang dalam proses pengumpulan informasi yang dicari menggunakan sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Dalam penelitian ini, peneliti hanya berusaha untuk memperoleh data dari para pemilik atau pengelola unit usaha cafe dan restoran di Kota Malang, dengan cara mewawancarai atau pengisian jawaban dari pertanyaan yang tertera pada lembar kuisioner.

(7)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada beberapa unit usaha penyediaan makan dan minuman, yaitu 30 unit restoran dan 30 unit cafe yang ada di Kota Malang. Waktu penelitian dilakukan setelah periode tersebut, yaitu pada tahun 2016, semester pertama.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian

Dalam meneliti hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, Firdaus (2011) mengatakan, bahwa variabel yang mempengaruhi variabel lain disebut variabel bebas (independent variable).

Sedangkan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain disebut variabel tak bebas (dependent variable). Untuk mempermudah pengukuran variabel, diperlukan suatu definisi operasional yang berisi petunjuk tentang bagaimana pelaksanaan atau cara pengukuran terhadap suatu variabel, sehingga diketahui baik buruknya pengukuran tersebut..

1. Variabel dependen atau terikatdalam penelitian ini adalah tingkat output (Y).

Variabel ini tercermin dari besarnya volume/omzet penjualan makanan dan minuman yang diproduksi masing-masing unit usaha restauran dan cafe, yang diukur dengan satuan rupiah.

2. Variabel independen atau bebas (X) dalam penelitian ini, antara lain:

a. Modal Tetap (X1)

Modal Tetap tercermin dari modal jangka panjang yang digunakan produsen dalam segala aktivitas operasional usaha yang meliputi gedung dan mesin, diukur dengan satuan rupiah.

b. Tenaga Kerja (X2)

Tenaga Kerja tercermin dari jumlah tenaga kerja yang dimiliki dalam melakukan aktivitas operasional usaha, yang diukur dengan jumlah per kepala tenaga kerja.

c. Modal Kerja (X3)

Modal Kerja tercermin dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh produsen untuk pembayaran upah tenaga kerja, serta pembelian bahan baku dan pelengkap habis pakai yang digunakan dalam proses produksi dalam jangka pendek (satu bulan), yang diukur dengan satuan rupiah.

d. Lama Usaha (X4)

Lama Usaha tercermin dari lamanya waktu yang digunakan suatu perusahaan dalam menjalankan proses produksi, diukur dalam satuan waktu, yaitu tahun.

e. Status Kepemilikan Aset Bangunan (D1)

Dalam Status Kepemilikan Aset Bangunan, peneliti memberikan nilai 1 pada kepemilikan aset bangunan yang berstatus milik sendiri. Sedangkan bagi kepemilikan aset bangunan yang berstatus sewa, peneliti memberikan nilai 0.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan 607 unit usaha penyediaan makan dan minum, yaitu restoran dan cafe yang ada di Kota Malang, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 30 unit usaha restoran dan 30 unit usaha cafe. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Mengenai hal ini, stratified random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan ketika menjumpai karakter populasi yang bersifat heterogen (bervariasi), sehingga dapat melihat perbedaan sifat dari populasi tersebut (Prasetyo dan Jannah, 2010).

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka, biasanya untuk data yang dapat diukur dengan ukuran yang telah dinyatakan dalam bentuk standar. Dalam penelitian ini digunakan sumber data primer yang dilakukan dengan metode wawancara dan kuesioner sebagai sumber data utama, serta digunakan pula sumber data sekunder untuk melengkapi penelitian. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dengan sumber data dari responden yang dipilih (Trenggonowati, 2009). Adapun metode pengumpulan data primer yang digunakan, yaitu:

(8)

1. Metode Kuisioner (angket)

Metode Kuisioner, yaitu metode pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Penelitian ini dapat mendatangi sendiri responden atau mengirim daftar pertanyaan melalui berbagai media pengiriman yang ada (Soeratno dan Arsyad, 1988).

2. Metode Interview (wawancara)

Metode Interview (wawancara), yaitu metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada responden. Kesuksesan suatu wawancara bermula dari hubungan/kesan baik dengan responden (Soeratno dan Arsyad, 1988).

Metode Analisis

Metode analisis yang akan digunakan dalam identifikasi permasalahan yang dihadapi adalah model analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh modal tetap, tenaga kerja, modal kerja, lama usaha, dan status kepemilikan aset bangunan terhadap tingkat produksi pada usaha restoran dan cafe di Kota Malang, yang dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, X4, D1)

Model tersebut kemudian ditransformasikan ke model fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditulis sebagai berikut:

Y = α X1β1

X2β2

X3 β3

X4β4

D1δ1

eμ

Untuk mengestimasi koefisien regresi, dilakukan transformasi ke bentuk linear dengan menggunakan logaritma natural (Ln) guna menghitung nilai elastisitas dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat ke dalam model sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

Ln Y = Ln α + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β3 LnX3 + β4 LnX4+ δ1 D1 + μ

di mana Y adalah variabel terikat, X adalah variabel variabel bebas, D adalah variabel dummy, α adalah konstanta, β adalah koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas variabel bebas, δ1

adalah koefisien dummy, dan µ adalah error term.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Regresi Linear Berganda

Analisis data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana dalam analisis regresi tersebut akan diuji pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi terhadap produksi itu sendiri. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Eviews 9 berdasarkan data-data yang diperoleh dari 60 sampel, yang terdiri dari 30 pengusaha restoran dan 30 pengusaha cafe. Untuk memperkecil variasi data yang diperoleh serta mengetahui elastisitas dari masing-masing variabel melalui koefisien regresinya, maka data-data tersebut ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural (Ln).

Namun, untuk memastikan bahwa model regresi linier berganda yang ditentukan merupakan model yang sesuai, maka sebelumnya akan diuji terlebih dahulu sebagai syarat penggunaan regresi linier berupa asumsi-asumsi klasik. Hasil pengujian asumsi-asumsi klasik dapat dilihat sebagai berikut:

A. Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas pada penelitian ini, diuji berdasarkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dengan menggunakan metode Auxiliary Regression for Multikolinearity. Adapun kriteria untuk variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih kec il daripada nilai 10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut:

(9)

Tabel 2 : Hasil Pengujian Multikolinearitas Data untuk Usaha Restoran

Variabel Bebas R-squared (R2) VIF

LOG_PRODUKSI (Y) 0,919610 -

LOG_MTETAP (X1) 0,838615 6,196362

LOG_TK (X2) 0,841176 6,296277

LOG_MKERJA (X3) 0,653891 2,889263

LOG_LAMAUSAHA (X4) 0,442693 1,794343

STATUS KEPEMILIKAN ASET BANGUNAN (D) 0,248143 1,330040

Sumber: Data Output Regresi Eviews 2016, diolah

Tabel 3 : Hasil Pengujian Multikolinearitas Data untuk Usaha Cafe

Variabel Bebas R-squared (R2) VIF

LOG_PRODUKSI (Y) 0,874907 -

LOG_MTETAP (X1) 0,597969 2,487370

LOG_TK (X2) 0,754727 4,077089

LOG_MKERJA (X3) 0,775009 4,444622

LOG_LAMAUSAHA (X4) 0,328392 1,488963

STATUS KEPEMILIKAN ASET BANGUNAN (D) 0,192174 1,237890

Sumber: Data Output Regresi Eviews 2016, diolah

Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier dengan OLS, model regresi linier yang baik adalah yang terbebas dari adanya multikolinieritas. Dari kedua tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk keseluruhan variabel bebas pada usaha restoran maupun usaha cafe lebih kecil dari 10, sesuai dengan kriteria pengujian multikolinearitas. Maka, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multiokolinearitas pada ketujuh variabel bebas tersebut.

B. Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas ini menggunakan nilai Probability Chi-Square. Apabila nilai Probability Chi-Square lebih besar dari nilai alpha 5%, maka tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel Heteroskedasticity Test: Glejser berikut:

Tabel 4 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Data untuk Usaha Restoran

Sumber: Data Output Regresi Eviews 2016, diolah

Tabel 5 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Data untuk Usaha Cafe

Sumber: Data Output Regresi Eviews 2016, diolah

(10)

Dari kedua tabel di atas terlihat bahwa nilai Prob. Chi-Square lebih besar dari alpha 5%, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model. Asumsi klasik tentang heteroskedastisitas dalam model ini terpenuhi, yaitu terbebas dari heteroskedastisitas.

C. Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data. Model regresi yang baik adalah yang berdistribusi data normal atau mendekati normal. Kriteria sebuah data terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari alpha 5%, maka dikatakan bahwa data residual terdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 : Hasil Pengujian Normalitas

a) Data pada Usaha Restoran b) Data pada Usaha Cafe Sumber: Data Output Regresi Eviews 2016, diolah

Dari kedua gambar di atas, nilai probabilitas lebih besar dari alpha 0,05 (0,999 dan 0,631), sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Hasil ini sejalan dengan asumsi klasik dari regresi linier dengan pendekatan OLS.

Analisis Regresi Linear Berganda

Berdasarkan persamaan hasil regresi pada usaha restoran, maka didapatkan estimasi model regresi sebagai berikut:

Ln Y = 5,460 + 0,307 LnX1 + 0,248 Ln X2 + 0,318 Ln X3 + 0,285 Ln X4 + 0,161 X5D + e

Berdasarkan persamaan hasil regresi pada usaha cafe, maka didapatkan estimasi model regresi sebagai berikut:

Ln Y = -8,366 + 0,844 LnX1 + 0,034 Ln X2 + 0,520 Ln X3 + 0,017 Ln X4 - 0,316 X5D + e

Hasil output regresi yang telah lolos uji asumsi klasik perlu diuji kembali untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yakni secara simultan dan parsial. Dari pengujian hipotesis tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Uji F

Uji F (uji simultan) adalah uji signifikansi variabel independen secara simultan atau bersama- sama terhadap variabel independen. Kriteria penilaiannya dapat dilihat pada nilai Prob (F- statistic) yang tertera pada hasil regresi. Ketika nilai Prob (F-statistic) kurang dari alpha 0,05, maka seluruh variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap

(11)

variabel dependen. Hasil regresi pada usaha restoran dan pada usaha cafe, nilai Prob (F-statistic) keduanya masing-masing sebesar 0,0000, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

2. Uji t

Pengujian secara parsial untuk hasil regresi dilakukan melalui uji t, di mana akan diketahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel dependennya. Dari hasil regresi pada usaha restoran, dapat diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh positif signifikan antara lain variabel modal tetap (X1), modal kerja (X3), dan lama usaha (X4), dan tidak ada variabel bebas yang memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap tingkat produksi. Variabel lainnya, tenaga kerja (X2), dan status kepemilikan aset bangunan (D1) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat produksi. Sedangkan dari hasil regresi pada usaha cafe, dapat diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh positif signifikan antara lain variabel modal tetap (X1), modal kerja (X3), dan status kepemilikan aset bangunan (D1), dan variabel bebas yang memiliki pengaruh negatif signifikan adalah variabel status kepemilikan aset bangunan (D1). Variabel lainnya, tenaga kerja (X3), dan lama usaha (X4) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat produksi.

3. Koefisien Determinasi

Dari hasil estimasi regresi pada usaha restoran didapatkan nilai R2 sebesar 0,9196. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen di dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 91,96%. Sedangkan sisanya sekitar 8,04%, dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Sedangkan dari hasil estimasi regresi pada usaha cafe didapatkan nilai R2 sebesar 0,8749. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen di dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 87,49%. Sedangkan sisanya sekitar 12,51%, dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model.

Lebih lanjut, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yang digambarkan pada koefisien regresi dalam fungsi produksi dapat dilihat pada pembahasan berikut:

Pengaruh Modal Tetap terhadap Tingkat Produksi

Dari hasil estimasi pada usaha restoran, didapatkan koefisien regresi variabel modal tetap sebesar 0,307. Maka dapat diartikan bahwa jika dilakukan penambahan input modal tetap sebesar 1%, tingkat produksi pada usaha restoran akan mengalami kenaikan sebesar 0,307% dengan asumsi bahwa variabel lainnya dianggap konstan.

Sedangkan dari hasil estimasi pada usaha cafe, didapatkan koefisien regresi variabel modal tetap sebesar 0,844. Maka dapat diartikan bahwa jika dilakukan penambahan input modal tetap sebesar 1%, tingkat produksi pada usaha cafe akan mengalami kenaikan sebesar 0,844% dengan asumsi bahwa variabel lainnya dianggap konstan.

Modal tetap adalah dana yang tertanam dalam aktiva tetap, yang meliputi mesin, kendaraan, dan biaya mendirikan bangunan (Soeprihanto, 1997). Modal ini digunakan secara langsung maupun tidak langsung dalam produksi untuk menambah output (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sesuai dengan fungsinya, modal tetap berperan penting dalam pelaksanaan awal suatu kegiatan usaha. Selain itu, juga sangat perlu untuk memperhatikan besaran modal tetap yang digunakan demi pertumbuhan output jangka panjang. Semakin besar modal tetap, maka semakin tinggi tingkat produksi yang dihasilkan.

Sesuai dengan teori, hasil regresi pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel modal tetap berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat produksi, baik pada usaha restoran maupun pada usaha cafe di Kota Malang. Hasil regresi ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2014). Melalui hasil penelitiannya ia menyimpulkan bahwa variabel modal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi pada sentra industri kecil keripik tempe Sanan di kota malang..

(12)

Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Tingkat Produksi

Koefisien regresi variabel tenaga kerja pada usaha restoran sebesar 0,248, menunjukkan bahwa peningkatan variabel tenaga kerja sebesar 1%, mampu meningkatkan tingkat produksi sebanyak 0,248%. Sedangkan koefisien regresi variabel tenaga kerja pada usaha cafe sebesar 0,034, menunjukkan bahwa peningkatan variabel tenaga kerja sebesar 1%, mampu meningkatkan tingkat produksi sebanyak 0,034%.

Tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa (Suroto, 1998). Bersama dengan mesin - mesin dan bentuk modal lainnya yang digunakan, tenaga kerja menjadi variabel utama dan yang selalu ada dalam suatu proses produksi. Jumlah tenaga kerja yang meningkat, akan berpengaruh terhadap peningkatan besaran produksi yang dihasilkan pula.

Analisis regresi pada bentuk usaha restoran maupun cafe, menunjukkan hasil yang berbeda dengan teori di atas. Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap tingkat produksi pada usaha restoran dan usaha cafe di Kota Malang.

Hasil temuan ini didukung oleh penelitian dari Setiawati (2013), yang menyebutkan bahwa tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil produksi pada sentra industri tempe di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. Ini disebabkan pada indutri tempe ini produksi lebih cenderung dipengaruhi oleh harga bahan baku berupa kedelai yang fluktuatif.

Sejalan dengan hal itu, berdasarkan pengakuan dari responden dalam interview yang telah dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa harga bahan baku yang fluktuatif menjadi salah satu kendala dalam proses produksi. Selain itu, komitmen, skill, dan kontrolling tenaga kerja menjadikan aspek tenaga kerja sebagai salah satu aspek terbanyak yang menghambat proses produksi di beberapa usaha restoran maupun cafe di Kota Malang. Dari keseluruhan responden, baik dari pengusaha restoran dan cafe yang berjumlah 60 responden, terdapat 45 responden yang mengalami hambatan dalam proses produksi. Dari 45 responden tersebut, 29 diantaranya mengaku bahwa aspek tenaga kerja seperti komitmen bekerja yang kurang baik, pemahaman dalam penggunaan bahan baku yang kurang baik, dan keperluan untuk kontroling yang cukup besar, dapat menghambat kegiatan produksi yang mereka lakukan. Faktor-faktor penghambat ini dapat menyebabkan tenaga kerja tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat produksi..

Pengaruh Modal Kerja terhadap Tingkat Produksi

Menurut estimasi hasil regresi pada usaha restoran, variabel modal kerja memiliki pengaruh sebesar 0,318 terhadap tingkat produksi, yang diartikan bahwa peningkatan modal kerja sebanyak 1%

meningkatkan tingkat produksi sebesar 0,318% dengan asumsi variabel yang lain dianggap konstan.

Sedangkan menurut estimasi hasil regresi pada usaha cafe, variabel modal kerja memiliki pengaruh sebesar 0,520 terhadap tingkat produksi, yang diartikan bahwa peningkatan modal kerja sebanyak 1%

meningkatkan tingkat produksi sebesar 0,520% dengan asumsi variabel yang lain dianggap konstan.

Modal kerja adalah modal yang diperlukan untuk membelanjai kegiatan perusahaan sehari-hari (Asri, 1987). Besarnya modal kerja tampak pada kelompok aktiva lancar yang meliputi modal operasional, seperti bahan baku, kemasan, dan upah tenaga kerja yang dibayarkan per periode tertentu.

Sesuai dengan definisinya, modal kerja berperan penting dalam keberlangsungan suatu kegiatan usaha.

Dengan tingkat modal kerja yang besar, maka pengusaha lebih terjamin dalam pengadaan barang/jasa atau kontinuitasnya.

Analisis regresi pada bentuk usaha restoran maupun cafe, menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori di atas. Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa modal kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat produksi pada usaha restoran dan usaha cafe di Kota Malang. Hasil temuan ini didukung oleh penelitian dari Lesmana (2014), yang menyatakan bahwa modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi di Sentra Industri manik-manik kaca Desa Plumbon Gambang.

Jika suatu industri menggunakan modal kerja yang besar, maka output yang diperoleh juga akan besar pula.Hal tersebut dimungkinkan karena modal kerja digunakan untuk seluruh pembiayaan-pembiayaan proses produksi sehari-hari..

(13)

Pengaruh Lama Usaha terhadap Tingkat Produksi

Lama Usaha adalah lamanya pedagang berkarya pada usaha perdagangan yang sedang dijalani saat ini (Asmie dalam Wicaksono, 2014). Lamanya seorang pelaku bisnis menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi kemampuan profesionalnya. Semakin lama menekuni bidang usaha perdagangan, akan makin meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen (Devas dalam Wicaksono, 2014).

Berdasarkan hasil estimasi regresi pada usaha restoran, besarnya pengaruh lama usaha terhadap tingkat produksi diketahui sebesar 0,285, maka peningkatan nilai lama usaha sebanyak 1% akan meningkatkan tingkat produksi sebesar 0,285%, dan berpengaruh signifikan. Sedangkan berdasarkan hasil estimasi regresi pada usaha cafe, besarnya pengaruh lama usaha terhadap tingkat produksi diketahui sebesar 0,017, maka peningkatan nilai lama usaha sebanyak 1% akan meningkatkan tingkat produksi sebesar 0,017%, dan tidak berpengaruh signifikan.

Analisis regresi pada bentuk usaha restoran dan cafe memiliki hasil yang berbeda. Hasil regresi pada usaha restoran menunjukkan kesesuaian temuan dengan teori, yaitu lama usaha berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat produksi. Hasil temuan ini didukung oleh penelitian dari Wicaksono (2014), yang menyatakan bahwa lama usaha memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah produksi pada industri keripik tempe di Kecamatan Blimbing.

Sedangkan hasil regresi pada usaha cafe menunjukkan perbedaan temuan dengan teori, yaitu lama usaha beperngaruh positif namun tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi. Hasil ini didukung oleh pendapat Lesmana (2014) dalam penelitiannya, yang menyebutkan bahwa lama usaha berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap produksi pada sentra industri kerajinan manik- manik kaca. Ini dikarenakan para pengrajin yang baru dapat dengan cepat berkreasi dan berinovasi dengan melihat segala bentuk referensi di internet dan memasarkan produknya pun melalui internet.

Dengan media internet mereka dapat meningkatkan orderannya dan akhirnya mampu meningkatkan kapasitas produksinya.

Berdasarkan hasil interview yang telah dilakukan peneliti, para pengelola usaha cafe melakukan banyak upaya dalam mempromosikan usahanya di awal berdirinya usaha tersebut. Para pengusaha cafe yang didominasi oleh para pemuda-pemudi, mengoptimalkan media sosial dalam mengenalkan usahanya kepada masyarakat di Kota Malang. Sehingga lama usaha yang dimiliki usaha cafe di Kota Malang tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksinya..

Pengaruh Status Kepemilikan Aset Bangunan terhadap Tingkat Produksi

Status kepemilikan aset bangunan bersama dengan kepemilikan lahan, berkaitan dengan komponen barang modal yang digunakan produsen, yang dapat berstatus milik sendiri maupun sewa.

Faktor produksi ini mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima dibandingkan faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1984). Dengan kepemilikan bangunan atau lahan yang berstatus milik sendiri, produsen diharapkan mampu memanfaatkannya semaksimal mungkin.

Menurut hasil estimasi regresi pada usaha restoran, variabel dummy status kepemilikan aset bangunan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,161 dan bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan aset bangunan yang berstatus milik sendiri, maka besarnya tingkat produksi adalah 16,1% lebih banyak daripada menggunakan aset bangunan yang berstatus sewa, dan variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi pada usaha restoran.

Sedangkan menurut hasil estimasi regresi pada usaha cafe, variabel dummy status kepemilikan aset bangunan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,316 dan bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan aset bangunan yang berstatus milik sendiri, maka besarnya tingkat produksi adalah 31,6% lebih kecil daripada menggunakan aset bangunan yang berstatus sewa, dan variabel ini berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi pada usaha cafe.

Analisis regresi pada bentuk usaha restoran dan cafe memiliki hasil yang berbeda. Hasil regresi pada usaha restoran menunjukkan, bahwa status kepemilikan aset bangunan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap tingkat produksi. Hasil temuan ini didukung oleh penelitian dari Nikmah, dkk (2013), yang menyatakan bahwa status kepemilikan lahan berpengaruh positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi jagung hibrida di daerah penelitian. Hal tersebut

(14)

dimungkinkan karena pemilik lahan dan penyewa lahan rata-rata mempunyai pengetahuan yang sama tentang bercocok tanam.

Sedangkan hasil regresi pada usaha cafe menunjukkan, bahwa status kepemilikan aset bangunan bepengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat produksi. Hasil temuan ini sesuai dengan pendapat Kusnaidi, dkk (2011) dalam jurnalnya, yang mengatakan bahwa variabel dummy status lahan signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien negatif, yang artinya status lahan milik sendiri akan menurunkan produksi dibandingkan status lahan sewa atau gadai. Hal ini dimungkinkan dengan besarnya harga tanah dan bangunan di Kota Malang, menyebabkan pengusaha restoran dan cafe lebih memilih menyewa tanah dan bangunan untuk tempat operasional usahanya.

Variabel yang Paling Berpengaruh Dominan terhadap Tingkat Produksi

Untuk mengetahui secara langsung faktor mana yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat produksi pada usaha restoran dan cafe di Kota Malang, dapat dilihat dari hasil regresi pada tabel kolom koefisien. Dimana faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat produksi dapat ditunjukkan oleh tingkat koefisien yang paling besar.

Pada hasil regresi data untuk usaha restoran, variabel yang memiliki koefisien terbesar adalah modal kerja (LnX3), dengan nilai koefisiennya sebesar 0,318, dan tingkat signifikansi t sebesar 0,001.

Dengan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat produksi pada usaha restoran, yaitu modal kerja. Hal ini sesuai dengan teori modal kerja yang dinyatakan oleh Asri (1987), dimana modal kerja adalah modal yang diperlukan untuk membelanjai kegiatan perusahaan sehari-hari. Modal kerja menjadi penting karena hampir setiap hari pengusaha melakukan kegiatan produksi. Selain pengadaan bahan baku, modal kerja juga digunakan untuk membayar upah tenaga kerja setiap harinya. Dengan semakin besarnya jumlah modal kerja yang digunakan, maka suatu usaha akan memiliki skala yang lebih besar, sehingga tingkat produksinya menjadi lebih besar.

Pada hasil regresi data untuk usaha cafe, nilai koefisien yang paling besar adalah modal tetap (LnX1), yaitu sebesar 0,844 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat produksi pada usaha cafe di Kota Malang.

Hal ini sesuai dengan teori modal tetap yang dinyatakan oleh Irawan dan Suparmoko (2002), dimana modal tetap adalah semua bentuk kekayaan yang digunakan dalam proses produksi untuk menambah output. Apabila tidak ada modal tetap, maka suatu usaha tentu tidak akan dapat tercipta. Modal tetap dalam usaha cafe dapat berupa biaya yang dikeluarkan untuk pembelian atau sewa bangunan, pembelian kendaraan dan mesin operasional..

D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian, didapatkan kesimpulan:

a. Kelompok Usaha Restoran di Kota Malang

1. Seluruh variabel bebas secara simultan diketahui memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikatnya.

2. Variabel yang memiliki pengaruh positif signifikan antara lain variabel modal tetap (X1), modal kerja (X3), dan lama usaha (X4), sehingga dalam penggunaannya masih dapat ditingkatkan guna menunjang produksi usaha restoran.

3. Variabel yang tidak memiliki pengaruh signifikan antara lain tenaga kerja (X2) dan status kepemilikan aset bangunan (D). Untuk itu, penggunaannya dapat dikurangi atau digunakan dalam jumlah tepat.

4. Variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat produksi pada usaha restoran adalah variabel modal kerja.

(15)

b. Kelompok Usaha Cafe di Kota Malang

1. Seluruh variabel bebas secara simultan diketahui memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikatnya.

2. Variabel yang memiliki pengaruh positif signifikan antara lain variabel modal tetap (X1) dan modal kerja (X3), sehingga dalam penggunaannya masih dapat ditingkatkan guna menunjang produksi usaha restoran.

3. Variabel yang memiliki pengaruh negatif signifikan adalah variabel status kepemilikan aset bangunan (D). Hal ini menunjukkan bahwa usaha cafe dengan aset bangunan yang berstatus sewa lebih mampu meningatkan produksinya daripada bila menggunakan aset bangunan berstatus milik sendiri.

4. Variabel yang tidak memiliki pengaruh signifikan antara lain tenaga kerja (X2) dan lama usaha (X4). Diduga karena komitmen bekerja yang kurang dari para pekerja, dan referensi serta media promosi yang digunakan para pengusaha baru lebih efektif.

5. Variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat produksi pada usaha cafe adalah variabel modal tetap.

Saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Pihak pengelola usaha restoran dan cafe hendaknya meningkatkan tingkat produksi dengan cara meningkatkan kapasitas bangunan, mesin, dan bahan baku yang digunakan dalam operasional produksi. Tenaga kerja dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi. Banyaknya kendala produksi yang berasal dari aspek tenaga kerja, membuat para pengusaha dirasa perlu untuk melakukan pelatihan efektif sebelum mempekerjakan pekerja mereka, agar skill mereka sesuai dan menunjang proses produksi. Selain itu, untuk mendorong tingkat produksi yang lebih tinggi, pengusaha restoran dan cafe dianjurkan untuk memilih menggunakan aset bangunan yang bestatus sewa daripada milik sendiri.

2. Pihak pemerintah hendaknya menerapkan peraturan yang lebih ketat untuk perjanjian antara pengusaha dengan pekerja dan antara pengusaha dengan pemilik bangunan yang disewakan.

Hal ini diharapkan terjadi, supaya menunjang pengusaha dalam mempekerjakan pekera yang berkomitmen dan keuntungan yang dirasakan semua pihak dalam perjanjian sewa tanah dan bangunan.

3. Bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi usaha restoran dan cafe, diharapkan menambah variabel baru dengan menggunakan variabel eksternal sebagai variabel bebasnya. Dengan begitu akan menambah perspektif penelitian yang mulanya kali ini dilakukan dengan menggunakan variabel internal saja sebagai variabel bebas.

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputro, Gunawan dan Asri, Marwan. 1998. Anggaran Perusahaan: Buku 1. Ed 3. Yogyakarta:

BPFE.

Arep, Ishak & Tanjung, Hendri. 2003. Manajemen Motivasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 1983. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bina Aksara.

Asri, Marwan. 1987. Dasar-Dasar Ilmu Pembelanjaan 1. Yogyakarta: BPFE.

(16)

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Periode 2010-2014. http://bps.go.id/ diakses pada tanggal 9 Maret 2016.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Konsep/Penjelasan Teknis Upah/Gaji Bersih, http://bps.go.id/

diakses pada tanggal 9 Maret 2016.

Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Periode 2010-2013. http://bpsjatim.go.id/ diakses pada tanggal 9 Maret 2016.

Badan Pusat Statistik Kota Malang. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Menurut Lapangan Usaha Periode 2011-2014. http://malangkota.bps.go.id/ diakses pada tanggal 9 Maret 2016.

Beattie, Bruce R. dan Taylor, C. Robert. 1994. Ekonomi Produksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Malang. 2016. Pertumbuhan Jumlah Restoran dan Cafe di Kota Malang.

Erfiana, W. K., Sucipto, & Ikasari, D. M. 2014. Analisa Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Di Restoran Jepang Saboten Shokudo Malang.

Firdaus, Muhammad. 2011. Ekonometrika: Suatu Pendekatan Aplikatif. Ed 2. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Gujarati, Damodar N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Harianto, David & Subagio, Hartono. 2013. Analisa Pengaruh Kualitas Layanan, Brand Image, Dan Atmosfer Terhadap Loyalitas Konsumen Dengan Kepuasan Konsumen Sebagai Variabel Intervening Konsumen Kedai Deja-vu Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 1 : 1-8.

Hidayat, A. Aziz A. & Uliyah, Musrifatul. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Ed 2. Jakarta:

Salemba Medika.

Irawan dan Suparmoko, M. 2002. Ekonomika Pembangunan. Ed 6. Yogyakarta: BPFE.

Joesron, Tati Suhartati dan Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro: Dilengkapi Beberapa Bentuk Fungsi Produksi. Jakarta: PT Salemba Emban Patria.

Kusnaidi, N., Tinaprillia, N., Susilowati, S. H. dan Purwoto, A. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Padi di Beberapa Sentra Produksi Padi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 29, No. 1: 25- 48.

Lesmana, E. D. Y. 2014. Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, dan Lama Usaha Terhadap Produksi Kerajinan Manik-Manik Kaca (Studi Kasus Sentra Industri Kecil Kerajinan Manik-Manik Kaca Desa Plumbon Gambang Kec. Gudo Kab. Jombang).

(17)

Miller, Roger L. dan Meiners, Roger E. 2000. Teori Mikroekonomi Intermediate. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mubyarto. 1984. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Multifiah. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Mulyadi. 1979. Akuntansi Biaya: Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya. Ed 3. Yogyakarta:

BPFE – UGM.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nikmah, A., Fauziyah, E., dan Rum, M. 2013. Analisis Produktivitas Usahatani Jagung Hibrida di Kabupaten Sumenep. Jurnal Agroekonomika, ISSN 2301-9948, Vol. 2, No. 2

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. 2015. Malang: Pemerintah Kota Malang.

Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Cafe. 2014. Jakarta: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Restoran. 2014. Jakarta: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Prasetyo, Bambang, dan Jannah, Lina M. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi.

Jakarta: Rajawali Pers.

Purnama, R. P. A. 2014. Analisis Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, Lama Usaha, dan Teknologi Proses Produksi Terhadap Produksi Kerajinan Kendang Jimbe Di Kota Blitar.

Putro, E. A. 2014. Analisis Efisiensi Modal, Tenaga Kerja, dan Bahan Baku Pada Industri Kecil dan Strategi Peningkatan Pendapatan Usaha (Studi Pada Sentra Industri Mebel Tunjungsekar Kota Malang).

Rahmawan, Riki. 2014. Analisis Pengaruh Input Faktor Terhadap Produksi Mebel (Studi Kasus Pada Industri Mebel Kayu Di Kelurahan Tunjungsekar Kecamatan Lowokwaru dan Industri Mebel Rotan Di Kelurahan Balearjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang).

Samuelson, P. A. dan Nordhaus, W. D. 1997. Mikroekonomi. Ed 14. Jakarta: Erlangga.

Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. 2003. Ilmu Mikroekonomi. Ed 17. Jakarta: PT Media Global Edukasi.

Santoso, Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda. 2011. SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.

(18)

Setiawati, Devi. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Tempe pada Sentra Industri

Tempe di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. (Online)

(journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj, diakses tanggal 6 Juni 2016).

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1985. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soeprihanto, John. 1997. Manajemen Modal Kerja. Yogyakarta: BPFE.

Soeratno dan Arsyad, Lincolin. 1988. Metodologi Penelitian: Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta:

BPFE.

Sugianto, Jimmy dan Sugiharto, Sugiono. 2013. Analisa Pengaruh Service Quality, Food Quality, Dan Price Terhadap Kepuasan Pelanggan Restoran Yung Ho Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra, Vol. 1, (No. 2): 3-4.

Sugiyanto, Catur. 2002. Ekonometrika Terapan. Ed 3. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Suroto. 1986. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Tambunan, Tulus T. H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat.

Taniredja, Tukiran dan Mustafidah, Hidayati. 2011. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Trenggonowati. 2009. Metodologi Penelitian: Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Wicaksono, Teguh Hany. 2014. Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Jumlah Produksi Pada Industri Kecil Keripik Tempe Di Kota Malang (Studi Kasus Pada Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang).

Winardi. 1983. Teori Ekonomi Mikro II. Bandung: Tarsito.

Yuliani, S. D., Hidayat, K., & Topowijono. 2015. Analisis Laju Pertumbuhan Dan Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel Dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Pajak Daerah. Jurnal Perpajakan (JEJAK), Vol. 1, No. 1: 1-6.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Modal, Jumlah Tenaga Kerja, Teknologi dan Bantuan Pemerintah Terhadap Pendapatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Studi Kasus Umkm Sulampita Di