• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYELENGGARAAN PARIWISATA SYARIAH PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 108/DSN-MUI/X/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PENYELENGGARAAN PARIWISATA SYARIAH PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 108/DSN-MUI/X/2016"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)

892

ANALISIS PENYELENGGARAAN PARIWISATA SYARIAH PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 108/DSN-

MUI/X/2016

Muhammad Ilham Al Firdaus Lubis1), Rahma Dani2)

1)

IAIN Batusangkar

E-mail: m.ilhamfrd@gmail.com

2)

IAIN Batusangkar

E-mail: rahmadani.btr.hes@gmail.com

Abstract: Currently, sharia products are increasing not only in the food or clothing sector but also in various sectors such as tourism. However, currently there are no guidelines that can be used as a reference in the implementation of tourism that applies sharia principles. Then how exactly is the concept that needs to be in sharia tourism. In this study the author uses conceptual research with library research methods. The Birth of the DSN-MUI Fatwa No. 108/DSN-MUI/X/2016 as a form of response to the public in order to have guidelines in applying sharia principles in tourist attractions. The presence of this fatwa is also to keep tourism actors in accordance with the sharia corridor even in tourist activities, so that tourism is not only limited to seeking worldly pleasures but also has the value of worship.

Keywords: Fatwa, Tourism, Sharia

Abstrak: Saat ini produk-produk syariah meningkat tidak hanya sebatas pada bidang pangan atau busana tapi juga

berbagai

sektor seperti pariwisata. Namun saat ini belum benar-benar ada pedoman yang dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan wisata yang menerapkan prinsip syariah. Lalu bagaimana sebenarnya konsep yang perlu ada dalam wisata syariah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian konseptual dengan metode penelitian kepustakaan. Lahirnya Fatwa DSN-MUI No.

108/DSN-MUI/X/2016 sebagai bentuk jawaban kepada masyarakat agar memiliki panduan dalam menerapkan prinsip syariah ditempat wisata.

Kehadiran fatwa ini juga untuk menjaga pelaku wisata tetap sesuai koridor syariat sekalipun dalam aktifitas wisata, sehingga wisata tidak hanya sebatas mencari kesenangan duniawi tapi juga bernilai ibadah.

Kata Kunci: Fatwa, wisata, syariah

PENDAHULUAN

Kebutuhan masyarakat saat ini terus meningkat dan melonjak terutama terhadap produk-produk syariah. Kebutuhan yang tadinya hanya bersifat pelengkap kini menjadi wajib. Tidak hanya berupa kebutuhan pangan tapi juga busana hingga produk-produk dibidang lainnya kini diharapkan merupakan produk-produk syariah. Salah satu bentuk

(2)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)

893 permintaan masyarakat terhadap produk syariah yaitu pada bidang penyelenggaraan pariwisata syariah.

Sektor pariwisata syariah saat ini menjadi suatu permintaan para wisatawan ketika sedang menjalankan liburan. Hal ini dikarenakan wisata syariah merupakan wisata yang fleksibel, rasional, sederhana, dan seimbang. Pariwisata syariah ini diharapkan menjadi salah satu cara untuk mendapatkan kesenangan/kebahagiaan yang sesuai tuntunan syariah, dalam artian ketika seseorang berpergian untuk wisata ia tetap terjaga dalam bingkai syariah. Sebagai contoh kecil ketika ditempat wisata ketersediaan makanan yang dijamin kehalalannya ataupun adanya sarana ibadah menjadi penunjang atau daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Kehadiran wisata syariah disini tidak menghilangkan semua unsur yang ada pada wisata konvensional, selama unsur tersebut tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip syariah maka ia akan tetap dipertahankan.

Setidaknya ada 10 komponen ideal yang harus ada dalam wisata halal menurut Al Hasan yaitu: (1) Awareness atau pengenalan pada destinasi wisata yang baik dengan berbagai media promosi; (2) Atractive atau menarik untuk dikunjungi; (3) Accessible atau dapat diakses dengan rute yang nyaman; (4) Available atau tersedia destinasi wisata yang aman; (5) Affordable atau dapat dijangkau oleh semua segmen; (6) A range of accommodation atau akomadasi yang disesuaikan dengan karakter wisatawan; (7) Acceptance atau sikap yang ramah dari masyarakat kepada wisatawan; (8) Agency atau agen yang memastikan paket tour berjalan dengan baik; (9) Attentiveness atau sikap ramah yang diwujudkan dalam bentuk yang atraktif; dan (10) Acountability atau akuntabilitas untuk memastikan keselamatan, keamanan, dan tidak ada korupsi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 5 butir a bahwa “Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan”. maka berdasarkan pasal tersebut dapaat dipahami bahwa penyelenggaraan wisata Syariah haruslah berdasarkan nilai-nilai agama dan adat istiadat setempat.

Lalu bagaimana sebenarnya konsep yang harus ada ketika menyelenggarakan pariwisata Syariah. Apakah wisata yang ada selama ini di tengah-tengah masyarakat kita sudah sesuai dengan prinsip syariah. Untuk itu kita perlu melihat ketentuan-ketentuan yang mengatur itu dengan mengacu pada fatwa yang telah ditetapkan oleh DEWAN Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 108/DSN-MUI/X/2016 tentang pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip Syariah, yang didalamnya memuat beberapa ketentuan yang dapat dipedomani bagi pelaku wisata.

Maka berdasarkan uraian diatas bahwa saat ini pariwisata syariah mulai berkembang, tentu perlu dibarengi dengan pedoman dan prinsip-prinsip islam didalamnya.

Untuk itu penulis akan menguraikan lebih jauh tentang “Penyelenggaraan pariwisata Syariah dalam perspektif Fatwa DSN-MUI.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian konseptual yang menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersumber dari beberapa tulisan baik jurnal ataupun buku yang relevan. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis penyelenggaraan wisata syariah berdasarkan fatwa DSN MUI No: 108/DSN-MUI/X/2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pariwisata Syariah

(3)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)

894 Pariwisata Syariah adalah “suatu kegiatan wisata yang didukung dengan berbagai fasilitas serta layanan yang sesuai dengan prinsip syariah”. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariat adalah prinsip hukum islam yang berkaitan dengan berbagai kegiatan pariwisata sesuai dengan syariat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Di Indonesia, lembaga yang bersangkutan adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Wisata syariah dapat diartikan sebagai beragam kegiatan pariwisata yang didukung oleh berbagai fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah, yang sesuai dengan ketentuan syariat.

Negara-negara Muslim cenderung menafsirkan pariwisata berdasarkan apa yang Al-Quran katakan. Berikut penjelasannya:

1. Hajja (ةجح) melibatkan perjalanan dan ziarah ke Mekah. Perjalanan ini merupakan persyaratan untuk setiap Muslim dewasa yang sehat. Setidaknya sekali dalam seumur hidup untuk mengambil haji.

2. Ziyarah (ةرايز ) mengacu pada kunjungan ke tempat-tempat suci lainnya

3. Rihlah ( ةلحر) adalah perjalanan untuk alasan lain, seperti pendidikan dan perdagangan.

Merujuk pada beberapa istilah tersebut, maka wisata dalam islam sejatinya adalah satu aktifitas yang direncanakan dalam rangka menyegarkan kembali akal, pikiran dan tubuh manusia dengan tetap menjadikannya sebagai ibadah kepada Allah Ta’ala. Syariah menentukan mana yang halal dan mana yang haram dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan ketika melakukan aktifitas wisata bukan hanya berkorelasi dengan duniawi saja, namun juga tetap menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaannya.

Dari sisi industri, wisata syariah merupakan suatu produk pelengkap atas pariwisata konvensional. Sehingga, pengembangan parawisata halal merupakan cara baru untuk mengembangkan pariwisata yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai islami tanpa menghilangkan keunikan dan orisinalitas daerah-daerah yang menjadi destinasi wisata. Istilah wisata halal sering pula disamakan dengan wisata religi. Padahal, wisata halal lebih luas dari wisata religi, yaitu mencakup segala wisata yang didasarkan pada nilai- nilai syariah Islam yang tidak hanya untuk wisatawan muslim, tetapi untuk wisatawan non muslim.

Berdasarkan karakteristik pariwisata syariah yang dijabarkan, terdapat empat aspek penting yang harus diperhatikan untuk menunjang suatu pariwisata syariah.

a. Lokasi: Penerapan sistem Islami di area pariwisata. Lokasi pariwisata yang dipilih merupakan yang diperbolehkan kaidah Islam dan dapat meningkatkan nilai-nilai spiritual wisatawan.

b. Transportasi: Penerapan sistem, seperti pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram sehingga tetap berjalannya syariat Islam dan terjaganya kenyamanan wisatawan.

c. Konsumsi: Islam sangat memperhatikan segi kehalalan konsumsi, halal tersebut tertuang dalam Q.S. Al-Maidah Ayat 3. Segi kehalalan di sini baik dari sifatnya, perolehannya maupun pengolahannya. Selain itu, suatu penelitian menunjukkan bahwa minat wisatawan dalam makanan memainkan peran sentral dalam memilih tujuan wisata.

d. Hotel: seluruh proses kerja dan fasilitas yang disediakan berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Menurut Rosenberg, pelayanan di sini tidak sebatas dalam lingkup makanan maupun minuman, tetapi juga dalam fasilitas yang diberikan seperti spa, gym, kolam renang, ruang tamu dan fungsional untuk laki-laki dan perempuan sebaiknya terpisah.

Lahirnya Fatwa DSN-MUI Nomor 108/DSN-MUI/X/2016

Ada dua hal yang melatarbelakangi lahirnya fatwa DSN-MUI Nomor 108/DSNMUI/X/2016 yaitu; Pertama, semakin berkembangnya sektor parawisata halal di

(4)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)

895 dunia termasuk di Indonesia, sehingga memerlukan pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah; Dan kedua, belum adanya ketentuan hukum mengenai pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah belum diatur dalam fatwa DSN-MUI.

Alasan pertama yang disampaikan DSN-MUI pada fatwa ini tidaklah tanpa alasan, karena saat ini terdapat tujuh sektor ekonomi islam yang tengah meningkat secara signifikan, diantara tujuh sektor tersebut yang banyak mengalami pertumbuhan dan menjadi perhatian banyak kalangan adalah pariwisata halal. Dalam hal ini pariwisata halal terus mengalami perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan parawisata konvensional yang ada.

Untuk alasan kedua, terbitnya fatwa ini ialah karena tidak adanya aturan mengenai pengembangan parawisata halal di Indonesia pasca dicabutnya Peraturan Menteri tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014. Dengan demikian, regulasi yang mengatur tentang parawisata halal perlu untuk dibuat, sehingga pelaksanaannya dapat mengacu pada suatu aturan/regulasi yang jelas.

Fatwa DSN MUI NO. 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah merupakan hasil ijtihad ulama yang dituangkan dalam rapat pleno pengurus Dewan Syariah Nasional pada tanggal 29 Dzulhijjah 1436 H/01 Oktober 2016 M di Jakarta. Pelaksanaan fatwa DSN MUI ini diatur lebih lanjut dalam Pedoman Implementasi Fatwa. Apabila terjadi perselisihan diantara para pihak dalam penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Diantara ketentuan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN- MUI) Tentang Pedoman Penyelenggaraan pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah yaitu sebagai berikut:

1.

Ketentuan Umum

Pada ketentuan umum yang terdapat pada fatwa ini dijelaskan mengenai istilah- istilah yang berkaitan dengan industri parawisata berdasarkan perspektif DSN-MUI, adapun beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tetentu untuk tujuan rekreasi, pengembanganpribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara

2) Wisata Syariah adalah wisata yang sesuai dengan prinsip syariah

3) Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitasserta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah

4) Pariwisata Syariah adalah pariwisata yang sesuai dengan prinsip syariah

5) Destinasi Wisata Syariah adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebihwilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas ibadah dan umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan yang sesuai dengan prinsip syariah

6) Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata

7) Biro Perjalanan Wisata Syariah (BPWS) adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, dan menyediakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata yang sesuai dengan prinsip syariah

(5)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)

896 8) Pemandu Wisata adalah orang yang memandu dalam pariwisata syariah

9) Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata

10) Usaha Hotel Syariah adalah penyediaan akomodasi berupa kamarkamar di dalam suatu bangunan yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan dan atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan yang dijalankan sesuai prinsip syariah

11) Kriteria Usaha Hotel Syariah adalah rumusan kualifikasi dan/atau klasifikasi yang mencakup aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan

12) Terapis adalah pihak yang melakukan spa, sauna, dan/atau massage

13) Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran atau upah

14) Akad wakalah bil ujrah adalah akad pemberian kuasa yang disertai dengan ujrah dari hotel syariah kepada BPWS untuk melakukan pemasaran

15) Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) perusahaan untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu kepada pekerja (‘amil) atas pencapaian hasil (prestasi/natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan (obyek akad ju’alah).

2.

Ketentuan Hukum Fatwa

Dalam fatwa ini dijelaskan bahwa segala bentuk penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini. Dengan demikian, segala bentuk penyelenggaraan parawisata harus mengacu pada ketentuan fatwa ini.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa penyelenggaran wisata syariah haruslah berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Maka hadirnya fatwa ini dapat menjadi pedoman/acuan bagi pelaku wisata halal baik pengunjung maupun pengelola dalam mengatur kegiatan pariwisata yang sesuai tuntunan syariah. Selain itu urgensi dalam aturan ini juga demi menjaga perilaku pelaku wisata ketika melakukan aktifitas di tempat wisata, sehingga diharapkan tercipta masyarakat yang harmonis dan aman sesuai prinsip-prinsip syariah.

Penulis juga memandang betapa pentingnya pedoman ini dilaksanakan karena sejatinya dimanapun pelaku wisata harus tetap memiliki koneksitivitas dengan Allah SWT dengan menerapkan nilai-nilai syariah. Maka dari itu dalam penyelenggaraan wisata syariah haruslah dilaksanakan dengan baik bukan sebaliknya malah menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat. Fatwa DSN-MUI Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 telah memaparkan rambu-rambu yang harus dijaga bagi setiap pelaku wisata sebagai bentuk penerapan hukum islam dimanapun berada sehingga pelaksanaan wisata nantinya tidak hanya sekedar mencari kesenangan semata tapi juga bernilai ibadah disisi Allah SWT.

KESIMPULAN

Pariwisata Syariah adalah “Suatu kegiatan wisata yang didukung dengan berbagai fasilitas serta layanan yang sesuai dengan prinsip syariah”. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum islam terkait berbagai kegiatan pariwisata berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada dua hal yang melatarbelakangi lahirnya fatwa DSN-MUI Nomor 108/DSNMUI/X/2016 yaitu; Pertama, semakin berkembangnya sektor parawisata halal, sehingga memerlukan pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah; Dan kedua, belum adanya ketentuan hukum mengenai pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah.

Urgensi dalam aturan ini juga demi menjaga perilaku pelaku wisata ketika melakukan aktifitas di tempat wisata, sehingga diharapkan tercipta masyarakat yang

(6)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)

897 harmonis dan aman sesuai prinsip-prinsip syariah. Pada akhirnya diharapkan pelaku wisata baik pengunjung atau pihak pengelola dapat menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan wisata, sehingga kegiatan tersebut tidak hanya sebatas mencari kesenangan semata tapi juga bernilai ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Din, The Ideal Islamic Tourism Packaging: Identifying Its Essential Ingredients,Sintok: College of Law Government International Studies.

Chookaew, S., chanin, O., Charatarawat, J., Sriprasert, P., & Nimpaya, S. (2015).

Increasing Halal Tourism Potential at Andaman Gulf in. Journal of Economics, Business and Management, III (7).

Misno, Abdurrahman. (2018). Analisis Praktik Pariwisata Syariah Perspektif Hukum Ekonomi Syariah. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam (140).

Devitasari, Muhammad Iqbal Fasa, Soeharto. (2022). Analisis Pengembangan Wisata Halal Dalam Prospek Membantu Meningkatkan Perekonomian Di Indonesia.

Jurnal Bina Bangsa Ekonomika. Vol.15, Nomor 1.

Wijaya, Temmy, Siti Nurbayah, Fatimatus Zahro, Fitria Ningsih. (2021). Pariwisata Halal Di Indonesia: Kajian Terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Trilogi: Jurnal Ilmu Teknologi, Kesehatan, dan Humaniora, September-Desember (284-294).

Al Hasan, Fahadil Amin. (2017). Penyelenggaraan Pariwisata Halal di Indonesia (Analisis Fatwa DSN-MUI tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah). Al-ahkam: Vol 2, Nomor 1.

Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata

Berdasarkan Prinsip Syariah

Kelompok Kerja Kemenpar, Laporan Penelitian Pengembangan Wisata Syariah. (2015) Jakarta: Kemenpar RI.

Newsletter “Pariwisata Indonesia” Edisi 37 Januari. (2013). Direktorat Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Produk Talangan Haji PT.BPRS Metro Madani telah sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang pembiayaan pengurusan haji yang menjadi dasar pelaksanaan produk