KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI LABORATORIUM GEOKIMIA
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK
ACARA IX: ANALISIS PROKSIMAT & ULTIMAT
DISUSUN OLEH : JIHAN FATHIN SALSABILA
(23/523232/TK/57842) KELOMPOK 20
ROMBONGAN B2 : JUMAT (13.00- 14.20 WIB) ASISTEN KELOMPOK:
FADHIL WIRAKUSUMA ASISTEN ACARA:
ANINDYA PRAMESTI MASYA SAFA AZALIA
YOGYAKARTA 2024
ATOMIC ABSORPTION SPECTROSCOPY (AAS) I. Tujuan
• Mengetahui teknik dasar menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS).
• Menentukan konsentrasi kandungan logam dalam sampel air dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS).
II. Alat dan Bahan (dipisah) Alat :
1. AAS Buck Scientific VGP 210 2. Komputer dan UPS
3. Sampel air 4. Pipet tetes 5. Labu erlenmeyer 6. Kuvet
7. Labu takar 50 mL 8. Gelas ukur
9. Pipet ukur 10. Pipet gondok 11. Botol semprot 12. Tisue Lab.
Bahan :
1. Akuademineralisasi 2. Larutan standar 1000 ppm
III. Prosedur Kerja (flow chart) a) Pembuatan Larutan Standar
b) Analisis dengan AAS
IV. Hasil Percobaan
LEMBAR KERJA I
PERCOBAAN V ATOMIC ABSORPTION SPECTROSCOPY (AAS) Nama : Jihan Fathin Salsabila
Kelompok : 20
Hari / Tanggal : Jumat/ 18 Oktober 2024 Asisten acara : FWK LBA SAF
1. Data larutan standar logam Fe
No Keterangan Konsentrasi (ppb) Absorbansi
1 Blanko 0 0
2 Standar 1 20 0,010
3 Standar 2 25 0,020
4 Standar 3 60 0,070
5 Standar 4 100 0,180
6 Standar 5 150 0,282
7 Standar 6 230 0,442
8 Standar 7 450 0,900
2. Gambar kurva kalibrasi dan tambahkan persaman garis yang dihasilkan
3. Penentuan kandungan logam Fe dalam sampel No Tipe Sampel Absorbansi Faktor
Pengenceran
Konsentrasi (ppb) Konsentrasi
(ppm)
1 Sampel A 0,2580 1 138,8 0,1388
2 Sampel B 0,0270 5 131,5 0,1315
3 Sampel C 0,2010 10 1111,1 1,111
4. Perhitungan Diketahui a = 0,002052 b= - 0,027 r= 0,998
1. Menghitung sampel A
𝑦 − 𝑏 𝑎 = 𝑥 x= 0,2580+0,027
0,002052 𝑥 1 = 138,8𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,1388 𝑝𝑝𝑚 2. Menghitung sampel B
x= 0,0270+0,027
0,002052 𝑥 5 = 131,5 𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,1315 𝑝𝑝𝑚 3. Menghitung sampel
x= 0,2010+0,027
0,002052 𝑥 10 = 111,1𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 1,111 𝑝𝑝𝑚
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
0 100 200 300 400 500
Data Larutan Standar Logam Fe
LEMBAR KERJA I
PERCOBAAN V ATOMIC ABSORPTION SPECTROSCOPY (AAS) Nama : Jihan Fathin Salsabila
Kelompok : 20
Hari / Tanggal : Jumat/ 18 Oktober 2024 Asisten acara : FWK LBA SAF
1. Data larutan standar logam Pb
No Keterangan Konsentrasi (ppb) Absorbansi
1 Blanko 0 0
2 Standar 1 15 0,010
3 Standar 2 25 0,030
4 Standar 3 50 0,070
5 Standar 4 95 0,165
6 Standar 5 130 0,25
7 Standar 6 220 0,43
8 Standar 7 450 0,845
2. Gambar kurva kalibrasi dan tambahkan persaman garis yang dihasilkan
3. Penentuan kandungan logam Pb dalam sampel No Tipe Sampel Absorbansi Faktor
Pengenceran
Konsentrasi (ppb) Konsentrasi
(ppm)
1 Sampel A 0,2580 1 0,1402 0,0001402
2 Sampel B 0,0270 5 0,1010 0,0001011
3 Sampel C 0,2010 10 1,1063 0,001106
4. Perhitungan Diketahui a = 1,9245 b= 0,0119 r= 0,9991
1. Menghitung sampel A
𝑦 − 𝑏 𝑎 = 𝑥 x= 0,2580+0,0119
1,9245 𝑥 1 = 0,1402 𝑝𝑝𝑏 atau 0,0001402 ppm 2. Menghitung sampel B
x= 0,0270+0,0119
1,9245 𝑥 5 = 0,1010 𝑝𝑝𝑏 atau 0,0001011 ppm 3. Menghitung sampel
x= 0,2010+0,0119
1,9245 𝑥 10 = 1,1063 𝑝𝑝𝑏 atau 0,001106 ppm
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
0 100 200 300 400 500
Larutan Standar Logam Pb
PERHITUNGAN DATA KELOMPOK LAIN 1. Penentuan kandungan logam Fe dalam sampel
No Tipe Sampel Absorbansi Faktor
Pengenceran
Konsentrasi (ppb)
Konsentrasi (ppm)
1 SampelA 0.6238 1 317,1 0,3171
2 Sampel B 0.4648 1 239,6 0,2396
3 Sampel C 0.4648 1 239,6 0,2396
4 Sampel D 0.5628 1 287,4 0,2874
5 Sampel E 0.5628 1 287,4 0,2874
6 Sampel F 0.1200 1 71,6 0,0716
7 Sampel G 0.1200 1 71,6 0,0716
8 Sampel H 0.1428 1 82,7 0,0827
9 Sampel I 0.1428 1 82,7 0,0827
10 Sampel J
0.2719
1 145,6 0,1456
11 Sampel K
0.2719
1 145,6 0,1456
12 Sampel L 0.2781 1 148,6 0,1486
2. Perhitungan Diketahui a = 0,002052 b= - 0,027 r= 0,998
𝑦 − 𝑏 𝑎 = 𝑥
1. Menghitung sampel A x= 0,6238+0,027
0,002052 𝑥 1 = 317,1 𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,3171𝑝𝑝𝑚 2. Menghitung sampel B
x= 0,4648+0,027
0,002052 𝑥 1 = 239,6 𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,2396 𝑝𝑝𝑚 3. Menghitung sampel C
x= 0,4648+0,027
0,002052 𝑥 1 = 239,6 𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,2396𝑝𝑝𝑚 4. Menghitung sampel D
x= 0,5628+0,027
0,002052 𝑥 1 = 287,4 𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,2874𝑝𝑝𝑚 5. Menghitung sampel E
x= 0,5628+0,027
0,002052 𝑥 1 = 287,4 𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,2874𝑝𝑝𝑚 6. Menghitung sampel F
x= 0,1200+0,027
0,002052 𝑥 1 = 71,6𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0716𝑝𝑝𝑚 7. Menghitung sampel G
x= 0,1200+0,027
0,002052 𝑥 1 = 71,6𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0716𝑝𝑝𝑚 8. Menghitung sampel H
x= 0,1428+0,027
0,002052 𝑥 1 = 82,7𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0827 𝑝𝑝𝑚 9. Menghitung sampel I
x= 0,1428+0,027
0,002052 𝑥 1 = 82,7𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0827𝑝𝑝𝑚 10. Menghitung sampel J
x= 0,2719+0,027
0,002052 𝑥 1 = 145,6𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,1456𝑝𝑝𝑚 11. Menghitung sampel K
x= 0,2719+0,027
0,002052 𝑥 1 = 145,6𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,1456𝑝𝑝𝑚 12. Menghitung sampel L
x= 0,2781+0,027
0,002052 𝑥 1 = 148,6𝑝𝑝𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,1486𝑝𝑝𝑚
V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini berjudul “Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)”.
Praktikum kali ini dilaksanakan pada Jumat 15 Oktober di laboratorium Geokimia.
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui teknik dasar menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) dan menentukan konsentrasi kandungan logam (Fe dan Pb) dalam sampel air dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS). Analisis ini dilakukan untuk menilai apakah kadar logam berat dalam sampel air memenuhi standar kualitas air yang aman untuk konsumsi atau terdapat indikasi kontaminasi yang berpotensi membahayakan.
Terdapat beberapa tahapan proosedur kerja dalam analisis ini. Tahap pertama dalam analisis AAS adalah pembuatan larutan standar Fe dan Pb pada konsentrasi yang bervariasi. Tujuan dari pembuatan larutan standar ini adalah untuk membentuk kurva kalibrasi yang menggambarkan hubungan antara konsentrasi logam dengan nilai absorbansi yang terbaca oleh alat. Kurva kalibrasi ini sangat penting untuk menentukan kadar logam dalam sampel berdasarkan nilai absorbansinya. Jika kurva kalibrasi tidak akurat, hasil perhitungan konsentrasi logam dalam sampel juga akan salah.
Tahap kedua yaitu pengukuran blanko. Blanko adalah larutan tanpa kandungan logam (konsentrasi 0 ppb) yang berfungsi untuk mengecek kontaminasi dari bahan kimia atau alat. Dengan mengukur absorbansi blanko sebelum mengukur sampel, kita dapat mengoreksi nilai absorbansi sampel sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.
Tahap ketiga yaitu pengukuran sampel. Setelah blanko, nilai absorbansi dari setiap sampel air diukur. Sampel yang diperkirakan memiliki kandungan logam tinggi harus dilakuakan pengenceran terlebih dahulu agar nilai absorbansi yang terbaca tidak melebihi batas deteksi alat. Pada praktikum kali ini, faktor pengenceran yang digunakan berbeda-beda untuk setiap sampe, sampel A memiliki faktor pengenceran 1, sampel B dengan faktor pengenceran 5, dan sampel C dengan faktor pengenceran 10. Pengenceran dilakukan untuk memastikan bahwa nilai absorbansi yang terbaca berada dalam rentang yang dapat diukur dengan akurat oleh alat.
Agar hasil analisis dengan metode AAS akurat, ada beberapa hal yang perlu dihindari dan diperhatikan dalam analisis ini yaitu standar dan blanko harus bebas dari kontaminasi karena sedikit saja kotoran dapat memengaruhi hasil pengukuran dapat menyebabkan nilai absorbansi yang tidak sesuai dengan konsentrasi logam
sebenarnya dalam sampel. Jika standar atau blanko terkontaminasi, kurva kalibrasi yang dihasilkan tidak akan akurat, dan hasil pengukuran sampel juga menjadi tidak valid. Kemudian pengenceran sampel juga harus dilakukan sesuai prosedur dengan teliti. Kesalahan dalam pengenceran, seperti tidak sesuai dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan, akan menghasilkan nilai absorbansi yang tidak sesuai dengan konsentrasi sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan hasil akhir yang menunjukkan konsentrasi logam terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kemudian untuk kebersihan alat yang digunakan, seperti pipet, beaker, dan wadah lainnya, harus benar-benar bersih.
Sisa logam dari analisis sebelumnya atau kontaminan lain dapat menyebabkan hasil absorbansi yang tidak akurat.
Setelah dilakukan pengukuran absorbansi terhadap sampel dan dihitung menggunakan kurva kalibrasi, diperoleh hasil sebagai berikut:
Kandungan Fe dalam Sampel:
- Sampel A: 0,4388 ppm - Sampel B: 0,1315 ppm - Sampel C: 1,111 ppm Kandungan Pb dalam Sampel:
- Sampel A: 0,0001402 ppm - Sampel B: 0,0001011 ppm - Sampel C: 0,001106 ppm
Praktikan dapat membandingkan hasil perhitungan saat praktikum dengan standar kualitas air untuk menentukan apakah sampel air tersebut aman.
Menurut beberapa standar kualitas air untuk konsumsi, batas aman untuk konsentrasi Pb biasanya berada di sekitar 0,01 ppm, sementara batas aman untuk Fe biasanya sekitar 0,3 ppm.
Berdasarkan hasil analisis, kandungan Pb dalam semua sampel berada di bawah batas aman 0,01 ppm. Konsentrasi Pb pada sampel A adalah 0,0001402 ppm, pada sampel B adalah 0,0001011 ppm, dan pada sampel C adalah 0,001106 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga sampel ini memenuhi standar kualitas air untuk konsumsi, sehingga aman dari bahaya kontaminasi Pb. Meskipun Pb adalah logam berat yang berbahaya bagi kesehatan, kadar yang rendah seperti pada sampel ini tidak menimbulkan risiko signifikan.
Pada sampel Fe, konsentrasi dalam sampel menunjukkan bahwa hanya sampel C yang melebihi batas aman. Kandungan Fe dalam sampel C adalah 1,111 ppm, yang jauh di atas batas aman 0,3 ppm. Kandungan Fe pada sampel A dan B masing-masing adalah 0,4388 ppm dan 0,1315 ppm, di mana sampel B masih berada di bawah batas aman, tetapi sampel A sedikit di atas ambang batas.
Kandungan Fe yang tinggi dapat memengaruhi kualitas warna dan rasa. Selain itu, konsumsi jangka panjang air dengan kandungan Fe tinggi bisa menyebabkan gangguan kesehatan ringan, meskipun Fe bukan logam yang sangat beracun seperti Pb.
VI. Kesimpulan
Dari hasil analisis ini, dapat disimpulkan bahwa sampel air yang diuji memiliki kandungan Pb yang aman untuk konsumsi, karena seluruh sampel menunjukkan kadar Pb di bawah ambang batas yang diizinkan. Namun, kandungan Fe pada sampel A dan C melebihi batas aman. Kandungan Fe yang tinggi, khususnya pada sampel C, menunjukkan adanya indikasi kualitas air yang kurang baik bisa
berdampak pada rasa, warna, dan kejernihan air, serta potensi masalah kesehatan dalam jangka panjang. Sehingga, sampel air ini sebaiknya diproses lebih lanjut untuk menurunkan kadar Fe sebelum digunakan untuk konsumsi, seperti melalui proses filtrasi atau purifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Clesceri, L. S., Greenberg, A. E., & Eaton, A. D. (Eds.). (1998). Standard methods for the examination of water and wastewater (20th ed.). American Public Health Association.
Mendham, J., Denney, R. C., Barnes, J. D., & Thomas, M. J. K. (2000). Vogel's textbook of quantitative chemical analysis (6th ed.). Pearson Education.
Skoog, D. A., West, D. M., Holler, F. J., & Crouch, S. R. (2014). Fundamentals of analytical chemistry (9th ed.). Brooks/Cole Cengage Learning.
World Health Organization. (2004). Guidelines for drinking-water quality (3rd ed., Vol. 1).
WHO Press.
I. Tujuan
• Memahami prinsip dasar dalam metode pengambilan dan pengelolaan sampel batubara.
• Mempelajari teknik dasar serta perhitungan yang digunakan dalam analisis proksimat dan ultimat.
• Memahami tahapan analisis proksimat dan menghitung nilai moisture, ash, volatile matter, serta fixed carbon berdasarkan hasil analisis tersebut.
• Melakukan perhitungan rasio atomik H/C dan O/C serta menentukan peringkat batubara berdasarkan analisis ultimat.
II. Alat dan Bahan 1. Sampel batubara 2. Ayakan
3. Krusibel 4. Desikator 5. Furnace 6. Gloves 7. Tank
8. Neraca analitik
III. Prosedur Kerja
IV. Analisis Data a. Perhitungan
b. Data hasil percobaan pemanasan sampel dalam furnace ketika praktikum
• Weight of the empty crucible after heating 105C = 10,2676 g
• Weight empty crucible = 10,2809 g
V. Pembahasan
Analisis proksimat dan ultimat adalah metode penting untuk menentukan kualitas serta peringkat batubara. Analisis proksimat digunakan untuk mengukur kandungan moisture (air), ash (abu), volatile matter (zat mudah menguap), dan fixed carbon (karbon tetap). Sementara itu, analisis ultimat bertujuan mengetahui komposisi unsur utama dalam batubara, seperti karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan oksigen (O). Proses analisis memerlukan sampel yang diproses sesuai standar, seperti diayak hingga homogen dan dikeringkan untuk menghilangkan kelembapan berlebih.
Pada tahap proksimat, moisture diukur dengan memanaskan sampel pada suhu 105°C hingga beratnya stabil, sedangkan kadar abu diperoleh dengan membakar sampel pada suhu 600°C hingga semua bahan organik habis. Volatile matter diukur dengan memanaskan sampel tanpa oksigen, dan fixed carbon dihitung sebagai sisa setelah moisture, ash, dan volatile matter dikurangi dari total berat. Selanjutnya, analisis ultimat menghitung rasio atomik H/C dan O/C untuk menentukan tingkat maturitas dan peringkat batubara.
Berdasarkan analisis proksimat berikut pembahasan tiap parameter : 1. Moisture (Kadar Air)
Moisture menunjukkan jumlah air yang terikat dalam batubara. Kandungan air ini dapat memengaruhi efisiensi pembakaran karena energi akan digunakan untuk menguapkan air sebelum proses pembakaran berlangsung. Pada sampel diperoleh moisture sebesar 4,15%, ini tergolong rendah. Moisture rendah menandakan batubara memiliki kandungan air yang sedikit, sehingga lebih efisien untuk digunakan sebagai bahan bakar.
2. Ash (Kadar Abu)
Ash adalah sisa mineral anorganik yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Pada sampel kandungan abu sebesar 32,4%, ini tergolong tinggi. Kadr abu yang tinggi dapat menjadi kendala karena menghasilkan residu yang lebih
banyak, membutuhkan sistem penanganan abu yang lebih baik, dan dapat menurunkan nilai kalor batubara. Oleh karena itu, kadar abu tinggi sering dianggap kurang ideal untuk aplikasi energi.
3. Volatile Matter (Zat Mudah Menguap)
Volatile matter mencakup senyawa organik yang dapat menguap pada suhu tinggi tanpa adanya oksigen, seperti gas hidrokarbon dan senyawa aromatik.
Kandungan volatile matter sebesar 8,01% menjelaskan jumlah zat yang membantu pembakaran awal. Kandungan ini penting untuk mengetahui karakteristik pembakaran.
4. Fixed Carbon (Karbon Tetap)
Fixed carbon adalah jumlah karbon yang tersisa setelah moisture, ash, dan volatile matter dikurangi dari total berat. Fixed carbon pada sampel sebesar 55,44%. Dari hasil tersebut fixed carbon dapat menjadi sumber energi utama dari batubara karena berkontribusi langsung terhadap nilai kalor. Semakin tinggi fixed carbon, semakin besar energi yang dihasilkan saat pembakaran.
Berdasarkan analisis ultimat berikut pembahasan tiap parameter : 1. Rasio H/C (Hidrogen/Karbon)
Rasio ini menunjukkan jumlah atom hidrogen relatif terhadap karbon. Rasio H/C sebesar 0,82 mengindikasikan tingkat maturitas batubara yang tinggi. Hidrogen yang lebih rendah biasanya ditemukan pada batubara yang lebih matang, seperti hard coal, ia memiliki nilai kalor lebih tinggi dan efisiensi energi yang lebih baik.
2. Rasio O/C (Oksigen/Karbon)
Rasio ini mengukur jumlah atom oksigen relatif terhadap karbon. Rasio O/C sebesar 0,073 menunjukkan kandungan oksigen yang rendah, menandakan batubara lebih matang. Batubara dengan rasio O/C rendah memiliki stabilitas termal lebih baik dan menghasilkan lebih sedikit emisi selama pembakaran.
Dengan karakteristik ini, batubara cocok untuk aplikasi energi dengan performa pembakaran yang baik, meskipun kadar abu yang tinggi perlu diperhatikan karena dapat memengaruhi efisiensi pembakaran dan menghasilkan residu yang lebih banyak.
VI. Kesimpulan
Dari analisis proksimat, diperoleh moisture sebesar 4,15%, ash 32,4%, volatile matter 8,01%, dan fixed carbon 55,44%. Analisis ultimat menunjukkan rasio H/C 0,82 dan O/C 0,073, hal tersebut mengindikasikan bahwa batubara tergolong hard coal dengan kualitas cukup tinggi. Hasil ini menggambarkan bahwa batubara memiliki kandungan karbon dominan dengan kelembapan rendah, sehingga cocok untuk aplikasi energi yang efisien.
VII. Daftar Pustaka
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. (n.d.). Percobaan VIII: Teknik penanganan sampel batubara dan analisis proksimat. Departemen Teknik Geologi,
Laboratorium Geokimia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Schopf, J. M. (1965). Definition of coal: Classification of coal. Economic Geology, 60(6), 1035-1043.
Thomas, L. (2002). Coal geology (2nd ed.). Chichester, UK: John Wiley & Sons.
VIII. Lampiran