• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI)

N/A
N/A
Komang Ary

Academic year: 2023

Membagikan "Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Article · September 2020

CITATIONS

0

READS

15,993

4 authors, including:

Herlinda Gustia Universitas Riau 1PUBLICATION   0CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Herlinda Gustia on 29 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 1

Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) Herlinda Gustia Puteri1 Ligat Pribadi Sembiring2

1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, E-mail: [email protected]

2Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

Abstrak

Anemia hemolitik auto imun (AHAI) adalah sebuah kelainan pada sel darah merah yang ditandai dengan kerusakan eritrosit oleh autoantibodi dalam tubuh seseorang. AHAI biasa terjadi pada penderita-penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Seorang wanita berusia 23 tahun datang dengan keluhan lemas pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas disertai dengan nyeri sendi, nyeri kepala dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, gusi berdarah dan sariawan, kemerahan pada wajah, nyeri pada regio epigastrium, limpa di Schuffner 3. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin (Hb) 5,9 g/dL, pada pemeriksaan morfologi apusan darah tepi ditemukan anemia normositik normokrom suspect anemia penyakit inflamasi kronis dengan hasil coombs test positif. Pasien diterapi dengan IVFD NaCl 0,9%, methylprednisolone 125 mg/12 jam injeksi dan transfusi PRC.

Pasien dirawat selama sembilan hari di ruang penyakit dalam dan hasil ANA test positif. Pasien pulang dengan perbaikan kondisi serta kadar Hb mencapai 9,5 g/dL.

Kata kunci: AHAI, SLE, coombs test, ANA test.

(3)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 2

PENDAHULUAN

Anemia hemolitik auto imun (AHAI) merupakan sebuah kelainan yang dikarakteristikkan dengan adanya reaksi autoantibodi yang diproduksi sistem imun tubuh sendiri yang menyerang langsung sel darah merah sehingga

mengalami lisis. AHAI

diklasifikasikan kedalam tiga tipe, yaitu tipe hangat (75%), tipe dingin (15%) dan tipe campuran (5%).

Sedangkan, berdasarkan ada atau tidaknya penyakit yang mendasari AHAI dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.1

Manifestasi klinis dari AHAI umumnya akan terlihat dalam jangka waktu beberapa bulan hingga tahun, tergantung pada keparahan anemia yang diderita pasien.

Manifestasi klinis tersebut juga dibedakan berdasarkan adanya penyakit dasar dan derajat hemolisis yang bergantung pada tipe autoantibodi. Pasien dengan tipe hangat (IgM dan IgG) dilaporkan cenderung memiliki keparahan hemolisis yang tinggi dan angka mortalitasnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan AHAI tipe dingin.2 Pendekatan diagnosis

AHAI secara garis besar cukup membutuhkan pembuktian adanya anemia yang disebabkan proses hemolisis dan hasil pemeriksaan serologis yang membuktikan adanya antibodi anti-eritrosit yang dapat terdeteksi dengan direct antiglobulin test (DAT).3 AHAI juga sangat erat kaitannya dengan penyakit SLE.

SLE merupakan suatu penyakit autoimun heterogen yang menyerang multi organ dan memberikan klinis bervariatif sesuai dengan organ yang terkena. SLE sendiri mengklasifikasikan AHAI sebagai gejala klinis dari kelainan hematologis yang umum. Pada AHAI oleh karena SLE, gejala selain AHAI akan nampak yaitu terdapat gangguan pada organ lain karena SLE.4

Oleh karena insidensi AHAI pada kasus SLE semakin meningkat dan penyakit ini membutuhkan terapi segera, maka pendekatan diagnosis dan tatalaksana yang benar akan memberikan hasil yang signifikan.

LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : Nn. S

Jenis Kelamin : Perempuan

(4)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 3

Umur : 23 tahun

Alamat : Tanjung Lebam, Kubu, Rokan Hilir

MR: 01017624

Tgl MRS: 24 Juni 2019 Anamnesis

Keluhan utama

Lemas sejak 3 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang

- 3 hari SMRS pasien mengeluhkan lemas yang dirasakan pada seluruh badan. Lemas berlangsung sepanjang hari, memberat ketika beraktivitas dan tidak menghilang setelah pasien beristirahat. Lemas disertai dengan demam, nyeri sendi, nyeri kepala dan nyeri pada ulu hati.

- Pasien juga mengeluhkan gusi berdarah, sariawan dan mual sehingga nafsu makan pasien menurun. Keluhan rambut sering rontok (+), rasa terbakar dan bercak kemerahan dikulit yang timbul karena terkena sinar

matahari (+). BAK dan BAB dalam batas normal.

- 4 bulan SMRS pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan dirawat selama 4 hari. Pasien mengatakan telah didiagnosis SLE sejak 2 tahun yang lalu namun pasien tidak melanjutkan pengobatannya karena merasa kondisi pasien sudah baik.

Riwayat Penyakit Dahulu - Darah tinggi (-) - Kencing manis (-) - Penyakit jantung (-) - Penyakit ginjal (-) Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama.

- Riwayat darah tinggi (-) - Riwayat kencing manis

(-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan

• Pasien merupakan seorang mahasiswa

• Jarang berolahraga (+)

(5)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 4

• Merokok (-), konsumsi alkohol (-).

Pemeriksaan Fisik Umum - Keadaan Umum: Tampak

sakit sedang - Kesadaran :

Komposmentis kooperatif

- TD : 104/85

mmHg

- Nadi : 80 x/menit - Suhu : 36,2°C - Pernafasan : 20 x/menit - Keadaan gizi

- BB : 54 kg

- TB : 155 cm

- IMT : normoweight (22,47) Pemeriksaan Fisik

 Kepala dan leher

- Mata: konjungtiva anemis (+) sklera ikterik (+), edema palpebra (-/-)

- Hidung: keluar cairan (-) darah (-)

- Telinga: keluar cairan (-), darah (-)

- Mulut: sariawan (+) gusi berdarah (+)

- Leher: pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-)

peningkatan JVP (-) 5+1 cmH2O.

 Thoraks paru depan

- Inspeksi: bentuk dinding dada pasien normochest, pergerakan dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot bantu pernapasan (-).

- Palpasi : vocal fremitus sama kiri dan kanan.

- Perkusi: sonor pada kedua lapangan paru.

- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

 Thoraks paru belakang - Inspeksi: kelainan tulang

belakang (-).

- Palpasi : vocal fremitus sama kiri dan kanan.

- Perkusi: sonor pada kedua lapangan paru.

- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

 Jantung:

- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba di SIK V linea midclavicula sinistra.

(6)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 5

- Perkusi: batas kanan jantung linea sternalis dextra SIK IV, batas kiri jantung di linea midclavicula sinistra SIK V - Auskultasi: S1 S2 reguler,

M2<M1, A1<A2, P1<P2, A2>P2, murmur (-), gallop (-

 Abdomen:

- Inspeksi: perut tampak datar, scar (-), venektasi (-), distensi (-), vena kolateral (- ), caput medusae (-)

- Auskultasi : BU (+) 8x/menit - Palpasi: nyeri tekan

epigastrium(+),

splenomegali (+) Shuffner 3, ballotement (-).

- Perkusi: timpani pada seluruh regio abdomen.

 Ekstremitas:

- Atas : Kulit pucat (+) CRT

<2 detik, pitting udem (-/-), sianosis (-), clubbing finger (-), akral hangat.

- Bawah : Kulit pucat (+) CRT

<2 detik, pitting edema (-/-), sianosis (-), akral hangat.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin 1. Hb: 5,9 g/dL 2. Leukosit: 6.460 uL 3. Trombosit: 181.000./uL 4. Eritrosit: 1.700.000/uL 5. Hematokrit: 15,8 % 6. Basofil: 0,6 % 7. Eosinofil: 0,3 % 8. Neutrofil: 84,4 % 9. Limfosit: 11,6 % 10. Monosit: 3,1 %

Kimia Klinik

1. Ureum : 42 mg/dL (12.8- 42.8)

2. Creatinin : 0,85 mg/dL (0,55-1,30)

Kimia Urin

1. Warna : kuning tua 2. Kejernihan: keruh 3. Protein : Positif (+2) 4. Glukosa : Negatif 5. Bilirubin : Negatif 6. Urobilirubin: 0,2 Umol/L

(normal)

7. pH : 6,0 (4,5-8,0)

8. BJ : 1,010

(1,003-1,030) 9. Darah : Positif (+3) 10. Keton : Negatif 11. Nitrit : Positif

(7)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 6

Gambaran Darah Tepi Kesan: Anemia normositik normokrom ec. anemia penyakit inflamasi kronis

ANA Profile: SLE (+)

Direct Coombs Test: (+3) Resume

Anamnesis

- Lemas pada seluruh tubuh yang berlangsung sepanjang hari, memberat ketika beraktifitas dan tidak menghilang dengan istirahat.

- Demam, nyeri pada sendi, nyeri kepala dan nyeri ulu hati.

- Sariawan, gusi berdarah, mual dan nafsu makan menurun.

- Rasa terbakar dan bercak kemerahan dikulit ketika terkena sinar matahari.

- Telah didiagnosis SLE sejak 2 tahun yang lalu.

Pemeriksaan fisik

- Konjungtiva anemis, sklera ikterik, sariawan dan gusi berdarah.

- Nyeri tekan epigastrium, splenomegali pada Schuffner 3

- Ekstremitas atas dan bawah pucat.

Pemeriksaan penunjang - Anemia

- Neutrofilia - Proteinuria - Hematuria

GDT: Anemia normositik normokrom ec. anemia penyakit inflamasi kronis - Ana Profile: SLE (+) - Coombs test: (+3)

Diagnosa: Anemia Hemolitik Auto Imun pada SLE.

Penatalaksanaan

 Non Farmakologis:

- Tirah baring

- IVFD NaCl 0,9% 2000 cc/hari

- Transfusi PRC

 Farmakologis:

- Methylprednisolon 2x125 mg IV

- Lansoprazole 2x30 mg IV - Ondansentron tab 3x4 mg - Paracetamol tab 3x500 mg - Sandimun tab 2x100 mg

(8)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 7

DISKUSI

Diagnosis AHAI dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama lemas pada seluruh tubuh sejak 3 hari SMRS. Lemas berlangsung sepanjang hari, memberat ketika beraktivitas dan tidak menghilang setelah pasien beristirahat. Lemas disertai dengan demam, nyeri sendi, nyeri kepala dan nyeri pada perut.

Keluhan lain didapatkan adanya gusi berdarah, sariawan dan mual sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan pasien menurun.

Selain itu, pasien juga mengatakan rambut sering rontok dan ada rasa terbakar dan bercak kemerahan dikulit yang timbul bila terkena sinar matahari. Pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik, sariawan dan gusi berdarah. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan nyeri tekan pada regio epigastrium, limpa teraba pada Schuffner 3 dan ekstremitas pucat.

Das et al. melaporkan bahwa penderita AHAI 66% adalah wanita.

Manifestasi klinis AHAI tidak jauh berbeda dengan manifestasi anemia lainnya, pasien akan memberikan klinis khas anemia seperti lemas pada seluruh tubuh, konjungtiva anemis, kulit pucat, serta pada anemia hemolitik bisa juga didapatkan ikterus dan pembesaran pada organ retikuloendothelial sistem (RES) seperti limpa dan hepar.5

Ikterus dan pembesaran organ RES disebabkan karena banyaknya eritrosit yang terdestruksi masuk ke dalam RES sehingga memberikan beban kerja yang lebih berat pada hepar atau limpa. Hal tersebut menyebabkan tidak optimalnya kerja dari organ retikuloendothelial sehingga timbul gangguan konjugasi pada bilirubin yang berakhir dengan banyaknya bilirubin tak terkonjugasi yang beredar disirkulasi.5

Selain itu pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb pasien 5,9 gr/dL, hematokrit 15,8% dan coombs test (+3). Semua pasien AHAI akan memberikan gejala klinis khas anemia tetapi pada AHAI yang disebabkan oleh penyakit autoimun seperti SLE,

(9)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 8

akan memberikan gejala yang predominan SLE.

Pasien ini didiagnosis SLE karena memenuhi minimal 10 point dari kriteria SLE berdasarkan American College of Rheumatology (ACR).

Akan tetapi pada pasien ini tetap dilakukan profil ANA untuk mengonfirmasi SLE.6

Pada pasien ini juga didapatkan proteinuria dan hematuria sebagai pertanda bahwa sudah terjadi nefritis lupus (NL) yang merupakan salah satu manifestasi dari SLE.

Gambaran klinis nefritis lupus sangat bervariasi, mulai dari asimtomatis atau hanya proteinuria atau hematuria ringan sampai dengan gambaran klinis yang berat yaitu sindrom nefrotik atau

glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal yang progresif.

Pada SLE semua partikel sel dikenali sebagai antigen, maka antibodi yang ditemukan pada pasien SLE sangat banyak, oleh karena itu pemeriksaan berbagai antibodi perlu dilakukan, pemeriksaan tersebut disebut dengan profil ANA. Akan tetapi, hasil pemeriksaan antibodi yang positif tidak selalu sesuai dengan adanya penyakit autoimun yang terkait dengan antibodi tersebut karena beberapa antibodi dapat ditemukan pada penyakit hati kronik, keganasan dan infeksi.7

Antibodi antieritrosit pada penderita SLE diketahui sebagian besar adalah IgG (tipe hangat). Patogenesis terjadinya AHAI pada pasien SLE belum sepenuhnya diketahui.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IgG menyebabkan terjadinya aktivasi sistem komplemen, reaksi diawali dengan aktivasi C1, suatu protein yang dikenal sebagai recognition unit. Protein C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi –

(10)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 9

reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu kompleks C4b2b (C3 convertase). C4b2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a.

C3b mengalami perubahan konformasional sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan sel darah merah yang berlabel antibodi sehingga mengaktifkan komplemen.

Selanjutnya, C3 juga akan membelah menjadi C3d, C3g dan C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada mebran sel darah merah dan merupakan produk final aktivasi C3. C3b akan berikatan dengan C4b2b menjadi kompleks C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilaktosin) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip kedalam mebran sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk kedalam sel sehingga sel menjadi bengkak dan ruptur.8 Selain itu, terdapat adanya

keterkaitan dari SLE sebagai penyebab penurunan ekspresi gen CD55 dan CD59 pada eritrosit penderita yang akan memicu terjadinya AHAI. Protein membran ini merupakan suatu barier pertahanan untuk melawan adanya mekanisme lisis yang berasal dari antibodi, sebagaimana penjelasan AHAI itu sendiri. Jika barier ini tidak ada maka akan timbul penghancuran eritrosit secara progresif.8

Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test atau Coombs test merupakan suatu pemeriksaan yang cukup sensitif adanya AHAI. Coombs test bertujuan untuk menunjukkan adanya antibodi atau komplemen pada permukaan eritrosit.

Pemeriksaan ini menggunakan darah pasien yang dicampur dengan antibodi kelinci yang melawan IgG atau C3 manusia. Hasil tes positif

(11)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 10

menunjukkan adanya aglutinasi antara antibodi penderita atau eritrosit yang diliputi komplemen dengan serum anti-IgG atau anti-C3.

Pada pemeriksaan lebih lanjut akan dilihat apakah aglutinasinya dengan anti-IgG (pada AHAI warm type).

atau anti-C3 (pada AHAI cold type).9

Pendekatan tatalaksana AHAI meliputi tatalaksana nonfarmakologi dan farmakologi. Pada pengobatan nonfarmakologi pasien ini, diberikan cairan NaCl 0,9% 2000 cc per hari. Pasien ini juga diberikan transfusi PRC sebanyak 2 unit per hari. Transfusi dianjurkan pada

anemia yang mengancam nyawa dan umumnya pada AHAI warm type diberikan ketika Hb kurang dari 5 g/dL.10

Pada pasien ini diberikan steroid Methylprednisolon (MP) dengan dosis 2x125 mg. Terapi ini disebut dengan terapi pulse. Terapi pulse merupakan terapi dengan dosis yang sangat tinggi dalam waktu singkat digunakan pada keadaan yang mengancam nyawa, induksi atau pada kekambuhan.11

Penelitian menyebutkan pada 75- 96% pasien AHAI yang disebabkan oleh SLE akan berespon pada steroid (1 mg/kg/hari prednison atau steroid jenis lain yang ekuivalen dibagi dalam beberapa dosis) sebagai agen imunosupresan.

Umumnya tubuh akan memberikan respon 2-3 minggu pengobatan.

Prednison 1 mg/kg/hari merupakan pengobatan AHAI lini pertama dan apabila tidak ada respon terhadap terapi, pemberian steroid dosis tinggi dianjurkan (1000 mg MP).

Steroid baru diturunkan dosisnya atau di-taperring-off ketika kadar hematokrit dalam darah mengalami peningkatan dan kadar retikulosit menurun.11

(12)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 11

Pasien juga diberikan terapi lansoprazole dan ondansentron untuk mengurangi gejala penyerta, paracetamol sebagai antipiretik dan sandimun (siklosporin) sebagai immunosuppressant.

KESIMPULAN

AHAI merupakan salah satu kelainan yang sering ditemukan pada penderita SLE. Oleh karena itu penting untuk memiliki pengetahuan tentang pendekatan diagnosis dan penanganan dini untuk kasus ini.

Pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada AHAI sesuai dengan referensi yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Parjono E, Widyawati K.

Anemia Hemolitik

Autoimun. Buku Ajar penyakit. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hal.660-2.

2. Zanella A, Barcellini W.

Treatment of autoimmune hemolytic anemia. J Haemotologica.

2014;99(10):1547-8.

3. Kamesaki T, Toyotsuji T, Kaijii E. Characterization of direct antiglobulin test- negative autoimmune hemolytic anemia: a study of 154 cases. J American of Hematology. 2013;88:93-6.

4. Kuhn A, Bonsmann G, Anders H, Herzer P, Tenbrock K, Schneider M, et al. The diagnosis and treatment of systemic lupus erythematosus. J Deutsches Arzteblatt International.

2015;112(25):423-32.

5. Zeerleder S. Autoimmune hemolytic anemia-a practical guide to cope with a diagnostic and therapeutic challenge. J Netherland of Medicine. 2011;69(4):177- 80.

6. American College of Rheumatology. ACR Criteria for Systemic Lupus Erythematosus (SLE). 2017.

7. Petri M, Orbai AM, Alarcon GS, Gordon C, Merril JT, Fortin PRN, et al. Derivation and validation of the

Systemic Lupus

International Collaborating

(13)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 12

Clinics classification criteria for systemic lupus erythematosus. J Arthritis Rheumatology.

2012;64:2677–86.

8. Sullivan MO, McLean- Tooke A, Loh RKS.

Antinuclear antibody test. J American Academy of Family Physcian. 2013;

42(10):718-21.

9. Alegretti AP, Mucenic T, Brenol JCT, Xavier RM. The role of (CD55 and CD59) complement regulatory proteins on peripheral blood cells of systemic lupus erythematosus patients. J Brasiliera of Rheumatology.

2009;49(3):276-87.

10. Dhaliwal G, Cornett P, Tierney LM. Hemolytic anemia. J American Academy Family Physcian.

2004;69(11):2599-609.

11. Bashal F. Hematological disorders in patients with

systemic lupus

erythematosus. J Open Rheumatology. 2013;7:87- 95.

(14)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 13

Follow-up 25/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 111/69 mmHg, HR: 91x/i, RR: 20x/i, T: 35,6. Hb: 5,9 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV 26/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 99/56 mmHg, HR: 87x/i, RR: 20x/i, T: 35,6. Hb: 5,9 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV 27/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 110/72 mmHg, HR: 97x/i, RR: 20x/i, T: 36,8. Hb: 5,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV Sandimun tab 2x100 mg Transfusi PRC 2 unit

28/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 133/80 mmHg, HR: 97x/i, RR: 20x/i, T: 36,8. Hb: 5,7 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x250 mg IV Ketorolac 2x30 mg IV

Omeprazole 2x40 mg IV Sandimun tab 2x100 mg Transfusi PRC 2 unit 29/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 121/79 mmHg, HR: 82x/i, RR: 20x/i, T: 36,4. Hb: 5,7 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x250 mg IV Ketorolac 2x30 mg IV

Omeprazole 2x40 mg IV Sandimun tab 2x100 mg Transfusi PRC 2 unit 30/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 110/60 mmHg, HR: 72x/i, RR: 20x/i, T: 35,8. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV Sandimun tab 2x100 mg

(15)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 14 1/07/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas.

O : TD: 110/65 mmHg, HR: 75x/i, RR: 20x/i, T: 36,7. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV

2/07/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas.

O : TD: 115/68 mmHg, HR: 71x/i, RR: 20x/i, T: 35,8. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV

3/07/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas.

O : TD: 110/70 mmHg, HR: 80x/i, RR: 20x/i, T: 36,7. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV Lansoprazole 2x30 mg IV

4/07/2019

PASIEN BOLEH PULANG.

(16)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 15

Lampiran 1

American College of Rheumatology Criteria for SLE

(17)

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 16

Lampiran 2

Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik

REKOMENDASI Perhimpunan Rheumatologi Indonesia 2011

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai kasus pasien Covid-19 dengan atau tanpa penyakit penyerta dapat mengalami anemia hemolitik autoimun baik

Hasil ini idak jauh berbeda dengan peneliian sebelumnya yang mendapai proporsi kasus AHAI ipe hangat adalah 80-90%, dengan eiologi primer sebanyak 50-55%.. Hasil ini berbeda

Anemia Hemolitik pada Pasien Kusta yang Mendapat Multidrug Therapy di RSUP Haji Adam Malik Medani. Wan Tisya Muhaira, Ramona Dumasari Lubis, Mila Darmi Program Magister