• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI BARU LAHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI BARU LAHIR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI BARU

LAHIR

Penyakit hemolitik bayi baru lahir (hemolytic desease of new born) adalah abnormal pecahnya sel darah merah pada janin atau bayi yang baru lahir. Hal ini biasanya karena antibodi yang dibuat oleh ibu ditujukan terhadap sel darah merah bayi. Hal ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas Rh atau terjadi ketika ada

ketidakcocokan antara jenis darah ibu dan bayi, yaitu perbedaan antara golongan darah Rh ibu dan bayi.Penyakit hemolitik dari Bayi juga disebut eritroblastosis fetalis(Widness, 2008).

Penyebab penyakit hemolitik bayi baru lahir (HDN)

HDN paling sering terjadi ketika seorang ibu Rh negatif mempunyai bayi dengan ayah Rh positif. Ketika faktor Rh bayi positif, seperti ayah, masalah bisa berkembang jika sel-sel merah darah bayi menyeberang ke ibu Rh negatif.

Sistem kekebalan ibu melihat sel Rh positif bayi darah merah sebagai "benda asing." Sama seperti ketika bakteri menyerang tubuh, sistem kekebalan tubuh merespon dengan mengembangkan antibodi untuk melawan dan menghancurkan sel-sel asing. Sistem kekebalan ibu kemudian membuat antibodi dalam kasus sel asing muncul lagi, bahkan pada kehamilan masa depan. Sang ibu sekarang "Rh peka."

Meskipun tidak seperti biasa, masalah serupa bisa terjadi ketidak cocokan antara jenis darah (A, B, O, AB) dari ibu dan bayi dalam situasi berikut:

Golongan Darah Ibu O A B Golongan Darah bayi A/B B A

Pada kehamilan pertama, sensitisasi Rh tidak mungkin. Biasanya hanya menjadi masalah pada kehamilan masa depan dengan lain bayi Rh positif. Selama kehamilan itu, antibodi ibu melalui plasenta untuk melawan sel-sel positif Rh dalam tubuh bayi. Sebagai antibodi menghancurkan sel-sel darah merah, bayi bisa menjadi sakit. Ini disebut eritroblastosis fetalis selama kehamilan. Pada bayi baru lahir, kondisi ini disebut penyakit hemolitik bayi baru lahir.

span class="fullpost"> <akibatnya

Anemia berbahaya karena membatasi kemampuan darah untuk membawa oksigen ke organ bayi dan jaringan. Akibatnya:

1. Tubuh bayi merespon hemolisis dengan mencoba untuk membuat sel darah merah yang sangat cepat di sumsum tulang dan hati dan limpa. Hal ini menyebabkan organ-organ ini membesar. Sel-sel darah merah baru, yg disebut erythroblasts, sering belum matang dan tidak mampu melakukan pekerjaan sel-sel darah merah dewasa.

(2)

menyingkirkan bilirubin dan dapat membangun dalam darah dan jaringan lain dan cairan tubuh bayi. Ini disebut hiperbilirubinemia. Karena bilirubin memiliki pigmen atau pewarna, itu menyebabkan menguningnya kulit bayi dan jaringan. Ini disebut penyakit kuning.

Komplikasi penyakit hemolitik bayi baru lahir

Komplikasi dapat berkisar dari ringan sampai parah. Berikut ini adalah beberapa masalah yang dapat diakibatkan:

1. Selama kehamilan

a. Anemia hiperbilirubinemia, ringan, dan penyakit kuning Plasenta membantu menyingkirkan beberapa bilirubin, tetapi tidak semua.

b. Berat anemia dengan pembesaran hati dan limpa Ketika organ-organ ini dan sumsum tulang tidak dapat mengimbangi kerusakan yang cepat dari sel darah merah, hasil anemia berat dan organ lain yang terpengaruh. c. Hidrops fetalis

Hal ini terjadi sebagai organ bayi tidak mampu untuk menangani anemia. Jantung mulai gagal dan sejumlah besar cairan membangun pada jaringan bayi dan organ. Sebuah janin dengan hidrops berisiko besar yang lahir mati.

2. Setelah lahir

a. Parah hiperbilirubinemia dan ikterus

Hati bayi tidak dapat menangani sejumlah besar bilirubin yang dihasilkan dari kerusakan sel darah merah. Hati bayi terus membesar dan anemia.

b. Kernicterus

Kernicterus adalah bentuk yang paling parah hiperbilirubinemia dan hasil dari penumpukan bilirubin dalam otak. Hal ini dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak, ketulian, dan kematian.

Pengobatan untuk penyakit hemolitik yang baru lahir

• HDN Setelah didiagnosis, pengobatan mungkin diperlukan. Pengobatan khusus untuk penyakit hemolitik yang baru lahir akan ditentukan oleh dokter bayi Anda berdasarkan: Usia kehamilan bayi anda, kesehatan secara keseluruhan, dan riwayat kesehatan, Luasnya penyakit, Toleransi bayi Anda untuk pengobatan spesifik, prosedur, atau terapi Harapan untuk perjalanan penyakit, Pendapat atau preferensi

Selama kehamilan, perawatan untuk HDN mungkin termasuk:

- Transfusi darah intrauterine sel darah merah dalam sirkulasi bayi Hal ini dilakukan dengan menempatkan sebuah jarum melalui rahim ibunya dan masuk ke rongga perut janin atau langsung ke dalam pembuluh darah di tali pusat. Mungkin perlu untuk memberikan obat penenang untuk menjaga bayi dari bergerak. transfusi Intraurine mungkin perlu diulang.

- Pengiriman awal jika janin berkembang komplikasi

Jika janin mempunyai paru-paru matang, persalinan dan melahirkan dapat dirangsang untuk mencegah memburuknya dari HDN.

(3)

Setelah lahir, pengobatan dapat mencakup: - Transfusi darah (untuk anemia parah)

- Intravena cairan (untuk tekanan darah rendah)

- Bantuan untuk gangguan pernapasan menggunakan oksigen atau mesin pernapasan mekanik - Transfusi tukar untuk menggantikan darah yang rusak bayi dengan darah segar

- Transfusi tukar membantu meningkatkan jumlah sel darah merah dan menurunkan tingkat bilirubin. Sebuah transfusi pertukaran dilakukan dengan bolak memberi dan menarik darah dalam jumlah kecil melalui pembuluh darah atau arteri. transfusi Exchange mungkin perlu diulang jika tingkat bilirubin tetap tinggi.

Pencegahan penyakit hemolitik yang baru lahir:

Untungnya, HDN adalah penyakit yang dapat dicegah. Karena kemajuan dalam perawatan kehamilan, hampir semua wanita dengan darah Rh negatif diidentifikasi pada awal kehamilan dengan tes darah. Jika seorang ibu Rh negatif yang hamil, ia biasanya diberikan obat yang disebut imunoglobulin Rh (RhIg), juga dikenal sebagai Rhogam. Ini adalah produk darah khusus dikembangkan yang dapat mencegah antibodi Rh ibu negatif dari yang mampu bereaksi terhadap sel Rh positif. Banyak wanita diberikan Rhogam sekitar minggu 28 kehamilan. Setelah bayi lahir, seorang wanita harus menerima dosis kedua obat dalam waktu 72 jam. </akibatnya

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Anemia merupakan salah satu faktor risiko dari luaran janin yang jelek, berhubungan dengan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, serta kematian ibu, dan janin.Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika hanya 6% . Menurut WHO, sebanyak 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan.

Walaupun anemia merupakan keadaan fisiologis pada kehamilan, tetapi penting sekali untuk mengetahui etiologi, apakah hanya fisiologis atau keadaan patologis sebagai penyebab anemianya. Pada kasus kehamilan yang disertai anemia gravis, perlu dicurigai adanya kelainan hematologi sebagai penyakit primernya terutama anemia hemolitik dan hemoglobinopati

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian anemia ?

2. Apa pengertian anemia hemolitik ?

3. Apa pengertian anemia hemolitik pada bayi baru lahir ?

4. Apa etiologi atau penyebab dari penyakit anemia hemolitik pada bayi ?

5. Apa patofisiologi dari penyakit anemia hemolitik pada bayi ?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari anemia hemolitik pada bayi baru lahir ?

7. Bagaimana penatalaksanaan untuk bayi dengan anemia hemolitik ?

8. Apa komplikasi yang terjadi untuk bayi dengan anemia hemolitik ?

9. Bagaimana asuhan keperawatan untuk penyakit hemolitik pada bayi ?

1.3 TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui anemia hemolitik pada bayi ?

2. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab dari anemia hemolitik pada bayi ?

3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari anemia hemolik pada bayi ?

4. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari anemia hemolitik pada bayi?

5. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan untuk bayi dengan anemia hemolitik ?

6. Mahasiswa mengetaui komplikasi yang dapat terjadi apabila bayi terkena anemia

hemolitik pada bayi ?

7. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan untuk penyakit hemolitik pada bayi

? BAB II KONSEP TEORI 2.1 PENGERTIAN 1. Anemia

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah (Ngastia, 1997 ; 398)

Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB di bawah batas nilai-nilai yang dijumpai pada orang sehat (Nelson; 838)

(5)

2. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari).

Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek (umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).

Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan atau sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.

3. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir adalah suatu anemia normositik normokromik pada bayi positif Rh yang lahir dari ibu negatif Rh yang sebelumnya

telah membentuk antibodi terhadap antigen Rh.

Penyakit hemolitik bayi baru lahir (hemolytic desease of new born) atau HDN adalah abnormal pecahnya sel darah merah pada janin atau bayi yang baru lahir. Hal ini biasanya karena antibodi yang dibuat oleh ibu ditujukan terhadap sel darah merah bayi. Hal ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas Rh atau terjadi ketika ada ketidakcocokan antara jenis darah ibu dan bayi, yaitu perbedaan antara golongan darah Rh ibu dan bayi. Penyakit hemolitik dari Bayi juga disebut eritroblastosis fetalis (Widness,2008)

2.2 ETIOLOGI

Penyebab penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (HDN) :

HDN paling sering terjadi ketika seorang ibu Rh negatif mempunyai bayi dengan ayah Rh positif. Ketika faktor Rh bayi positif, seperti ayah masalah bisa berkembang jika sel-sel merah darah bayi menyeberang ke ibu Rh negatif.

Sistem kekebalan ibu melihat sel Rh positif bayi darah merah sebagai benda asing. Sama seperti ketika bakteri menyerang tubuh, sistem kekebalan tubuh merespon dengan mengembangkan antibodi untuk melawan dan menghancurkan sel-sel asing. Sistem kekebalan ibu kemudian membuat antibodi dalam kasus sel asing muncul lagi, bahkan pada kehamilan masa depan. Meskipun tidak seperti biasa, masalah serupa bisa terjadi ketidak cocokan antara jenis darah (A, B ,O, AB) dari ibu dan bayi dalam situasi situasi berikut :

(6)

Golongan darah bayi A atau B, B, A,

Pada kehamilan pertama, sensitisasi Rh tidak mungkin. Biasanya hanya menjadi masalah pada kehamilan masa depan dengan lain bayi Rh positif. Selama kehamilan itu, antibodi ibu melalui plasenta untuk melawan sel-sel positif Rh dalam tubuh bayi. Sebagai antibodi menghancurkan sel-sel darah merah, bayi bisa menjadi sakit. Ini disebut eritroblastosis fetalis selama kehamilan. Pada bayi baru lahir, kondisi ini disebut penyakit hemolitik bayi baru lahir.

2.3 PATOFISIOLOGIS

Berikut ini adalah gejala yang paling umum dari penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Namun, setiap bayi bisa mengalami gejala yang berbeda. Selama kehamilan gejala mungkin termasuk:

1. Dengan amniosentesis, cairan ketuban dapat memiliki warna kuning dan mengandung

bilirubin.

2. USG janin menunjukkan penumpukan pembesaran hati, limpa, atau jantung dan

cairan di perut janin.

Setelah lahir, gejala mungkin termasuk:

1. Sebuah warna pucat mungkin jelas, karena anemia.

2. Jaundice, atau kuning mewarnai cairan ketuban, tali pusat, kulit, dan mata dapat

hadir. Bayi mungkin tidak tampak kuning segera setelah lahir, namun jaundice dapat berkembang dengan cepat, biasanya dalam waktu 24 sampai 36 jam.

3. Bayi yang baru lahir mungkin memiliki pembesaran hati dan limpa.

4. Bayi dengan hidrops fetalis memiliki edema berat (pembengkakan) dari seluruh tubuh

dan sangat pucat. Mereka sering mengalami kesulitan bernapas.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Penyakit hemolitik yang ringan mungkin relatif asimptomatik disertai hepatomegali ringan dan sedikit peningkatan bilirubin. Penyakit yang parah bermanifestasi sebagai tanda-tanda anemia berat.Dapat terjadi hiperbilirubinemia sehingga timbul ikterus berat dan gangguan susunan saraf pusat yang dikenal sebagai kernikterus. 2.5 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan penyakit hemolitik adalah sebagai berikut :

1. Pencegahan penyakit hemolitik yang diinduksi Rh dilakukan dengan sustu preparat antibodi anti Rh yang disebut RhoGAM pada usia kehamilan sekitar 7 bulan untuk wanita beresiko.

2. Apabila penyakit hemolitik tetap timbul pada bayi baru lahir diperlukan transfusi

darah , transfusi diberikan dengan darah positif Rh yang tidak mengandung antibodi Rh.

3. Pada kasus ringan mungkin hanya diperlukan fototerapi untuk menurunkan kadar

bilirubin tidak terkonjugasi.

(7)

HDN Setelah didiagnosis, pengobatan mungkin diperlukan. Pengobatan khusus untuk penyakit hemolitik yang baru lahir akan ditentukan oleh dokter bayi berdasarkan: Usia kehamilan bayi, kesehatan secara keseluruhan, dan riwayat kesehatan, luasnya penyakit, toleransi bayi untuk pengobatan spesifik, prosedur, atau terapi harapan untuk perjalanan penyakit, pendapat atau preferensi

a). Selama kehamilan, perawatan untuk HDN diantaranya :

1. Transfusi darah intrauterine sel darah merah dalam sirkulasi bayi, hal ini dilakukan dengan menempatkan sebuah jarum melalui rahim ibunya dan masuk ke rongga perut janin atau langsung ke dalam pembuluh darah di tali pusar.Mungkin perlu untuk memberikan obat penenang untuk menjaga bayi dari bergerak.Transfusi intraurine mungkin perlu diulang.

2. Melahirkan lebih awal jika janin berkembang komplikasi.jika janin mempunyai

paru-paru matang persalinan dan melahirkan dapat dirangsang untuk mencegah memburuknya dari HDN.

b). Setelah lahir :

1. Transfusi darah (untuk anemia parah)

2. Cairan intravena (untuk tekanan darah rendah)

3. Oksigen atau mesin pernafasan mekanik digunakan untuk yang mengalami gangguan

pernafasan.

4. Transfusi tukar untuk menggantikan darah bayi yang rusak dengan darah yang segar.

5. Transfusi tukar membantu meningkatkan jumlah sel darah merah dan menurunkan

tingkat bilirubin. Sebuah transfusi pertukaran dilakukan dengan bolak memberi dan menarik darah dalam jumlah kecil melalui pembuluh darah atau arteri. transfusi Exchange mungkin perlu diulang jika tingkat bilirubin tetap tinggi.

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi penyakit hemolitik pada bayi baru lahir .Komplikasi dapat berkisar dari ringan sampai parah .Berikut ini adalah beberapa masalah yang dapat diakibatkan :

A.Selama kehamilan :

1. Anemia hiperbilirubinemia, ringan, dan penyakit kuning Plasenta membantu

menyingkirkan beberapa bilirubin ,tetapi tidak semua

2. Berat anemia dengan pembesaran hati dan limpa Ketika organ-organ ini dan sumsum

tulang tidak dapat mengimbangi kerusakan yang cepat dari sel darah merah,hasil anemia berat dan organ lain yang terpengaruh.

3. Hidrops fetalis

Hal ini terjadi sebagai organ bayi tidak mampu untuk menangani anemia. Jantung mulai gagal dan sejumlah besar cairan membangun pada jaringan bayi dan organ.Sebuah janin dengan hidrops beresiko besar yang lahir mati.

B. Setelah lahir :

1. Hiperbilirubinemia parah dan ikterus.

Hati bayi tidak dapat menangani sejumlah besar bilirubin yang dihasilkan dari kerusakan sel darah merah. Hati bayi terus membesar dan anemia.

2. Kemikterus

Kernicterus adalah bentuk yang paling parah hiperbilirubinemia dan hasil dari penumpukan bilirubin dalam otak. Hal ini dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak, ketulian, dan kematian

(8)

3. Anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung

2.7 ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian a. Data demografi b. Riwayat kesehatan

- Riwayat kesehatan dahulu

1. Kemungkinan ibu bayi pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan

seperti anti kanker, analgetik dll

2. Kemungkinan ibu bayi pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang besar

3. Kemungkinan ibu bayi kurang mengkonsumsi makanan yang

mengandung Asam Folat,Fe dan Vit12selama mengandung.

4. Kemungkinan ibu bayi pernah menderita penyakit-penyakit infeksi selama

mengandung bayinya.

5. Kemungkinan bayi pernah mengalami perdarahan hebat

6. Riwayat kesehatan keluarga

7. Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan ataukegagalan genetik yang berasal

dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit -Riwayat kesehatan sekarang

1. Bayi terlihat lemah

2. Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi

3. Bayi rewel dan sering menangis.

c. Kebutuhan dasar

1) Pola aktivitas sehari-hari Keletihan, malaise, kelemahan 2) Sirkulasi

1. Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva,

mulut, farink dan bibir) pucat

2. Sklera : biru atau putih seperti mutiara

3. Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi

(kompensasi)

4. Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok

5. Rambut kering, mudah putus, dan menipis

3) Eliminasi

Diare dan penurunan haluaran urin 4) Makanan dan cairan

1. Penurunan nafsu untuk minum ASI

2. Mual dan muntah

3. Penurunan BB

4. Distensi abdomen dan penurunan bising usus

5. Kesulitan menelan

6) Neurosensori Gelisah dan kelemahan 7) Pernafasan

(9)

Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea, ortopnea dan dispnea)

B. Diagnosa

1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun, mual

3. Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.

4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.

5.Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi

1. Perubahan perfusi jaringan b.d Penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen

Tujuan: Peningkatan perfusi jaringan Kriteria hasil:

- Keadaan umum 1. TD : 120/80 mmHg 2. Suhu 36,50 C – 370 C

3. Jumlah Eritrosit 5000 - 9000 sel/mm3

- Intervensi:

1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit atau membrane mukosa, dasar

kuku.

2. Awasi upaya pernapasan ,auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.

3. Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi

dengan thermometer.

4. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah

lengkap atau packed produk darah sesuai indikasi.

5. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

6. Berikan transufi darah sesuai indikasi

Rasional:

1. Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu

menetukan kebutuhan intervensi.

2. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.

3. Gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama atau

peningkatan kompensasi curah jantung.

4. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.

(10)

6. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.

7. Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

8. Meningkatkan jumlah sel darah merah

2 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.b.d nafsu makan menurun, mual

Kriteria hasil:

1. Keadaan umum membaik

2. Dapat minum ASI dengan baik

3. Mengalami peningkatan BB

Intervensi:

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk asupan ASI

2. Timbang berat badan setiap hari

3. Berikan makan ASI dengan frekuensi sering

4. Observasi dan catat kejadian mual atau muntah, flatus dan dan gejala lain yang

berhubungan

5. Kolaborasi pada ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi

6. Kolaborasi ,pantau hasil pemeriksaan laboraturium

7. Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi Rasional:

1. Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan nutrisi

2. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutris

3. Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster

4. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

5. Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk nutrisi yang dibutuhkan.

6. Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

3 .Konstipasi b.d penurunan masukan diet perubahan proses pencernaan; efeksamping terapi obat.

Kriteria hasil :

1. Warna urine normal, dan warna feses normal serta konsistensi yang normal

2. Bunyi usus normal

Intervensi

1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah

2. Auskultasi bunyi usus

3. Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai

kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.

4. Kolaborasi ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi

Rasional :

1. Membantu mengidentifikasi penyebab atau faktor pemberat dan intervensi yang tepat.

2. Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi

3. Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu

memperthankan status hidrasi pada diare

4. Menurunkan distress gastric dan distensi abdomen

5. Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan

(11)

7. Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.

4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.

Kriteria hasil :

1. Dapat bergerak normal sesuai umur.

2. TD : 120/80 mmHg

Intervensi:

1. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

2. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan

Rasional:

1. Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan

2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah

oksigen adekuat ke jaringan

3. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan

menurunkan regangan jantung dan paru

5. Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :

1. Keluarga menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit

2. Mengidentifikasi factor penyebab.

3. Melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup.

Intervensi:

1. Berikan informasi tentang hemolitik pada bayi spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa

terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia hemolitik. 2. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik

3. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien atau bayi tentang penyakit hemolitik pada

bayi.

4. Berikan penjelasan pada keluarga klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

5. Minta keluarga klien mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan

Rasional :

1. Memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga pasien dapat membuat pilihan yang

tepat.Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi

2. Megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan keluarga klien tentang

penyakit bayinya.

3. Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang keluarga klien akan tenang dan

mengurangi rasa cemas

4. Mengetahui seberapa jauh pemahaman keluarga klien serta menilai keberhasilan dari

tindakan yang dilakukan

BAB III PENUTUP

(12)

A. KESIMPULAN

Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir adalah suatu anemia normositik normokromik pada bayi positif-Rh yang lahir dari ibu negatif –Rh yang sebelumnya telah membentuk antibodi terhadap antigen Rh.

Penyakit hemolitik bayi baru lahir (hemolytic desease of new born) atau HDN adalah abnormal pecahnya sel darah merah pada janin atau bayi yang baru lahir. Hal ini biasanya karena antibodi yang dibuat oleh ibu ditujukan terhadap sel darah merah bayi. Hal ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas Rh atau terjadi ketika ada ketidakcocokan antara jenis darah ibu dan bayi, yaitu perbedaan antara golongan darah Rh ibu dan bayi.

B. SARAN

Sebagai mahasiswa yang tak pernah lepas dari kata belajar. Begitu pula dalam pembuatan asuhan keperawatan ini, yang jauh dari kesempurnaan. Olehnya kami menerima saran dari pembaca demi terciptanya asuhan keperawatan berikutnya yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handayani,wiwik,dan Sulistyo.2008.asuhan keperawatan pada klien dengan gangguaan

sistem hematologi.Jakarta:Salemba Medika.

2. http://johrinasela.blogspot.com/2011/06/blog-post.html

3. http://medicastore.com/penyakit/390/Anemia_Pada_Bayi.html

4. http://www.scribd.com/doc/56711101/Penyakit-Hemolitik-Pada-Bayi-Baru-Lahir-1

(13)
(14)

Golongan Darah Sistem Rhesus

Sistem golongan darah Rhesus lebih sering kita dengar selain sistem golongan darah ABO,

dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Sistem golongan darah yang memperhatikan faktor Rh berarti darah seseorang dibedakan berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh dalam

eritrositnya.

Istilah Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali dikemukakan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset tersebut digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina.

Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D).

Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).

Sejarah

Jauh sebelum sistem golongan darah Rhesus ditemukan, telah dikenal gejala klinis yang disebut dengan hydrops fetalis, jaundice dankernicterus. Umumnya, bayi meninggal beberapa hari sesudah dilahirkan.

Pada tahun 1921, von Gierke mengemukakan pendapatnya bahwa hydrops fetalis,

jaundice dan kernicterus mungkin bukanlah beberapa hal yang berdiri sendiri, melainkan suatu

perjalanan penyakit karena suatu penyebab.

Pada saat itu telah diketahui bahwa pada kasus hydrops fetalis, jaundicedan kernicterus, janin/bayi yang menderita penyakit ini juga mengalamianemia berat, dan pada pemeriksaan laboratorium terlihat hemolisis serta adanya peningkatan jumlah eritroblast yang sangat tinggi.

Pada tahun 1932, Diamond dkk menyatakan bahwa hydrops fetalis,jaundice, kernicterus, serta hemolisisdi masukkan ke dalam satu proses patologik yang dinamakan erythroblastosis fetalis. Sekarang,erythroblastosis fetalis dinamakan Hemolytic Disease of the

Newborn(HDN) atau Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN).

Selama beberapa tahun, penyebab hemolisis belum diketahui, sampai akhirnya pada tahun 1938, Darrow mengemukakan usulan bahwapatomekanisme dari erythroblastosis fetalis adalah reaksi antigen-antibodi. Darrow memperkirakan hemoglobin janin dianggap sebagaiimunogen bagi ibu, sehingga sistem imun ibu memproduksi antibodi terhadap sel darah merah janin.

Dengan adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah janin maka terjadilah respon imun yang melisiskan sel darah merah janin. Pendapat Darrow pada waktu itu bahwa reaksi antigen-antibodi merupakan dasar terjadinya erythroblastosis fetalis memang masih merupakan teori, namun pendapat itu sudah merupakan koreksi terhadap pendapat sebelumnya.

Pada tahun 1939, Levine dan Stetson melaporkan tentang seorang ibu yang mengalami dua kejadian yaitu reaksi transfusi setelah mendapat transfusi darah dari suaminya, dan janin/bayi si ibu mengalami HDN. Si ibu mengalami reaksi transfusi yang sekarang dikenal dengan nama Acute

Hemolytic Transfusion Reaction (reaksi hemolisis akut karena transfusi).

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa si ibu ternyata membentuk antibodi terhadap sel darah merah suaminya, namun belum diketahui jenis antigen apa pada sel darah merah suaminya yang dikenali oleh antibodi ibu.

Dari pemeriksaan ini, reaksi transfusi yang terjadi pada si ibu telah dapat diterangkan, tetapi

(15)

merah suaminya belum dikaitkan dengan kasus HDN yang terjadi. Apalagi beberapa waktu sesudah kejadian itu, didapatkan si ibu tidak memproduksi lagi antibodi terhadap sel darah merah suaminya. Kejadian ini berlalu tanpa dikaitkan dengan HDN yang terjadi, dan dianggap sebagai kejadian yang terpisah.

Di tahun 1940 dan 1941, Landsteiner dan Weiner mendeskripsikan eksperimen yang mereka lakukan pada guinea pigs dan kelinci. Eksperimen tersebut adalah sebagai berikut:

pertama, mereka mengimunisasi / menyuntikkan sel darah merah kera rhesus ke guinea pigs dan kelinci. Dengan imunisasi ini maka guinea pigs dan kelinci membentuk antibodi terhadap sel

darah merah kera Rhesus (oleh penelitinya antibodi ini dinamakan anti-Rhesus).

Kedua, anti-Rhesus ini diambil dan direaksikan / dicampur dengan sel darah manusia dari

berbagai individu.

Ketiga, reaksi dari campuran tersebut diamati, positif ataunegatif. Disebut reaksi positif,

bila sel darah merah manusia menjadi lisis dan disebut reaksi negatif bila sel darah merah manusia tidak lisis. Ternyata, 85% eksperimen menunjukkan reaksi positif. Dengan demikian disimpulkan bahwa anti-Rhesus juga bereaksi terhadap sel darah merah manusia. Dengan kata lain, pada sebagian besar sel darah manusia terdapat antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus. Sel darah merah yang TIDAK lisis (15%) berarti tidak mempunyai antigen yang dikenali oleh antibodi tersebut (gambar 1). Di dunia, populasi dengan Rhesus (+), 85% populasi berada di Eropa Barat dan Amerika Utara.

Gambar 1

Antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus disebut dengan antigen Rhesus. Dengan demikian pada sel darah manusia terdapat antigen yang sama dengan yang terdapat pada sel darah merah kera rhesus yaitu antigen Rhesus. Sel darah merah manusia yang mempunyai antigen Rhesus akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus, tetapi sel darah merah manusia yang tidak mempunyai antigen Rhesus tidak akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus (gambar 1).

Jadi sejak saat itu diketahui bahwa berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas dua kelompok, yaitu :

Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi

positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).

Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi

negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).

Faktor Genetik pada Sistem Penggolongan Darah Rh

Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini, bersifat herediter yang diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r. R dominan terhadap r, sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh

(16)

gen dominan R. Orang Rh+ mempunyai genotip RR atau Rr, sedangkan orang Rh- mempunyai genotip rr.

Wiener menyatakan bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh satu seri alel yang terdiri dari 8 alel.

Hal ini didasarkan pada kenyataan tidak semua orang Rh+ mempunyai antigen-Rh yang sama, begitu juga dengan orang Rh-. Kedelapan alel tersebut yaitu: (1) Rh+, alel-alelnya RZ , R1 , R2 , R0 dan (2) Rh-, alel-alelnya ry, r’, r”, r

Peneliti lain yaitu R.R. Race dan R.A. Fisher berpendapat bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh 3 pasang gen (C, D, dan E). Gen-gen ini bukan alel, tetapi terangkai amat berdekatan satu sama lain dan ketiga gen ini dominan terhadap alelnya c, d, dan e.

Ada tidaknya antigen-Rh dalam eritrosit seseorang ditentukan oleh gen D. Orang Rh+ mempunyai gen D dan bergenotip CDE atau cDe , dan sebagainya. Orang Rh-, tidak mempunyai gen D dan genotipnya dapat ditulis cdE atau CdE. Ketiga sistem tersebut tetap berlaku karena belum dapat dipastikan sistem mana yang benar sampai sekarang

Peranan Faktor Rh dalam Klinik

Faktor Rh dalam darah seseorang mempunyai arti penting dalam klinik. Orang yang serum dan plasma darahnya tidak mempunyai anti-Rh dapat distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh. Pembentukan anti-Rh ini dapat melalui jalan :

1. Transfusi Darah. Contoh kasus ini misalnya pada seorang perempuan Rh- yang

kerena sesuatu hal harus ditolong dengan transfusi darah. Darah donor kebetulan Rh+, berarti mengandung antigen-Rh. Antigen-Rh ini akan dipandang sebagai protein asing, sehingga perempuan itu akan distimulir membentuk anti-Rh.

Serum darah perempuan yang semula bersih dari anti-Rh akan mengandung anti-Rh. Anti-Rh akan terus bertambah jika transfusi dilakukan lebih dari sekali. Anti-Rh akan membuat darah yang mengandung antigen-Rh menjadi menggumpal sehingga perempuan Rh- tersebut tidak bisa menerima darah dari orang Rh+.

Orang Rh- harus selalu ditransfusi dengan darah Rh-. Seseorang yang akan melakukan transfuse, sebaiknya selain memeriksa golongan darah dengan sistem ABO juga harus memeriksakan faktor Rhnya.

2. Perkawinan. Kasus ini bisa terjadi misalnya seorang perempuan Rh- (genotip rr)

menikah dengan laki-laki Rh+ (bergenotip homozigotik RR) dan perempuan tersebut hamil. Janin dari pasangan ini tentunya akan bergolongan darah Rh+ (genotip Rr) yang diwarisi dari ayahnya.

Sebagian kecil darah janin yang mengandung antigen-Rh tersebut akan menembus plasenta dan masuk kedalam tubuh ibunya. Serum dan plasma darah ibu distimulir untuk membentuk anti-Rh, sehingga darah ibu yang mengalir kembali ke janin mengandung anti-Rh.

Anti-Rh ini akan merusak sel darah merah janin yang mengandung antigen-Rh, sehingga janin akan mengalami hemolisis eritrosit. Hemolisis eritrosit akan menghasilkan bilirubin indirek yang bersifat tidak larut air, tetapi larut lemak dan tentunya akan meningkatkan kadar bilirubin darah janin.

Peningkatan ini dapat menyebabkan ikterus patologis yaitu suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan Kern

ikterus, bila tidak segera ditangani.

Kern ikterus menyebabkkan suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus sub talamus, hipokampus,

nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Bayi yang mengalami kern ikterus biasanya mengalami kuning disekujur tubuhnya. Ada 2 kemungkinan bagi janin yang mengalami ketidakcocokan Rh ini, yaitu : Bayi pertama bisa

(17)

selamat karena anti-Rh yang dibentuk oleh ibu itu masih sedikit, sedangkan bayi pada kehamilan kedua bisa meninggal, jika mengalami anemia berat. Penyakit seperti ini dikenal dengan nama eritoblastosis fetalis.

Kejadian ini akan terulang pada waktu ibu hamil berikutnya. Bayi dapat juga hidup, tetapi biasanya akan mengalami cacat, lumpuh, dan retardasi mental.

Hemolytic Disease of the Newborn (HDN)

Rangkaian kejadian yang dialami bayi tersebut, pada tahun 1941, ditulis oleh Levine dkk dalam suatu laporan lengkap tentang etiologi dari HDN. Dalam tulisannya dijelaskan bahwa hemolisis pada kasus HDN disebabkanantibodi ibu terhadap sel darah merah janin.

Antibodi ini menembus plasenta kemudian berikatan dengan sel darah merah janin, menimbulkan respon imun berikutnya, yang berakibat HDN. Dari berbagai studi termasuk studi literatur didapatkan bahwa antibodi pada HDN adalah antibodi yang dilaporkan oleh Landsteiner dan Weiner (yaitu anti-Rhesus).

Dengan demikian nampaklah benang merah bahwa HDN adalah suatu kondisi patologik yang

didasari oleh reaksi antigen-antibodi. Antibodi yang berperanan disebut anti-Rhesus, dan

antigennya disebut denganantigen Rhesus.

Sel darah merah janin mempunyai antigen Rhesus, sedangkan sel darah merah ibu tidak mempunyai antigen Rhesus, sehingga antigen Rhesus merupakan benda asing bagi ibu. Antigen Rhesus ini merangsang sistem imun ibu untuk membentuk anti-Rhesus, yang dapat menembus plasenta dan berikatan dengan sel darah merah janin (gambar 2).

Gambar 2

Laporan dari Wiener dan Peters pada tahun 1940 memberikan tambahan bahwa antibodi tersebut menyebabkan reaksi transfusi berupa hemolisis.

Kompilasi dari berbagai penemuan oleh Levine dan Stetson, Landsteiner dan Wiener, Levine dkk, membuahkan penemuan sebuah sistem golongan darah yang dinamakan Sistem Golongan Darah

Rhesus.

Kembali pada reaksi transfusi hemolisis akut yang diderita sang ibu, sekarang, peristiwa yang tejadi sekian puluh tahun lalu, dapat diterangkan sebagai berikut: sel darah merah si ibu tidak mempunyai antigen Rhesus, tetapi sel darah merah suaminya mempunyai antigen Rhesus, dan sel darah merah janin/bayi sama seperti sel darah merah ayahnya yaitu mempunyai antigen Rhesus.

(18)

Sel darah merah ibu yang tidak mempunyai antigen Rhesus menyebabkan si ibu merasa asing terhadap antigen Rhesus pada sel darah merah suami dan janin/bayinya, sehingga pada saat ditransfusi dengan sel darah merah suaminya si ibu membentuk anti-Rhesus dan menyebabkan reaksi transfusi hemolisis akut pada ibu, si ibu pun membentuk anti-Rhesus tehadap janin/bayinya yang menembus plasenta dan berikatan dengan sel darah merah janin/bayi sehingga terjadi HDN (gambar 2).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif, dengan proposisi: “Implementasi kebijakan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak Balita (KIBBLA), terkait dengan

Korelasi antara anemia pada ibu hamil dengan antropometri bayi baru lahir sesuai dengan hasil penelitian dari Hassan dkk 43 di Mesir yang melaporkan terdapat korelasi

Penapisan pulse oximetry telah diusulkan sebagai metode penapisan untuk mendeteksi penyakit jantung bawaan sianotik pada bayi baru lahir, dengan menggunakan alat

FAKTOR RISIKO KEMATIAN BAYI BARU LAHIR DENGAN PENYAKIT MEMBRAN HIALIN YANG DIBERIi. CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE

pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga

Bayi baru lahir masih mempunyai lambung yang masih sangat kecil, sistem pencernaan bayi baru lahir pun belum mampu mencerna berbagai makanan dengan baik.. Oleh karena itu,

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya prematuritas, berhubungan dengan ASI, beberapa penyakit yang menyebabkan kelebihan produksi

Pernafasan pertama pada bayi baru lahir terjadi normal dalam waktu 30 detik setelah kelahiran,tekanan rongga pada bayi,pada saat melalui jalan lahir,pervagina