• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anemia Hemolitik Autoimun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anemia Hemolitik Autoimun"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Anemia hemolitik autoimun (AIHA) merupakan kelainan yang jarang Anemia hemolitik autoimun (AIHA) merupakan kelainan yang jarang ditemukan, diakibatkan oleh autoantibodi yang melawan sel darah merah. ditemukan, diakibatkan oleh autoantibodi yang melawan sel darah merah.11 Anemia hemolitik autoimun ditandai adanya produksi antibodi terhadap sel darah Anemia hemolitik autoimun ditandai adanya produksi antibodi terhadap sel darah merah. Antigen ini menginisiasi penghancuran sel darah merah melalui sistem merah. Antigen ini menginisiasi penghancuran sel darah merah melalui sistem komplemen dan retikuloendotelial.

komplemen dan retikuloendotelial.22

Puncak insiden AIHA anak adalah pada usia 4 tahun pertama kehidupan. Puncak insiden AIHA anak adalah pada usia 4 tahun pertama kehidupan. Angka kejadian AIHA pada pria dan wanita hampir sama yaitu dengan Angka kejadian AIHA pada pria dan wanita hampir sama yaitu dengan  perbandingan

 perbandingan 1:1, 1:1, dan dan tidak tidak berhubungan berhubungan dengan dengan ras, ras, namun namun terkait terkait dengandengan keturunan.

keturunan.22 Insiden yang tepat dari penyakit ini tidak diketahui, namunInsiden yang tepat dari penyakit ini tidak diketahui, namun diperkirakan jumlah anak-anak yang terkena dampak kurang dari 0,2/100.000 diperkirakan jumlah anak-anak yang terkena dampak kurang dari 0,2/100.000 dengan tingkat tertinggi terlihat pada usia pra-sekolah.

dengan tingkat tertinggi terlihat pada usia pra-sekolah.33 AIHA pada bayi danAIHA pada bayi dan anak-anak terjadi

anak-anak terjadi 0,2 per 0,2 per 100.000 per 100.000 per tahun, dimana tahun, dimana 37% 37% kasus merupakankasus merupakan AIHA primer dan 53% kasus terkait kelainan imun. Angka kematian lebih AIHA primer dan 53% kasus terkait kelainan imun. Angka kematian lebih rendah pada anak-anak (4%), tapi meningkat hingga 10% jika anemia hemolitik rendah pada anak-anak (4%), tapi meningkat hingga 10% jika anemia hemolitik ini dikaitkan dengan trombositopenia imun (

ini dikaitkan dengan trombositopenia imun ( Evans Syndrome Evans Syndrome).).11

AIHA dipicu oleh infeksi virus atau vaksinasi, lebih sering terjadi pada AIHA dipicu oleh infeksi virus atau vaksinasi, lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa. Imunodefisiensi atau keganasan (terutama anak daripada orang dewasa. Imunodefisiensi atau keganasan (terutama keganasan jaringan limforetikular), sistemik lupus eritematosus (SLE), dan tipe keganasan jaringan limforetikular), sistemik lupus eritematosus (SLE), dan tipe

(2)

sekunder pada anak. Selain itu, beberapa kelainan yang langka seperti giant cell sekunder pada anak. Selain itu, beberapa kelainan yang langka seperti giant cell hepatitis mungkin dapat menyebabkan A

hepatitis mungkin dapat menyebabkan AIHA.IHA.22

AIHA diklasifikasikan menjadi tipe hangat (

AIHA diklasifikasikan menjadi tipe hangat (Warm autoimmune hemolyticWarm autoimmune hemolytic anemia = WAIHA

anemia = WAIHA) dan tipe dingin () dan tipe dingin (Cold agglutinin disease = CADCold agglutinin disease = CAD) berdasarkan) berdasarkan kisaran suhu autoantibodinya. Autoantibodi tipe hangat merupakan 48-70% kasus kisaran suhu autoantibodinya. Autoantibodi tipe hangat merupakan 48-70% kasus AIHA. Sementara itu, autoantibodi tipe dingin merupakan 16-32% kasus dari AIHA. Sementara itu, autoantibodi tipe dingin merupakan 16-32% kasus dari AIHA. Infeksi dan kelainan limfoproliferatif merupakan penyebab tersering pada AIHA. Infeksi dan kelainan limfoproliferatif merupakan penyebab tersering pada tipe sekunder.

tipe sekunder.22 Diagnosis ditegakkan berdasarkan munculnya gejala anemiaDiagnosis ditegakkan berdasarkan munculnya gejala anemia hemolitik dan bukti serologis dari antibodi anti-eritrosit, yang dideteksi dengan hemolitik dan bukti serologis dari antibodi anti-eritrosit, yang dideteksi dengan Direct Antiglobulin Test (DAT).

Direct Antiglobulin Test (DAT).11

1.2

1.2 Batasan MasalahBatasan Masalah

Referat ini membahas tentang anemia hemolitik autoimun pada anak. Referat ini membahas tentang anemia hemolitik autoimun pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan 1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai anemia hemolitik autoimun pada anak-anak.

mengenai anemia hemolitik autoimun pada anak-anak.

1.4

1.4 Metode PenulisanMetode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

dari berbagai literatur.

1.5

1.5 Manfaat PenulisanManfaat Penulisan

Melalui penulisan referat ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan Melalui penulisan referat ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan  pengetahuan tentang anemia hemolitik autoimun pada anak.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

Anemia Hemolitik Autoimun ( Autoimmune Hemolytic Anemia=AIHA) ialah suatu anemia yg timbul karena terbentuknya autoantibodi terhadap self antigen  pada membran eritrosit sehingga menimbulkan dekstruksi eritrosit (hemolisis). Reaksi autoantibodi ini akan menimbulkan anemia, akibat masa edar eritrosit dalam sirkulasi menjadi lebih pendek.4,5  Anemia disebabkan karena kerusakan eritrosit melebihi kapasitas sumsum tulang untuk menghasilkan sel eritrosit, sehingga terjadi  peningkatan persentase retikulosit dalam darah.6,7,8

2.2 Epidemiologi

Umumnya anemia di Indonesia adalah jenis anemia akibat kekurangan zat gizi tertentu seperti anemia defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat, dll. Angka kejadian jarang di Indonesia, maka AIHA juga tidak terlalu diperhatikan di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya penelitian di Indonesia tentang AIHA,  padahal AIHA merupakan penyakit yang jika terjadi dan mengenai pada pasien

khususnya anak-anak akan berakibat fatal pada anak tersebut.9

Insidensi AIHA di Amerika Serikat tidak terlalu tinggi, terjadinya AIHA di Amerika Serikat yaitu 2,6 per 100,000 tiap tahunnya, dengan rata-rata insidensi 3400 orang terkena AIHA di Amerika10. Insiden AIHA di Rumah Sakit Sanglah Denpasar  pada tahun 2005 ditemukan sebanyak 5 orang (2,3%). Perbandingan AIHA pada pria

(4)

2.3 Etiologi

AIHA terjadi akibat hilangnya toleransi tubuh terhadap self antigen sehingga menimbulkan respon imun terhadap self antigen. Antibodi yang bereaksi terhadap  self antigen  menyebabkan kerusakan pada jaringan dan bermanifestasi sebagai  penyakit autoimun. Antibodi yang terbentuk mengakibatkan peningkatan klirens dengan fagositosis melalui reseptor (hemolisis ekstravaskuler) atau destruksi eritrosit yang diperantarai oleh komplemen (hemolisis intravaskuler).19

Etiologi AIHA terbagi 2 yaitu: 1. Idiopatik

a. Anemia autoimun tipe hangat  b. Anemia autoimun tipe dingin 2. Sekunder

a. Infeksi

virus: Virus Epstein – Barr (EBV), sitomegalovirus (CMV), hepatitis, herpes simplex, measles, varisela, influenza A, coxsackie virus B, human immunodeficiency virus (HIV)

 bakteri : streptokokus, salmonella typhi, septikemia Esceria coli, Mycoplasma pneumonia (pneumonia atipikal)

 b. Obat-obatan dan bahan kimia : kuinine, kuinidin, fenacetin, p-asam aminosalisilat, sodium cefalotin (Keflin), ceftriakson, penisilin, tetrasiklin, rifampisin, sulfonamid, khlorpromazin, pyradon, dipyron, insulin

(5)

c. Kelainan darah: leukemia, limfoma, sindrom limfoproliferatif, hemoglobinuria paroksismal cold, hemoglobinuria paroksismal nokturnal d. Gangguan Immunologi: sistemik lupus eritematosus, periarteritis nodosa,

skleroderma, dermatomiositis, artritis reumatik, kolitis ulseratif, disgammaglobulinemia, defisiensi IgA, kelainan tiroid, hepatitis giant cell , sindrom limfoproliferatif autoimun, dan variasi defisiensi imun lainnya. e. Tumor: timoma, karsinoma, limfoma

2.4 Klasifikasi

AIHA dibedakan menjadi 2 kelompok menurut karakteristik klinis dan serologis19, seperti yang tercantum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik AIHA

Karakteristik Warm AIHA Cold AIHA

Isotipe antibodi Ig G, jarang Ig A, Ig M Ig M

Antigen spesifitas Multiple, Rh primer i/L, P

Hemolisis Terutama ekstravaskuler Terutama intravaskular

Direct antiglobulin test Ig G C3

2.5 Patogenesis

Kerusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui sistem kompemen, aktivasi mekanisme selular, atau kombinasi keduanya12.

(6)

a. Aktivasi Sistem Komplemen

Secara keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyababkan hancurnya membran sel eritosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria13.

Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun melalui  jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur

klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah dibawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena  bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh12,14.

b. Aktivasi Komplemen Jalur Klasik

Reaksi diawali dengan aktivasi C1 suatu protein yang dikenal sebagai recognition unit . C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu kompleks C4b,2b (dikenal sebagai C3-convertase). C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan konformational sehingga mampu  berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel darah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g dan C3c,C3d, dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah merah dan merupakan  produk final aktivasi C3. C3b akan membentuk kompleks C4b,2b menjadi

(7)

C4b2b3b (C5-convertase). C5-convertase  akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8, dan  beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur 12,13.

c. Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif

Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian akan melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu protease serin dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan  berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. selanjutnya

C5b berperan dalam penghancuran membran.

d. Aktivasi seluler yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler

Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktivasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikulo endothelial. Proses immune adheren ini sangat

(8)

 penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai sel.  Imuno adherens terutama yang diperantai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis13.

2.6 Gejala Klinis

Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan  pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor, yaitu berkurangnya  pasokan oksigen ke jaringan dan adanya hipovolemia (pada penderita dengan  perdarahan akut dan masif). Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut  jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul  bila kadar Hb turun di bawah 5 g% atau ketika terjadi gangguan mekanisme

kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya.16

Pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat, pasien mempunyai gejala khas anemia yang berkembang secara tersembunyi, meliputi lemah, pusing, lelah, dan dispnea saat beraktifitas atau gejala lainnya yang kurang khas yaitu demam,  perdarahan, batuk, nyeri perut dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan hemolisis hebat, dapat terjadi ikterik, pucat, edema, urin berwarna gelap (hemoglobinuria), splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati yang mengiringi anemia. Pada kasus yang lebih akut, dapat mengancam nyawa, hal ini terkait dengan infeksi virus, terutama pada anak.17

(9)

Anemia hemolitik autoimun tipe dingin, pasien biasanya mempunyai gejala anemia hemolitik kronis berupa pucat dan lemah. Keadaan lingkungan yang dingin dapat mencetuskan serangan, oleh karena itu episode hemolisis akut dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria lebih sering terjadi di musim dingin. Darah lebih mudah terpengaruh suhu pada ekstremitas, sehingga pasien lebih sering mengalami akrosianosis (warna kebiru-biruan tanpa rasa sakit pada kedua tangan dan kaki) saat serangan terjadi.17

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis AIHA meliputi  pemeriksaan hitung darah lengkap, morfologi darah tepi, pemeriksaan bilirubin,

laktat dehidrogenase (LDH), haptoglobin, urobilinogen urin, dan pemeriksaan serologi.19

A.  pemeriksaan darah lengkap

Kadar hemoglobin yang didapatkan pada AIHA tipe hangat bervariasi dari normal sampai sangat rendah. Kadar hemoglobin pada AIHA tipe dingin  jarang ditemukan <7gr/dl. Jumlah retikulosit dapat meningkat sedangkan  jumlah leukosit bervariasi dan jumlah trombosit umumnya normal.12

B. Morfologi darah tepi

Hasil pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan anisositosis,  polikromasi, sferositosis, fragmentosit, dan eritrosit berinti.22  Polikromasi menunjukkan peningkatan retikulosit yang diproduksi sumsum tulang. Sferositosis dapat terjadi pada proses hemolitik pada anemia hemolitik sedang

(10)

C. Pemeriksaan bilirubin, haptoglobin, urobilinogen, dan Laktat dehidrogenase (LDH)

Hemolisis ekstravaskuler terjadi pada AIHA tipe hangat dan didapatkan peningkatan bilirubin indirek dan urobilinogen. Hemolisis ekstravaskuler terjadi melalui proses fagositosis eritrosit oleh sistem retikuloendotelial yang menyebabkan eritrosit lisis dan hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin oleh lisosom. Globin dihidrolisis menjadi asam amino. Heme kemudian menjadi besi dan protoporfirin yang terdiri dari  biliverdin dan karbonmonoksida. Biliverdin yang terikat dengan albumin

merupakan bilirubin yang tidak terkonjugasi di dalam darah. Bilirubin yang tidak terkonjugasi/indirek masuk ke hepar dan menjadi bilirubin terkonjugasi/direk. Bilirubin direk dirubah menjadi urobilinogen yang diekskresikan melalui tinja. Bilirubin yang direasorpsi di ginjal dirubah urobilinogen urin.8

Hemolisis intravaskuler terjadi pada AIHA tipe dingin yang menyebabkan penurunan kadar haptoglobin.20  Hemolisis intravaskuler menimbulkan destruksi pada eritrosit sehingga hemoglobin berikatan dengan haptoglobin menjadi haptoglobin hemoglobin sehingga kadar haptoglobin menurun. Kompleks haptoglobin hemoglobin dimetabolisme menjadi  bilirubin.8

(11)

D. Pemeriksaan serologi

Pemeriksaan yang diperlukan adalah direct antiglobulin test (DAT) yang menggunakan Ig G dan C3d. Sel eritrosit pasien AIHA dengan reagen anti globulin yang dicampurkan akan menyebabkan terjadinya reaksi aglutinasi. Hal ini menandakan adanya Ig G dan C3d pada permukaan eritrosit  pasien.22

Gambar : pemeriksaan Direct Antiglobulin (Coombs) test

2.8 Diagnosa Banding

Anemia hemolitik merupakan kelainan dekstruksi sel darah merah, yang terbagi atas 2 tipe yaitu didapat dan herediter. Tipe didapat terbagi menjadi immune-mediated, mikroangiopati dan infeksi. Immune-mediated diperantarai adanya reaksi antigen-antibodi pada permukaan sel darah merah. Dari pemeriksaan akan didapatkan sferosit dan DAT positif. Pengobatan  penyakit ini dapat dengan cara obati penyakit yang mendasarinya, hentikan  penggunakan obat-obatan penyebab, dan pemberian steroid, splenektomi,

(12)

Mikroangiopati diperantarai adanya mekaninsme gangguan eritrosit di sirkulasi. Dari pemeriksaan akan didapatkan schistocytes. Pengobatan  penyakit ini dengan cara obati penyakit dasarnya. Sementara itu, infeksi diperantarai oleh penyakit malaria dan infeksi clostridium. Pemeriksaan yang dibutuhkan antara lain kultur darah, apusan darah tepi dan serologi. Pengobatan penyakit ini dengan cara pemberian antibiotik 17,20.

Sementara itu, tipe herediter terbagi menjadi enzimopati, membranopati dan hemoglobinopati. Enzimopati terjadi pada penyakit defisiensi G6PD. Hal ini dapat dipicu oleh adanya infeksi dan pengaruh obat-obatan. Pada pemeriksan akan didapatkan rendahnya aktivitas enzim G6PD. Penyakit ini dapat diobati dengan hentikan obat-obatan dan obati penyakit  pemicunya. Membranopati terjadi pada sferositosis herediter. Pada  pemeriksaan akan didapatkan adanya sferosit, adanya riwayat keluarga dan DAT negatif. Pengobatan penyakit ini dapat berupa splenektomi pada kasus yang sedang sampai berat. Hemoglobinopati terjadi pada talasemia dan  penyakit sickle cell. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain dengan elektroforesis hemoglobin dan pemeriksaan genetik. Penyakit ini dapat dobati dengan pemberian asam folat dan tranfusi17,20.

2.9 Tatalaksana

 Autoimmune Hemolytic Anemia dibagi dua golongan yaitu AIHA yang diperantarai oleh antibodi IgG disebut sebagai AIHA tipe hangat yang  berikatan pada temperatur 37oC sedangkan AIHA tipe dingin di perantarai

(13)

oleh antibodi IgM yang berikatan maksimal pada temperatur dibawah 320C.4 Alur pengobatan terhadap AIHA berbeda tergantung pada tipe AIHA nya. Secara umum tujuan pengobatan pada AIHA adalah untuk mengembalikan hematologis normal, mengurangi proses hemolitik, dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal.5 Transfusi darah biasanya hanya digunakan untuk kepentingan sementara tapi mungkin diperlukan diawal sebagai upaya untuk mengatasi anemia berat sampai terlihat efek dari pengobatan yang lain.6 Pasien biasanya ditransfusi dengan menggunakan packed red cell  jika Hb < 7 g/dL.2

2.9.1 Pengobatan pada AIHA tipe panas

Kortikosteroid dosis tinggi merupakan obat pilihan utama untuk AIHA tipe panas. Steroid bekerja memblok fungsi makrofag dan menurunkan sintesis antibodi.4 Prednison diberikan secara oral 4mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 2-4 minggu kemudian dilakukan tappering off   dalam 2-6 minggu berikutnya. Jika respon pengobatan tidak baik, dosis prednison ditingkatkan menjadi 30 mg/kgBB/hari secara intravena selama 3 hari.2 Pada  beberapa pasien dengan hemolisis yang berat maka dosis prednison dapat

ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB/hari dengan tujuan untuk mengurangi tingkat hemolisisnya. Pengobatan tetap dilanjutkan sampai didapatkan  penurunan hemolisis, kemudian dosis obat diturunkan secara bertahap. Jika relaps terjadi, maka diberikan dosis awal kembali.6  Pasien dikatakan respon terhadap pengobatan dengan steroid akan memperlihatkan peningkatan

(14)

hemoglobin atau hemoglobin yang stabil serta penurunan kadar retikulosit setelah dua minggu pengobatan.2

Anemia hemolitik yang tetap berat meskipun telah diobati dengan kortikosteroid atau anemia hemolitik yang memerlukan dosis obat yang tinggi untuk mencapai hemoglobin yang normal, maka dapat dipertimbangkan  pemberian immunoglobulin intravena dan danazol.2  Obat immunosuppresif

termasuk pengobatan baru seperti rituximab dengan dosis 375mg/m2  dapat diberikan sebagai pengobatan lini kedua pada pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan steroid, pasien dengan steroid-dependent ,  pasien relaps, ataupun pasien AIHA kronik.2,5

Pasien yang tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk dilakukan splenektomi.5  Splenektomi juga dapat dilakukan  pada pasien AIHA kronik. AIHA dikatakan kronik jika gejala dan hasil laboratorium yang abnormal tetap ditemukan selama > 6 bulan, akan tetapi splenektomi dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi (sepsis), terutama  pada anak yang berumur < 2 tahun.2 Persiapan yang dilakukan sebelum splenektomi adalah pemberian profilaksis dianjurkan dengan vaksin yang sesuai ( pneumococcal, meningococcal, dan Haemophilus influenza  type b) dan pemberian penisilin secara oral setelah splenektomi dilakukan.6

2.9.2 AIHA tipe dingin

AIHA tipe dingin lebih jarang ditemukan pada anak-anak dibanding dewasa. Penggunaan kortikosteroid pada AIHA tipe dingin kurang efektif

(15)

 paparan terhadap udara dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis dan  jika penyebab mendasari dapat diidentifikasi, maka penyebab tersebut harus diatasi. Pada beberapa pasien dengan hemolisis berat, pengobatan termasuk immunosupresan dan plasmaferesis. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan keberhasilan pengobatan AIHA tipe dingin dengan menggunakan monoclonal antibodi yaitu rituximab dengan dosis 375mg/m2. Splenektomi tidak banyak membantu pada AIHA tipe ini.6

2.10 Komplikasi

2.10.1 Tromboemboli

Menurut Allgood dkk, pada pasien AIHA penyebab kematian yang  paling sering adalah emboli paru (4 dari 47 pasien). Semua pasien ini mendapatkan terapi kortikosteroid dan splenektomi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pullarkat dkk, 8 dari 30 pasien (27%) mengalami episode tromboemboli vena. Faktor yang berperan dalam trombosis pada AIHA adalah cytokine-induced expression of monocyte  atau faktor endothelial tissue. Hoffman (2009) berpendapat bahwa antikoagulan lupus yang terdeteksi pada pasien AIHA berisiko tinggi untuk terjadinya tromboemboli vena dan pasien sebaiknya diberikan antikoagulan untuk profilaksis. Penelitian yang dilakukan Kokori dkk pada pasien AIHA dengan sistemik lupus erythematosus ditemukan risiko trombosis meningkat lebih dari 4 kali lipat.24

(16)

 pada 23 pasien dengan AIHA tipe hangat, didapatkan 6 pasien mengalami tromboemboli vena, dan 5 diantaranya cukup fatal.24

2.10.2 Kelainan limfoproliferatif

Pasien dengan kelainan limfoproliferatif dapat berkembang menjadi AIHA. Begitu juga sebaliknya, pada pasien AIHA terjadi peningkatan risiko kelainan limfoproliferatif. Sallah, dkk. melaporkan 18% pasien AIHA  berkembang menjadi kelainan limfoproliferatif maligna. Faktor risiko  perkembangan AIHA menjadi keganasan limfoproliferatif adalah usia, adanya penyebab penyakit autoimun, dan serum  gammophaty. Perkembangan menjadi keganasan lymphoid membutuhkan proses yang  bertahap, pada fase awal proliferasi termasuk stimulasi antigen kronik hingga terjadinya mutasi yang menyebabkan perubahan menjadi keganasan. Analisis terakhir ditemukan peningkatan sel T limfoma dan zona marginal limfoma, serta ditemukan juga peningkatan sel B limfoma non Hodgkin 2-3 kali lipat, khususnya tipe diffuse large cell limfoma.24

2.11 Prognosis

Prognosis anemia hemolitik autoimun pada anak-anak biasanya baik kecuali yang diikuti penyakit penyerta (misalnya, imunodefisiensi kongenital, acquired immunodeficiency syndrome [AIDS], lupus erythematosus)6. Secara umum, anak-anak dengan anemia hemolitik autoimun tipe hangat berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang lebih parah dan kronis dengan mortalitas yang lebih tinggi. Pasien anemia hemolitik autoimun tipe dingin lebih sering

(17)

hampir selalu berhubungan dengan infeksi (misalnya, infeksi Mycoplasma, CMV, dan EBV)5. Lebih dari 80% anak dengan anemia hemolitik autoimun sembuh spontan4.

(18)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anemia Hemolitik Autoimun ( Autoimmune Hemolytic Anemia=AIHA) ialah anemia yang timbul akibat terbentuknya autoantibodi terhadap  self antigen  pada membran eritrosit sehingga menimbulkan dekstruksi eritrosit (hemolisis). Anemia disebabkan karena kerusakan eritrosit melebihi kapasitas sumsum untuk menghasilkan sel eritrosit. Anemia hemolitik autoimun biasanya merupakan proses autoimun akut yang berkembang setelah infeksi (Mycoplasma, Epstein-Barr, atau infeksi virus lainnya), akibat suatu penyakit autoimun kronis (lupus eritematosus sistemik, gangguan limfoproliferatif, atau immunodefisiensi) dan neoplasma.

Anemia hemolitik autoimun terdiri dari dua tipe yaitu anemia hemolitik autoimun tipe hangat ( warm antibody AIHA) yang lebih aktif pada suhu 370C dan ditemukan peningkatan kadar IgG dan anemia hemolitik autoimun tipe dingin ( cold antibody AIHA) yang lebih aktif pada suhu dingin (320 C).

Anemia hemolitik autoimun (AIHA) ini terjadi akibat destruksi eritrosit yang melalui hemolisis ekstravaskuler dan intravaskuler. Pada AIHA tipe hangat melibatkan proses hemolisis ekstravaskuler dan pada AIHA tipe dingin melibatkan hemolisis intravaskuler. Derajat penurunan hemoglobin dapat bervariasi dari ringan sampai sedang. Penurunan hemoblobin dapat terjadi perlahan-lahan, tetapi seringkali sangat cepat (lebih dari 2g/dl dalam 1minggu).

(19)

Pada AIHA tipe hangat, eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen difagosit oleh makrofag dalam lien dan hati sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES) terutama pada lien,hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis ini terjadi karena kerusakan membran (akibat reaksi antigen antibodi). Eritrosit yang pecah akan menghasilkan globulin dan besi.

Pada AIHA tipe dingin autoantibodi IgM mengikat antigen membran eritrosit dan membawa C1q ketika melewati bagian yang dingin,kemudian terbentuk kompleks penyerang membran,yaitu suatu kompleks komplemen yang terdiri dari C56789.Kompleks penyerang ini menimbulkan kerusakan membran eritrosit,apabila terjadi kerusakan membran yang hebat akan terjadi hemolisis intravaskuler. Jika kerusakan minimal terjadi pagositosis oleh makrofag dalam RES sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler.

Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis AIHA meliputi  pemeriksaan hitung darah lengkap, morfologi darah tepi, pemeriksaan bilirubin, laktat

(20)

Pengobatan terhadap AIHA berbeda tergantung pada tipe AIHA nya. Secara umum tujuan pengobatan pada AIHA adalah untuk mengembalikan hematologis normal, mengurangi proses hemolitik, dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal. Transfusi darah biasanya hanya digunakan untuk kepentingan sementara tapi mungkin diperlukan diawal sebagai upaya untuk mengatasi anemia  berat sampai terlihat efek dari pengobatan yang lain. Pasien biasanya ditransfusi dengan menggunakan packed red cell  jika Hb < 7 g/dL. Kortikosteroid dosis tinggi merupakan obat pilihan utama untuk AIHA tipe panas. Penggunaan kortikosteroid  pada AIHA tipe dingin kurang efektif dibandingkan pada AIHA tipe panas. Penderita dianjurkan untuk menghindari paparan terhadap udara dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis dan jika penyebab mendasari dapat diidentifikai, maka penyebab tersebut harus diatasi. Pada beberapa pasien dengan hemolisis berat, pengobatan termasuk immunosupresan dan plasmaferesis.

3.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai epidemiologi mengenai anemia autoimun terutama di Indonesia karena masih kurangnya data mengenai insiden dan prevalensi anemia hemolitik autoimun di Indonesia.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempergunakan berbagai literatur lainnya yang berhubungan dengan anemia hemolitik autoimun.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zanella Alberto dan Wilma Barcellini. 2014. Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemias. Hematologica. 99(10): 1547-1554.

2. Sarper Nazan, Suar Caki Kilic, Emine Zengin, Sema Aylan Gelen.2011. Management of autoimmune hemolytic anemia in children and adolescents : A single center experience. Turk J Hematol 28:198-205.

3. Ware, Russel E., Donald H. Mahony and Stephen A. Landlaw. 2012. Autoimmune Hemolytic Anemia in Children.

4. Robert J. Arceci, Ian M. Hann, Owen. 2006.  Pediatric hematology 3rd ed. Blackwell; Australia. Hal: 151-170.

5. Lange, Appleton. 2007.Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth  Edition. The McGraw-Hill Companies; United States of America. Chapter 127. 6. I. Kliegman, Behrman, Jenson. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed ,

Elsevier Science; Philadelphia. Chapter 457.

7. Rudolph, Colin D.; Rudolph, Abraham M, dkk. 2003. Rudolph's Pediatrics, 21st Edition McGraw-Hill. Chapter 19.

8. Lanzkowskys,Philip. 2005.  Manual of Pediatric Hematology and Oncology, Elsevier Science; California. Hal: 136-198.

9. Made IB., 2006. Hematologi Klinik Dasar. Jakarta: Buku kedokteran EGC. 10. Noel R. Rose, Ian R. Mackay. 2000. The Autoimmune Diseases Third Edition

(22)

11. Bagus Mudita Ida. 2007.  Pola Penyakit Dan Karakteristik Pasien Hemato-Onkologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Univeritas Udayana/RS Sanglah Denpasar Periode 2000-2005. Sari Pediatri; Denpasar 12. Parjono elias, Kartika widyanti. 2006. Anemia Hemolitik Autoimun; dalam

Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV, Jakarta, FKUI. Hal: 660 -662.

13. Marc, M. 2014. Warm Autoimmune hemolytic anemia: Advances in  pathophysiology and treatment. Elsevier Masson SAS.

14. IDAI. 2006. Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan kedua. Dalam: Anemia Hemolitik, Badan Penerbit IDAI. 2006. Hal: 51-57.

15. Sills, RH. 2003. Practical Algorithms in Pediatric Hematology and Oncology. Switzerland: S.Karger AG

16. Sari,TT dan Ismi CI. 2009. Sferositosis Herediter: Laporan Kasus. Sari Pediatri, Vol.11 No.4, hal: 298-304

17. Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Continuing Medical Education 39 (6): 407- 412.

18. Zeerleder. 2011. Autoimmune haemolytic anemia ( a practical guide to cope with a diagnostic and therapeutic challenge). Netherlands the journal of medicine.

19. Friedberg RC and Johari VP, 2009. Autoimmune Hemolytic Anemia , in Wintrobe’s Clinical Hematology, 12th edition, Wolter Kluwer, pp 956-962. 20. Hilman RS, ZAult KA, Rinder HHM, 2005, Hemolytic Anemias in

(23)

21. Kelton JG, Chan H, Heddle N, Whittaker S, 2011, Acquired hemolytic anemia in Blood and Bone Marrow Pathology, second edition, Elsevier, pp 185-197 22. Permono, Bambang, dkk. 2006. Cetakan kedua. Buku Ajar Hematologi

Onkologi Anak. BAB 2 Anemia, Sub bab Anemia Hemolitik. Jakarta : badan  penerbit IDAI Hal 52-54.

23. Hoffman,PC. 2009. Immune Hemolytic Anemia-Selected Topics. University of Chicago. American Society of Hematology

24. Dave, Krishna, Diwan. 2012. Evan’s Syndrome Revisited. Journal Association of Physician India, Vol.60: 60-61

Gambar

Tabel 2.1 Karakteristik AIHA
Gambar : pemeriksaan Direct Antiglobulin (Coombs) test

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara keenam dilakukan dengan AP (dayak) dilaksanakan pada hari jumat tanggal 27 november 2015, pada pukul 14.15- 15.22 hasil wawancara yang dilakukan dengan AP, AP sangat

Language is the main subject in communication. By using language most people will be able to communicate with the other, whether native or foreign language. Beside that,

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan informasi yang berisi pencatatan peristiwa aktivitas keuangan masa lalu yang

Forum for East Asia – Latin America Cooperation (FEALAC) dibentuk pada tahun 2001 atas prakarsa dari PM Singapura Goh Chok Tong yang dilatarbelakangi oleh peningkatan perhatian

Artinya dengan menggunakan protokol komunikasi apapun, transaksi dengan metode SOAP harus menggunakan utilitas teknologi SOAP-XML yang umumnya pada open source tersedia

Pada katoda terjadi reaksi reduksi sedangkan pada anoda terjadi reaksi oksidasi, sehingga katoda harus lebih positif dari anoda.. • Potensial elektroda Cu lebih positif, maka

Identifikasi 12 isolat IB lapangan pada inokulum yang menyebabkan lesi embrio pada pasase lima atau lebih, pada pemeriksaan secara AGP yang memperlihatkan garis presipitasi

Untuk itu, BI menerbitkan ketentuan bahwa bank yang telah memiliki Unit Usaha Syariah diperbolehkan untuk juga melayani transaksi syariah di kantor-kantor cabang bank