• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat AIHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat AIHA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Anemia hemolitik autoimun (AIHA) merupakan penyakit yang jarang Anemia hemolitik autoimun (AIHA) merupakan penyakit yang jarang terjadi namun merupakan penyakit hematologi penting. AIHA merupakan terjadi namun merupakan penyakit hematologi penting. AIHA merupakan  penyakit

 penyakit akibat akibat produksi produksi antibodi antibodi yang yang menyerang menyerang eritrositeritrosit..  Tingkat keparahan  Tingkat keparahan AIHA bervariasi mulai dari gejala ringan hingga gejala yang fatal. Insiden AIHA AIHA bervariasi mulai dari gejala ringan hingga gejala yang fatal. Insiden AIHA diperkirakan 0.6 hingga 3 kasus per

diperkirakan 0.6 hingga 3 kasus per 100.0000 orang.100.0000 orang.

AIHA diperantarai oleh antibodi dan sebagian besar adalah IgG, tipe AIHA diperantarai oleh antibodi dan sebagian besar adalah IgG, tipe AIHA ini disebut sebagai AIHA tipe hangat karena IgG merupakan antibodi yang AIHA ini disebut sebagai AIHA tipe hangat karena IgG merupakan antibodi yang  berikatan pada

 berikatan pada temperatur suhu temperatur suhu tubuh. AIHA tipe tubuh. AIHA tipe dingin di dingin di mediasi oleh mediasi oleh antibodiantibodi IgM yang berikatan maksimal pada temperatur dibawah 37

IgM yang berikatan maksimal pada temperatur dibawah 3700..

AIHA diklasifikasikan sebagai autoimun, aloimun, atau diinduksi obat AIHA diklasifikasikan sebagai autoimun, aloimun, atau diinduksi obat yang stimulus antigen nya terletak pada respon imun. AIHA aloimun terjadi pada yang stimulus antigen nya terletak pada respon imun. AIHA aloimun terjadi pada kehamilan, tansfusi darah, dan transplantasi. AIHA diinduksi obat terjadi karena kehamilan, tansfusi darah, dan transplantasi. AIHA diinduksi obat terjadi karena antibodi mengenal intrinsik antigen eritrosit atau ikatan eritrosit dengan obat antibodi mengenal intrinsik antigen eritrosit atau ikatan eritrosit dengan obat tersebut.

tersebut.

1.2

1.2 Batasan Batasan masalahmasalah

Referat ini membatasi pembahasan pada definisi, epidemiologi, etiologi, Referat ini membatasi pembahasan pada definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala dan tanda, diagnosis, penatalaksanaan dan klasifikasi, patofisiologi, gejala dan tanda, diagnosis, penatalaksanaan dan  prognosis anemia hemolitik autoimun.

(2)

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui mengenai diagnosis dan penatalaksanaa anemia hemolitik autoimun.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran. 2. Menambah informasi bagi para pembaca mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, ,  penatalaksanaan, dan prognosis dari anemia hemolitik autoimun.

1.4. Metode Penulisan

Referat ini merupakan tulisan yang ditulis berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN 2.1. Definisi

Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari (umur eritrosit normal). Anemia hemolitik dapat terjadi  jika aktivitas sumsum tulang tidak dapat mengimbangi hilangnya eritrosit.

Anemia hemolitik autoimun merupakan kelainan yang terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit memendek.1 Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia = AIHA /AHA) merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-sel-selfnya sehingga umur eritrosit memendek.Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG, IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda.

2.2. Epidemiologi

Anemia hemolitik automun (AHIA) merupakan penyakit yang langka. Penelitian terbaru menyebutkan kejadian 0,8/100.000 per tahun dengan prevalensi 17/100.000. AIHA primer lebih jarang terjadi dibandingkan AIHA sekunder (Lechner, 2010). Pada anak-anak kejadian AIHA terjadi sebagai akut  self limited illness, dan memberikan respon  bagus melalui terapi steroid pada 80% pasien. Onset AIHA baik pada anak-anak maupun dewasa terjadi awalnya tidak diketahui sampai akhirnya menjadi kronik.2

(4)

2.3. Etiologi

Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal langsung menyerang antigen membran eritrosit, tetapi patogenesis induksi anibodi ini tidak diketahui secara pasti. Auto-antibodi mungkin memproduksi respon imun yang tidak sesuai terhadap antigen eritrosit atau terhadap antigen epitop yang serupa dengan antigen eritrosit. Agen infeksius dapat mengubah membran eritrosit sehingga menjadi asing atau antigen terhapat host.3

Beberapa penyebab tidak normalnya sistem imun antara lain: 1. Obat-obatan:  Alpha-methyldopa  L-dopa 2. Infeksi  Infeksi virus  Mycoplasma pneumonia 3. Keganasan  Leukemia

 Lymphoma (Non-Hodgkin’s tapi kadang juga pada Hodgkin’s)

4. Penyakit Collagen-vascular (autoimun) contoh: Lupus

2.4. Klasifikasi

Anemia hemolitik autoimun diklasifikasikan sebagai berikut : (Tabel 1)6 Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik Autoimun

(5)

A. AIHA tipe hangat 1. Idiopatik

2. Sekunder (karena limfoma, SLE) B. AIHA tipe dingin

1. Idiopatik

2. Sekunder (infeksi mycoplasma, virus, keganasan limforetikuler) C.  Paroxysmal Cold Hemoglobinuri

1. Idiopatik

2. Sekunder (viral dan sifilis)  D. AIHA atipik 

1. AIHA tes antiglobulin negatif 

AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin II. AIHA diinduksi obat

III. AIHA diinduksi aloantibodi A. Reaksi hemolitik transfusi

B. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi anemia hemolitik autoimun ini terjadi melalui aktifasi sistem komplemen, aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.6

1. Aktifasi sistem komplemen

Sistem komplemen diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif . secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intraveskuler. Hal ini ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria.

Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1,IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin oleh karena berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel eritrosit pada suhu dibawah suhu tubuh, sedangkan IgG disebut aglutinin

(6)

hangat oleh karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.

a. Aktifasi komponen jalur klasik

Reaksi diawali dengan aktifasi C1 (suatu protein yang dikenal sebagai recognition unit ). C1 berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi  – reaksi  pada jalur klasik. C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi kompleks C4b,2b (C3-convertase). C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubaha konformational sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g dan C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan  pada membran sel darah merah dan merupakan produk final aktifasi

C3. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8, dan beberapa C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga  permeabilitas membran normal akan terganggu, menyebabkan air dan

ion masuk kedalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.  b. Aktifasi komplemen jalur alternatif

Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian

(7)

akan melekat pada C3b, dan oleh D faktor B akan dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb lalu akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5 akan berperan dalam penghancuran membran.

2. Aktifasi mekanisme seluler

Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak tejadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune adherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai oleh sel.  Immunoadherence¸terutama yang diperantarai oleh IgG-FcR akan

menyebabkan fagositosis.

2.6. Gejala dan Tanda

a. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibodi  bereaksi secara optimal pada suhu 37oC. Kurang lebih 50% AIHA tipe hangat disertai penyakit lain. Pada AIHA tipe hangat onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik (40% pasien), dan demam. Pada beberapa kasus terdapat gejala mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%,

(8)

hepatomegali pada 30%, dan limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25%  pasien tidak terjadi pembesaran organ dan limfonodi.

 b. Anemia hemolitik autoimun tipe dingin

Sering terjadi aglutinisasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering didapatkan akrosianosis dan splenomegali.

c. Paroxysmal cold hemoglobinuri

Merupakan bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Hemolisis  paroksismal disertai menggigil, panas, mialgia, sakit kepala,

hemoglobinuri berlangsung beberapa jam. Sering dosertai urtikaria. d. Anemia hemolitik autoimun yang diinduksi obat

Riwayat pemakaian obat tertentu positif. Banyak obat yang dapat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosi autolog, seperti methyldopa. Sel darah merah juga bisa mengalami trauma oksidatif, contoh obat yang menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid. Pasien dengan hemolisis yang timbul melalui mekanisme hapten (penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat misalnya penisilin) atau autoantibodi  biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai sedang. Bila

kompleks ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander akibat obat kinin, kuinidin, ssulfonamid, sulfonylurea, dan thiazide) yang  berperan maka hemolisis akan terjadi secara berat, mendadak dan disertai

(9)

gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemmaparan dengan dosis tunggal. e. Anemia hemolitik aloimun karena transfusi

Hemolisis yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang disebabkan karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (transfusi PRC golongan A pada  penderita golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A pada serum) yang akan menimbulkan DIC dan infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan mengalami sesak nafas, demam, nyeri pinggang, menggigil, mual, muntah, dann syok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari setelah transfusi.

2.7. Diagnosis pada anemia hemolitik autoimun6 Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit

a. Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s test)

Sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen, terhadap IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan Cd3 maka akan terjadi aglutinasi.

 b. Indirect antiglobulin test (indirect Coomb’s test)

Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat dalam serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi

Laboratorium pada anemia hemolitik autoimun a. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat

Hemoglobin sering dijumpai bawah 7 g/dl. Pemeriksaan Coomb direk  biasanya positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam seru dan

(10)

dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan semuasel eritrosit normal. Autoantibodi tipe hangat ini  biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, biasanya

antigen Rh.

 b. Anemia hemolitik autoimun tipe dingin

Anemia ringan, sferositosis, polikromatosis, tes Coomb positif, anti-I, anti-Pr, anti-M, atau anti-P

c. Paroxysmal cold hemoglobinuri

Hemoglobulinuria, sferositosis, eritrofagositos, Coomb positif, antibody Donath-Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah

d. Anemia hemolitik imun diinduksi obat

Anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positif, lekopenia, trombositopenia, hemoglobulinemia, hemoglobulinuria sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai kompleks ternary.

2.8. Penatalaksanaan pada anemia hemolitik autoimun6 a. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat

- Kortikosteroid

1-1,5 mg/kgBB/hari. Dalam dua minggu sebagian besar akan menunjukkan respon klinis baik (hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, tes Coomb direk positif lemah, tes Coomb indirek negatif).  Nilai normal dan stabil akan dicapai pada hari 30 sampai hari

ke-90. Bila ada tanda respon terhadapt steroid, dosis diturunka setiap minggu sampai mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis < 30mg/hari dapat diberikan secara selang sehari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah. Namun bila dosis perhari melebihi 15 mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit, maka perlu segera memperrtimbangkan terapi dengan modalitas lain.

- Splenektomi

Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak dapat dilakukan tapering dosis selama 3 bulan, maka perlu dpertimbangkan splenektomi.

(11)

Splenektomi akan menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis masih bisa terus berlangsung setelah splenektomi, tetapi akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit yang terikat antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan eritrosit yang sama. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-75%, tetapi tidak bersifat permanen. Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah splenektomi.

- Imunosupresi

Azathioprin 50-20 mg/hari (80mg/m2), siklofosfamid 50-150mg/hari (60mg/m2)

- Terapi lain

Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersama-sama steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Kombinasi danazol dan prednisone memberikan hasil yang bagus sebagai terapi inisisal dan memberikan respon pada 80% kasus. Efek danazol  berkurang bila diberikan pada kasus relaps atau Evan’s Syndrome.

Terapi immunoglobulin intravena (400mg/kgBB/hari selama 5 hari) menunjukkan perrbaikan pada beberapa pasien, tetapi dilaporkan terapi ini nuga tidak efekrif pada beberapa pasien lain. Menurut Flores respon hanya 40%. Jadi terapi ini diberikan bersama terapi lain dan reponnya bersifat sementara.

Mycophenolate mofetil 500 mg/hari sampai 1000 mg/hari dilaporkan memberikan hasi yang bagus pada AIHA refrakter.

Rituximab dan Alemtuzumab pada beberapa laporan memperlihatkan respon yang cukup menggembirakan sebagai salbage terapi. Dosis Rituximab 100 mg/minggu selama 4 minggu tampa memperhitungkan luas permukaan tubuh.

Terapi plasmafaresis masih controversial. - Terapi transfusi

(12)

Terapi transfusi bukan merupakan kontraindikasi mutlak. Pada kodisi yang mengancam jiwa (misal Hb < 3g/dl) transfusi dapat diberika, sambil menunggu steroid dan immunoglobulin untuk berefek.

 b. Anemia hemolitik imun tipe dingin

Pasien harus menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis. Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu Chrolambucil 2-4 mg/hari.

Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis tetapi secara praktik hal ini sukar dilakukan.

c. Paroxysmal cold hemoglobulinuri

Menghindari faktor pencetus pada pasien,glukokortikoid dan splenektomi tidak ada manfaatnya

d. Anemia hemolitik imun yang diinduksi obat

Dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat dikurangi. Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.

2.9. Prognosis anemia hemolitik autoimun ` a. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat

Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, tetapi terkendali. Survival 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli  pulmo, infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama  periode penyakit aktif. Mortalitas 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis  pada AIHA sekuder tergantung penyaikit yang mendasari.

 b. Anemia hemolitik imun tipe dingin

Pasien dengan sindroma kronik akan memiliki survival baik dan cukup stabil.

c. Paroxysmal cold hemoglobulinuri

Pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis. Prognosis pada kasus-kasus idiopatk pada umumnya juga baik dengan survival yang panjang

Referensi

Dokumen terkait

Mengevaluasi adanya Drug Related Problems (DRPs) pada pengobatan pasien lansia dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap

1.) Anemia hemolitik terjadi ketika sel-sel darah telah dihancurkan sebelum waktunya. Pada anemia hemolitik umur sel akan jauh lebih pendek. 2.) Anemia sel sabit dalam

 perawatan khusus. Penderita dengan anemia dengan anemia hemolitik hemolitik autoimun IgG autoimun IgG atau atau IgM ringan kadang tidak memerlukan pengobatan spesifik,

Anemia yang timbul akibat kerusakan fisik pada eritrosit, baik pada permukaan yang abnormal atau sebagai anemia hemolitik mikroangiopatik yang disebabkan oleh eritrosit yang

Gambar 5. Mekanisme destruksi eritrosit pada AIHA tipe hangat. Mekanisme destruksi eritrosit pada AIHA tipe dingin.. pada sel hematopoiesis, dan 4) hilangnya toleransi imun. 13

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai kasus pasien Covid-19 dengan atau tanpa penyakit penyerta dapat mengalami anemia hemolitik autoimun baik

Anemia adalah suatu keadaan di mana terjdi penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang nilai

Adalah suatu kelainan hemolitik autoimun yang paling sering ditemukan.jenis antibodi yang ditemukan pada AHAI dengan tipe warm antibodi umumnya ada sangkut