ASAL USUL DANAU LIPAN
Pada zaman dahulu, berdirilah sebuah Kerajaan Muara yang berada di Kalimantan Timur. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang teramat bijak dan baik hati.
Warga-warganya tumbuh dengan sejahtera dan sentosa.
Ia memiliki seorang anak yang sangat cantik. Namanya adalah Putri Aji Bidara Putih.
Sama dengan sang ayah, sifat perempuan itu juga sangatlah baik. Ia ramah dan bijak kepada para warga.
Pada suatu hari, tiba-tiba raja mengalami sakit yang sangat parah. Tubuhnya lemah tak berdaya selama berhari-hari. Tak berselang lama, ia pun meninggal.
Karena tak memiliki anak laki-laki, pemimpin kerajaan digantikan oleh Putri Aji Bidara Putih. Meski seorang perempuan, ia dapat memimpin kerajaan dengan bijak dan tegas. Ia juga memiliki kesaktian yang tak kalah hebat dari sang ayah.
Semakin dewasa, wajah Putri Aji terlihat makin memukau. Pesonanya tersebut terkenal hingga ke mancanegara. Hampir setiap hari, ada saja pangeran yang datang untuk melamarnya.
Karena belum ingin menikah, ia selalu menolak para pria yang datang. “Aku belum ingin menikah. Aku ingin fokus kepada rakyat-rakyatku dulu. Jika nanti negaraku telah semakin maju, barulah aku akan menikah,” ujar sang putri kepada setiap pria yang melamarnya.
Ia memang memiliki tekad yang kuat untuk memajukan negara pimpinannya.
Sebelum hal itu terjadi, ia tak akan pernah memikirkan hal lainnya.
Datang Pangeran dari Tiongkok
Pada suatu untuk-sahabat/">pagi yang tak begitu cerah, datanglah sebuah kapal besar dari Tiongok. Dalam kapal itu, terdapat Pangeran beserta para pengawalnya.
Bukan untuk berdagang, tujuannya datang ke negeri Muara adalah untuk melamar sang putri.
Pangeran tersebut terkenal sangat kaya raya. Ia bahkan telah membawakan sang putri persembahan berupa barang-barang antik dari emas dan beberapa keramik mewah. Tentu saja ia membawakannya untuk mengambil hati sang Putri.
Lalu, turunlah sang Pangeran dan para pengawalnya dari kapal. Mereka menemui sang putri dan menceritakan maksudnya datang kemari.
“Tuan Putri, perkenalkan, saya Pangeran dari negeri seberang. Tujuanku datang kemari adalah untuk melamarmu. Maukah kau menjadi istriku?” tanya sang Pangeran tanpa basa-basi.
Karena mereka sudah datang dari jauh, sang Putri pun tak langsung menolaknya. Ia mempersilakan para pengawal dan Pangeran untuk menikmati kudapan yang telah ia siapkan.
“Emm, karena engkau datang dari jauh, makanlah dulu beberapa kudapan ala kadarnya yang telah kusiapkan,” ucap perempuan cantik itu.
“Dengan senang hati tuan Putri,” jawab Pangeran.
Tak Suka dengan Cara Makan Sang Pangeran
Putri Aji sangat terkejut menyaksikan cara makan sang Pangeran. Sebab, pria itu melahap makanannya langsung menggunakan mulut alias tidak pakai tangan.
Bagaikan orang yang lama tak makan, ia sangat cepat memakan beberapa kudapan di meja. Hal itu membuat sang putri tak selera makan. Ia juga berpikir bahwa sang Pangeran adalah sosok yang tak sopan.
“Hmm, makanan dari kerajaan ini sangatlah nikmat tuan Putri. Aku sangat menyukainya,” ucap sang Pangeran sambil bersendawa. Saking doyannya, ia bahkan menjilati piringnya hingga bersih.
Karena itu, Putri Aji menolak lamaran sang Pangeran. Ia tak bisa membayangkan bila harus hidup setiap hari dengan pria yang tak sopan dan jorok.
Usai makan, perempuan itu pun berkata, “Maafkan aku, Pangeran. Aku tak sanggup menerima lamaran pernikahanmu.”
“Apa alasanmu tak menerima lamaranku, Putri? Aku ini Pangeran kaya raya. Aku bahkan telah membawakanmu beragam hadiah dari emas. Apakah kurang?” tanya sang Pangeran.
“Aku sangat berterima kasih padamu, Tuan, karena telah jauh-jauh datang kemari untuk melamarku. Akan kukembalikan semua yang kau berikan padaku. Maaf aku tak bisa menerimamu. Aku masih belum siap menjadi seorang istri,” ucap Putri Aji.
Ia tak mengungkapkan alasannya menolak sang Pangeran. Sebab, ia khawatir alasannya yang sebenarnya kan membuat pria itu sakit hati.
“Aku harap kau tak sakit hati,” imbuh sang Putri.
“Berani-beraninya kau menolak lamaranku! Aku akan membuatmu menyesali keputusanmu!” ancam sang Pangeran
Pangeran Murka
Setelah lamarannya ditolak, sang Pangeran pun marah besar. Ia tak
terima atas penolakan dari sang Putri. Karena itu, ia meminta seluruh pengawal istananya untuk menyerang Kerajaan Muara.
Pertempuran pun terjadi sangat hebat. Pasukan dari Tiongkok terus menyerang Kerajaan Muara dengan bidik-bidik panah mereka. Para pengawal Kerajaan Muara juga terus melakukan serangan balik.
Korban-korban dari kedua pasukan terus-terusan berjatuhan. Pasukan dari negeri Tiongkok tak berhenti menyerang. “Aku akan menghabisi kerajaanmu! Ini semua akibat dari sikap sombongmu,” ucap Pangeran pada Putri Aji.
Pasukan dari sang Pangeran semakin mendekat. Mereka telah sampai pintu
gerbang istana dan hendak membobolnya. Putri Aji merasa panik dan sedih melihat pasukannya satu persatu berguguran.
Lalu, ia pun berusaha menenangkan pikirannya. Dalam waktu singkat, ia
mendapatkan sebuah ide. Ia mengambil sejumput daun sirih dan mengunyahnya.
“Jika benar aku ini keturunan raja sakti, aku mohon leluhurku, bantulah aku
menghadapi serangan yang mengancam negeriku ini,” ucap sang Putri dalam hati.
Lipan Raksasa
Tak berselang lama, Putri Aji lalu melemparkan daun sirih yang telah ia kunyah ke arah pasukan musuh. Tiba-tiba, daun sirih itu berubah menjadi lipan-lipan raksasa yang jumlahnya teramat banyak.
Para lipan raksasa itu menyerang prajurit dari negeri Tiongkok. Satu persatu, para prajurit musuh berguguran. Sang Pangeran yang ingin selamat, berniat melarikan diri dengan perahunya. Ia hendak meninggalkan sisa-sisa prajurit yang masih berjuang melawan lipan demi keselamatannya sendiri.
Namun, usahanya melarikan diri sia-sia. Para lipan raksasa itu tak membiarkan satu pun musuh selamat. Mereka mengejar sang Pangeran hingga ke tengah danau dan melahapnya.
Tak butuh waktu lama, para lipan telah berhasil membunuh seluruh musuh yang menganggu negeri Muara. Setelah itu, mereka masuk ke dalam danau dan menghilang begitu saja. Sejak saat itu, para warga mengenal danau itu dengan nama Danau Lipan