ASUHAN KEBIDANAN PADA By. “A” USIA 3 BULAN DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI SESUAI PROGRAM
(DPT-HB-HiB 2, OPV3, ROTAVIRUS2, DAN PCV2) DI UPT PUSKESMAS BENGKALIS
Laporan Kasus Individu Stase 7 Praktik Asuhan Kebidanan Pada Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Disusun oleh:
Safra Rita Kurniasih NIM (231131343)
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI AL INSYIRAH
FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada By. “A” Usia 3 Bulan dengan Pemberian Imunisasi Sesuai Program (DPT-HB-HiB 2, OPV3, ROTAVIRUS2, dan PCV2) di UPT Puskesmas Bengkalis” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas individu stase 7 Praktik Asuhan Kebidanan Pada Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pemberian imunisasi seusai program.
Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ns, Hj. Rifa Yanti, S. Kep, M. Biomed selaku Rektor Institut Kesehatan Dan Teknologi Al Insyirah Pekanbaru.
2. Dr. Riski Novera Yenita, SKM, MKL, Selaku Wakil Ketua I Institut Kesehatan Dan Teknologi Al Insyirah Pekanbaru.
3. Albirnuni siregar, Lc, M.pd Selaku Wakil Rektor II Institut Kesehatan Dan Teknologi Al Insyirah Pekanbaru.
4. Bdn Fajar Sari Tanberika, SST, M.Kes Selaku Dekan Kesehatan Institut Kesehatan Dan Teknologi Al Insyirah Pekanbaru.
5. Bdn. Wira Ekdeni Aifa, SST, M. Kes. Selaku ketua prodi sarjana kebidanan Institut Kesehatan Dan Teknologi Al Insyirah Pekanbaru, yang telah memberikan masukkan, saran dan arahan serta waktunya untuk kesempurnaan Laporan kasus ini.
6. Bdn. Wira Ekdeni Aifa, SST, M. Kes. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan, saran dan arahan serta waktunya untuk kesempurnaan Laporan kasus ini.
7. Bapak/Ibu Dosen dan Staff Institut Kesehatan Dan Teknologi Al Insyirah Pekanbaru, yang telah memberikan masukkan, saran dan arahan serta waktunya untuk kesempurnaan laporan kasus ini.
8. Ibu Rina Sutriana, SST selaku Pembimbing Lapangan.
yang telah banyak membantu tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni ini.
Saya juga ingin memberikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Kemudian saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.
Bengkalis, Maret 2024
Safra Rita Kurniasih NIM (231131343)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...3
C. Tujuan Umum Dan Khusus...3
D. Manfaat ...4
BAB II TINJAUAN TEORI ...5
A. Pengertian Imunisasi ...5
B. Tujuan Imunisasi ...5
C. Manfaat Imunisasi ...6
D. Jenis Imunisasi ...7
E. Jadwal dan Pemberian Imunisasi ...15
F. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ...17
G. Pemeriksaan Fisik ...21
H. Terapi/Tindakan Yang Dilakukan ...25
I. Manajemen Kebidanan 7 Langkah Varney ...33
J. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan SOAP ...36
BAB III LAPORAN KASUS ...39
BAB IV PEMBAHASAN...46
BAB IV PENUTUP ...49
A. Kesimpulan ...49
B. Saran...49
DAFTAR PUSTAKA ...51
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA By. “A” USIA 3 BULAN DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI SESUAI PROGRAM
(DPT-HB-HiB 2, OPV3, ROTAVIRUS2, DAN PCV2) DI UPT PUSKESMAS BENGKALIS
Laporan Kasus Individu Stase 7 Praktik Asuhan Kebidanan Pada Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Telah Disetujui dan Disahkan Tanggal...
Disusun oleh:
Safra Rita Kurniasih NIM (231131343)
Disetujui Oleh
Preceptor Klinik Preceptor Akademik
(Rina Sutriana, SST) (Bdn. Wira Ekdeni Aifa, SST, M. Kes) Ketua Prodi Pendidikan Profesi Bidan
(Bdn. Wira Ekdeni Aifa, SST, M. Kes)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah penyakit dan menurunkan angka kematian seperti cacar, polio, tubercolosis, hepatitis B, difteri, campak, rubella dan sindrom kecacatan bawaan akibat rubella (congenital rubella syndrome/CRS), tetanus, pneumonia (radang paru) serta meningitis (radang selaput otak). Pelaksanaan imunisasi pada balita menyelamatkan sekitar 2–3 juta nyawa di seluruh dunia setiap tahun dan berkontribusi besar pada penurunan angka kematian bayi global dari 65 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 29 pada tahun 2018 (Nandi & Shet, 2020).
Pelaksanaan imunisasi diharapkan dapat menurunkan jumlah balita yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31) (Info Datin Kementerian Kesehatan, 2016). Namun dalam beberapa tahun terakhir, angka kematian balita akibat penyakit infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi masih terbilang tinggi. Laporan WHO tahun 2020 menyebutkan bahwa terdapat 20 juta anak belum mendapatkan pelayanan imunisasi untuk balita di seluruh dunia secara rutin setiap tahun. Tingginya jumlah anak yang belum mendapatkan imunisasi mengakibatkan beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian, yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksin, muncul kembali di negara maju dan 2 berkembang. Penyakit tersebut antara lain campak, pertusis, difteri dan polio (Hidayah et al., 2018; UNICEF, 2020).
Kejadian kematian anak berusia bawah lima tahun (balita) pada negara berkembang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor yang menyebabkan kematian pada anak adalah daya tahan tubuh anak yang belum sempurna. Jumlah kematian balita yang terjadi di Tiongkok antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2015 yaitu sebanyak 181.600 balita.
Dari total jumlah kematian tersebut sebanyak 93.400 (51%) kematian balita terjadi pada neonatus yang mayoritas disebabkan oleh penyakit pneumonia.
Sedangkan di Afrika penyakit pneumonia, diare dan campak menjadi penyebab setengah dari kematian anak (He et al., 2017; Liu et al., 2015; Sari
& Nadjib, 2019).
Gambaran cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia tahun 2016- 2018 yaitu pada tahun 2016 sebesar 91,58%. Pada tahun 2017 cakupan imunisasi dasar lengkap mengalami penurunan menjadi 85,41%. Pada tahun 2018 cakupan imunisasi dasar lengkap kembali mengalami penurunan dari tahun 2017 yaitu 57,95% (Azis et al., 2020; Riskesdas, 2018). Data pada tahun 2019 cakupan imunisasi rutin di Indonesia masih dalam kategori kurang memuaskan, dimana cakupan Pentavalent-3 dan MR pada tahun 2019 tidak mencapai 90% dari target. Padahal, program imunisasi dasar diberikan secara gratis oleh pemerintah di Puskesmas serta Posyandu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020; WHO, 2020).
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pelaksanaan imunisasi dasar lengkap yaitu umur ibu, umur ibu yang lebih muda umumnya dapat mencerna informasi tentang imunisasi lebih baik dibanding dengan usia ibu yang lebih tua. Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk pemberian imunisasi (Prihanti et al., 2016). Pendidikan ibu, ketidaklengkapan imunisasi dasar pada anak berisiko 2,2 kali pada ibu yang pendidikan rendah dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi (Astuti & Fitri, 2017). Pekerjaan ibu, ibu yang bekerja mempunyai kemungkinan 0,739 kali lebih besar untuk melakukan imunisasi dasar bayi secara lengkap dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja (Rakhmawati et al., 2020).
Kepemilikan kartu menuju sehat (KMS)/ Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA)/ buku kesehatan anak lainnya. Kepemilikan KMS/ buku KIA/ buku catatan kesehatan anak sangat penting terutama untuk mengetahui jadwal ataupun jenis imunisasi yang diberikan kepada balita. Dengan kepemilikan buku ini maka orang tua dapat mengetahui jenis imunisasi apa yang sudah diberikan dan imunisasi apa saja yang belum diberikan (Peraturan
Menteri Kesehatan No.155/Menkes/Per/1/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat Untuk Balita).
Ny. M datang ke UPT Puskesmas Bengkalis pada tanggal 27 Maret 2024 pada jam 10.00 WIB. Ibu datang membawa anaknya bernama By. A yang berusia 3 bulan. Ibu mengatakan ingin anaknya di imunisasi, 1 bulan yang lalu ibu sudah membawa anaknya untuk imunisasi, anaknya sudah pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib, Polio Tetes, Rotavirus, dan PCV. Ibu mengatakan saat ini anaknya sedang tidak sakit atau tidak sedang dalam pengobatan. Sebelum melakukan asuhan kebidanan, penulis melakukan pengkajian data subjektif dan objektif sebagai langkah awal melakukan asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Atas dasar latar belakang dan masalah tersebut, penulis mengambil tindakan pemberian imunisasi sesuai program pada By. A sebagai laporan untuk memenuhi tugas yang diberikan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan kebidanan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah pada By. A di UPT Puskesmas Bengkalis?
C. Tujuan Umum Dan Khusus 1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah pada By. A di UPT Puskesmas Bengkalis dengan menggunakan manajemen asuhan kebidanan 7 langkah varney.
2. Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian data dasar pada By. “A” di UPT Puskesmas Bengkalis.
2. Mampu melakukan interpretasi data pada pada By. “A” di UPT Puskesmas Bengkalis.
3. Mampu menentukan diagnosa potensial sesuai dengan prioritas pada By. “A” di UPT Puskesmas Bengkalis.
4. Mampu melakukan tindakan segera sesuai dengan kebutuhan pada By.
“A” di UPT Puskesmas Bengkalis.
5. Mampu merencanakan asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah pada By. “A” di UPT Puskesmas Bengkalis.
6. Mampu melaksanakan rencana asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah pada By. “A” yang sudah ditentukan di UPT Puskesmas Bengkalis.
7. Mampu mengevaluasi pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah pada By. “A” di UPT Puskesmas Bengkalis.
D. Manfaat
1. Bagi institusi Pendidikan
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah.
2. Bagi UPT Puskesmas Bengkalis
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sebagai bahan bacaan bagi UPT Puskesmas Bengkalis dalam kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah.
3. Bagi mahasiswa
Mahasiswa mengerti mengenai asuhan kebidanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah pada By. “A”. Mahasiswa mampu menganalisa keadaan bayi dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes,2017).
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat suatu sistem pertahanan tubuh kebal terhadap invasi mikroorganisme (bakteri atau virus) yang dapat menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan untuk menyerang tubuh kita (Marmi & Kukuh, 2015).
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Ranuh dkk, 2014).
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu (Kemenkes,2017).
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Kemenkes,2017).
B. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola (Ranuh dkk, 2014).
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati dan Andhini, 2010).
Menurut Permenkes RI Nomor 12 tahun 2017 disebutkan bahwa tujuan umum Imunisasi turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN.
2. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Prosentase minimal 80% bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan
3. Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun (baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).
4. Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi.
5. Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan berpergian ke daerah endemis penyakit tertentu
6. Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste disposal management).
C. Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
1. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.
3. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
D. Jenis Imunisasi
Imunisasi Program adalah Imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi. Imunisasi Program terdiri atas Imunisasi rutin, Imunisasi tambahan, dan Imunisasi khusus (Kemenkes RI, 2017)
Dalam Permenkes RI Nomor 12 Tahun 2017 disebutkan bahwa Imunisasi program terdiri dari Imunisasi rutin, imunisasi tambahan dan imunisasi khusus. Imunisasi program harus diberikan sesuai dengan jenis vaksin, jadwal atau waktu pemberian yang ditetapkan dalam pedoman penyelenggaraan Imunisasi.
Kementerian kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal (Kemenkes,2018)
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan. Vaksin BCG tidal mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi resiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosa primer. Imunisasi BCG diberikan pada bayi < 2 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementrian Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan. Dosis 0,05 ml untuk bayi
kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (> 1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas pada insersio M.
Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain mial bokong, paha (Ranuh dkk, 2014).
Kontra indikasi imunisasi BCG antara lain bayi yang mengalami defisiensi sistem kekebalan, terinfeksi HIV asimtomastis maupun simtomatis, adanya penyakit kulit yang berat/menahun, atau sedang menderita TBC (Sudarti, Endang. 2010).
Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG adalah wajar, suatu pembengkakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada daerah bekas suntikan, yang kemudian berubah menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi sebuah ulkus kecil dalam waktu 2-4 minggu. Reaksi ini biasanya hilang dalam 2-5 bulan, dan umumnya pada anak-anak meninggalkan bekas berupa jaringan parut dengan diameter 2-10 mm. Jarang sekali nodus atau ulkus tetap bertahan. Kadang-kadang pembesaran getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4 bulan setelah imunisasi.
Sangat jarang sekali kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif.
Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan absesdan jaringan parut (Ranuh dkk, 2014).
2. Imunisasi Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinvasikan dan bersifat non-infecious. Pemberian imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit Hepatitis B.
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (satu) HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan) (Ranuh dkk, 2014).
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Kontra indikasi pemberian vaksin Hepatitis B pada bayi
yang menderita infeksi berat yang disertai kejang (Sudarti, Endang.
2010).
3. Imunisasi DPT-HB-Hib
Vaksin DPT-HB-Hib (vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus Influen-zae tipe B) berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difteri murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan Hepatitis B (HBSAg) murni yang tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophilus Influenzae tipe B tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus. Indikasi digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus Influen-zae tipe B secara stimultan (Ranuh dkk, 2014).
Vaksin DPT-HB-Hib harus disuntikan secara intramuskular pada anterolateral paha atas, dengan dosis anak 0,5 ml. Kontra indikasi pemberian vaksin DPT-HB-Hib anak yang mempunyai hipersensitif terhadap komponen vaksin atau reaksi berat terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis lainnya merupakan kontraindikasi absolut terhadap dosis berikutnya. Terdapat beberapa kontraindikasi absolut terhadap dosis pertama DPT ; kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan syaraf serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah. Vaksin tidak akan membahayakan individu yang sedang atau sebelumnya telah terinfeksi virus Hepatitis B (Sudarti, Endang. 2010).
Efek samping, jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang diberikan secara terpisah. Untuk DPT, reaksi lokal dan sistemik ringan umum terjadi. Beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi penyuntikan disertai demam dapat timbul
dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian (Sudarti, Endang. 2010).
4. Imunisasi Polio
Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio 1, 2 dan 3. OPV (oral polio vaccine), hidup dilemahkan, tetes, oral. Sedangkan IPV (inactivated polio vaccine) inaktid disuntikan. Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat diberikan pada anak yang sehat maupun anak yang menderita immunokompromais, dan dapat diberikan sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat juga diberikan bersamaan dengan vaksin DPT-HB-Hib, secara terpisah atau kombinasi. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI atau pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan cakpan imunisasi yang tinggi. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV dan IPV. Untuk imunisasi dasar (polio- 2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan. Interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu (Sudarti, Endang. 2010).
Dalam rangka eradikasi polio (Erapo), masih diperlukan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang dianjurkan Kementrian Kesehatan. Pada PIN semua balita harus mendapat imunisasi OPV tanpa memandang status imunisasinya (kecuali pasien imunokompromais diberikan IPV) untuk memperkuat kekebalan dimukosa aluran cerna dan memutuskan transmisi virus polio luar. Dosis OPV diberikan 2 tetes per-oral, IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DtaP/IPV, DtaP/IPV). Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun) (Ranuh dkk, 2014).
Kontra indikasi umumnya pada imunisasi; vaksin harus ditunda pada mereka yang sedang menderita demam, penyakit atau penyakit kronis progresif. Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
Penyakit demam akibat infeksi akut ditunggu sampai sembuh. Efek sampingnya berupa reaksi lokal pada tempat penyuntikan diantaranya nyeri, kemerahan, indurasi dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam
setelah penyuntikan dan bisa bertahan satu atau dua hari. Kejadian dan tingkat keparahan dari reaksi lokal tergantung pada tempat dan cara penyuntikkan serta jumlah dosis yang sebelumnya diterima. Reaksi sistemik yang ditimbulkan demam dengan atau tanpa disertai myalgia, sakit kepala atau limfadenopati (Ranuh dkk, 2014).
5. Imunisasi MR
Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/ Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020. Salah satu strateginya untuk mencapai target tersebut adalah pelaksanaan vaksin MR pada anak usia 9 bulan hingga 15 tahun secara bertahap dalam 2 fase (fase 1 pada bulan Agustus-September 2017 diseluruh Pulau Jawa dan fase 2 pada bulan Agustus-September 2018 diseluruh Pulau Sumatra, Pulau Kalimanatan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua). Introduksi vaksin MR ke dalam program imunisasi rutin pada bulan Oktober 2017 dan 2018 (Kemenkes RI, 2017).
Vaksin MR (Measles Rubella) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. Setiap dosis vaksin MR mengandung 1000 CCID50 virus campak dan 1000 21 CCID50 virus rubella. Dengan pemberian imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan. Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan (Kemenkes RI, 2017).
Kontra indikasi imunisasi MR pada individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid, imunosupresan dan radioterapi, wanita hamil, leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya, kelainan fungsi ginjal berat, decompensatio cordis, pasien transfusi darah dan riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn). Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan seperti demam, batuk pilek dan diare (Kemenkes RI, 2017).
6. Imunisasi Rotavirus Vaksin (RV)
Pemberian imunisasi Rotavirus akan dilaksanakan secara bertahap di mulai tahun 2022. Rencana ini telah tercantum dalam Comprehensive Multi Year Plan (cMYP) Program Imunisasi Nasional tahun 2022 - 2024 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1139/2022.
Pemberian imunisasi RV harus menjadi bagian dari strategi komprehensif pengendalian penyakit diare. Dalam rekomendasi ITAGI tahun 2021, ITAGI juga merekomendasikan agar pemberian imunisasi RV dapat segera dilaksanakan pada tahun 2022 di Indonesia dan diperluas secara bertahap.
Vaksin Rotavirus (RV) merupakan vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) yang diberikan secara oral, yang dapat bereplikasi di usus manusia untuk menghasilkan respons imun. Jenis vaksin yang digunakan dalam pelaksanaan pemberian imunisasi Rotavirus adalah ORV116E dengan serotipe G9P[11] dan kemasan multidosis (5 dosis per vial).
Imunisasi RV diberikan sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan pada bayi usia 2 bulan, dosis kedua diberikan pada bayi usia 3 bulan dan dosis ketiga diberikan pada bayi usia 4 bulan. Imunisasi RV dosis pertama (RV1) dan dosis kedua (RV2) diberikan dengan vaksin DPT-HB-Hib, OPV dan PCV. Kemudian dosis ketiga (RV3) diberikan bersamaan dengan vaksin DPT-HB-Hib, OPV dan IPV.
Imunisasi RV diberikan secara oral dengan dosis 0,5 ml (5 tetes) pada usia 2, 3 dan 4 bulan, terintegrasi dengan pemberian imunisasi rutin lainnya. Imunisasi polio oral diberikan terlebih dahulu kemudian diikuti dengan pemberian imunisasi RV dan dilanjutkan dengan imunisasi suntik.
Kontraindikasi RV: Hipersensitifitas terhadap komponen vaksin; Severe combined immunodeficiency disease (SCID); Riwayat intususepsi.
Perhatian Khusus: Penderita defisiensi imun dan kontak erat dengan penderita defisiensi imun, pemberian imunisasi dapat dikonsultasikan
dengan dokter ahli; Demam, infeksi saluran pencernaan, maka pemberian imunisasi ditunda.
Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi simpang pada tubuh, atau apabila terjadi, hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam vaksin. Demam, muntah, buang air besar cair (diare) dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun terhadap imunisasi RV (Kemenkes RI, 2022).
7. Imunisasi Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)
Di negara berkembang, 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri dan di Negara maju disebabkan oleh virus. Bakteri Streptococcus pneumonia atau Pneumokokus dapat menyebabkan penyakit ringan dan bersifat non-invasif, maupun yang berat dan bersifat invasive.
Menifestasi klinis yang berat dan bersifat invasive antara lain berupa bakterimia, pneumonia, dan meningitis (Kemenkes RI, 2022).
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang sangat endemis di Indonesia dan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi Pneumokokus Konyugasi (PCV) dalam program imunisasi nasional untuk menurunkan kesakita dan kematian akibat pneumonia pada anak.
(Kemenkes RI, 2022).
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
HK.01.07/MENKES/779/2022 tentang Pemberian Imunisasi Pneumokokus Konyugasi (PCV), Imunisasi PCV ditetapkan sebagai imunisasi rutin yang diberikan di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2022 (Kemenkes RI, 2022).
Pneumococcal Conjugated Vaccine (PCV) merupakan polisakarida streptococcus pneumoniae yang terkonjugasi dengan protein pembawa (WHO, 2013).
Vaksin Pneumokokus konyugasi (PCV) direkomendasikan pada:
1. Semua anak sehat usia 2 bulan – 5 tahun;
2. Anak dengan risiko tinggi IPD termasuk anak dengan asplenia baik kongenital atau didapat, termasuk anak dengan penyakit sicklecell, splenic dysfunction dan HIV. Imunisasi diberikan dua minggu sebelum splenektomi;
3. Pasien dengan imunokom promais yaitu HIV/AIDS, sindrom nefrotik, multipel mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin, dan transplantasi organ;
4. Pasien dengan imunokompeten yang menderita penyakit kronis yaitu penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes;
5. Pasien kebocoran cairan serebrospinal; dan
6. Selain itu juga dianjurkan pada anak yang tinggal di rumah yang huniannya padat, lingkungan merokok, di panti asuhan dan sering terserang akut otitis media (Kemenkes RI, 2017).
Kontraindikasi vaksin PCV: adanya reaksi anafilaktik berat terhadap komponen vaksin PCV-13 atau vaksi lain yang mengandung komponen Difteri (DPT-HB-Hib, DT, Td) (Kemenkes RI, 2022).
Vaksin PCV diberikan secara intramuscular dengan dosis 0,5 ml di 1/3 tengah bagian luar paha kiri pada bayi usia 2 dan 3 bulan serta pada usia 12 bulan (Kemenkes RI, 2022).
Jadwal dan Dosis:
1. Vaksin PCV diberikan pada bayi umur 2, 3 bulan dan 12 bulan;
2. Pemberian PCV minimal umur 6 minggu;
3. Interval antara dosis pertama dan kedua 4 minggu; dan
4. Apabila anak datang tidak sesuai jadwal pemberian Imunisasi pneumokokus konyugasi yang telah ditetapkan maka jadwal dan dosis seperti berikut ini (Kemenkes RI, 2017):
Sumber: Kemenkes RI, 2022)
Vaksin PCV adalah vaksin yang sangat aman, namun seperti sifat semua obat, vaksin juga memiliki reaksi simpang. Reaksi simpang yang mungkin terjadi dapat berupa demam, mual, muntah, nafsu makan menurun, iritabilitas, mengantuk, tidur tidak nyenyak (Kemenkes RI, 2022).
E. Jadwal dan Pemberian Imunisasi 1. Jadwal Imunisasi Dasar dan Lanjutan
No Vaksin Mencegah Penyakit
Kandungan Vaksin
Usia pemberian
Dosis dan Cara Pemberian
Rekomendas i Lokasi suntikan 1. HB-0 Hepatitis B HBsAg yang
dimurnikan (DNA rekombinan)
< 24 jam 0,5 ml Intramuskul ar
paha
2. BCG Tuberkulosis Bakteri dilemahkan
1 bulan 0,05 ml Intramuskul ar
lengan atas
3. DPT-HB- Hib
Hib Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B dan Haemofilus influenza tipe B
Bakteri/ virus mati, toksoid
2, 3, 4 dan 18 bulan
0,5 ml Intramuskul ar
Usia 2,3,4 bulan: paha
Usia 18 bulan:
lengan atas
4. OPV Polio Virus hidup
yang dilemahkan
1, 2, 3 dan 4 bulan 2
Tetes Oral
5. PCV Infeksi pneumokokus seperti meningitis dan pneumonia
Bagian bakteri
2, 3 dan 12 bulan
0,5 ml Intramuskul ar
Paha
6. RV Diare Virus hidup
yang dilemahkan
2, 3 dan 4 bulan 5
tetes Oral
7. IPV Polio Virus mati 4 dan 9 bulan
0,5 ml Intramuskul ar
Paha
8. MR Campak dan
Rubela
Virus hidup yang dilemahkan
9, 18 bulan dan kelas 1 (usia 7 tahun)
0,5 ml Subkutan
Lengan atas
9. DT Difteri dan Tetanus
Bakteri mati, toksoid
Kelas 1 SD (usia 7 Tahun)
0,5 ml Intramuskul ar
Lengan atas
10. Td Tetanus dan Difteri
Bakteri mati, toksoid
Kelas 2 (usia 8 Tahun) dan 5 SD (usia 11 tahun) Wanita Usia Subur (WUS)
0,5 ml Intramuskul ar
Lengan atas
11 HPV Kanker Serviks Bagian virus Siswi kelas 5 dan 6 SD (usia 12 tahun)
0,5 ml Intramuskul ar
Lengan atas
(Sumber: Kemenkes RI, 2023)
2. Imunisasi Kejar
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi sesuai jadwal yang seharusnya perlu dilengkapi status imunisasinya melalui kegiatan imunisasi kejar
(Sumber: Kemenkes RI, 2023)
F. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang selanjutnya disingkat KIPI adalah kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan diduga berhubungan dengan imunisasi. KIPI dapat berupa gejala, tanda, hasil pemeriksaan laboratorium atau penyakit.
1. Reaksi anafilaktik
Reaksi anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas generalisata atau sistemik yang terjadi dengan cepat (umumnya 5-30 menit sesudah suntikan), bersifat serius dan mengancam jiwa. Biasanya melibatkan beberapa sistem
tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit/urtikaria). Petugas perlu membedakan reaksi anafilaksis dengan reaksi lain dengan gejala yang serupa.
Gambar 2. Perbedaan tanda dan gejala reaksi anafilaksis dengan reaksi lain yang serupa
2. Reaksi KIPI Lainnya
(Sumber: Kemenkes RI, 2023)
G. . Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum: Kesan sakit, Kesadaran, Kesan status gizi b. Tanda Vital: Detak jantung, pernafasan, suhu
c. Pemeriksaan Antropometri: Berat Badan, tinggi badan, lingkar kepala
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna kulit, edema, tanda perdarahan, luka parut (sikatrik), pelebaran pembuluh darah, hemangioma, nevus, bercak ‘café au kait’, pigmentasi, tonus, turgor, pertumbuhan rambut, pengelupasan kulit, dan stria.
b. Kelenjar Limfe Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang telinga, leher, ketiak, bawah lidah, dan sub oksipital. Apabila teraba tentukan lokasinya, ukurannya, mobil atau tidak.
c. Kepala Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar kepala, asimetri, sefalhematom, maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun, pelebaran pembuluh darah, rambut, tengkorak dan muka.
Kepala diukur pada lingkaran yang paling besar, yaitu melalui dahi dan daerah yang paling menonjol daripada oksipital posterior.
d. Muka Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak antara hidung dan mulut, jembatan hidung, mandibula, pembengkakan, tanda chovstek, dan nyeri pada sinus.
e. Mata Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat, nistagmus, ptosis, eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan kelainan fundus.
Strabismus ringan dapat ditemukan pada bayi normal di bawah 6 bulan.
f. Hidung Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan cuping hidung, mukosa, sekresi, perdarahan, keadaan septum, perkusi sinus.
g. Mulut Pada pemeriksaan mulut, perhatikan : 1) Bibir : warna, fisura, simetri/tidak, gerakan.
2) Gigi : banyaknya, letak, motling, maloklusi, tumbuh lambat/tidak.
3) Selaput lendir mulut : warna, peradangan, pembengkakan.
4) Lidah : kering/tidak, kotor/tidak, tremor/tidak, warna, ukuran, gerakan, tepi hiperemis/tidak.
5) Palatum : warna, terbelah/tidak, perforasi/tidak.
h. Tenggorokan Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat skalpel, anak disuruh mengeluarkan lidah dan mengatakan ‘ah’ yang keras, selanjutnya spaltel diletakkan pada lidah sedikit ditekan kebawah. Perhatikan : uvula, epiglotis, tonsil besarnya, warna, paradangan, eksudat, kripte)
i. Telinga Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan bau sekresi telinga, nyeri/tidak (tragus,antitragus), liang telinga, membrana timpani. Pemeriksaan menggunakan heat lamp dan spekulum telinga.
j. Leher Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak trakhea, pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan gerakan leher.
k. Thorax Untuk pemeriksaan thorax seperti halnya pada dewasa, meliputi urutan :
1) Inspeksi
Pada anak < 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala
Pada anak > 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala. Perhatikan:
a) Bentuk thorax : funnel chest, pigeon chest, barell chest, dll b) Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak, ada
retraksi.tidak
c) Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot d. Ictus cordis 2) Palpasi
Perhatikan :
a) Pengembangan dada : simetri/tidak
b) Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak c) Sela iga : retraksi/tidak
d) Perabaan iktus cordis 3) Perkusi
Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan satu jari/tanpa bantalan jari lain, atau secara tidak langsung dengan menggunakan 2 jari/bantalan jari lain. Jangan mengetok terlalu keras karena dinding thorax anak lebih tipis dan ototnya lebih kecil. Tentukan :
a) Batas paru-jantung
b) Batas paru-hati : iga VI depan
c) Batas diafragma : iga VIII – X belakang. Bedakan antara suara sonor dan redup.
4) Auskultasi
Tentukan suara dasar dan suara tambahan : Suara dasar : vesikuler, bronkhial, amforik, cog-wheel breath sound, metamorphosing breath sound. Suara tambahan : ronki, krepitasi, friksi pleura, wheezing Suara jantung normal, bising, gallop.
l. Abdomen Seperti halnya pada dewasa pemeriksaan abdomen secara berurutan meliputi ;
1) Inspeksi
Perhatikan dengan cara pengamatan tanpa menyentuh : a) Bentuk : cekung/cembung
b) Pernafasan : pernafasan abdominal normal pada bayi dan anak kecil
c) Umbilikus : hernia/tidak d) Gambaran vena : spider navy e) Gambaran peristaltic
2) Auskultasi.
Perhatikan suara peristaltik, normal akan terdengar tiap 10 – 30 detik.
a) Perkusi Normal akan terdengar suara timpani. Dilakukan untuk menentukan udara dalam usus, atau adanya cairan bebas/ascites.
b) Palpasi Palpasi dilakukan dengan cara : anak disuruh bernafas dalam, kaki dibengkokkan di sendi lutut, palpasi dilakukan dari kiri bawah ke atas, kemudian dari kanan atas ke bawah.
Apabila ditemukan bagian yang nyeri, dipalpasi paling akhir.
Perhatikan : adanya nyeri tekan , dan tentukan lokasinya. Nilai perabaan terhadap hati, limpa, dan ginjal.
m. Ekstremitas Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya, clubbing finger, dan pembengkakan tulang. Persendian Periksa : suhu, nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan.
Otot. Perhatikan : spasme, paralisis, nyeri, dan tonus.
n. Alat Kelamin Perhatikan : 1) Untuk anak perempuan :
a) Ada sekret dari uretra dan vagina/tidak.
b) Labia mayor : perlengketan / tidak c) Himen : atresia / tidak
d) Klitoris : membesar / tidak.
2) Untuk anak laki-laki :
a) Orifisium uretra : hipospadi = di ventral / bawah penis Epsipadia = di dorsal / atas penis.
b) Penis : membesar / tidak
c) Skrotum : membesar / tidak, ada hernia / tidak.
d) Testis : normal sampai puber sebesar kelereng.
e) Reflek kremaster : gores paha bagian dalam testis akan naik dalam skrotum
o. Anus dan Rektum
Anus diperiksa rutin sedangkan rektum tidak.
1) Untuk anus, perhatikan :
a) Daerah pantat adanya tumor, meningokel, dimple, atau abces perianal.
b) Fisura ani c) Prolapsus ani
2) Pemeriksaan rektal : anak telentang, kaki dibengkokkan, periksa dengan jari kelingking masuk ke dalam rektum. Perhatikan :
a) Atresia ani
b) Tonus sfingter ani c) Fistula rektovaginal
d) Ada penyempitan / tidak (Behrman.1999 & FK UI 1998).
H. Terapi/Tindakan Yang Dilakukan 1. Persiapan
a. Informasi yang diperlukan sebelum melakukan pelayanan imunisasi.
1) Usia bayi/anak
2) Imunisasi yang sudah diterima sebelumnya 3) Jenis imunisasi yang akan diberikan
4) Hasil penapisan untuk mengetahui ada/tidaknya kontraindikasi imunisasi
b. Tuliskan tanggal pemberian vaksin pada buku KIA dan/atau kartu imunisasi.
c. Jelaskan jenis, manfaat imunisasi dan reaksi simpang yang mungkin muncul dan bagaimana cara menanganinya
Tabel 4 Indikasi Kontra dan Bukan indikasi kontra pada Imunisasi Program
BUKAN kontraindikasi imunisasi:
a. Gejala ringan seperti infeksi saluran pernapasan atas atau diare disertai demam < 38,5℃
b. Alergi, asma atau manifestasi atopic lainnya seperti rhinitis alergi atau hidung tersumbat;
c. Prematuritas; bayi dengan berat lahir rendah (<2.000 gram);
d. Malnutrisi;
e. Riwayat keluarga dengan konvulasi/kejang;
f. Pengobatan antibiotik, kortikosteroid dosis rendah atau steroid yang bekerja secara lokal, misalnya salf, obat tetes mata;
g. Dermatosis, eksim atau infeksi kulit lokal;
h. Penyakit jantung, paru-paru, ginjal dan hati kronis;
i. Kondisi neurologis yang stabil seperti cerebral palsy dan down syndrome;
j. Riwayat penyakit kuning pasca kelahiran
2. Pemberian Imunisasi
a. Mencuci tangan dengan sabun dan keringkan tangan
b. Ikuti prinsip praktik penyuntikan aman (safety injection) sebagai berikut:
1) Penyuntikan harus menggunakan Auto-Disable Syringes (ADS).
2) Siapkan peralatan penyuntikan pada permukaan bersih yang sudah ditentukan (meja atau baki) dan yang tidak terkontaminasi darah dan cairan tubuh.
3) Siapkan dosis vaksin tepat sebelum disuntikkan - jangan melakukan prefilling (mengisi ADS dengan dosis vaksin dari dalam vial sebelum sasaran imunisasi datang).
4) Gunakan alat suntik dan jarum steril yang baru tiap kali melarutkan vaksin .
(a) Ikuti prosedur pelarutan vaksin, hanya gunakan pelarut yang disediakan oleh produsen tiap vaksin dan cek label pelarut dengan label vaksin.
(b) Setelah melakukan pelarutan, tuliskan jam idlarutkannya pada vial vaksin.
(c) Satu hari sebelum digunakan, pelarut diletakkan dalam vaccine refrigerator, agar saat digunakan, suhu pelarut dan vaksin sama.
(d) Lindungi jari dengan kain kasa kecil sebelum membuka ampul kaca
5) Untuk vial multidosis, tusuk tutup vial dengan jarum steril dan jangan tinggalkan jarum tertusuk di tutup vial.
6) Setelah vial multidosis dibuka, tuliskan tanggal dan jam dibukanya vial vaksin.
7) Sisa vaksin yang telah dibuka pada tempat pelayanan luar gedung (di luar fasilitas kesehatan) tidak dapat digunakan lagi.
8) Vaksin yang telah dibuka pada tempat pelayanan statis (seperti puskesmas, RS dan fasilitas pelayanan kesehatan swasta) bisa
digunakan lagi pada pelayanan berikutnya selama memenuhi persyaratan, sebagai berikut:
(a) Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C (b) VVM dalam kondisi A atau B (c) Belum kadaluwarsa
(d) Tidak terendam air selama penyimpanan
(e) Belum melampaui masa pemakaian. Adapun masa pemakaian vaksin sisa (vial terbuka) adalah sebagai berikut:
9) Tanpa menutup kembali alat suntik (no recapping), segera buang alat suntik ke dalam Safety box setelah digunakan.
c. Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine carrier dengan cool pack, guna mempertahankan suhu yang direkomendasikan
d. Vial vaksin yang sudah dilarutkan atau dibuka, disimpan di atas busa di dalam vaccine carrier
e. Larutkan vaksin hanya jika target imunisasi sudah hadir di tempat pelayanan imunisasi
f. Bersihkan permukaan kulit yang akan di suntik dengan kapas dan air hangat. Untuk menghindari infeksi, jangan gunakan bola kapas yang disimpan dalam wadah dalam keadaan basah
g. Posisikan anak dengan hati-hati, untuk meminimalkan risiko pergerakan dan cedera
h. Lakukan pemberian imunisasi sesuai dengan teknik pemberian dibawah ini
i. Observasi setelah imunisasi selama 15 atau 30 menit jika ada riwayat alergi
Gambar 5. Posisi bayi saat imunisasi
3. Teknik pemberian imunisasi yang baik a. Pemberian Imunisasi Oral
1) Gunakan posisi cuddle pada pangkuan orangtua dengan kepala yang di topang dan sedikit didongakkan ke belakang.
2) Buka mulut anak dengan menekan kedua pipi anak secara lembut dengan ibu jari dan telunjuk. Tekanan yang terlalu keras dapat menyebabkan anak merasa tidak nyaman.
(a) Untuk vaksin rotavirus: arahkan dropper ke arah pipi bagian dalam, tekan dropper dan teteskan 5 tetes vaksin
(b) Untuk vaksin OPV: teteskan dua tetes vaksin ke lidah anak.
Jangan biarkan dropper menyentuh lidah anak.
b. Pemberian Imunisasi Suntik
1) Pegang syringe di antara ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.
Jangan sentuh jarum.
2) Untuk injeksi intradermal, rentangkan kulit dengan lembut menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Posisi syringe dan jarum hampir sama rata dengan kulit anak. Secara lembut, masukkan jarum ke lapisan teratas kulit.
3) Untuk injeksi subkutan, cubit bagian kulit dengan lembut, masukkan jarum dengan sudut 45 derajat (terhadap bahu) dengan cepat dan akurat
4) Untuk injeksi intramuskular, rentangkan kulit dengan lembut menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Masukkan seluruh jarum dengan sudut 90 derajat dengan cepat dan akurat
c. Pemberian Imunisasi Suntikan Ganda
Praktik imunisasi suntikan ganda sudah dilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu di lebih dari 170 negara. Pemberian imunisasi suntikan ganda adalah memberikan lebih dari satu jenis suntikan imunisasi dalam satu kali kunjungan. Manfaat pemberian imunisasi suntikan ganda:
1) Mempercepat perlindungan anak pada bulan-bulan awal kehidupan yang rentan.
2) Meningkatkan efisiensi layanan kesehatan.
3) Mengurangi jumlah kunjungan orangtua ke fasilitas kesehatan untuk imunisasi
d. Langkah-langkah pemberian imunisasi suntikan ganda
1) Jelaskan manfaat dan keamanan pemberian imunisasi suntikan ganda kepada orang tua/pengantar;
2) Atur posisi bayi/anak senyaman mungkin, anak dalam pelukan atau pangkuan orang tua/pengasuh sambil dialihkan perhatiannya;
3) Pemberian imunisasi suntikan ganda dilakukan di tempat penyuntikan yang berbeda atau bisa juga diberikan di satu tempat suntikan yang sama, dengan lokasi suntikan dipisahkan setidaknya berjarak 2,5 cm (1 inchi).
e. Teknik Penyuntikan
1) Dorong piston dengan lembut dan perlahan. Pastikan syringe tidak bergerak-gerak
2) Jangan lakukan aspirasi
3) Setelah vaksin disuntikkan, tarik suntikan dengan cepat, akurat, dan sudut yang sama ketika jarum disuntikkan
4) Jangan menggosok area penyuntikan
5) Jika terdapat perdarahan setelah injeksi, orangtua dapat memegang swab bersih pada titik penyuntikan
6) Segera buang ADS ke dalam Safety box, tanpa menutup kembali jarum/re-capping
7) Setelah seluruh vaksin telah diberikan, tenangkan dan alihkan perhatian anak
4. Menutup Sesi Imunisasi
a. Pastikan tempat imunisasi ditinggalkan dalam keadaan bersih.
Khususnya pada kegiatan imunisasi luar gedung:
1) Jangan tinggalkan barang apapun yang dapat membahayakan 2) Bersihkan dan kembalikan meja, kursi, dan alat lainnya
3) Ingatkan tanggal sesi imunisasi selanjutnya kepada kader Posyandu.
5. Setelah Sesi Imunisasi:
a. Tuliskan tanggal jadwal imunisasi selanjutnya di lembar catatan kesehatan anak pada Buku KIA dan/atau kartu imunisasi, lalu sampaikan kepada orangtua atau pengasuh.
b. Sampaikan bahwa anak harus kembali untuk imunisasi selanjutnya, agar anak terlindung dari PD3I. Gunakan Buku KIA/ kartu imunisasi untuk memudahkan penjelasan.
c. Ingatkan orangtua untuk membawa Buku KIA dan/atau kartu imunisasi pada jadwal imunisasi selanjutnya.
d. Meminta orangtua/pengasuh menyebutkan tanggal kembali, untuk memastikan pemahaman.
e. Jelaskan kepada orangtua/pengasuh, bahwa jika anak tidak dapat datang pada tanggal imunisasi selanjutnya yang telah ditentukan, anak bisa menerima imunisasi di lokasi lain atau di tanggal lain yang dekat dengan tanggal yang dijadwalkan.
f. Ingatkan orangtua/pengasuh mengenai pelayanan lainnya yang diberikan bersamaan dengan layanan imunisasi (contoh: pemberian vitamin A, imunisasi Td untuk ibu hamil)
g. Berikan brosur dengan informasi yang relevan kepada orangtua/pengasuh yang bisa membaca
h. Tanyakan kepada orangtua/pengasuh apakah ada pertanyaan atau kekhawatiran yang mereka rasakan.
6. Pemberian Parasetamol Sesudah Imunisasi (Kemenkes RI, 2023).
Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi, dipertimbangkan untuk pemberian parasetamol 15 mg/kgbb kepada bayi/anak setelah imunisasi, terutama pasca vaksinasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap 3- 4 jam sesuai kebutuhan, maksimal 4 kali dalam 24 jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta segera kembali kepada dokter (IDAI, 2013)
I. Manajemen Kebidanan 7 Langkah Varney
1. Langkah I: Pengumpulan Data Dasar Pada langkah ini kita harus mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara (Arlenti dan Zainal, 2021):
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital
c. Pemeriksaan khusus d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka kita perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga kita harus melakukan pendekatan yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Setelah itu, kita perlu melakukan pengkajian ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat ataukah belum 2. Langkah II: Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini kita akan melakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan pada pengumpulan data dasar. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah yang terjadi pada klien tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan.
Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur diagnosa kebidanan. Standar nomenklatur diagnosa kebidanan adalah seperti di bawah ini:
a. Diakui dan telah disahkan oleh profesi
b. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan c. Memiliki ciri khas kebidanan
d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan 3. Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita akan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa / masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dapat dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi penanganan agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi 4. Langkah IV: Mengidentifikasi Perlunya Tindakan Segera Oleh Bidan /
Dokter
Pada langkah ini kita akan mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan / dokter dan, atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus. Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah / kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency / segera untuk ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
5. Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh yang Ditentukan Oleh Langkah Sebelumnya
Pada langkah ini kita harus merencanakan asuhan secara menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi pada langkah sebelumnya. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar- benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien
6. Langkah VI: Rencana Asuhan Menyeluruh Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
7. Langkah VII: Evaluasi Keefektifan Asuhan
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar- benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik, maka dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik.
J. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan SOAP
Dokumentasi kebidanan adalah bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap. Dokumentasi ini dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, dan kalangan bidan sendiri (Irianti, dkk, 2014). SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan terulis. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh bidan melalui proses berpikir yang sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu:
Catatan perkembangan dengan dokumentasi SOAP menurut Handayani dan Mulyati (2017):
1. S = DATA SUBJEKTIF
Data subjektif (S), merupakan pendokumentasi manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melalui anamnese. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringakasan yang akan berhubungan langsung dengan diangnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diangnosis yanga akan disusun.
Pada pasien yang bisa, dibagian data dibelakang hurup “S”, diberi tanda hurup “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara.
2. O = DATA OBYEKTIF
Data obyektif (O) merupakan pendokumentasi manajemen kebidanan Helen Varney pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diasnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan data obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
3. A = ANALISIS ATAU ASSESSMENT
Analisis atau assessment (A), merupakan pendokumentasi hasil analisis dan interpensi (kesimpulan) dari data subjektif dan obyektif, dalam pendokumentasi manajemen kebidanan. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka mengikut perkembangan pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat.
Analisis atau assessment merupakan pendokumentasi manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial. Serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
4. P = PLANNING
Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan
dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.
Pendokumentasi P adalah SOAP ini, adalah sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien. Penatalaksanaan tindakan harus disetujui oleh pasien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membayangkan keselamatan pasien.
Sebanyak mungkin pasien harus dilibatkan dalam proses implementasi ini.
Bila kondisi pasien berubah, analisis juga berubah, maka rencana asuhan maupun implementasinya kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus disesuaikan.
Dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluation/ evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan/ pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil yang tercapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan/asuhan, jika kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Untuk mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan sebuah catatan perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode SOAP.
BAB III LAPORAN KASUS
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA BAYI SEHAT
No. RM : 00000602
Tanggal Masuk : 27 Maret 2024
Tanggal & Jam Pengkajian : 27 Maret 2024/ 10.11 WIB Nama pengkaji : Safra Rita Kurniasih
A. IDENTITAS BAYI
Nama : By. L
Jenis Kelamin : Perempuan Anak ke- : Kedua
B. IDENTITAS IBU AYAH
Nama ibu : Ny. M Tn. S
Umur : 34 Tahun 39 Tahun
Suku : Melayu Minang
Agama : Islam Islam
Pendidikan : S1 SMA
Pekerjaan : Honorer Buruh
Alamat : Jl. Gatot Subroto, Bengkalis
No. Telepon : 0812658**** 08135691****
C. DATA SUBJEKTIF 1. Keluhan Utama
Ibu datang membawa anaknya bernama By. A yang berusia 3 bulan. Ibu mengatakan ingin anaknya di imunisasi, 1 bulan yang lalu ibu sudah membawa anaknya untuk imunisasi, anaknya sudah pernah mendapatkan
imunisasi DPT-HB-Hib, Polio Tetes, Rotavirus, dan PCV. Ibu mengatakan saat ini anaknya sedang tidak sakit atau tidak sedang dalam pengobatan.
2. Riwayat Kesehatan Bayi a. Riwayat Kehamilan
P2 A0 H2
Komplikasi pada kehamilan : tidak ada b. Riwayat Persalinan
1) Tanggal/Jam Persalinan : 21-12-2023/ 12.22 WIB 2) Usia kehamilan : Aterm
3) Jenis Persalinan : Spontan 4) Lama Persalinan : 4 jam 5) Warna air ketuban : jernih 6) Trauma perslinan : tidak ada 7) Penolong persalinan : bidan 8) Penyulit dalam persalinan : tidak ada 9) Bounding attachment : baik
c. Riwayat Kesehatan yang lalu : ibu mengatakan bayinya tidak pernah menderita penyakit menurun, menular, dan menahun.
d. Riwayat Perawatan : ibu mengatakan bayinya tidak pernah dirawat
e. Riwayat Operasi : ibu mengatakan bayinya tidak pernah menjalani operasi apapun f. Riwayat Kesehatan Keluarga (Ayah, ibu, adik, paman, bibi) yang
pernah menderita sakit:
[ ] Kanker [ ] Penyakit Hati [ ] Hipertensi [ ] Diabetes Melitus [ ] Penyakit Ginjal [ ] Penyakit Jiwa [ ] Kelainan Bawaan [ ] Hamil Kembar [ ] TBC
[ ] Epilepsi [ ] Alergi
Ibu mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menurun, menular, dan menahun.
g. Riwayat Imunisasi
[√ ] Hepatitis 0 [ ] DPT-HB-Hib 3 / Polio 4 RV1/IPV 1
[√ ] BCG / Polio 1 [ ] MR/ IPV 2
[√ ] DPT-HB-Hib 1 / Polio 2/RV1/PCV 1 [ ] DPT-HB-Hib booster/MR Booster [ ] DPT-HB-Hib 2 / Polio 3 RV2/PCV 2 [ ] Lain-lain: …………
h. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari a. Nutrisi : ASI
Keluhan : tidak ada b. Pola Istirahat
Tidur Siang : 8-10 jam Tidur Malam : 8-10 jam c. Eliminasi
BAK : 5-8 kali
BAB : 2-3 kali
d. Personal Hygiene
Mandi : 2 kali sehati Ganti pakaian : 1-2 kali sehari
D. DATA OBJEKTIF 1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik 2. Tanda tanda vital
a. Heart Rate : 101 x/ menit b. Respirasi : 48x/ menit c. Suhu : 36,7° C 3. Pemeriksaan Antropometri
BB: 4900 gram, PB: 52 cm, LK: 33,5 cm, LiLA: 12,8 cm 4. Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kulit : Tidak ada oedema, warna kulit merah
b. Kepala : Keadaan ubun-ubun tertutup, tidak terdapat molase, tidak terdapat caput succedaneum, dan terdapat lanugo disekitar rambut bayi
c. Mata : Simetris, sclera putih, konjungtiva merah muda
d. Telinga : Simetris kiri dan kanan, terbentuk dengan baik, struktur telinga lengkap, tidak ada benjolan
e. Hidung : Simetris kiri dan kanan, bernafas tanpa kesulitan, tidak ada cuping hidung, tampak bersih dan tidak ada kelainan
f. Mulut : Bibir kemerahan-merahan, bibir tidak sumbing, Refleks isap baik dan pallatum terbentuk baik, tidak ada oral trush
g. Leher : Tidak ada pembesaran, pembengkakan, dan peradangan
h. Klavikula : tidak ada trauma
i. Dada : Simetris, tidak ada bunyi wheezing, tidak ada retraksi dinding dada
j. Perut : tidak ada pembesaran perut yang abnormal, tidak ada tanda infeksi atau perdarahan pada tali pusat bayi, bising usus 10 kali/menit
k. Ekstremitas
Jari/bentuk : lengkap normal Gerakan : aktif
Kelainan : tidak ada
l. Punggung : tulang punggung simetris, tidak ada benjolan/spina bifida, tidak ada kelainan
m. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora, lubang n. Anus : berlubang
5. Pemeriksaan Refleks a. Moro : ada b. Rooting : ada c. Sucking : ada d. Grasping : ada e. Tonik Neck : ada f. Babinski : ada
g. Ekstruasi : ada h. Galant’s : ada 5. Data Penunjang
Buku KIA (catatan imunisasi anak)
E. ASSESMENT
Diagnosa Kebidanan : By.A Cukup Bulan usia 3 Bulan sesuai masa kehamilan dengan kondisi sehat
Masalah Potensial : Demam, Bengkak
Tindakan Segera : Berikan obat penurun panas paracetamol, sarankan ibu untuk melakukan kompres dingin pada daerah
penyuntikan saat di rumah, dan berikan ASI lebih ser