• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI "

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI

AKUT DI DESA GRATITUNON

Oleh :

DINDA MEISINDY HAPSARI NIM. 1801105

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA

SIDOARJO

2021

(2)

ii

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI

AKUT DI DESA GRATITUNON

Sebagai Prasyarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)

Di Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Oleh :

DINDA MEISINDY HAPSARI NIM. 1801105

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA

SIDOARJO

2021

(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

If you want to love others, you should love yourself first.”

Kim Namjoon

I finally realised I love me, not so perfect but so beautiful.

I’m the one I should love.”

Epiphany

(7)

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahakan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini saya persembahkan kepada :

1. Untuk ayah, ibu, mama, papa, kakak dan adik saya ucapkan banyak terimakasih karena selama ini elah memberi dukungan, do’a, da semangat.

Semoga Allah SWT memberi saya kesempatan untuk membahagiakan kalian kelak.

2. Untuk bapak dan ibu dosen terutama ibu Meli Diana, S.Kep, Ns., M.Kep, dan bapak Mukhammad Toha, S.Kep.Ns., M.Kep, terimakasih saya ucapkan atas ilmu bimbingan dan pelajaran hidup yang telah diberikan kepada saya tanpa bapak dosen semua tidak akan berarti.

3. Untuk sahabat saya Navia, Sinta, Mia, Dihar, Fika, Firda, dan Dian terimakasih banyak karena hingga saat ini selalu memberikan dukungan, kekuatan, serta saling memberi semangat satu sama lain

4. Untuk orang yang istimewa dalam hidup saya Aditya, terimakasih banyak atas segala dukungan, nasehat, kekuatan, dan semangat ketika saya sudah mulai stress dengan tugas ini.

5. Untuk teman seperjuangan saya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, saya ucapkan terimakasih atas kebersamaan selama ini, ada suka dan duka yang kita lewati merupakan proses untuk pendewasaan kita masing- masing. Semoga kita dapat meraih kesuksesan yang sesuai seperti yang kita harapkan. Aamiin.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI DESA GRATITUNON” ini dengan tepat waktu sebagai persyaratan akademik dalam menyelesaikan Program D3 Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Agus Sulistyowati, Skep, Ns., M.Kes selaku Direktur Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo yang telah mengesahkan

2. Meli Diana, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang selalu bijaksana memberikan bimbingan, mencurahkan perhatian, doa, dan nasehat serta yang selalu meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Mukhammad Toha, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, nasehat serta waktunya selama penulisan karya tulis ilmiah ini.

4. Orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini dari awal hingga akhir.

5. Teman-teman seperjuangan yang telah menemani selama saya menempuh pendidikan di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

6. Pihak-pihak yang turut berjasa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

(9)
(10)

x

Surat Pernyataan... iii

Lembar Persetujuan ... iv

Halaman Pengesahan ... v

Motto ... vi

Lembar Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Metode Penelitian ... 4

1.5.1 Metode ... 4

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 5

1.5.3 Sumber Data ... 6

1.5.4 Studi Kepustakaan ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep Penyakit Hipertensi ... 8

2.1.1 Definisi Hipertensi ... 8

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi ... 9

2.1.3 Etiologi Hipertensi ... 10

2.1.4 Faktor Resiko Hipertensi ... 12

2.1.5 Manifestasi Klinis Hipertensi ... 15

2.1.6 Patofisiologi Hipertensi ... 16

2.1.7 Komplikasi Hipertensi ... 17

2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi ... 19

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang ... 24

2.2 Konsep Klien ... 25

2.2.1 Definisi Keluarga ... 25

2.2.2 Bentuk Keluarga ... 26

2.2.3 Struktur Keluarga... 27

2.2.4 Tahap Perkembangan Keluarga ... 28

2.2.5 Fungsi Keluarga ... 35

2.3 Konsep Dampak Masalah ... 35

2.3.1 Konsep Solusi ... 35

2.3.2 Konsep Masalah Yang Sering Muncul ... 36

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan ... 41

2.4.1 Pengkajian ... 41

(11)

xi

2.4.5 Evaluasi Keperawatan ... 56

2.5 Pathway Diagnosa Keperawatan Penderita Hipertensi ... 58

BAB 3 Tinjauan Kasus ... 59

3.1 Pengkajian ... 59

3.2 Analisa Data ... 65

3.3 Diagnosa Keperawatan ... 66

3.4 Intervensi Keperawatan ... 69

3.5 Implementasi Keperawatan ... 71

3.6 Catatan Perkembangan ... 74

3.7 Evaluasi Keperawatan ... 75

BAB 4 Pembahasan ... 76

4.1 Pembahasan ... 76

4.1 Pengkajian ... 76

4.2 Diagnosa Keperawatan ... 77

4.3 Intervensi Keperawatan... 78

4.4 Implementasi Keperawatan ... 80

4.5 Evaluasi Keperawatan ... 82

BAB 5 Penutup ... 85

5.1 Simpulan ... 85

5.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 89

(12)

xii

No Tabel Judul Tabel Hal

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Mayor Minor Nyeri Akut ... 40

Tabel 2.2 Skala Bailon Maglaya ... 50

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Pada Penderita Hipertensi ... 53

Tabel 3.1 Identitas Klien ... 59

Tabel 3.2 Komposisi Keluarga ... 59

Tabel 3.3 Tipe Keluarga ... 60

Tabel 3.4 Status Ekonomi Pasien ... 60

Tabel 3.5 Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga ... 60

Tabel 3.6 Data Lingkungan ... 61

Tabel 3.7 Struktur Keluarga ... 61

Tabel 3.8 Fungsi Keluarga ... 62

Tabel 3.9 Stress dan Koping Keluarga ... 63

Tabel 3.10 Pemeriksaan Keluarga ... 63

Tabel 3.11 Harapan Keluarga ... 64

Tabel 3.12 Analisa Data ... 65

Tabel 3.13 Diagnosa Keperawatan ... 66

Tabel 3.14 Skoring Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga ... 66

Tabel 3.15 Intervensi Keperawatan Keluarga ... 69

Tabel 3.16 Implementasi Keluarga ... 71

Tabel 3.17 Catatan Perkembangan ... 74

(13)

xiii

No Gambar Judul Gambar Hal

Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS) ... 38

Gambar 2.2 Numerical Rating Scale (NRS) ... 38

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS) ... 39

Gambar 2.4 Faces Pain Scale (FPS) ... 40

Gambar 2.5 Kerangka Masalah ... 58

Gambar 3.1 Genogram Keluarga ... 59

Gambar 3.2 Denah Rumah ... 61

(14)

xiv

No Lampiran Judul Lampiran Hal

Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Studi Kasus ... 89

Lampiran 2 Lembar Informed Consent ... 90

Lampiran 3 Lembar Konsultasi ... 91

Lampiran 4 Lembar Konsultasi ... 93

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat karena dapat menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang (Ismarina dkk, 2015). Tekanan darah tinggi / hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yaitu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg. Tanda dan gejala yang sering dialami penderita hipertensi yaitu sakit kepala/nyeri kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kesadaran menurun. Masalah nyeri akut pada penderita hipertensi merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak, sehingga memerlukan tindakan keperawatan yang adekuat. Penelitian ini diharapkan agar masyarakat tidak bergantung terhadap pengobatan farmakologis untuk mengatasi nyeri, namun lebih untuk menggunakan teknik nonfarmakologis seperti teknik relaksasi napas dalam, kompres hangat dan lain- lain.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 , pada 2018 terdapat 2.005.393 kasus hipertensi yang dilayani di Puskesmas. Dari jumlah itu 826.368 di antaranya adalah pria dan sisanya 1.179.025 adalah penderita wanita.

Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2017 yang lalu sepanjang Januari- Desember terdapat 589.870 kasus dengan rincian 215.781 penderita pria dan

(16)

374.089 penderita wanita (Riskesdas, 2018). Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, mengatakan di antara penyakit tidak menular (PTM) penyebab kematian hipertensi menempati peringkat teratas, menyusul diabetes. Hipertensi merupakan penyakit peringkat ke 4 dengan prevalensi sebanyak 10,15 % dan penderita sebanyak 88.502 penderita (Dinkes Kabupaten Pasuruan, 2017). Menurut rekam medis di Puskesmas Grati, hipertensi merupakan penyakit peringkat ke 2 setelah influenza dengan prevalensi sebanyak 13,60% dan penderita sebanyak 5.428 penderita. Hasil survey pendahuluan pada tanggal 26-27 Januari 2021 di Desa Gratitunon pada 10 orang yang mengalami hipertensi didapatkan keluhan nyeri paling banyak yaitu 90%.

Menurut Kowalak, Welsh dan Mayer (2012, hlm.180), nyeri kepala pada penderita hipertensi terjadi karena adanya aterosklerosis sehingga elastisitas kelenturan pada pembuluh darah menurun. Aterosklerosis tersebut menyebabkan spasme pada pembuluh darah (arteri) sehingga tekanan intrakranial (TIK) meningkat, sedangkan sumbatan pada pembuluh darah dapat menyebabkan penurunan O2 (oksigen) sehingga terjadi penumpukan asam laktat dan metabolisme anaerob yang memicu rasa nyeri pada kepala. Nyeri pada penderita hipertensi bila tidak diatasi dengan tepat dapat berpengaruh pada kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, meningkatkan resiko jatuh atau cedera yang berakibat fatal.

Intervensi keperawatan pada penderita hipertensi yang mengalami nyeri akut dapat dilakukan berbagai tindakan, yaitu dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi pendekatan secara non farmakologi yang dapat meredakan nyeri kepala penderita hipertensi antara lain terapi ramuan herbal,

(17)

akupressur, aroma terapi, relaksasi napas dalam, kompres hangat, meditasi, pijat, ramuan cina, dan mendengarkan musik. Beberapa terapi farmakologi antara lain obat diuretik, beta blocker, antagonis kalsium, penghambat enzim konversi angiotensin atau ACE, vasodilator, golongan penghambat simpatetik.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada studi kasus ini adalah “Bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon”

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh gambaran asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

1.3.2.2 Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

1.3.2.3 Mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

1.3.2.4 Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

(18)

1.3.2.5 Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan keluarga pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

1.3.2.6 Mendeskripsikan dokumentasi asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di Desa Gratitunon

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat:

1.4.1 Bagi institusi pelayanan

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam mengambil kebijakan tentang penerapan intervensi keperawatan dalam mengatasi nyeri penderita Hipertensi.

1.4.2 Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diterima oleh penderita Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut.

1.4.3 Bagi profesi

Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengembangkan konsep Asuhan Keperawatan pada pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut.

1.5 Metode Penulisan 1.5.1 Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya menungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang

(19)

yang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah pengkajian, diagnosis perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1.5.2 Teknik Pengumpulan data 1.5.2.1 Wawancara

Data yang diambil atau diperoleh melelui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun tim kesehatan lain. Pengumpulan data ini menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin yaitu wawancara yang dimana pewawancara mengkombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin yang dalam pelaksanaannya wawancara bebas terpimpin dilakukan sesuai dengan pedoman topik yang dibahas.

1.5.2.2 Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan dan pemeriksaan fisik kepada klien yang meliputi inspeksi (pemeriksaan dengan melihat kondisi tubuh klien), palpasi (pemeriksaan dengan menyentuh tubuh klien), auskultasi (pemeriksaan dengan mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh klien) dan perkusi (pemeriksaan dengan mengetukkan jari pemeriksa ke tubuh klien).

1.5.2.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu guna memperoleh keterangan lebih lengkap. Pemeriksaan penunjang meliputi EKG, rontgen, USG, CT- scan, darah lengkap, endoskopi, pemeriksaan urine, dan fluoroskopi

(20)

1.5.3 Sumber Data 1.5.3.1 Data primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang berupa wawancara, hasil observasi maupun hasil pendapat individu atau kelompok. Pada penelitian ini data primer diperoleh langsung dari klien melalui wawancara dan observasi.

1.5.3.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang lain terdekat klien dan hasil-hasil pemeriksaan.

1.5.4 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas, hal ini berguna untuk memperoleh nilai-nilai standar hipertensi.

1.6 Sitematika Penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi kasus ini, secara keseluruhan di bagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1.6.1 Bagian awal

Memuat halaman judul, peretujuan pembimbing, pengesahan, kata pengantar, daftar isi.

1.6.2 Bagian inti

Bagian ini terdiri dari 2 bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub-bab berikut ini:

(21)

1.6.2.1 Bab 1: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan studi kasus

1.6.2.2 Bab 2: Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa Hipertensi, serta kerangka masalah

1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipertensi. Konsep dasar penyakit akan diuraikan definisi, etiologi dan cara penanganan secara medis. Konsep dasar keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada penyakit Hipertensi dengan melakukan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.1 Konsep Dasar Penyakit 2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.

Hipertensi menimbulkan risiko morbiditas atau mortalitas dini, yang meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat. Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan merusak pembuluh darah di organ target (jantung, ginjal, otak, dan mata) (Brunner & Suddarth, 2019).

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012)

(23)

Menurut Price dalam Nurarif A.H dan Kusuma H (2016), Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.

Menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011), Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus- menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti usia, jenis kelamin dan genetik/keturunan, maupun yang bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan kopi.

Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes (2018), hipertensi merupakan silent killerdimana gejalanya sangat bermacam- macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit lain. Gejala- gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telingan berdenging atau tinnitus dan mimisan.

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut World Health Organization (2016) klasifikasi hipertensi adalah : 2.1.2.1 Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan

140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.

2.1.2.2 Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg.

(24)

2.1.2.3 Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.

2.1.3 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M., 2012) :

2.1.3.1 Hipertensi primer (essensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi essensial atau hipertensi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi essensial diantaranya :

1) Genetik

Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.

2) Jenis kelamin dan usia

Lelaki berusia 35-40 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.

3) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak

Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.

4) Berat badan obesitas

Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.

(25)

5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol

Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya.

2.1.3.2 Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu:

1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenitalyang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyempitan pada aorta tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.

2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.

Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.

3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat

(26)

menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin- aldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.

4) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal- mediate hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol dan katekolamin

5) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.

6) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara waktu.

7) Kehamilan 8) Luka bakar

9) Peningkatan tekanan vaskuler 10) Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah.

2.1.4 Faktor Resiko Hipertensi

Menurut Aulia, R (2017), faktor resiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

(27)

2.1.4.1 Faktor yang tidak dapat diubah

Faktor yang tidak dapat berubah adalah : 1) Riwayat Keluarga

Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi lebih berisiko untuk terkena hipertensi.

2) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.

Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.

3) Jenis Kelamin

Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada wanita

4) Ras/etnik

Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

2.1.4.2 Faktor yang dapat diubah

Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi antara lain yaitu:

1) Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan

(28)

diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi.

2) Kurang aktifitas fisik

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan kematian secara global.

3) Konsumsi alkohol

Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa darah lebih kuat lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi (Komaling, J.K., Suba, B., Wongkar, D., 2013).

4) Kebiasaan minum kopi

Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk peningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein didalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa didalam sel saraf yang mengakibatkan

(29)

peningkatkan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan 12 jam.

5) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam.

Garam merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak. Konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan tekanan darah. Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan cairan. Natriun yang berlebih dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.

6) Kebiasaan konsumsi makanan lemak

Lemak di dalam makanan atau hidangan memberikan kecenderungan meningkatkan kolesterol darah, terutama lemak hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.

2.1.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Menurut Tambayong dalam Nurarif A.H dan Kusuma H (2016), tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

2.1.5.1 Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.

(30)

2.1.5.2 Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : 1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan 3) Sesak nafas 4) Gelisah 5) Mual 6) Muntah 7) Epistaksis

8) Kesadaran menurun.

2.1.6 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

(31)

terhadap rangsang vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor cenderung mencetuskan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2008).

2.1.7 Komplikasi Hipertensi

Menurut Ardiansyah. M, (2012) komplikasi dari hipertensi adalah : 2.1.7.1 Stroke

Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada didalam otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang mempengaruhi otak mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.

(32)

2.1.7.2 Infark Miokardium

Infark miokardiumterjadi saat arteri koroner mengalami aterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

2.1.7.3 Gagal Ginjal

Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unit fungsional ginjal, neuron terganggu dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloidplasma berkurang sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.

2.1.7.4 Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat).

Tekanan yang tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian.

(33)

2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang behubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 2.1.8.1 Terapi tanpa Obat Terapi

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

1) Diet

2) Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah : (1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr (2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

3) Penurunan berat badan

4) Penurunan asupan etanol/alkohol 5) Menghentikan merokok

6) Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat prinsip yaitu : Macam olahraga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain- lain. Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas aerobik atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit

(34)

berada dalam zona latihan. Frekuensi latihan sebaiknya 3 kali perminggu dan paling baik 5 kali perminggu.

7) Edukasi psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

(1) Terapi Biofeedback

Terapi biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk mengatasi gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

(2) Teknik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.

(3) Pendidikan Kesehatan (penyuluhan)

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

(35)

2.1.8.2 Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Commitee On Detection, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatan meliputi:

1) Step 1

Obat pilihan pertama: diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor.

2) Step 2

Alternatif yang bisa diberikan:

(1) Dosis obat pertama dinaikkan

(2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama

(3) Ditambah obat ke-2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca antagonis, Alpa Blocker, clonidin, reserphin, vasodilator.

3) Step 3: Alternatif yang bisa ditempuh (1) Obat ke-2 diganti

(36)

(2) Ditambah obat ke-3 jenis lain 4) Step 4: Alternatif pemberian obatnya

(1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4 (2) Re-evaluasi dan konsultasi

(3) Follow Up untuk mempertahankan terapi

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut:

(1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya

(2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya

(3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas

(4) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tinngi tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu.

Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara

(37)

hidup penderita. Ikut sertakan keluarga penderita dalam proses terapi.

(5) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah.

(6) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari

(7) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi.

(8) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal.

(9) Usahakan biaya terapi seminimal mungkin.

(10) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering.

(11) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.

(12) Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

(38)

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Azwar (2014), meliputi :

2.1.9.1 Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL).

2.1.9.2 Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH, dan ekodiografi.

2.1.9.3 Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN/creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi), kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokontriksi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi).

2.1.9.4 Pemeriksaan radiologi : Foto dada

Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada. Teknik radiografi thorax terdiri dari bermacam-macam posisi yang harus dipilih disesuaikan dengan

(39)

indikasi pemeriksaan, misalnya bronchitis krotis, fleural effusion, pneumo thorax dan lain-lain.

2.1.9.5 CT-Scan mengindentifikasi area perdarahan (biasanya untuk pemakaian darurat).

2.2 Konsep Klien

2.2.1 Definisi Keluarga

Menurut Friedman (dalam Setiana, I.A., 2016), keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Menurut Arita Murwani (dalam Anggraeni, A.M., 2014), keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing serta mempertahankan suatu budaya.

Menurut Efendy (dalam Bangga D.F., 2015), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga, seperti yang dijelaskan oleh (Padila, 2012).

(40)

2.2.2 Bentuk Keluarga

Menurut Effendy (dalam Bangga D.F., 2015), bentuk keluarga adalah:

2.2.2.1 Keluarga Inti (nuclear family), merupakan keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, bak dilahirkan natural atau adopsi.

2.2.2.2 Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.

2.2.2.3 Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti yang ditambah dengan keluarga lain (karena ada hubungan darah) misalnya, kakek, nenek, paman, bibi, sepupu.

2.2.2.4 Keluarga modern adalah keuarga dengan orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (gay/lesbian family).

2.2.2.5 Keluarga berantai (serial family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.

2.2.2.6 Keluarga duda atau janda (single parent family), keluarga terbentuk karena perceraian dan atau kematian pasangan yang dicintai.

2.2.2.7 Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.

2.2.2.8 Keluarga kohabitasi (cohabitation) adalah dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak.

2.2.2.9 Keluarga inces (incest family) adalah seiring dengan masuknya nilai- nilai global dan pengaruh informasi dari berbagai tempat, dijumpai

(41)

bentuk keluarga tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya.

2.2.2.10 Keluarga tradisional dan non tradisional adalah keluarga tradisional terikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga non tradisional tidak terikat perkawinan.

2.2.3 Struktur Keluarga

Menurut Friedman (dalam Setiana, I.A., 2015) menjelaskan bahwa struktur keluarga terbagi menjadi 4, yaitu pola komunikasi, struktur peran, struktur kekuatan dan nilai-nilai keluarga.

2.2.3.1 Struktur/pola komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan. Sedangakan, komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.

2.2.3.2 Struktur peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status sebagai suami/istri.

2.2.3.3 Struktur kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak

(42)

(legimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa (coercive power).

2.2.3.4 Struktur nilai dan norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

2.2.4 Tahap Perkembangan Keluarga

2.2.4.1 Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family) Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologi keluarga tersebut membentuk keluarga baru. Suami istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing-masing.

Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya. Misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, bekerja dan sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa jumlah anak yang diharapkan.

(43)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain : 1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.

2) Menetapkan tujuan bersama.

3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.

4) Merencanakan anak (KB)

5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua.

2.2.4.2 Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)

Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya.

Tugas perkembangan pada masa ini antara lain : 1) Persiapan menjadi orang tua.

2) Membagi peran dan tanggung jawab.

(44)

3) Menata ruang untuk anak atau megembangkan suasana rumah yang menyenangkan.

4) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing.

5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga.

6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita.

7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

2.2.4.3 Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat anak pra sekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri dan pekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti, kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.

2) Membantu anak untuk bersosialisasi.

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.

4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam keluarga maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).

(45)

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

2.2.4.4 Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)

Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan semangat belajar.

2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.

3) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.

4) Menyediakan fasilitas untuk anak.

(46)

5)Menyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.

2.2.4.5 Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers) Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.

2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

2.2.4.6 Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center families)

Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah.

Lamanya tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepas anaknya untuk

(47)

hidup sendiri. Keluarga mempersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena anak-anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini orang tua perlu melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah : 1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.

4) Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak.

5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.

6) Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek.

7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.

2.2.4.7 Tahap ketujuh keluarga usia petengahan (middle age families)

Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada

(48)

tahap ini semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan befokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain : 1) Mempertahankan kesehatan.

2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial dan waktu santai.

3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua.

4) Keakraban dengan pasangan.

5) Memelihara hubungan atau kontak dengan anak dan keluarga.

6) Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban pasangan.

2.2.4.8 Tahap kedelapan keluarga usia lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya.

(49)

Tugas perkembangan tahap ini adalah :

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.

3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

4) Mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat.

5) Melakukan life review.

6) Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian (Harmoko, 2012)

2.2.5 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (dalam Setiana, I.A., 2016) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 bagian yaitu;

2.2.5.1 Fungsi afektif 2.2.5.2 Fungsi sosialisasi 2.2.5.3 Fungsi reproduksi 2.2.5.4 Fungsi ekonomi

2.2.5.5 Fungsi perawatan kesehatan.

2.3 Konsep Dampak Masalah 2.3.1 Konsep Solusi

Solusi adalah cara atau jalan yang digunakan untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah tanpa adanya tekanan.

Dalam mengatasi nyeri dapat menggunakan teknik nonfarmakologis meliputi : 1) Teknik relaksasi nafas dalam

2) Kompres hangat atau dingin

(50)

3) Terapi pijat

4) Menggunakan aroma terapi

Selain menggunakan teknik nonfarmakologis, perlu adanya kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri misalkan suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan serta istirahat dan tidur yang cukup atau berkualitas. Bila nyeri tidak dapat teratasi dengan teknik nonfarmakologis, maka harus menggunakan teknik farmakologis seperti pemberian analgesik seperti NSAID, Beta Blocker, CA Antagonis, ACE, vasodilator dan golongan penghambat simpatetik.

2.3.2 Konsep Masalah Yang Sering muncul 2.3.2.1 Definisi nyeri akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Tamsuri, 2013).

Intensitas nyeri gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan

(51)

individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2013).

2.3.2.2 Etiologi nyeri akut

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), terdapat tiga penyebab utama nyeri akut yaitu :

1) Agen pencedera fisiologis yaitu seperti inflamasi, iskemia, neoplasma.

2) Agen pencedera kimiawi yaitu seperti terbakar, bahan kimia iritan.

3) Agen pencedera fisik yaitu seperti abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan.

2.3.2.3 Pengukuran intesitas nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologis tubuh terhadap nyeri, namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.

(52)

1. Visual Analog Scale (VAS)

Merupakan cara menilai skala nyeri yang paling banyak digunakan, alat ukurnya berupa garis sepanjang 10 cm yang tercetak pada selembar kertas. Pasien dimintai menandai di titik mana tingkat rasa sakit yang dialami. Dimana ujung sebelah kiri ditandai sebagai tidak ada rasa sakit dan ujung sebelah kanan merupakan rasa paling sakit.

Skala nyeri ini hanya untuk usia diatas 8 tahun dan dewasa, tidak cocok bagi orang yang memiliki gangguan kesadaran dan konsentrasi.

Gambar 2.1 Visual Analog Scale 2. Numeric Rating Scale (NRS)

Merupakan skala nyeri paling sederhana dan mudah dimengerti.

Seperti halnya skala ini diberi angka 0 sampai 10 untuk mengetahui seberapa nyerinya.

Gambar 2.2 Numeric Rating Scale 1) Skala 0: tidak ada nyeri

2) Skala 1-3: nyeri ringan masih bisa ditahan

(53)

3) Skala 4-6: nyeri sedang yang mengganggu aktivitas

4) Skala 7-10: nyeri berat hingga tidak bisa melakukan aktivitas 3. Verbal Rating Scale (VRS)

Merupakan skala ordinal, yaitu menggunakan 4-6 kata sifat yang menggambarkan tingkat intensitas rasa nyeri. Dalam menggambarkan tingkat nyeri, digunakan kata-kata berurutan dari kiri ke kanan, seperti:

1) Tidak nyeri (no pain) pada ujung kiri akhir skala 2) Nyeri ringan

3) Nyeri sedang (tidak menyenangkan) 4) Nyeri berat (menyedihkan)

5) Nyeri sangat berat (mengerikan) 6) Nyeri paling berat (menyiksa)

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale

Pasien diminta untuk memilih kata yang menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan.

4. Faces Pain Scale (FPS)

Merupakan serangkaian 6-7 gambar wajah dengan ekspresi yang menunjukkan berat ringannya sakit. Dimulai dari ekspresi tersenyum sampai berlinang air mata. Biasanya digunakan untuk pasien anak- anak dan pemeriksa yang menentukannya, juga bisa digunakan pada

(54)

orang dewasa khususnya pada pasien dengan gangguan nonverbal, gangguan kognitif, atau memiliki hambatan bahasa.

Gambar 2.4 Faces Pain Scale

1) Wajah pertama 0: tidak ada rasa sakit sama sekali 2) Wajah kedua 2: sedikit sakit

3) Wajah ketiga 4: lebih sakit dan mengganggu aktivitas 4) Wajah keempat 6: jauh lebih sakit

5) Wajah kelima 8: sangat sakit dan sangat mengganggu aktivitas 6) Wajah keenam 10: sangat sakit tak tertahankan hingga menangis 2.3.2.4 Tanda dan gejala

Menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2017), data mayor dan minor pada nyeri akut antara lain :

Tabel 2.1 Tanda dan gejala mayor minor nyeri akut

Gejala dan tanda mayor Subjektif

1. Mengeluh lelah

Objektif

1. Frekunsi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Gejala dan tanda minor Subjektif

1. Dyspnea saat/setelah kelelahan

2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 3. Merasa lemah

Objektif

1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas

3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia 4. Sianosis

(55)

(Sumber : TIM POKJA SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator diagnostic. 2017)

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktik keperawatan kepada keluarga, untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan keperawatan yang meliputi pengkajian keluarga, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluai tindakan keperawatan (Abi Muslihin, 2012).

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seseorang perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya (Andarmoyo, 2012).

Padila (2012), hal-hal yang perlu dikumpulkan datanya dalam pengkajian keluarga adalah:

2.4.1.1 Data Umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:

1) Kepala Keluarga (KK) 2) Alamat dan telepon 3) Pekerjaan kepala keluarga 4) Pendidikan kepala keluarga

5) Komposisi keluarga dan genogram

Komposisi keluarga yaitu menjelaskan anggota keluarga yang di identifikasi sebagai bagian dari keluarga mereka. Bentuk komposisi keluarga dengan mencatat terlebih dahulu anggota

(56)

keluarga yang sudah dewasa, kemudian diikuti dengan anggota keluarga yang lain sesuai dengan susunan kelahiran mulai dari yang lebih tua, kemudian mencantumkan jenis kelamin, hubungan setiap anggota keluarga tersebut, tempat tinggal lahir/umur, pekerjaan dan pendidikan.

Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan konstelasi keluarga (pohon keluarga)

6) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga.

7) Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku bangsa keluarga yang terkait dengan kesehatan.

8) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

9) Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

10) Aktivitas rekreasi keluarga

(57)

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton televisi dang mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

2.4.1.2 Riwayat dan tahap perkembangan keluarga 1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing- masing anggota keluarga, perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

4) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.

(58)

2.4.1.3 Pengkajian Lingkungan 1) Karasteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi dengan denah rumah.

2) Karakteristik tetangga dan komunitas Rukun Warga (RW) Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat serta budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.

3) Moblitas geografi keluarga

Mobilitas geografi keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan berpindah tempat

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan masyarakat.

5) Sistem pendukung keluarga

Termasuk sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik, fasilitas

(59)

psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.

2.4.1.4 Struktur Keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggotan keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku

3) Struktur peran

Menjelaskan peran masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal

4) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.

2.4.1.5 Fungsi Keluarga 1) Fungsi efektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

Hasil dari pengkajian didapatkan bahwa:

(60)

Semua keluarga saling menyayangi satu sama lain dan hubungan keluarga terlihat harmonis dan ikatan kekeluargaan sangat erat.

2) Fungsi sosialisasi

Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya serta perilaku.

Hasil dari pengkajian didapatkan bahwa:

Keluarga selalu mengajarkan perilaku yang baik pada anak-anak dan berpartisipasi jika ada kegiatan masyarakat

3) Fungsi perawatan kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit.

Hasil dari pengkajian di dapatkan bahwa:

Keluarga kurang memahami masalah kesehatan terutama tentang hipertensi. Keluarga juga tidak tau cara merawat anggota keluarga yang mengalami hipertensi. Klien sering mengeluh nyeri pada kepala namun tidak tahu bagaimana cara mengatasi, begitupun juga dengan keluarga yang tidak dapat merawat klien ketika sakit.

4) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah:

(61)

(1) Berapa jumlah anak?

(2) Apakah rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga?

(3)Metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga?

5) Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah:

(1) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan?

(2) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga?

2.4.1.6 Stress dan koping keluarga

1) Stressor jangka pendek dan panjang

(1) Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6 bulan.

(2) Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.

(3) Kemampuan keluarga dalam berespon terhadap stressor yang dikaji sejauh mana keluarga berespon terhadap stressor.

2) Strategi koping yang digunakan

(62)

Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan/stress.

3) Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfugsional yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan/stress.

2.4.1.7 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang digunakan sama dengan pemeriksaan fisik head to toe.

2.4.1.8 Harapan Keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Padila (2012) diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan masalah keperawatan yang didapat dari pengkajian yang berhubungan dengan etiologi yang berasal dari data pengkajian fungsi perawatan keluarga. Diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan problem, etiologi, dan symptom (PES) dimana untuk problem menggunakan rumusan masalah dari NANDA atau Standar Diagnosis Keperawatan (SDKI), sedangkan untuk etiologi dapat menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau dengan menggambarkan pohon masalah. Diagnosa keperawatan yang dipergunakan dalam hal ini antara lain :

2.4.2.1 Nyeri akut.

Gambar

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale
Gambar 2.4 Faces Pain Scale
Tabel 2.1 Tanda dan gejala mayor minor nyeri akut
Tabel 2.2 Skala Bailon Maglaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

23 Table 1 Definisi Operasional Gambaran Afasia Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2023 Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Metode