• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYSTEMATIC LUPUS ERYTHEMATOSUS ( SLE )

N/A
N/A
Kelas A Muhammad Rafli

Academic year: 2024

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYSTEMATIC LUPUS ERYTHEMATOSUS ( SLE )"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYSTEMATIC LUPUS ERYTHEMATOSUS ( SLE )

Disusun oleh:

Kelompok 5 Muhammad rafli

Dosen Pengampu :

Ice Septriani Saragih S.kep.Ns,M.kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH MEDAN T.A 2023/2024

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat- Nya , kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pengampu matakuliah ini , yang telah dengan rela hati membekali , membimbing dan membantu dalam penyusunan makalah ini hingga selesai .

Dalam menyusun makalah ini , kami sangat menyadari bahwa masi banyak kekurangan

dalam makalah ini , dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan , pengalaman , seta

kehilafan yang kami miliki, maka dari itu dengan rendah hati mengharapkan kritik dan saran

(2)

yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah ini dimasa yang akan datang.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan , bimbingan serta saran dari berbagai pihak . untuk itulah pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih . Semoga Tuhan membalas dan selalu melimpahkan rahmat serta berkat- Nya , kami berharap semoga makalah ini dapat bermafaat bagi pembangunan ilmu pendidikan dan ilmu keperawatan serta bagi kita semua .

Medan , 8 Maret 2023 Kelompok 5

DAFTAR ISI COVER

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(3)

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

B. Persiapan, Pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostic dan laboratorium pada kasus SLE

C. Konsep Asuhan Keperawatan

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau

inflamasi multisystem yang disebabkan oleh banyak faktor dan di karakterisasi oleh

adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi

autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap Double Stranded

Deoxyribose-Nucleid Acid (dsDNA), berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-

(4)

sel darah fisfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktifan komplemen (Hasdianah dkk, 2014).

Kejadian SLE berdasarkan hasil studi dokumentasi KTI tahun 2019 terdapat beberapa penyakit, penyakit yang termasuk dalam 3 besar adalah SLE, syndrome nefrotik (SN), dan gagal ginjal. Pasien yang mengalami SLE terdapat 26 pasien dari 146 pasien atau sekitar 17,8%, kasus lain seperti SN terdapat 15 kasus atau sekitar 10,3%, dan gagal ginjal terdapat 14 kasus atau sekitar 9,6%. Penyebab terjadinya penyakit lupus diduga faktor genetik, infeksi, dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. tubuh, di mana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Sehingga, kompleks imun yang terdapat dalam jaringan akan mengakibatkan terjadinya peradangan, kerusakan pada jaringan, dan orang dengan penyakit lupus (odapus) akan mudah mengalami penyakit infeksi (Judha &

Setiawan, 2015).

Penyebab utama kematian pasien SLE yang diakibatkan infeksi sebesar 90%

diakibatkan oleh infeksi dan 10% kematian pasien SLE diakibatkan organ yang sudah mengalami komplikasi seperti gagal ginjal dan kerusakan sistem saraf pusat (SSP) (Asih dkk, 2016). Tingginya kasus SLE dan komplikasi yang ditimbulkan membutuhkan peran perawat.

Peran perawat preventif dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu memberi informasi mengenai pencegahan risiko infeksi pada penyakit SLE dengan cara makan makanan yang sehat, menghindari paparan sinar matahari, dan istirahat yang cukup. Peran perawat promotif dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu sebagai pendidik yaitu menasihati pasien SLE mengenai risiko tinggi terhadap infeksi dan penyakit kardiovaskular.

Mendidik pasien dengan SLE tentang pengaruh lemak dan tujuan mengontrol tekanan darah untuk meminimalkan risiko penyakit arteri koroner. Pasien dengan SLE juga perlu diberikan pendidikan kesehatan terkait nutrisi, diantaranya untuk menambah konsumsi makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D (Wheeler, 2010). Peran perawat kuratif dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE sehingga pasien dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal dan peran perawat rehabilitative dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu menganjurkan pasien untuk banyak beristirahat agar SLE tidak mengalami kekambuhan.

B. Pokok permasalahan 1. Apa itu SLE?

2. Bagaiamana Etiologi SLE?

3. Bagaiamana Patofisiologi SLE?

(5)

4. Bagaiamana Tanda dan gejala SLE ? 5. Bagaiamana Farmakologi pada kasus SLE?

6. Bagaiamana Terapi Diet pada Kasus SLE?

7. Bagaiamana Persiapan, pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik dan laboratorium pada kasus SLE?

8. Bagaiamana Asuhan keperawatan (pengkajian, analisa data, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi secara komprehensif meliputi bio-psiko-sosio- spiritual) pada kasus SLE?

9. Bagaiamana Pendidikan kesehatan dan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada kasus SLE?

10. Bagaiamana Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksnaan kasus SLE?

11. Bagaiamana Peran dan fungsi perawat serta fungsi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Definisi SLE 2. Untuk mengetahui Etiologi SLE 3. Untuk mengetahui Patofisiologi SLE 4. Untuk mengetahui Tanda dan gejala SLE

5. Untuk mengetahui Farmakologi pada kasus SLE 6. Untuk mengetahui Terapi Diet pada Kasus SLE

7. Untuk mengetahui Persiapan, pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik dan laboratorium pada kasus SLE

8. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan (pengkajian, analisa data, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi secara komprehensif meliputi bio- psiko-sosio-spiritual) pada kasus SLE

9. Untuk mengetahui Pendidikan kesehatan dan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada kasus SLE

10. Untuk mengetahui Bagaiamana Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksnaan kasus SLE 11. Untuk mengetahui Bagaiamana Peran dan fungsi perawat serta fungsi

BAB I PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

1. Definisi

(6)

Menurut Laeli (2016) Systemic Lupus Erythematosus merupakan penyakit autoimun yang bukan disebabkan oleh virus, kuman atau bakteri.

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit hasil dari regulasi sistem imun yang terganggu, yang menyebabkan autoantibodi diproduksi berlebihan, yang pada kondisi normal di produksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari benda asing (virus, bakteri, alergen, dan lain - lain) namun pada kondisi ini antibodi tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri (Fatmawati, 2018).

Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan system imun menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme menyerang jaringan tubes sendiri) tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibiotic yang terkait pada antigen didalam jaringan (Mansyur, 2021)

Berdasarkan beberapa Pengertian diatas, Dapat disimpulakan bahwa Systemic Erythematosus (SLE) dapat diartikan sebagai penyakit yang terkait dengan kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini termasuk dalam penyakit autoimun. Penyakit ini terjadi apabila anomali pada system dan kerja sel pertahanan tubuh manusia. Sel pertahanan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh masuknya kuman atau gangguan eksternal lainnya justru justru menyerang tubuh pemiliknya. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit mematikan pada jenis Eritematosus Sistemik yang disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).

2. Etiologi

Menurut (Hikmah, 2018) penyebab Systemic Lupus Erythematosus dibagi menjadi 2 faktor, yaitu :

a. Faktor Genetik

(7)

Jumlah, usia, dan usia anggota keluarga yang menderita penyakit autoimun menentukan frekuensi autoimun pada keluarga tersebut. Pengaruh riwayat keluarga terhadap terjadinya penyakit ini pada individu tergolong rendah, yaitu 3-18%. Faktor genetik dapat mempengaruhi keparahan penyakit dan hubungan familial ini ditemukan lebih besar pada kelaurga dengan kondisi sosial ekonomi yang tinggi.

b. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya Systemic Lupus Erythematosus antara lain:

1) Hormon

Hormon estrogen dapat merangsang sistem imun tubuh dan penyakit ini sering terjadi pada perempuan terutama saat usia reproduktif dimana terdapat kadar estrogen yang tinggi.

2) Obat-obatan

Beberapa obat dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem imun melalui mekanisme molecular mimicry, yaitu molekul obat memiliki struktur yang sama dengan molekul di dalam tubuh sehingga menyebabkan gangguan toleransi imun.

3) Infeksi

Infeksi dapat memicu respon imun dan pelepasan isi sel yang rusak akibat infeksi dan dapat meningkatkan respon imun sehingga menyebabkan penyakit autoimun.

4) Paparan sinar ultraviolet

Adanya paparan sinar ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel kulit serta

berkaitan dengan fotosensitivitas pada penderita.

(8)

3.Patofisiologi

PATOFISIOLOGI SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

Lingkungan (cahaya matahari, luka bakar internal)

Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, klospromazin)

Genetik

Sistem regulasi kekebalan tubuh terganggu

Mengaktivasi sel T dan sel B

Fungsi sel T suppressor abnormal

Peningkatan produksi autoantibodi

Peningkatan kompleks imun Kerusakan jaringan

Muskuloskeletal

Pembengkakan sendi

Artlargia,Arthri tis (sinovitis) Nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak

Integumen Adanya lesi akut pada kulit (ruam bentuk kupu-kupu pangkal hidung dan pipi

Merasa malu dengan kondisinya

Gangguan Citra Tubuh

Cardiac Perikarditis

Penumpukanny a cairan efusi pada

perikardium

Kontaksi jantung

Penurunan curah jantung

Respirasi Pleuritis Penumpukan cairan pada pleura

Efusi pleura Ekspansi dada tidak adekuat

Pola nafas tidak efektif

Vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis

Lesi papuler, eritematous purpura diujung kaki, tumit, dan siku

Kerusakan integritas kulit

Hemato Kegagalan sumsum tulang membentuk sel darah merahh

Tubuh mengalami kekurangan sel darah merah

Anemia Keletihan

Saraf

Gangguan spectrum pada saraf meluas

Proses neurologis terganggu

Depresi Anemia Nyeri Akut

(9)

4 .Tanda dan Gejala SLE

Penyakit SLE memiliki gejala yang sangat bervariasi, ada yang ringan namun ada yang sampai mengancam jiwa. Manifestasi atau tanda dan gejala penyakit SLE yang sering muncul (Kemenkes RI, 2017) yaitu:

a) Keletihan b) Sakit kepala

c) Nyeri pada sendi/bengkak (artritis) d) Demam

e) Anemia f) Nyeri dada

g) Ruam kemerahan seperti kupu-kupu pada pipi,

h) Sensitif terhadap sinar atau cahaya matahari (fotosensitif) i) Rambut yang rontok sampai dengan botak

j) Perdarahan

k) Jari pucat atau kebiruan saat dingin (Fenomena Raynaud) l) Sariawan di mulut atau koreng di hidung (ulserasi).

5. Farmakologi pada kasus SLE a)

Terapi Farmakologi.

Menurut Alomedia ( 2022 )Terapi Farmakolgi lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE) menggunakan medikamentosa antara lain:

1) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

Ibuprofen : 30-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, maksimal 2,4 gram per hari pada anak atau 3,2 g/hari pada dewasa

Natrium diklofenak : 100 mg per oral satu kali per hari 2) Kortikosteroid

Prednison : 0.5 mg/hari

Metil prednisolon : 2-60 mg dalam 1-4 dosis terpisah

(10)

Peningkatan dosis harus melihat respon terapi dan penurunan dosis harus tappering off

3) Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) non-biologis :

Azathioprin (AZA) : 1-3 mg/kg/hari per oral, dihentikan bila tidak ada respon dalam 6 bulan

Siklofosfamid (CYC) : dosis rendah 500 mg IV setiap 2 minggu sebanyak 6 kali, atau dosis tinggi 500-1000 mg/m2 luas permukaan tubuh setiap bulan sebanyak 6 kali

Mikofenolat mofetil (MMF) : 2-3 gram/hari selama 6 bulan dilanjutkan 1-2 gram/hari.

4) Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) biologis:

Rituximab : 1 gram IV dibagi menjadi dua dosis dengan jarak 2 minggu [1,2,5]

5) Anti malarial oral, dimulai dengan pemberian:

Hidroksiklorokuin oral 200 mg (6-6,5 mg/kg/hari) sebanyak 2 kali sehari, kemudian dikurangi menjadi 200 mg/hari (3-4 mg/kg/hari) setelah mencapai target terapi.

 Klorokuin fosfat juga sama efektifnya, diberikan dengan dosis 250 mg sebanyak 2 kali sehari, namun hidroksiklorokuin lebih sering dipilih karena efek samping yang timbul lebih jarang bila diberikan dengan dosis tidak melebihi 6,5 mg/kg/bb.

6) Thalidomid oral, metotreksat, dan mikofenolat dapat diberikan sebagai agen lini ketiga yang cukup efektif.

 Thalidomid 50-200 mg/hari.

 Metotreksat (7,5-25 mg dengan satu kali pemberian setiap minggu).

 Mikofenolat mofetil (2,5-3 gr yang dibagi dalam dua kali pemberian sehari).

7) Pemberian agen non-imunosupresif:

 Dapson dengan dosis awal 25 mg yang diberikan 2 kali sehari, isotretinoin 0,5-2 mg/kg/hari.

 Asitretin 10-50 mg/ hari.

b) Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi pada penderita SLE yaitu terdiri atas (PRI, 2011);

1) Meminimalkan paparan faktor pencetus, seperti kelelahan, paparan sinar matahari secara langsung, stress.Stress akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis untuk melepas hormon stress berupa adrenalin dan kortisol.

Peningkatan kedua hormon tersebut dapat meningkatkan respon imun, hal

ini terjadi karena kedua hormon tersebut dapat meningkatkan aktivitas dari

sel B untuk memproduksi antibodi (Arifah, S., dan Purwanti, S.O., 2008)

(11)

2) Menghentikan kebiasaan merokok karena hydrazines dalam asap rokok dapat memicu terjadinya lupus.

3) Menjaga kondisi tubuh dengan olahraga secara teratur

4) Kurangi makanan yang mengandung lemak, garam dan kacang-kacangan.

Konsumsi lemak yang berlebih dapat menyebabkan stress reaksi pada sel lemak sehingga akan menyebabkan terlepasnya faktor pro-inflamasi dalam jaringan lemak. Jika inflamasi terjadi terus menerus, maka hal ini dapat memperparah kondisi penderita SLE. Konsumsi garam berlebih dapat memperparah kondisi penderita SLE. Hal ini disebabkan karena dapat terjadinya penumpukan garam yang menyebabkan volume cairan ekstraseluler meningkat sehingga tekanan darah meningkat yang tidak hanya akan memperparah kondisi ginjal pasien SLE, tetapi juga akan memperparah kondisi jantung pasien. Kacang-kacangan seperti kedelai juga dapat memperparah SLE. Hal ini karena kandungan dalam kedelai seperti senyawa isoflavon yang dapat meningkatkan produksi hormon estrogen, sehingga akan mempengaruhi sistem imun tubuh pasien (Wathan, 2016).

5) Kontrol kondisi secara rutin ke dokter.

6.

Terapi Diet pada Kasus SLE

1.

Protein

Karena tingginya kejadian gangguan fungsi ginjal pada SLE, maka total asupan protein perlu disesuaikan. Pembatasan asupan protein telah terbukti memiliki efek menguntungkan dalam mengontrol perkembangan penyakit ginjal. Secara khusus, diet yang dibatasi protein (0,6 g / kg per hari) memperbaiki status gizi dan laju filtrasi glomerulus pada pasien dengan SLE dengan penyakit ginjal kronis. Selain itu, asupan protein yang berlebihan telah terbukti menghasilkan kehilangan mineral tulang pada pasien dengan SLE remaja.

Pembatasan diet sumber phenylalanine dan asam amino tirosin juga telah terbukti bermanfaat pada penderita SLE. Produk fenilalanin dan tirosin terdapat pada produk daging sapi, produk susu dan olahannya.

2.

Lemak

Lemak merupakan salah satu makronutrien yang juga penting karena menyediakan lemak tak jenuh kembali ke jaringan dan limfosit dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sebuah studi menyebutkan konsumsi minyak ikan (180 mg EPA dan 120 mg DHA) mengamati pengurangan asam aisadonat, keadaan peradangan dan agregasi trombosit, serta viskositas darah dan leukotrien B4. Minyak ikan, yang dikenal sebagai salah satu sumber utama ω-3, memiliki efek anti-inflamasi dan anti-autoimun (dengan penghambatan limfosit T dan B).

Selain itu, ia memiliki efek penekanan aktivitas makrofag dan produksi metabolit

(12)

cyclooxygenase, terbukti bermanfaat secara signifikan dalam status klinis, imunologis dan biokimia Odapus. Konsumsi makanan kaya akan zat gizi mencakup kacang-kacangan, ikan, minyak ikan, minyak zaitun, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian kaya akan fitokimia, asam lemak omega-3, dan antioksidan.

3. Serat

Asupan serat yang memadai direkomendasikan pada SLE karena efek menguntungkan dari serat dalam menurunkan risiko kardiovaskular, meningkatkan mobilitas usus, mempromosikan rasa kenyang, mengurangi kadar serum penanda peradangan, mengurangi glukosa darah dan lipid postprandial, serta memberikan densitas energi rendah. Rekomendasi asupan serat sebesar 14 g serat /1000 kkal yang dikonsumsi (atau 38 g untuk pria dan 25 g untuk wanita), dan asupan cairan yang memadai sangat penting. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi serat berbanding terbalik dengan risiko keparahan SLE.

4. Vitamin

Beberapa studi epidemiologi telah mengeksplorasi peran potensial dari asupan zat gizi antioksidan dan suplementasi pada pasien lupus. Pada SLE, stres oksidatif bertindak sebagai pemicu autoimunitas yang berkontribusi terhadap disregulasi sistem kekebalan, kejadian apoptosis abnormal dan produksi autoantibodi. Kondisi defisiensi vitamin A adalah salah satu gejala lupus yang cukup serius. Padahal Vitamin A penting untuk berbagai fungsi, termasuk pemeliharaan integritas sistem kekebalan. Pada penderita SLE, kekurangan vitamin D berkaitan dengan kurangnya paparan sinar matahari yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis dan fotosensitivitas pada pasien.

Penelitian menunjukkan bahwa vitamin D yang cukup dapat mencegah penyakit autoimun dengan meningkatkan jumlah atau fungsi sel T natural.

8

Asupan vitamin C dapat mencegah terjadinya keaktifan penyakit SLE.

5

Vitamin C dapat memediasi respons stres oksidatif pada SLE dan, memberikan efek menguntungkan pada perbaikan komponen kekebalan yang abnormal dan peradangan. Defisiensi vitamin D umum pada pasien dengan SLE dibandingkan pada populasi umum, sebagian karena pasien dengan SLE dianjurkan untuk menghindari sinar matahari, untuk mencegah disease flare. Vitamin D ditemukan dalam jumlah kecil dalam telur, ikan, susu, dan produk olahannya. Pemberian vitamin E menyebabkan kemunduran serangan dari autoimunitas yang dapat memperpanjang harapan hidup pada SLE.

5. Mineral

Pasien lupus disarankan untuk mengikuti diet rendah natrium karena bukti

menunjukkan bahwa kandungan natrium klorida yang berlebihan dalam makanan

mungkin menjadi faktor risiko potensial untuk Penyakit autoimun.

7

Terapi steroid

dapat menyebabkan retensi natrium, hiperglikemia, deplesi kalium dan kalsium,

dan keseimbangan nitrogen negatif. Efek sampingnya antara lain penambahan

berat badan, wajah bulat, berjerawat, mudah memar, patah tulang atau

(13)

osteoporosis, hipertensi, katarak, hiperglikemia atau onset diabetes, peningkatan risiko infeksi, dan sakit maag.

Pemeriksaan lab :

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat

pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada

penyakit lain. Karena itu

jika menemukan antibodi

antinuklear, harus dilakukan

juga pemeriksaan untuk

antibodi terhadap DNA rantai

ganda. Kadar yang tinggi

(14)

dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita

lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu

dilakukan untuk

memperkirakan aktivitas dan lamanya

penyakit.

Pemeriksaan lab :

(15)

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat

pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada

penyakit lain. Karena itu

jika menemukan antibodi

antinuklear, harus dilakukan

juga pemeriksaan untuk

antibodi terhadap DNA rantai

ganda. Kadar yang tinggi

(16)

dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita

lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu

dilakukan untuk

memperkirakan aktivitas dan lamanya

penyakit.

Pemeriksaan lab :

(17)

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat

pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada

penyakit lain. Karena itu

jika menemukan antibodi

antinuklear, harus dilakukan

juga pemeriksaan untuk

antibodi terhadap DNA rantai

ganda. Kadar yang tinggi

(18)

dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita

lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu

dilakukan untuk

memperkirakan aktivitas dan lamanya

penyakit.

Pemeriksaan lab :

(19)

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat

pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada

penyakit lain. Karena itu

jika menemukan antibodi

antinuklear, harus dilakukan

juga pemeriksaan untuk

antibodi terhadap DNA rantai

ganda. Kadar yang tinggi

(20)

dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita

lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu

dilakukan untuk

memperkirakan aktivitas dan lamanya

penyakit.

B. pemeriksaan diagnostic dan laboratorium pada kasus SLE 1) Pemeriksaan Penunjang menurut Roviati (2012):

a. Pemeriksaan Darah :

Leukopenia/limfopeni

(21)

Anemia

Trombositopenia

Laju Endap Darah (LED) meningkat b. Imunologi :

Antibodi Anti Nuclear (ANA)

Antibodi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) untai ganda (dsDNA) meningkat

Tes C-reactive Protein (CRP) positif c. Fungsi Ginjal :

Kreatinin serum meningkat

Penurunan Gromerular Filtration Rate (GFR)

Protein uri (>0,5 gram per 24 jam)

Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular

d. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulasi lupus : Activated Partial Thromboplastin Time (APPT) memanjang yang tidak memperbaiki pada pemberian plasma normal

e. Tes Vital :

Adanya Imunoglobulin (Ig M) pada persambungan dermoepidermal pada kulit yang terlibat dan yang tidak terlibat.

C. Pendidikan Kesehatan dan upaya pencegahan primer,sekunder,teriser

Upaya pencegahan primer,sekunder,teriser pada kasus SLE

1. Pencegahan Primer (Melakukan Diagnosis dan Terapi Dengan Tepat) Setiap individu yang mempunyai riwayat keluarga SLE, maka klinisi perlu untuk mencurigai adanya lupus pada pasien tersebut atau bila ada pasien dengan ANA positif dengan kadar rendah dan menunjukkan peningkatan kadar adanya autoantibodi dsDNA, U1RNP, ribosomal P atau Sm harus dievaluasi secara ketat terutama pasien yang berisiko menderita SLE, misalnya wanita dengan kehamilan (Doria & Briani, 2008). Pencegahan primer ini terbukti bermanfaat pada pasien dengan asimptomatik tetapi mempunyai gambaranlaboratorium yang abnormal. Pencegahan primer yang dilakukan adalah

menganjurkan pasien untuk tidak terpapar matahari,

berhenti merokok,

menghindari obat-obatan yang dapat memicu SLE.

Suplemen vitamin D mungkin disarankan pada individu tanpa gejala untuk memberikan efek imunomodulator potensial tanpa efek samping obat yang penting (Gatto,2019).

Bentuk pencegahan primer lain adalah pencegahan trombosis terutama individu

yang mempunyai antibodi antiphospolipid syndrome dan mengevaluasi risiko

trombosis antara lain merokok, genetic hypercoagulability, penyakit ginjal,

(22)

pemakaiankortikosteroid, adanya antibodi fosfolipid terapi baru diberikan pada pasien dengan kehamilan imobilisasi yang lama (Gatto, 2019)

2. Pencegahan Sekunder

Tindakan pencegahan kedua adalah mencegah supaya penyakit tidak progresif dan mempertahankan fungsi organ, misalnya gagal ginjal pada lupus nefritis, gejala sisa akibat NPSLE, dan scarring alopecia (Lateef, 2012).Pada lupus nefritis akan terjadi global improvement mungkin karena diagnosis dibuat lebih awal. Selain itu, pada fase awal pasien lebih dini mendapatkan mycophenolate mofetil (MMF), antimalarial, dan biologic treatment. Tindakan ini dapat menunda perburukan fungsi ginjal (Gatto, 2019).

3. Pencegahan Tersier

Ditujukan kepada para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari kasus yang terjadi. Pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan seperti metil prednisolon atau prednison, siklofosfamid IV bila perlu ditambah siklosporin atau IVIg.

D. Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksanaan kasus SLE

(23)

http://journal.unilak.ac.id/index.php/dz/article/view/5973

E.

Peran dan fungsi perawat dalam kasus SLE
(24)

Peran perawat khusus penyakit SLE ada 4 yaitu:

1. Peran perawat preventif dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu memberi informasi mengenai pencegahan risiko infeksi pada penyakit SLE dengan cara makan makanan yang sehat, menghindari paparan sinar matahari, dan istirahat yang cukup.

2. Peran perawat promotif dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu sebagai pendidik yaitu menasihati pasien SLE mengenai risiko tinggi terhadap infeksi dan penyakit kardiovaskular yang dimana Mendidik pasien dengan SLE tentang pengaruh lemak dan tujuan mengontrol tekanan darah untuk meminimalkan risiko penyakit arteri koroner,Pasien dengan SLE juga perlu diberikan pendidikan kesehatan terkait nutrisi, diantaranya untuk menambah konsumsi makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D.

3. Peran perawat kuratif dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE sehingga pasien dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.

4. peran perawat rehabilitative dalam masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien anak dengan SLE yaitu menganjurkan pasien untuk banyak beristirahat agar SLE tidak mengalami kekambuhan.

F. Konsep Asuhan Keperawatan

(25)

PENG KAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Unit : Tgl. Pengkajian :

Ruang/Kamar : Waktu Pengkajian :

Tgl. Masuk RS : Auto Anamnese :

Allo Anamnese :

1. IDENTIFIKASI

a. KLIEN

Nama Initial : Ny. z

Tempat/Tgl Lahir (umur) : ………...

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Status Perkawinan : blom menikah

Jumlah Anak : -

Agama/Suku : katolik/ batak toba

Warga Negara : Indonesia Asing

Bahasa yang Digunakan : Indonesia

Daerah ………

Asing ………..

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : -

Alamat Rumah : Medan selayang

Nama Mahasiswa yang Mengkaji : kelompok 5 NIM:-

(26)

b. PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny.T

Alamat : Medan selayang

Hubungan dengan klien : Orang tua klien

2. DATA MEDIK

a. Dikirim oleh : UGD (namanya) ………

Dokter praktek (namanya) ………

b. Diagnosa Medik :

b.1. Saat Masuk : ...

b.2. Saat Pengkajian : ...

3. KEADAAN UMUM

a. KEADAAN SAKIT : Klien tampak sakit ringan* / sedang* / berat*

(*pilih sesuai kondisi pasien)

Alasan : Tak bereaksi* / baring lemah* / duduk* / aktif* / gelisah* / posisitubuh* / pucat* / Cyanosis */ sesak napas* / penggunaanalat medik yang digunakan

………...

Lain-lain : ………...

(*

pilih sesuai kondisi pasien

)

b. RIWAYAT KESEHATAN

1). Keluhan Utama :

Pasien mengeluh nyeri dan kaku pada seluruh badan skala nyeri : 7,kulit kering dan bersisik dan mengelupas pada beberapa bagian tubuh dan semakin parah jika terkena sinar matahari

2). Riwayat kesehatan sekarang :.

(27)

pasien lemas,meringis kesakitan karna nyeri dan merasa panas , kulit kering, bersisik dan mengelupas pada beberapa bagian kulit,Denyut nadi meningkat,TD meningkat dan Suhu meningkat dan penurunan BB > 10 %

3). Riwayat kesehatan masa lalu :

Sejak satu bulan terakhir pasien merasakan panas seluruh badan dan kulitnya kering/bersisik,rambut rontok dan semakin parah apabila terpapar sinar matahari

4. TANDA-TANDA VITAL a. Kesadaran :

1). Kualitatif : Compos mentis Somnolens

Apatis Soporocomatous 2). Kuantitatif :

Skala Coma Glasgow :

> Respon Motorik : 5

> Respon verbal : 5

> Respon Membuka Mata : 2

> Jumlah : 12

3). Kesimpulan : Apatis

b. Flapping Tremor / Asterixis : Positif Negatif

c. Tekanan darah : 150/90 mm Hg

MAP : mm Hg

Kesimpulan : Hipertensi derajat 1

d. Suhu :38,5 OC Oral Axillar Rectal e. Pernafasan : Frekuensi 26 X/menit

Coma

(28)

1). Irama : Teratur Kusmuall Cheynes-Stokes

2). Jenis : Dada Perut

5. PENGUKURAN

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 50 kg

IMT : 18

Kesimpulan : Kurus

Catatan : ………..

6. GENOGRAM : ( 3 generasi / keturunan )

7. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

I. PERSEPSI KESEHATAN – PEMELIHARAAN KESEHATAN

1). Riwayat Penyakit Yang Pernah Dialami :

(29)

(Sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, gangguan kehamilan/persalinan, abortus, transfusi, reaksi alergi)

Kapan Catatan

……….…………...

……….……

………

Kapan Catatan

……….………

……….……

………

2). Data Subyektif

Pasien menyatakan nyeri terutama pada persendian. Pasien merasa panas seluruh badan badan selama 1 bulan, dan pasien merasakan kulitnya kering/ bersisik, pecah-pecah rambut rontok dan semakin parah apabila terpapar sinar matahari

3. Data Obyektif

- Kebersihan rambut : rambut pasien rontok pada saat terpapar matahari - Kulit kepala : kulit kepala terdapat lesi

- Kebersihan ulit : kulit pasien tampak kering/bersisik

- Kebersihan rongga mulut : tampak sariawan dan bibir pecah pecah - Kebersihan genitalia : terdapat benjolan.

- Kebersihan anus : -

II. NUTRISI DAN METABOLIK

1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

(30)

Keluarga klien mengatakan bahwa tidak ada gangguan makan dan minum . makan 3 kali sehari dengan menu seimbang 1 porsi nasi, sayur 1 porsi, ikan 1 porsi, dan buah 1 potong sekali dalam sehari. Semua makanan yang disajikan selalu habis

b. Keadaan sejak sakit

keluarga klien mengatakan setelah sakit selera makan pasien berkurang dan tidak bisa menghabiskan porsi yang disajikan

2). Data Obyektif

a). Pemeriksaan Fisik (Narasi)

- Keadaan nutrisi rambut : rambut tampak rontok - Hidrasi kulit : Terdapat ruam kemerah merahan

- Palpebrae :

- Conjungtiva : tampak pucat (anemis )

- Sclera : ………

- Rongga mulut : tampak sariawan dan bibir pecah pecah

- Gusi :

- Gigi Geligi : Utuh

Tidak utuh 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 atas

(beri tanda pada gigi yang tanggal ) 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 bawah - Gigi palsu : tidak ada

Tidakada

Adagigi palsu 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 atas

(beri tanda pada gigi yang palsu) 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 bawah

- Kemampuan mengunyah keras : ………

- Lidah : ………...

(31)

- Tonsil : Ada pembesaran T ………

Tidakada pembesaran

- Pharing : ….………

- Kelenjar parotis : Ada pembesaran Tidakada pembesaran

- Kelenjar tyroid : Ada pembesaran Tidakada pembesaran

- Abdomen

= Inspeksi : Bentuk ………

= Auskultasi : Peristaltik …………X / menit

= Palpasi : Tanda nyeri umum ………..

* Massa ………

* Hidrasi kulit ………..

* Nyeri tekan : R. Epigastrica

Titik Mc. Burney

R. Suprapubica

R. Illiaca

= Perkusi ………

* Ascites Negatif

Positif, Lingkar perut …/…/…Cm

- Kelenjar limfe inguinal Teraba ada pembesaran

Tidakteraba pembesaran

(32)

- Kulit :

= Uremic frost Negatif Positif

= Edema Negatif Positif

= Icteric Negatif Positif

= Tanda-tanda radang : Rubor

= Lain-lain ( yang ditemukan selain yang tetulis di atas) ………...

III. POLA ELIMINASI 1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

Keluarga klien mengatakan BAB 1 kali sehari setiap pagi, konsistensi lembek, warna kuning dempul dan berbau khas feses. BAK 6 kali sehari , warna kuning jernih, tidak ada masalah.

b. Keadaan sejak sakit

Keluarga klien mengatakan setelah pasien sakit , Pasien buang BAK 2 kali sehari dan buang BAK 6-7 Kali sehari

2). Data Obyektif a. Observasi

...

...

...

(33)

b. Pemeriksaan Fisik

- Palpasi Suprapubika : Kandung kemih Penuh kosong - Nyeri ketuk ginjal :

= Kiri : Negatif Positif

= Kanan : Negatif Positif

- Mulut Urethra : ………

- Anus :

= Peradangan : Negatif Positif

= Hemoroid : Negatif Positif

= Penemuan lain : ………

IV. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN 1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

pasien mengatakan sebelum sakit aktivtas normal / tidak tergangggu b. Keadaan sejak sakit

pasien mengatakan sejak sakit aktivitas terganggu karna jika terkena matahari kulit pasien terasa nyeri dan panas .

2). Data Obyektif a). Observasi b). Aktivitas Harian

- Makan

- Mandi

- Berpakaian

1 : mandiri

2 : bantuan dengan alat

3 : bantuan orang 4 : bantuan orang

dan alat

5 : bantuan penuh

0 2

(34)

- Kerapian

- Buang air besar

- Buang air kecil

- Mobilisasi ditempat tidur

- Ambulansi

- Postur tubuh /gaya jalan : normal - Anggota gerak yang cacat : normal

c). Pemeriksaan Fisik

- Perfusi pembuluh perifer kuku : normal - Thorax dan Pernafasan

= Inspeksi : Bentuk Thorax : normal

* Stridor Negatif Positif

* Dyspnea d’effort Negatif Positif

* Sianosis Negatif Positif

= Palpasi : Vocal Fremitus ………

= Perkusi : Sonor Redup Pekak

Batas paru hepar : normal

Kesimpulan : ………

= Auskultasi :

Suara Napas : normal

Suara Ucapan : normal

(35)

Suara Tambahan : tidak ada - Jantung

= Inspeksi : Ictus Cordis : normal = Palpasi : Ictus Cordis : normal

Thrill: Negatif Postitif

= Perkusi (dilakukan bila penderita tidak menggunakan alat bantu pada jantung)

Batas atas jantung : ………...

Batas kanan jantung : ………...

Batas kiri jantung : ………...

= Auskultasi :

Bunyi Jantung II A : ………...

Bunyi Jantung II P : ………..

Bunyi Jantung I T : ………..

Bunyi Jantung I M : ………..

Bunyi Jantung III Irama Gallop : Negatif Positif Murmur : Negatif

Positif : Tempat :………..

Grade : ……….

HR : 130 X - Lengan Dan Tungkai

= Atrofi otot : Negatif Positif, lokasi di :...

= Rentang gerak :………...

* Mati sendi : Ditemukan Tidak ditemukan

(36)

* Kaku sendi Ditemukan Tidakditemukan

= Uji kekuatan otot : Kiri

Kanan

= Reflex Fisiologik :………

= Reflex Patologik : Babinski,

* Kiri Negatif Positif

* Kanan Negatif Positif

= Clubing Jari-jari : Negatif Positif

= Varices Tungkai : Negatif Positif

- Columna Vertebralis

= Inspeksi : Tidak ditemukan kelainan bentuk Ditemukan kelainan bentuk

= Palpasi :

* Nyeri tekan : Negatif Positif

* N. VIII Rombeng Test : Negatif Positif

Tidakdiperiksa, alasannya : ……

* Kaku duduk : ………

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

(37)

V. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT 1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit b. Keadaan sejak sakit 2). Data Obyektif

a). Observasi :

- Expresi wajah mengantuk : Negatif

Positif

- Palpebrae Inferior berwarna gelap : Negatif

Positif

VI. POLA PERSEPSI KOGNITIF-PERSEPTUAL

1). Data Subyektif a. Keadaan sebelum sakit

b. Keadaan sejak sakit

...

...

...

2). Data Obyektif a). Observasi

...

...

...

b). Pemeriksaan Fisik - Penglihatan

(38)

= Cornea : ………

= Visus : ………

= Pupil : ………

= Lensa Mata : ………

= Tekanan Intra Ocular (TIO): ………

- Pendengaran

= Pina : ………

= Canalis : ………

= Membran Tympani : ………

= Tes Pendengaran : ………

- Pengenalan rasa nyeri pada gerakan lengan dan tungkai :

...

...

...

VII. POLA PERSEPSI DIRI / KONSEP DIRI

( perasaan kecemasan,ketakutan, atau penilaian terhadap dirinya mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri dan

identitas dirinya )

1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

pasien mengatakan sebelum sakit dirinya dia sangat percaya diri saat melakukkan aktivitas

b. Keadaan sejak sakit

pasien mengatakan tidak percaya diri keluar rumah dan berteman dengan orang karna Keadaan kulitnya yang kering dan mengelupas

2). Data Obyektif

(39)

a). Observasi

- Kontak mata saat bicara : normal

- Rentang perhatian : Perhatian penuh / fokus : Mudahteralihkan

: Tidak ada perhatian/tidak fokus - Suara dan cara bicara : normal

b). Pemeriksaan Fisik

- Kelainan bawaan yang nyata : tidak ada

- Penggunaan protesa : Tidak Ada

- Bila ada pada organ : Hidung Payudara

Lengan Tungkai

VIII. POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA

(berkaitan dengan pekerjaan klien, status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan klien dengan keluarga, dan gangguan peran yang dilakukan)

1). Data Subyektif a. Keadaan sebelum sakit

pasien mengatakan percaya diri dan bersosial atau berinteraksi dengan normal b. Keadaan sejak sakit

pasien mengatakan malu atau tidak percaya diri keluar rumah dan berteman / bersosial dengan orang karna kulit ya yang kering dan mengelupas

2). Data Obyektif Observasi

(40)

Kulit kemerahan dan bersisik serta menegelupas dibeberapa bagian IX. POLA REPRODUKSI – SEKSUALITAS

(masalah sexual yang berhubungan dengan penyakit yg dideritanya)

1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

...

...

...

b. Keadaan sejak sakit

...

...

...

2). Data Obyektif a. Observasi

...

...

b. Pemeriksaan Fisik

...

...

...

X. MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES

1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

b. Keadaan sejak sakit

(41)

2). Data Obyektif a). Observasi

kulit mengelupas di beberapa bagian tubuh, pasien lemas b). Pemeriksaan Fisik

- Kulit : = Keringat dingin : tidak

= Basah : tidak

XI. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN / KEYAKINAN

1). Data Subyektif

a. Keadaan sebelum sakit

...

...

...

b. Keadaan sejak sakit

...

...

...

2). Data Obyektif Observasi

...

...

...

Nama dan Tanda Tangan Mahasiswa Yang Mengkaji (kelompok 5 )

(42)

PROGRAM STUDI NERS STIKes SANTA ELISABETH

Jln. Bunga Terompet No. 118, Kel. Sempakata Kec. Medan Selayang

MEDAN

-0618214020-0618225509

http://stikeselisabethmedan.ac.id/, email: st[email protected]

ANALISA DATA

(43)

Nama/Umur : ………..

Ruang/Kamar : ….……….

D a t a

Etiologi Masalah Subyektif Obyektif

a.Pasien mengatakan nyeri saat bergerak b.Pasien mengatakan merasa cemas saat bergerak

a. Kekuatan otot klien menurun, b. fisik lemah c. tampak lemah d. sendi kaku

kerusakan integritas struktur tulang

Gangguan mobilitas fisik

a. Pasien mengeluh nyeri b. kaku pada persendian dan sulit tidur

a.Pasien tampak meringis b. gelisah c.Hr :130x/menit d. TD: 150/90

agen pencedera fisiologis ( iflamasi )

Nyeri akut

a. Pasien mengatakan tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher

a.Pipi dan leher klien tampak kemerahan b.adanya kerusakan jaringan kulit c. nyeri pada bagian kulit

perubahan pigmentasi

Gangguan integritas kulit

(44)

a.Pasien mengatakan tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher

b.Pasien mengatakan perasaan negati tentang

perubahan tubuh

a.Klien merasa malu bertemu dengan orang lain selalu menunduk dan menutupi wajahnya dengan masker

b.Hubungan social berubah c.Klien

Menghindari melihat

dan/menyentuh bagian tubuh

perubahan

struktur/bentuk tubuh

Gangguan citra tubuh

(45)

a.Pasien mengatakan nafsu makan menurun dan b.pasein dan sulit menelan

a.pasien mengatakan badanya panas b.pasien mengatakan mudah lelah

a. Berat badan pasien menurun b. otot

pengunyah lemah

a.demam b.nyeri c.penurunan jumlah sel darah putih

ketidakmampuan mencerna makanan

Kerusakan integritas kulit

Risiko defisit nutrisi

Resiko Infeksi

(46)

PROGRAM STUDI NERS STIKes SANTA ELISABETH

Jln. Bunga Terompet No. 118, Kel. Sempakata Kec. Medan Selayang

MEDAN

-0618214020-0618225509

http://stikeselisabethmedan.ac.id/, email: st[email protected]

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama/Umur : ………..

Ruang/Kamar : ……….

N

o Diagnosa Keperawatan Nama Jelas

1.

2.

3.

4.

5.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri saat bergerak Pasien mengatakan merasa cemas saat bergerak, Kekuatan otot klien menurun,fisik lemah, tampak lema, sendi kaku

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( iflamasi ) Pasien mengeluh nyeri , pasien mengatakan kaku pada persendian dan sulit tidur, Pasien tampak meringis ,gelisah,Hr : 130x/menit, TD: 150/90

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi Pasien mengatakan tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, Pipi dan leher klien tampak kemerahan adanya kerusakan jaringan kulit, nyeri pada bagian kulit

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh, Pasien mengatakan tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher,Pasien mengatakan perasaan negati tentang perubahan tubuh, Klien merasa malu bertemu dengan orang lain selalu menunduk dan menutupi wajahnya dengan masker, Hubungan social berubah , Klien Menghindari melihat dan/menyentuh bagian tubuh

Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan, Berat badan pasien menurun , otot pengunyah lemah.

KELOMPOK 5

(47)

6.

Resiko Infeksi berhubungan dengan keadaan dimana seseorang individu beresiko terserang oleh agens patogenik atau oportunistik(Virus,jamur,bakteri,protozoa atau parasit lain)

(48)

Lampiran : 7

CP. 6

PROGRAM STUDI NERS STIKes SANTA ELISABETH

Jln. Bunga Terompet No. 118, Kel. Sempakata Kec. Medan Selayang

MEDAN

-0618214020-0618225509

http://stikeselisabethmedan.ac.id/, email: st[email protected]

RENCANA KEPERAWATAN

Nama/Umur : ………

Ruang/Kamar : ………

No. Diagnosa

Keperawatan

Hasil Yang

diharapkan Rencana Tindakan Rasional

1

Gangguan

mobilitas fisik (D.0054)

Mobilitas Fisik (L.05042)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil:

1.Pergerakan ekstermitas meningkat 2.Kaku sendi menurun

3.Kelemahan fisik menurun

Dukungan Mobilisasi (I.05173)

Observasi :

1. Identifiksi adanya keluhan fisik

2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan Terapeutik :

3. Fasilitasi melakukan pergerakan

4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi :

5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

6. Anjurkan melakukan mobilisasi dini

(49)

2

3

Nyeri akut ( D.0077)

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

Tingkat nyeri (L.08066)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, tingkat nyeri

menurun dengan kriteria hasil:

1.Keluhan nyeri menurun dari skala 5 menjadi 1

2.Ekspresi wajah meringis menurun 3.Kesulitan tidur menurun

4.Frekuensi nadi membaik dalam rentang (60-100 x/menit)

Integritas kulit dan jaringan (L.14125) Setelah dilakukan

Manajemen Nyeri (I.082338) Observasi:

1. Identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri (PQRST)

2. Identifikasi respon nyeri Terapeutik:

3. Ajarkan teknik non-

farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi nafas dalam)

Edukasi:

4. Jelaskan informasi pada klien dan keluarga terkait penyebab, periode dan pemicu nyeri 5. Jelaskan strategi meredakan nyeri

Kolaborasi :

6. Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgetik

Perawatan integritas kulit (I.11353)

(50)

4

pigmentasi

Gangguan citra tubuh

asuhan keperawatan, integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil:

1. Elasitas meningkat 2. Nyeri menurun 3. Kemerahan menurun

Citra Tubuh (L.09067)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, citra tubuh meningkat dengan kriteria hasil:

1. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun 2. Verbalisasi ke khawatiran pada penolakan/reaksi orang lain menurun

Observasi:

1. Identifikasi gangguan integritas kulit

Terapeutik:

2. Ubah posisi 2 jam tirah baring

3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang

Edukasi:

4. Anjurkan menggunakan pelembab

5. Anjurkan meningkatan asuran sayur dan buah

Promosi Citra Tubuh (I.09305)

Observasi:

1. Identifikasi perubahan citra tubuh

2. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

Terapeutik:

3. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya

4. Diskusikan stress yang mempengaruhi citra tubuh Edukasi:

5. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh

(51)

5.

6.

Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan

ketidakmampuan mencerna makanan

Resiko Infeksi

Status Nutrisi (L.03030)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, status nutrisi

membaik dengan kriteria hasil:

1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat 2. Nafsu makan membaik

3. Membran mukosa membaik

Tingkat

Infeksi(L.14137) 1.Kebersihan tangan meningkat

2.kebersihan badan Meningkat

3.demam menurun 4.kemerahan Menurun

6. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh

Manajemen Nutrisi (I.03119) Observasi:

1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan Terapeutik:

3. Anjurkan makan sedikit tetapi sering

Edukasi:

4. Edukasi pentingnya nutrisi untuk kebutuhan tubuh Kolaborasi:

5. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait nutrisi yang diperlukan, jika perlu

Manajemen

imunisasi/Vaksinasi(I.14508) Observasi

1.Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi

2 identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi(reaksi anafilaksis terhadap vaksin) Teraupetik

3.Dokumentasikan informasi

(52)

5.Nyeri menurun 6.Bengkak menurun

vaksinasi Edukasi

4.Jelaskan tujuan,manfaat,reaksi yang terjadi,jadwal,dan efek samping

Pencegahan infeksi(I.14539) Observasi

1,Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Teraupetik

2.Berikan perawatan kulit pada area edema

3.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

4.pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

Edukasi

5.Jelaskan tanda dan gejala infeksi 6.ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

7.ajarkan cara memeriksa kondisi luka

8.anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

9.anjuran meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi

10.kolaborasi pemberian imunisasi,jika perlu

(53)

PROGRAM STUDI NERS STIKes SANTA ELISABETH

Jln. Bunga Terompet No. 118, Kel. Sempakata Kec. Medan Selayang

MEDAN

-0618214020-0618225509

http://stikeselisabethmedan.ac.id/, email: st[email protected]

PELAKSANAAN KEPERAWATAN

Nama/Umur : Nn A/ 40 Tahun………

Ruang/Kamar : Ruang Melati/ 78………

Tgl No

DP Waktu Pelaksanaan Keperawatan Nama

Jelas

(54)

1

2

Dukungan Mobilisasi (I.05173) Observasi :

1. Mengidentifiksi adanya keluhan fisik

2.Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan Terapeutik :

3. memfasilitasi melakukan pergerakan

4. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi :

5. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 6. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini

Manajemen Nyeri (I.082338) Observasi:

1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri (PQRST)

2. Mengidentifikasi respon nyeri Terapeutik:

3. Mengjarkan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi nafas dalam)

Edukasi:

4. Menjelaskan informasi pada klien dan keluarga terkait penyebab, periode dan pemicu nyeri

5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi :

1. Melakukan kolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgetik

Perawatan integritas kulit (I.11353) Observasi:

1. Mengdentifikasi gangguan integritas kulit

(55)

3

4

5

Terapeutik:

2. Mengubah posisi 2 jam tirah baring

3. Melakukan pemijatan pada area penonjolan tulang Edukasi:

4. Menganjurkan menggunakan pelembab

5. Menganjurkan meningkatan asuran sayur dan buah

Promosi Citra Tubuh (I.09305) Observasi:

1. Mengidentifikasi perubahan citra tubuh

2. Mengdentifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

Terapeutik:

3. Mendiskusikan perubahan tubuh dan fungsinya 4. Mendiskusikan stress yang mempengaruhi citra tubuh Edukasi:

5. Menjelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh

6. Menganjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh

Manajemen Nutrisi (I.03119) Observasi:

1. Mengidentifikasi status nutrisi

2. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan Terapeutik:

3. Menganjurkan makan sedikit tetapi sering Edukasi:

4. Mengedukasi pentingnya nutrisi untuk kebutuhan tubuh Kolaborasi:

5. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi terkait nutrisi

(56)

6.

yang diperlukan, jika perlu Observasi

1.mengidentifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi 2 mengidentifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi(reaksi anafilaksis terhadap vaksin)

Teraupetik

3.Mendokumentasikan informasi vaksinasi Edukasi

4.Menjelaskan tujuan,manfaat,reaksi yang terjadi,jadwal,dan efek samping

Pencegahan infeksi(I.14539) Observasi

1,Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Teraupetik

2.Memberikan perawatan kulit pada area edema

3.Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

4.Mempertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

Edukasi

5.Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

6.Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar 7.Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka 8.Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi 9.Menganjuran meningkatkan asupan cairan Kolaborasi

10.Mengkolaborasi pemberian imunisasi,jika perlu

(57)

PROGRAM STUDI NERS STIKes SANTA ELISABETH

Jln. Bunga Terompet No. 118, Kel. Sempakata Kec. Medan Selayang

MEDAN

-0618214020-0618225509

http://stikeselisabethmedan.ac.id/, email: st[email protected]

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny A/40 Tahun………

Ruang/Kamar : Ruang Melati/ 78………

Tanggal Evaluasi (SOAP) Nama

Jelas

DP : Gangguan mobilitas fisik

S : Pasien mengatakan masih nyeri saat bergerak, cemas sudah mulai

(58)

berkurang saat bergerak

O : Kekuatan otot klien masih menurun dan tampak lemah sudah mulai berkurang

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan

DP: Nyeri akut

S : Pasien mengatan nyeri pada daerah wajah dan leher mulai berkurang dan masih sulit tidur

O :Pasien masih tampak meringis dan gelisah dan menghindari daerah yang nyeri apabila disentuh

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan

DP : Gangguan integritas kulit

S : Pasien mengatakan masih tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher

O : Pipi dan leher klien tampak masih kemerahan A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

DP : Gangguan citra tubuh

S : Pasien mengatakan tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher

O : Klien merasa malu bertemu dengan orang lain selalu menunduk dan menutupi wajahnya dengan memakai masker

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan DP : Risiko defisit nutrisi

S : Pasien mengatakan nafsu makan Sudah membaik O : Berat badan pasien kembali normal

A : Masalah teratasi

(59)

P : Intervensi dihentikan

DP.Resiko Infeksi

S:Pasien mengatakan badannya panas dan mudah lelah O:Badan demam dan nyeri

A:Masalah belum teratasi P:Intervensi dilanjutkan

(60)
(61)

BAB PENUTUP

A. Kesimpulan

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit hasil dari regulasi sistem imun yang terganggu, yang menyebabkan autoantibodi diproduksi berlebihan, yang pada kondisi normal di produksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari benda asing (virus, bakteri, alergen, dan lain - lain) namun pada kondisi ini antibodi tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri (Fatmawati, 2018)

Penyebab Systemic Lupus Erythematosus dibagi menjadi 2 faktor, yaitu :

Faktor Genetik

Faktor Lingkungan Diagnosis Keperawatan:

berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,

Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan Tanda dan Gejala SLE adalah Keletihan,Sakit kepala,Nyeri pada sendi/bengkak (artritis),Demam,Anemia,Nyeri dada,Ruam kemerahan seperti kupu-kupu pada pipi, Sensitif terhadap sinar atau cahaya matahari (fotosensitif),Rambut yang rontok sampai dengan botak,Perdarahan Jari pucat atau kebiruan saat dingin (Fenomena Raynaud) dan Sariawan di mulut atau koreng di hidung (ulserasi).

B. Saran

Setelah kita mempelajari tentang asuhan keperawatan pada SLE,semoga kita

sebagai bisa mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari kita terlebih dalam

dunia praktik keperawatan.Penulis sadar dan mengakui, masih banyak kesalahan dan

kekurangan , Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari

para pembaca guna dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang

dalam makalah kami ini.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyati, Y., Wahyuni, T. D. Musiana., Yulita, R. F. Suryanti (2022). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Dill Keperawatan Jilid 11. Jakarta: Mahakarya Citra Utama.

Ns. Fitri Mailani. M.Kep (2023). Asuhan Keperawatan Pada Pasien System Lupus Ertyhematous (SLE). Jl. Kristal Blok H2 Pabean Udik Indramayu Jawa Barat.

Pingkan ( 2020) studi dokumentasi risiko infeksi pada pasien An. N dengan systemic lupus erythematosus (sle).Yogyakarta.YKY.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Yuliasih ( 2020 ) Buku perkembangan patogenesis dan tatalaksana systematic lupus eriythematosus.Jakarta.Abdi pusaka

https://www.alomedika.com/penyakit/alergi-dan-imunologi/lupus-eritematosus- sistemik/penatalaksanaan

http://repository.akperykyjogja.ac.id/320/1/KTI%20PINGKAN%20ANGGRAINI_2317027.pdf

(63)

\

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita Systemic Lupus Erythematous (SLE) memiliki 

Banyak orang tidak mengetahui mengenai penyakit lupus atau Systemic Lupus erythematosus (SLE), sehingga cukup banyak juga yang beranggapan lupus merupakan penyakit langka dan

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau yang lebih dikenal dengan istilah lupus adalah penyakit autoimun, sejenis alergi terhadap diri sendiri. Zat anti yang dibentuk

After four cycles of cyclo-phosphamide therapy Digital ulcers and gangrene are relatively rare manifestations in systemic lupus erythematosus SLE.1 A study held in Beijing only found

Systemic lupus erythematosus SLE เป็น โรคออโตอิมมูนที่มักจะมีความผิดปกติของอวัยวะได้ หลายระบบพร้อม ๆ กัน ที่พบมากที่สุดคือ ข้อ, ผิวหนัง, ไต, สมอง และปอด พบในผู้หญิงมากกว่าผู้ชายประมาณ

INTRODUCTION The development and the exacerbation of pre-existing autoimmune phenomena including systemic lupus erythematosus SLE, rheumatoid arthritis, autoimmune hepatitis,

Comparison of reported patients with the diagnosis of systemic lupus erythematosus SLE with renal involvement and concurrent Crohn’s disease CD Case Age/ gender SLE/CD duration

Systemic Lupus Erythematosus SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor Isenberg and Horsfall,1998 dan dikarakterisasi oleh adanya