9 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi di mana anak di bawah usia lima tahun gagal tumbuh karena kekurangan gizi kronis, terutama selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK), sehingga mereka terlalu pendek untuk usia mereka (Astuti et al., 2020). 1000 hari pertama, dari bayi hingga dua tahun, adalah periode kritis dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan anak, membutuhkan kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa (Dwi Ananta et al., 2023) Akibat dari stunting yaitu jangka pendek dan jangka panjang, seperti kekurangan asupan gizi, peningkatan morbiditas dan mortalitas, perkembangan yang buruk, peningkatan risiko penyakit dan infeksi tidak menular di masa dewasa, dan penurunan produktivitas dan kemampuan ekonomi (Sari, 2024). Anak balita dikatakan stunting jika nilai z-score di bawah 2 s/d standar deviasi (stunted) dan kurang dari 3 s/d (sangat stunted) dapat dilihat pada tabel 2.1 (Siringoringo et al., 2020).
2.1.2 Faktor Penyebab Stunting
Beberapa faktor penyebab stunting yaitu (Adriani et al., 2022) 1. Asupan Makanan
Makanan adalah kebutuhan utama manusia untuk bertahan hidup. Energi pangan sangat penting untuk menunjang segala aktivitas manusia. Jika seseorang tidak mendapatkan cukup energi dari makanan mereka, mereka mungkin harus meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh mereka untuk menutupinya. Kebiasaan meminjam ini, bagaimanapun, dapat menyebabkan masalah serius, seperti kekurangan gizi, terutama energi.
2. Penyakit Infeksi
Infeksi merupakan gejala klinis penyakit pada anak yang menyebabkan penurunan nafsu makan, yang mengakibatkan penurunan asupan makan anak. Anak tersebut mengalami kekurangan zat gizi dan cairan jika asupan makanannya berkurang selama waktu yang lama dan disertai dengan muntah dan diare.
Serapan yang terhambat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baduta dan dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat.
3. Pola Asuh
Metode pemberian makan dapat membantu mencegah stunting. Sejak usia dini, nutrisi yang sehat dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan anak. model nutrisi
bagi orang tua untuk menyediakan makanan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan gizi anak seperti sumber energi dari beras, umbi-umbian, dll.
4. Pelayanan Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh kebersihan yang baik. Keamanan pangan dan kebersihan pangan dapat meningkatkan kemungkinan penyakit menular. Tempat yang tidak bersih dapat memungkinkan berbagai bakteri masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit seperti diare, parasit usus, demam, malaria, dan banyak lagi. Infeksi dapat menghambat penyerapan nutrisi, menyebabkan malnutrisi dan penurunan pertumbuhan.
5. Faktor Ekonomi
Krisis ekonomi merupakan salah satu penyebab utama keterlambatan pertumbuhan anak dan berbagai masalah gizi, berdasarkan karakteristik pendapatan keluarga. Sebagian besar anak stunting berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu, dan status ekonomi yang rendah meningkatkan kemungkinan insufisiensi dan kualitas pangan karena rendahnya daya beli masyarakat.
6. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya dapat menyebabkan stunting pada anak. Beberapa budaya atau perilaku masyarakat yang terkait dengan masalah kesehatan, terutama gizi buruk pada anak,
mengatur cara makan, penyajian, penyiapan, dan jenis makanan apa yang boleh dikonsumsi. Hal ini dapat membuat hal-hal yang dianggap tabu tentang makan makanan tertentu menjadi lebih menarik. Untuk mencegah malturasi, orang harus dididik tentang efek kebiasaan makan yang tidak sehat dan perubahan perilaku.
7. Faktor Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan gizi buruk karena berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan memahami makanan.
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kebiasaan makan balita sebagai bagian dari sistem pangan.
8. Faktor Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan, kebiasaan makan mempengaruhi perilaku makan, seperti lingkungan keluarga yang dipengaruhi oleh promosi di media elektronik dan cetak serta lingkungan rumah dan sekolah. Iklan makanan juga menarik orang, yang mempengaruhi pola makan mereka, sehingga dapat mempengaruhi pola makan mereka.
2.1.3 Ciri – Ciri Stunting
Ciri- ciri anak menderita stunting sebagai berikut : (Akbar & Huriah, 2022)
1. Pertumbuhan fisik tubuh melambat 2. Pertumbuhan gigi terlambat
3. Wajah tampak lebih muda dari usianya
4. Tanda pubertas terlambat
5. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya 6. Pada usia 8-10 tahun, anak menjadi lebih pendiam dan tidak banyak
melakukan kontak mata terhadap orang disekitarnya
2.1.4 Pengukuran Stunting
Panjang Badan (PB) digunakan pada anak-anak usia 0 hingga 24 bulan yang diukur terlentang; jika diukur berdiri, hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm. Sementara itu, indeks Tinggi Badan (TB) digunakan pada anak-anak usia di atas 24 bulan yang diukur berdiri; jika diukur terlentang, hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangi 0,7 cm dan untuk pengukuran Indeks BB/U menunjukkan berat badan anak sehubungan dengan umurnya. Ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang, yang disebut underweight, atau sangat kurang (PERMENKES RI, 2020)
Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas Status Gizi Anak Indeks Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z Score) Berat Badan menurut
Umur (BB/U) anak usia 0-60 Bulan
Berat badan sangat kurang ( severely underweight )
<-3 SD Berat badan kurang
(underweight)
- 3 SD sd < -2 SD Berat badan normal -2 SD sd + 1 SD Risiko berat badan
lebih
> +1 SD Panjang Badan atau
Tinggi Badan
menurut Umur (PB/U
Sangat pendek (severely stunted)
<-3 SD
atau TB/U) anak usia 0-60 bulan
Pendek (Stunted) - 3 SD sd < -2 SD
Normal -2 SD sd + 3 SD
Tinggi > +3 SD
2.1.5 Dampak Stunting
Pada 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak, kekurangan nutrisi biasanya menyebabkan stunting, Dampak dari stunting sendiri yaitu : (Akbar & Huriah, 2022)
1. Jangka Pendek
a. Hambatan perkembangan b. Penurunan fungsi kekebalan
c. Penurunan fungsi kognitif Gangguan sistem pembakaran 2. Jangka Panjang
a. Mudah sakit b. Obesitas
c. Penurunan toleransi glukosa
d. Penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis 2.1.6 Pencegahan Stunting
Stunting istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya masalah gizi jangka panjang yang dipengaruhi oleh kondisi ibu atau calon ibu, masa janin, dan masa bayi atau balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa bayi atau balita. Selain masalah kesehatan ibu dan bayi, stunting juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi lain yang
secara tidak langsung memengaruhi kesehatan. Oleh karena itu, upaya perbaikan harus mencakup upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik biasanya dilakukan di bidang kesehatan, tetapi hanya menyumbang 30% dari kontribusi, sedangkan intervensi gizi sensitif mencakup berbagai bidang, seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulan, dan ketahanan pangan (Kiik S.M & Nuwa M.S, 2020).
2.2 Pola Asuh
2.2.1 Pengertian Pola Asuh
Pola asuh anak berarti suatu proses yang ditunjukkan untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual seorang anak sedari lahir hingga dewasa (Anis Millati et al., 2021). Pola asuh makan yang diterapkan oleh ibu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita (Lolan &
Fauzia, 2023). Pola asuh yang baik ditemukan dalam metode pemberian makanan, Metode pemberian makan dapat membantu mencegah stunting. Sejak usia dini, nutrisi yang sehat dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan anak (Adriani et al., 2022)
2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh
Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola asuh orang tua dalam keluarga, diantaranya: (Supenawinata, 2019)
1. Budaya setempat
Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat dan budaya yang berkembang di dalamnya
2. Ideologi yang berkembang dalam diri orangtua
Orangtua yang mempunyai keyakinan dan ideologi tertentu cenderung untuk menurunkan kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa nantinya nilai dan ideologi tersebut dapat tertanam dan dikembangkan oleh anak dikemudian hari
3. Letak geografis dan norma etis
Penduduk pada dataran tinggi tentu memiliki perbedaan karakteristik dengan penduduk dataran rendah sesuai tuntutan dan tradisi yang dikembangkan pada tiap-tiap daerah
4. Orientasi religious
Orangtua yang menganut agama dan keyakinan religius tertentu senantiasa berusaha agar anak pada akhirnya nanti juga dapat mengikutinya.
5. Status ekonomi
Dengan perekonomian yang cukup, kesempatan dan fasilitas yang diberikan serta lingkungan material yang mendukung cenderung mengarahkan pola asuh orangtua menuju perlakuan tertentu yang dianggap orangtua sesuai.
6. Bakat dan kemampuan orangtua
Orangtua yang memiliki kemampuan komunikasi dan berhubungan dengan cara yang tepat dengan anaknya cenderung akan mengembangkan pola asuh yang sesuai dengan diri anak.
7. Gaya hidup
Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar cenderung memiliki ragam dan cara yang berbeda dalam mengatur interaksi orangtua dan anak.
2.2.3 Jenis Pola Asuh
Orang tua dalam mendidik anaknya berbeda-beda, tetapi hampir tidak ada yang sama. Berikut jenis pola asuh diantaranya adalah:
(Supenawinata, 2019) 1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan- aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi.
2. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau
muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki.
2.3 Pengelolaan Sampah 2.3.1 Pengertian Sampah
Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik yang tidak berguna lagi dan perlu dikelola untuk menghindari membahayakan lingkungan (Gobai et al., 2021).
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Jumlah sampah
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah sampah yaitu: (Seraficha Gischa, 2023)
1. Sosial Ekonomi
Jumlah sampah yang dihasilkan meningkat di masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang tinggi karena mereka cenderung menjalani gaya hidup konsumtif. Selain itu, semakin banyak jenis sampahnya yang sulit atau bahkan tidak membusuk.
2. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi juga memengaruhi jumlah dan jenis sampah. Masyarakat di kota-kota yang menggunakan teknologi canggih cenderung membuang sampah lebih banyak daripada masyarakat di desa yang menggunakan teknologi sederhana.
Penduduk kota membuang sampah dalam jumlah yang lebih sedikit dan sebagian besar adalah sampah organik yang mudah terurai, tetapi penduduk desa juga membuang sampah anorganik yang sukar
terurai, seperti bekas perabot elektronik dan plastik bungkus makanan.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan bertanggung jawab atas kualitas lingkungan. Pendidikan mengajarkan masyarakat untuk berpikir kritis dan rasional tentang keadaan lingkungannya. Pendidikan juga dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah bagi lingkungan dan cara mengelola sampah dengan baik. Semakin banyak orang yang didik, semakin banyak kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk mengelola sampah.
4. Letak Geografi
Tumbuhan dan kebiasaan masyarakat dipengaruhi oleh etak geografi. Di dataran tinggi, banyak sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman lain, yang pada akhirnya akan memengaruhi jenis dan jumlah sampah.
5. Faktor Waktu
Bergantung pada apakah itu mingguan, bulanan, tahunan, atau harian. Jumlah sampah setiap hari berbeda-beda tergantung pada waktu. Contohnya, ada peningkatan jumlah sampah pada siang hari dibandingkan dengan pagi hari .
2.3.3 Jenis – Jenis Sampah
Sampah diklasifikasikan menjadi dua (dua) kategori berdasarkan sifatnya:
1. Sampah organik
Sampah yang terdiri dari daun, daunan, kayu, kertas, karton, tulang, makanan ternak, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sampah organik terdiri dari senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dan mudah dirusak oleh mikroba
2. Sampah anorganik
Sampah yang terdiri dari barang-barang seperti kaleng, plastik, besi, dan Mikroba tidak dapat mendegradasi sampah ini.
Sedangkan sampah berdasarkan lokasinya dibagi menjadi 2 (dua) kategori berdasarkan lokasinya:
1. Sampah kota (urban), yang merupakan sampah yang terkumpul di kota-kota besar;
2. Sampah daerah, yang merupakan sampah yang terkumpul di daerah- daerah di seluruh negara.
2.3.4 Sistem Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan
akhir. Pengelolaan sampah sendiri terbagi menjadi 4 macam, yaitu:
(Taji, 2023)
1. Sistem pengelolaan sampah tradisional
Dalam sistem pengelolaan sampah yang seperti ini masih dengan menyangkut sampah ketempat pembuangan sampah sementara atau langsung kepada tempat sampah akhir, dan masih membutuhkan dana untuk retribusi dalam suatu wilayahcakupan yang masih relatif kecil.
2. Sistem pengelolaan sampah kumpul angkut
Dengan sistem ini selain mengangkut sampah, masyarakat juga melakukan pengangkutan serta pengolahan sampah yang masih sangat sederhana dan cakupan wilayah nya lebih luas di banding dengan sistem pengolahan sampah tradisional.
3. Sistem pengolahan sampah mandiri
Dengan sistem ini masyarakat mulai memilah sampah yang mereka hasilkan sehari-hari. Selain itu mereka juga melakukan pengumpulan selain melakukan pengangkutan yang tentu saja sistemnya lebih baik daripada kedua sistem pengelolaan sampah yang telah disebutkan. Masyarakat dapat mengontrol jumlah produksi sampah yang dihasilkan
2.4 MCK
2.4.1 Pengertian MCK
MCK, atau jamban sehat, adalah ketika kotoran atau tinja dibuang ke tanki septik daripada ke sungai atau laut. Akses dan pemenuhan jamban sehat merupakan faktor risiko lingkungan yang menyebabkan stunting, dan salah satu kriteria rumah yang sehat adalah memiliki jamban sehat (Azizah, 2023). MCK digunakan untuk sarana mandi, mencuci, dan buang air (Kementerian PUPR, 2022).
2.4.2 Standar Pembangunan MCK
Standarisasi bangunan MCK yaitu: (Kementerian PUPR, 2022)
1. Pencahayaan alami diupayakan optimal agar pada siang hari pengguna MCK tidak perlu menyalakan lampu penerangan listrik.
2. Lubang ventilasi dirancang agar mendapatkan pergantian udara dari dua arah dan peredaran udara dapat terjadi dengan baik.
3. Dinding kamar mandi/kakus harus dapat kedap air agar percikan air tidak merusak komponen bangunan.
4. Jumlah pemakai MCK keluarga maksimum 6 orang 5. Jumlah pemakai MCK komunal minimum 6 KK
6. Jarak maksimal antara lokasi MCK umum dengan rumah penduduk yang dilayani adalah 100 m.
7. Untuk mencegah pencemaran dari air limbah ke sumur air bersih, jarak sumur/bidang peresapan ke sumur air bersih minimum 10meter.
8. Pada MCK komunal, tata letak bangunan dapat disesuaikan dengan kapasitas layanan dan kondisi wilayah setempat. Kamar mandi dan toilet untuk pria dan wanita dipisahkan.
9. Kamar mandi dilengkapi bak mandi atau shower
10. Bangunan MCK dilengkapi pintu dengan ukuran lebar 0,6-0,8 m dan tinggi minimum 1,8 m.
11. Pada MCK keluarga mempunyai persyaratan luas lantai kamar mandi/kakus minimum 2,25 m2 (1,5 m x 1,5 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan ke arah lubang pembuangan sekitar 1 %.
12. Pada MCK komunal mempunyai persyaratan luas lantai setiap ruangan untuk pria mempunyai luas lantai minimum yaitu 1,8 m 2 (1,5 m x 1,2 m), ruangan wanita mempunyai luas lantai minimum
yaitu 2,4 m 2 (2,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan ke arah floor drain.
13. Kloset jongkok atau kloset duduk dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kloset dilengkapi dengan peralatan penampung air perapat dengan ukuran 50 mm-100 mm.
b. Tempat kaki harus dibuat sebagai perlengkapan kloset jongkok.
c. Diameter lubang pemasukan tinja minimal 75 mm. 4) jarak antar dinding bangunan sampai ke kloset minimum 20 cm - 25 cm.
d. Dudukan kloset jongkok ditinggikan minimum 10 cm dari lantai dengan kemiringan lantai 1% dan dilengkapi dengan floordrain.
e. Kloset duduk dilengkapi dengan fasilitas penampungan air yang mempunyai kapasitas gelontor maksimum 10 L.
14. Tempat cuci pakaian memiliki luas minimum 2,4 m2 (1,2 x 2 m), dibuat tidak licin dan kemiringan kearah lubang pembuangan sekitar 1 %. Tempat cuci dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat cuci dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan
ukuran minimum 0,60 m x 0,80 cm.
15. Sistem perpipaan air limbah, mempunyai persyaratan sebagai berikut:
a. Diameter pipa PVC minimum 110 m
b. Kemiringan minimum 2 %.
c. Disetiap belokan harus dilengkapi bak kontrol untuk mengontrol pembersihan pipa.
d. Pipa air limbah mempunyai kemiringan minimum 2 %, belokan lebih besar 45 % dipasang clean out atau pengontrol pipa dan belokan 90 % sebaiknya dihindari atau dengan dua kali belokan atau memakai bak kontrol.
e. Setiap unit alat plambing air limbah dilengkapi perangkap air dengan ukuran 50 mm-100 mm untuk mencegah bau dan mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lainnya.
16. Sistem perpipaan air bersih:
a. Pipa air bersih yang tertanam dalam tanah dapat memakai pipa PVC, PE dengan diameter minimum 12,5 mm atau ½ inchi.
b. Pipa air bersih yang dipasang di atas tanah dan tanpa perlindungan dapat dipakai pipa besi dengan diameter minimum 12,5 mm atau 1/2 inchi.
c. Jumlah kran yang dibutuhkan harus sesuai dengan kebutuhan.
17. Semua ruangan harus dapat menampung pelayanan pada waktu (jam-jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap bangunan MCK untuk jumlah tertentu
18. Utilitas pelengkap seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL), saluran drainase, listrik untuk penerangan dan kebutuhan pompa listrik.
2.5 Hubungan Pengaruh Pola Asuh, Pengelolaan Sampah dan MCK Terhadap Kejadian Stunting
Stunting merupakan permasalahan global yang dipengaruhi oleh Faktor sosial, lingkungan dan biologi (Adriani et al., 2022). Pola asuh yang negatif, pengelolaan sampah yang tidak baik, dan ketidakpastian MCK dapat meningkatkan risiko stunting (UNICEF Indonesia, 2022). Stunting tidak hanya memiliki efek jangka pendek pada balita, tetapi juga memiliki efek jangka panjang, seperti postur tubuh yang buruk saat dewasa, penurunan kesehatan reproduksi, penurunan kemampuan belajar, dan prestasi yang buruk di sekolah (Anis Millati et al., 2021).
Pelayanan kesehatan, nutrisi, dan kebersihan anak sangat bergantung pada cara pengasuhan (Anis Millati et al., 2021). Pola asuh yang negatif dapat mengurangi pembiaran nutrisi dan interaksi bayi dan anak. Ini dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan mereka (Maryani et al., 2023). Hasil dari pengelolaan sampah yang buruk dapat menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan tercemar, Hal ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit pada anak-anak (Mariana et al., 2021). Kondisi sanitasi yang buruk juga dapat menyebabkan paparan terhadap bakteri dan parasit, yang dapat mengganggu kesehatan dan pertumbuhan anak-anak. Selain itu, praktik BABS yang meluas merupakan bahaya bagi masyarakat, terutama
bagi anak-anak (UNICEF Indonesia, 2022). Pentingnya pemerintah dan masyarakat dalam memperbaiki infrastruktur sanitasi dan mendidik masyarakat tentang pentingnya praktik sanitasi dan kebiasaan tidak sehat untuk mengatasi permasalahan stunting (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2020)
2.6 Kerangka Teori
Keterangan:
: tidak diteliti : diteliti
Aspek-aspek gaya hidup hedonis:
1. Kegiatan 2. Minat 3. Pendapat Faktor-faktor Stunting:
1. Usia
2. Lingkungan 3. Keluarga
Faktor-faktor gaya hidup hedonis:
1. Keyakinan agama yang lemah 2. Kelompok referensi
3. Keluarga 4. budaya
Stunting
Dampak:
1. Pergaulan bebas 2. Konsumtif dan boros 3. Tawuran
4. Pemalas 5. Matrealistis 6. Tidak bertanggung
jawab Pola Asuh
1. Otoriter 2. Demokrasi
Gambar 2. 1 Kerangka Teori Pengelolaan Sampah
MCK
2.7 Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan kontrol diri dengan gaya hidup hedonis pada remaja di SMA Negeri 1 Glenmore.
Variabel dependen Stunting Variabel Independen
Kontrol Diri
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep
13 BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah tahapan yang harus dilakukan oleh peneliti agar penelitian dapat terlaksana (Mulyadi, 2019). Jenis penelitian ini menggunakan analitik korelasi dengan pendekatan kuantitatif, yaitu menjelaskan hubungan kontrol diri dengan gaya hidup hedonis yang menggunakan rancangan cross sectional untuk hubungan variabel X dan Y.
Penelitian cross sectional adalah penelitian dimana lebih mengutamakan waktu pengukuran dan observasi data setiap variabel dalam waktu yang sama atau hanya dilakukan satu kali (Yunitasari et al., 2020).
3.2 Populasi dan Sampel Populasi 3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di SMA Negeri 1 Glenmore kelas XI jurusan Ilmu Pengetahun Sosial dengan jumlah 90 anak.
3.2.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling sebanyak 90 anak remaja di SMA Negeri 1 Glenmore.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 1 Glenmore, penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2023.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu hal apa saja yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi kemudian ditarik kesimpulan (Purwanto, 2019). Peneliti menggunakan 2 variabel yaitu:
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan timbulnya variabel dependent (Purwanto, 2019). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kontrol diri.
2. Variabel dependen (terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Purwanto, 2019). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu gaya hidup hedonis.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah arti dari variable dengan menetapkan kegiatan-kegiatan untuk mengukur variabel tersebut (Amalia, 2019).
Table 1.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi
operasional
Cara &
Alat ukur
Hasil skala
1. Variabel independen:
Kontrol Diri
Kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku
Kuesioner (SCS)
Sangat tidak setuju = 1 Tidak setuju = 2 Setuju = 3 Sangat setuju = 4
Kategori:
>60 = tinggi 40-60 = sedang
<40 = rendah
Ordinal
Lanjutan tabel n 2.1
2. Variabel dependen:
Gaya Hidup Hedonis
Seseorang yang mengganggap tujuan hidupnya hanya untuk mencari kesenangan sendiri
Kuesioner Sangat tidak setuju = 1 Tidak setuju = 2 Setuju = 3 Sangat setuju = 4
Kategori:
>60 = rendah 40-60 = sedang
<40 = tinggi
Ordinal
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui aspek yang diteliti dalam sebuah penelitian (Chaq et al., 2019). Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti menggunakan 2 kuesioner yaitu kontrol diri dan gaya hidup hedonis yang telah lolos uji validasi dan reabilitas. Kuesioner yang digunakan untuk kontrol diri dan gaya hidup hedonis menggunakan skala likert dengan bentuk cheklist dalam jawaban sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS) yang terdiri dari 24 pertanyaan.
3.7 Uji Validitas dan Uji Reabilitas 3.7.1 Uji Validitas
Validasi adalah sejauh mana suatu tes atau skala secara akurat untuk melakukan fungsi ukurnya (Lestari, 2021). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner pada peneliti terdahulu yang sudah di uji validasi. Uji validitas kuesioner 24 item pertanyaan valid dengan nilai >0,195 (Psikologi et al., 2018).
3.7.2 Uji Reabilitas
Uji reabilitas digunakan untuk mengukur sejuah mana hasil pengukuran dengan suatu alat dapat dipercaya (Noorisa & Hariyono, 2022). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach Alpha, jika instrumen memiliki nilai >0,60 maka
dikatakan reliable. Dari hasil uji reabilitas skala kontrol diri diperoleh sebesar 0,662, dan skala gaya hidup hedonis sebesar 0,865 (Mukti et al., 2022).
3.8 Cara Pengumpulan Data
Cara peneliti mengumpulkan data dengan prosedur sebagai berikut:
1. Peneliti mengatur kuesioner yang akan diisi oleh responden sebagai alat pengumpulan data.
2. Kuesioner yang sudah di uji validitas dan reabilitas diberikan kepada responden yang sesuai dengan sampel yang ditentukan oleh peneliti.
3. Pertanyaan yang tidak valid direvisi untuk mendapatkan pertanyaan yang sesuai dengan variabel dependen dan independen.
4. Peneliti meminta surat izin kepada pihak kampus untuk mengadapakan penelitian.
5. Peneliti memberitahu tujuan penelitian dan meminta responden menandatangani lembar persetujuan.
6. Sesudah responden mengerti cara mengisi kuisioner, peneliti mendampingi responden dalam mengisi dan menjawab pertanyaan jika responden bertanya atau kurang mengerti.
7. Setiap kuisioner yang sudah di isi akan diambil datanya oleh peneliti.
8. Responden yang bersedia menjawab kueisioner diberikan hadiah sebagai ucapan terimakasih.
3.9 Analisa Data
3.9.1 Analisa Univariat
Analisa univariant adalah analisa yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel (Priantoro, 2018). Analisa univariat yang digunakan pada penelitian ini meliputi karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, dan variabel independen (kontrol diri) dan variabel dependen (gaya hidup hedonis).
3.9.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menganalisis variabel yang terdiri dari 2 variabel yaitu variabel independen dan dependen (Heryana, 2020). Analisa bivariat pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis yang dianalisis dengan uji statistik Chi Square. Jika nilai signifikansinya < 0,05 hipotesis diterima, jika > 0,05 maka hipotesis ditolak (Mukti et al., 2022).
3.10 Etika Penelitian
3.10.1 Informed Concent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan untuk mendapatkan persetujuan antara peneliti dengan responden sebelum pengambilan data. Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk bersedia atau tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.
3.10.2 Anonimity (tanpa nama)
Tujuan menjaga privasi responden, peneliti hanya mencantumkan inisial responden di lembar persetujuan
3.10.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti mampu menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh, data informasi hanya digunakan untuk kepentingan peneliti dan tidak dapat dilihat oleh siapapun tanpa seizin peneliti.
13
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, P., Aisyah, I. S., Wirawan, S., Hasanah, L. N., Idris, Nursiah, A., Yulistianingsih, A., & Siswati, T. (2022). Stunting Pada Anak. In S. T. K.
Oktavianis, S.ST., M.Biomed Rantika Maida Sahara (Ed.), PT Global
Eksekutif Teknologi (Vol. 124, Issue November). PT GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI Anggota.
https://www.researchgate.net/publication/364952626
Akbar, I., & Huriah, T. (2022). Modul Pencegahan Stunting. In SETIAWAN (Ed.), Modul Pencegahan Stunting.
Amalia, P. (2019). Hubungan Konsep Diri Dengan Gaya Hidup Hedonis Komunitas Vape Thirty One Skripsi.
Anis Millati, N., Awanda Ramadhani, D., Oktaviana, H., Aulia Rahman M, R., &
Subadri, I. (2021). Stunt ng (Akim Dharmawan (ed.); 1st ed.). PT Gramedia.
Astuti, D. D., Adriani, R. B., & Handayani, T. W. (2020). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka. 4(2), 2–6.
Chaq, M. C., Suharnan, S., & Rini, A. P. (2019). Religiusitas, Kontrol Diri dan Agresivitas Verbal Remaja. Fenomena, 27(2), 20–30.
https://doi.org/10.30996/fn.v27i2.1979
Dwi Ananta, S., Krisnana, I., & Tri Lestari, W. (2023). The Relationship Between Maternal Knowledge Level And Feeding Practices With Dietary Patterns In Stunted Children. Jurnal EduHealth, 14(3), 1393–1399.
https://doi.org/10.54209/jurnaleduhealth.v14i3.2762
Gobai, K. R., Surya, B., & Syafri, S. (2021). Pengelolaan sampah perkotaan. In Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan.
Heryana, A. (2020). Analisis Data Penelitian Kuantitatif. Universitas Esa Unggul, June, 1–188. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.31268.91529
I Komang Minggi Sagara Taji. (2023). Kejadian Stunting Di Desa.
Kementerian PUPR. (2022). Buku Saku Petumjuk Konstruksi Sanitasi 2022. In Jurnal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2020). Peta Jalan
Percepatan Pencegahan Stunting Indonesia 2018-2024. In TP2AK Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. https://stunting.go.id/peta-jalan-
percepatan-pencegahan-stunting-indonesia-2018-2024/
Kiik S.M & Nuwa M.S. (2020). Stunting dengan pendekatan Framework WHO - Google Books (R. Fahik (ed.); Issue August). CV. Gerbang Media Aksara.
Lestari, S. (2021). hubungan antara gaya hidup hedonis dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa terhadap produk fashion. March, 1–19.
Lolan, Y., & Adni Fauzia, D. (2023). Pengaruh Pangan Lokal Dan Pola Asuh Makan Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita 6- 24 Bulan Di Kota Bandung. Jurnal Kesehatan Mahardika, 10(2), 72–79.
https://doi.org/10.54867/jkm.v10i2.170
Mariana, R., Nuryani, D. D., & ... (2021). Hubungan sanitasi dasar dengan kejadian stunting di wilayah kerja puskesmas Yosomulyo kecamatan Metro pusat kota Metro tahun 2021. JOURNAL OF Community …, 1–18. http://e- jurnal.iphorr.com/index.php/chi/article/view/99
Maryani, N., Novita, A., & Hanifa, F. (2023). Hubungan Pola Pemberian Makan , Pola Asuh dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-59 Bulan di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Tahun 2022. 02, 396–403. https://doi.org/10.53801/sjki.v2i3.130
Mukti, W., Lestari, Y., Psikologi, P. S., Psikologi, F., & Surakarta, U. M. (2022).
Hubungan kontrol diri dan gaya hidup hedonis terhadap perilaku konsumtif pada mahasiswa universitas muhammadiyah surakarta.
Mulyadi, M. (2019). Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian Mohammad Mulyadi. Studi Komunikasi Dan Media, 16(1), 71–80.
Noorisa, G., & Hariyono, D. S. (2022). Kontrol Diri Terhadap Nomophobia Pada Remaja. Jurnal Bimbingan Dan Konseling Pandohop, 2(2), 30–37.
https://doi.org/10.37304/pandohop.v2i2.5243
PERMENKES RI. (2020). STANDAR ANTROPOMETRI ANAK. In
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (Vol. 34, Issue 8). http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2013.01.032
Priantoro, H. (2018). Hubungan Beban Kerja Dan Lingkungan Kerja Dengan Kejadian Burnout Perawat Dalam Menangani Pasien Bpjs. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 16(3), 9–16. https://doi.org/10.33221/jikes.v16i3.33
Psikologi, P. S., Ilmu, F., Dan, S., & Negeri, U. I. (2018). MAHASISWA ISLAM DI YOGYAKARTA.
Purwanto, N. (2019). Variabel Dalam Penelitian Pendidikan. Jurnal Teknodik, 6115, 196–215. https://doi.org/10.32550/teknodik.v0i0.554
Rizquita Azizah, Rahmatillah Razak, Anggun Budiastuti, D. S. (2023). Open Access. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2023, 6(12), 2579–2587.
Sari, Saputra, Ajani, A. T. (2024). Hubungan Sanitasi Lingkungan , Pola Asuh dan Pola Makan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sijunjung. Hubungan Sanitasi Lingkungan, Pola Asuh Dan Pola
Makan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sijunjung, 1(1), 42–48.
Seraficha Gischa. (2023). Faktor yang Mempengaruhi Jenis dan Jumlah Sampah.
Kompas.Com.
https://www.kompas.com/skola/read/2023/03/14/200000269/faktor-yang- memengaruhi-jenis-dan-jumlah-sampah?page=2
Siringoringo, E. T., Syauqy, A., Panunggal, B., Purwanti, R., & Widyastuti, N.
(2020). Karakteristik Keluarga Dan Tingkat Kecukupan Asupan Zat Gizi Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Baduta. Journal of Nutrition College, 9(1), 54–62. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i1.26693
Supenawinata, A. (2019). Be Smart Parent Dengan Pola Asuh Positif. In M. S.
Awit M.Sakinah (Ed.), Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Vol. 2, Issue August, pp. 36–38). LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.19684.91521
UNICEF Indonesia. (2022). Laporan Tahunan Indonesia 2022. In UNICEF Laporan Tahunan Indonesia 2022.
https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Tahunan_UNICEF_Indonesia_
2022.pdf
Yunitasari, E., Triningsih, A., & Pradanie, R. (2020). Analysis of Mother Behavior Factor in Following Program of Breastfeeding Support Group in the Region of Asemrowo Health Center, Surabaya. NurseLine Journal, 4(2), 94. https://doi.org/10.19184/nlj.v4i2.11515