• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini merupakan tinjauan pustaka yang mana berisi tinjauan dasar teori yang menunjang penelitian “Analisis Pengaruh Variasi Sudut Kampuh Pengelasan Kombinasi SMAW-FCAW Kampuh Single V Groove Terhadap Nilai Impact Weld Metal dan Struktur Mikro Material Baja ASTM A36” seperti pengelasan, Gas Tungsten Arc Welding (GTAW), Shielded Metal Arc Welding (SMAW) , parameter pengelasan, elektroda, metalografi, uji impak, diagram CCT, plat ASTM A36, serta penelitian terdahulu.

2.1 Pengelasan

Pengelasan adalah teknik penyambungan dua logam ataupun paduan logam dengan memanaskannya diatas titik cair atau dibawah titik cair logam disertai penetrasi maupun tanpa penetrasi, serta diberi logam pengisi (elektroda) atau tanpa logam pengisi (Cary, 1989). Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam ataupun logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair .

Teknik pengelasan dulu dilakukan secara konvensional dan diklasifikasikan berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan sebagainya. Sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut diatas akan terbaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak. Berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu, pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar, pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu dan pematrian

(2)

7 adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair (Wiryosumarto, 2000).

Gambar 2.1 Klasifikasi Cara Pengelasan (Wiryosumarto, 2000)

2.2 Pengelasan Flux Cored Arc Welding (FCAW)

Pengelasan Flux Cored Arc Welding (FCAW) adalah proses pengelasan busur listrik yang tercipta antara elektrod terumpan dan weld pool dengan menggunakan pelindung berupa fluxs yang terdapat di dalam elektroda yang berongga, dimana prosesnya dilakukan tanpa tekanan dan dapat diberi tambahan gas CO2 sebagai pelindung. Pada dasarnya proses pengelasan FCAW memiliki prinsip yang sama seperti proses pengelasan Gas Metal Arc Welding (GMAW).

Perbedaannya adalah elektroda (kawat las) yang digunakan diisi dengan fluxs (kemudian disebut dengan flux-core). Elektroda ini menghasilkan busur listrik yang lebih stabil, memperbaiki garis bentuk lasan dan menghasilkan sifat-sifat mekanik yang baik dari logam lasan. Fluks dalam elektroda ini lebih fleksibel dari

(3)

8 pada pelapisan yang rapuh atau getas yang digunakan pada elektroda SMAW (Shield Metal Arc Welding), sehingga elektroda yang berbentuk pipa dapat disediakan dalam bentuk gulungan yang Panjang pada suatu rol. Proses pengelasan FCAW ini merupakan proses semi otomatis dan dapat juga disebut sebagai kombinasi SMAW, GMAW, dan SAW (Wiryosumatro 2000).

Menurut Suharto (1991) Berdasarkan metode pelindung, Pengelasan FCAW dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Self shielding FCAW (pelindungan sendiri), yaitu merupakan proses melindungi logam las yang mencair dengan menggunakan gas dari hasil penguapan atau reaksi dari inti fluks. 17

2. Gas shielding FCAW (perlindungan gas) adalah perlindungan dengan dual gas, yaitu melindungi logam las yang mencair dengan menggunakan gas sendiri juga ditambah gas pelindung yang berasal dari luar sistem.

Dua metode di atas sama-sama menghasilkan terak las yang berasal dari flux dalam kawat las yang berfungsi untuk melindungi logam las saat proses pembekuan. Namun, perbedaan metode di atas terletak pada tambahan sistem pemasok gas dan welding torch yang digunakan. Pengelasan FCAW berdasarkan cara pengoperasiannya dibedakan menjadi dua, yaitu: otomatis (machine automatic) dan semi otomatis (semi automatic). Sifat-sifat utama (Principal features) yang dimiliki FCAW dalam proses pengelasan (Suharto,1991)

1. FCAW mempunyai sifat metalurgi las yang bisa dikontrol dengan pemilihan fluks.

2. Las FCAW mempunyai produktivitas yang tinggi, karena dapat pasokan elektroda las yang kontinu.

3. Saat pembentukan manik atau rigi-rigi las yang cair dapat dilindungi oleh slag yang tebal.

Pada pengelasan FCAW umumnya menggunakan gas CO2 atau campuran CO2 dengan Argon sebagai gas pelindung. Digunakan gas pelindung CO2 karena memiliki kelebihan kecepatan pengelasan yang tinggi dan mengasilkan penetrasi yang lebih dalam. Tetapi untuk menghindari logam las terjadi kontaminasi dengan udara luar atau menghindari porosity maka harus dilakukan pemilihan fluks yang mempunyai sifat pengikat oxygen atau deoxidizer (Wiryosumarto, 2000).

(4)

9 Gambar 2.2 Skema Pengelasan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) (Welding

Handbook, 1991)

2.3 Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW)

SMAW atau Shielded Metal Arc Welding merupakan suatu teknik pengelasan dengan menggunakan arus listrik berbentuk busur arus dan elektroda berselaput. Didalam pengelasan SMAW ini terjadi gas penyelimut ketika elektroda terselaput itu mencair, sehingga dalam proses ini tidak diperlukan tekanan/pressure gas inert untuk mengusir oksigen atau udara yang dapat menyebabkan korosi atau gelembung-gelembung didalam hasil las-lasan. Proses pengelasan terjadi karena arus listrik yang mengalir diantara elektroda dan bahan las membentuk panas sehingga dapat mencapai 3000oC, sehingga membuat elektroda dan bahan yang akan dilas mencair. Berdasarkan jenis arusnya, polaritas langsung dan reverse polarity – polaritas terbalik. Sedangkan mesin lasnya terbagi atas dua jenis yaitu constant current – arus tetap dan constant voltage – tegangan tetap, dimana pada setiap pengelasan busur arus listrik jika terjadi busur yang membesar akan menurunkan arus dan menaikkan tegangan serta pada busur yang memendek akan meningkatkan arus dan menurunkan tegangan (Welding Handbook, 1991).

(5)

10 Gambar 2.3 Bentuk Rangkaian Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

(Welding Handbook, 1991)

Las SMAW terdiri dari beberapa bagian peralatan yang disusun atau dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai suatu unit alat untuk pengelasan. Satu unit las SMAW terdiri dari :

a. Mesin pembangkit tenaga listrik/mesin las

Mesin las terdiri dari dua macam yaitu : mesin las arus bolak balik (mesin AC) dan mesin las arus searah (mesin DC). Pada mesin las AC terdapat transformator atau trafo yang berfungsi untuk menurunkan tegangan, kebanyakan trafo yang digunakan pada peralatan las adalah jenis trafo step-down, yaitu trafo yang berfungsi untuk menurunkan tegangan.

Sedangkan pada mesin las DC terdapat receiver atau penyearah arus yang berfungsi untuk mengubah arus bolak balik (AC) menjadi arus searah (DC).

b. Kabel las

Kabel las digunakan untuk mengalirkan arus listrik dari sumber listrik ke elektroda dan massa. Arus yang besar harus dapat dialirkan melalui kabel tanpa banyak mengalami hambatan, sehingga perlu dipilih kabel yang sesuai dengan arus yang dialirkan.

c. Elektroda

Berdasarkan selaput pelindungnya, elektroda dibedakan menjadi dua macam, yaitu elektroda polos dan elektroda berselaput. Elektroda berselaput terdiri dari bagian inti yang berfungsi sebagai filler metal dan zat pelindung atau fluks yang berfungsi untuk ; 1) melindungi cairan las,

(6)

11 busur kistrik, dan benda kerja yang dilas dari udara luar. Udara luar mengandung oksigen yang dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi, sehingga dapat mempengaruhi sifat mekanis dari logam yang dilas. 2) memungkinkan dilakukannya posisi pengelasan yang berbeda-beda. 3) memberikan sifat-sifat khusus pada hasil pengelasan dengan cara menambah zat-zat tertentu pada selaput elektroda dan lain sebagainya.

d. Pemegang elektroda

Pemegang elektroda berfungsi sebagai penjepit/pemegang ujung elektroda yang tidak berselaput, dan juga berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari kabel ke elektroda.

e. Tang penghubung kabel massa

Tang penghubung kabel massa berfungsi untuk menghubungkan kabel massa dengan benda kerja yang akan dilas.

f. Alat bantu

Alat bantu sifatnya tidak mutlak harus ada. Fungsinya adalah sebagai pembantu untuk mempermudah dalam pengelasan. Alat bantu yang umum digunakan contohnya : palu terak, tang untuk memegang benda kerja yang masih panas, sikat kawat, topeng las, dan sebagainya (Bintoro, 1999).

2.4 Jenis-jenis Sambungan Las

Secara umum sambungan las ada dua macam, yaitu sambungan sudut (fillet) dan sambungan tumpul (butt). Adapun macam-macam bentuknya adalah sebagai berikut :

1. Sambungan tumpul (Butt joint) 2. Sambungan sudut luar (Corner joint) 3. Sambungan tumpang (Lap joint) 4. Sambungan sumbat (Tee joint) 5. Sambungan celah (Slot joint)

Gambar 2.4 Bentuk Sambungan Las (Bintoro, 1999)

(7)

12 2.5 Jenis-jenis Kampuh Las

Kampuh las adalah bentuk persiapan pada suatu sambungan. Umumnya hanya ada pada sambungan tumpul, namun ada juga pada beberapa bentuk sambungan sudut tertentu, yaitu untuk memenuhi persyaratan kekuatan suatu sambungan sudut. Bentuk kampuh las yang banyak dipergunakan pada pekerjaan las dan fabrikasi logam adalah :

1. Kampuh I (Open square butt) 2. Kampuh V (Single vee butt) 3. Kampuh X (Double vee butt) 4. Kampuh U (Single U butt)

5. Kampuh K/sambungan T dengan penguatan pada kedua sisi (Reinforcement on T-butt weld)

6. Kampuh J/sambungan T dengan penguatan satu sisi (Single J-butt weld) Berikut ini adalah gambar bentuk-bentuk sambungan dan kampuh las

Gambar 2.5 Bentuk Kampuh Las (Bintaro, 1999)

2.6 Parameter Pengelasan

Parameter pengelasan harus diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap kualitas hasil dari suatu lasan , berikut beberapa parameter pengelasan:

(8)

13 2.6.1 Elektroda

Elektroda sangat penting dalam pengelasan busur listrik. Selama proses pengelasan, elektroda akan meleleh kemudian akhirnya habis. Jenis elektroda yang digunakan sangat menentukan hasil dari pengelasan, sehingga sangat penting untuk mengetahui jenis dan sifat-sifat masing-masing elektroda sebagai dasar pemilihan elektroda yang tepat.. Berdasarkan selaput pelindungnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu elektroda polos dan elektroda berselaput. Elektroda berselaput terdiri dari bagian inti dan zat pelindung atau fluks. Pelapisan fluks pada bagian inti dapat dilakukan dengan cara semprot atau celup. Selaput yang ada pada elektroda jika terbakar akan menghasilkan gas CO2 yang berfungsi untuk melindungi ciran las, busur listrik, dan sebagian benda kerja dari udara luar.

Untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, maka harus memperhatikan beberapa langkah antara lain (Bintoro, 1999).

a. Jenis logam yang akan dilas b. Tebal bahan yang akan dilas

c. Kekuatan mekanis yang diharapkan dari hasil pengelasan d. Posisi pengelasan

e. Bentuk kampuh benda kerja

Kode elektroda, berupa huruf dan angka mempunyai arti khusus yang sangat berguna untuk pemilihan elektroda. Kode elektroda sudah distandarkan atau ditetapkan. Badan standarisasi kode elektroda yaitu AWS (American Welding Society) dan ASTM (American Society for Testing and Materials). Symbol atau kode yang diberikan yaitu satu huruf E diikuti oleh empat atau lima angka dibelakangnya (Bintoro, 1999).

Pada penelitian ini elektroda yang digunakan dalam pengelasan SMAW yaitu dengan kode E7018, artinya :

E : Elektroda pada pengelasan busur listrik.

70 : Besar nilai tegangan tarik maksimum dari hasil pengelasan yaitu sebesar 70.000 psi atau sama dengan 492 Mpa.

1 : Posisi pengelasan ,angka 1 menunjukkan proses dapat dilakukan dalam semua posisi pengelasan.

8 : Elektroda dengan penembusan dangkal dan menengah, dan menujukkan

(9)

14 jenis selaput serbuk besi hidrogen rendah.

Tabel 2.1 Komposisi Elektroda E7018 Komposisi Kimia Elektroda E7018 (%)

S C Ni Nb Si Cr V Mn Mo W P Cu Ti 0,0

1 0,0

98 0,0

19 0,0

1 0,3

16 0,0

46 0,0

1 1,0

28 0,0

04 0,0

5 0,0

09 0,0

04 0,0

1

*)ASM Handbook,1995

Tabel 2.2 Hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Diameter

(mm)

Arus (Ampere)

2,4 dan 2,5 70 – 110

3,2 90 – 140

4,0 120 – 190

5,0 190 – 260

5,6 240 – 320

6,0 300 – 390

8,0 375 – 475

*)AWS A5.1/A5.1M, 2004

Elektroda yang digunakan pada pengelasan FCAW yaitu elektroda terumpan yang berfungsi sebagai pencipta busur nyala dan juga sebagai logam pengisi. Besar kecilnya ukuran elektroda tergantung pada bahan yang digunakan dan ukuran tebal bahan. Pada AWS A5.36 (2016) dijelaskan klasifikasi elektroda E71T1-C1A2-CS1-H5 seperti yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.3 Standar Penomoran Elektroda E71T1-C1A2-CS1-H5

Simbol Keterangan

E Menunjukkan Elektroda

7 Menunjukkan Kekuatan Tarik. Untuk A5.36, satu atau dua digit

(10)

15 menunjukkan kekuatan tarik minimum (bila dikalikan dengan 10.000 psi) dari logam las yang diendapkan dengan elektroda ini, yaitu sebesar 70.000 psi.

1

Menunjukkan Posisi Pengelasan. “1” adalah untuk semua posisi (datar, horizontal, vertikal dengan progresi ke atas atau ke bawah, dan overhead).

T1

Menunjukkan Kegunaan. Huruf "T" mengidentifikasikan sebagai elektroda berinti fluks atau inti logam. Hal ini mengacu pada kegunaan elektroda dengan persyaratan untuk polaritas dan karakteristik operasi umum. T1 menunjukan proses FCAW-G menggunakan polaritas DCEP dan digunakan dalam posisi flat, horizontal, vertical up, dan overhead.

C1

Menunjukkan Jenis Gas Pelindung. Dua atau tiga digit digunakan untuk menunjukkan jenis gas pelindung. C1 menunjukkan komposisi gas pelindung yang terdiri dari 100% CO2.

A2

Menunjukkan Temperatur Impak. Untuk A5.36 penunjuk ini menunjukkan suhu dalam °F pada atau di atasnya di mana ketangguhan takik logam las memenuhi atau melebihi 20 kaki·lbf. Untuk A5.36M penunjuk ini menunjukkan suhu dalam °C pada atau di atasnya di mana ketangguhan takik dari deposit lasan memenuhi atau melebihi 27 J. A2 menunjukkan ketangguhan takik (Charpy V-Notch) minimal 20 ft.lbf pada -20°F.

CS1

Menunjukkan Komposisi Deposit. Satu, dua atau tiga karakter digunakan untuk menunjukkan komposisi logam las yang diendapkan.

CS1 menunjukkan kadar unsur (%wt) C sebesar 0.12, Mn sebesar 1.75, Si sebesar 0.90, S sebesar 0.03, P sebesar 0.03, Ni Sebesar 0.5, Cr sebesar 0.2, Mo sebesar 0.3, V sebesar 0.08 dan Cu sebesar 0.35 pada elektroda baja karbon.

H5

Opsional, Menunjukkan Hidrogen Difusi Tambahan. H5 menunjukkan bahwa logam lasan memiliki rata-rata difusi hidrogen sebesar 5 mL/100g.

*)AWS A5.36, 2016.

Tabel 2.4 Komposisi Elektroda E71T1-C1A2-CS1-H5*) Komposisi

Kimia C Mn P S Si Cr Ni Mo

(11)

16

*)AWS A5.36, 2016

Tabel 2.5 Sifat Mekanik Elektroda E71T1-C1A2-CS1-H5*)

*)AWS A5.36, 2016

2.6.2 Arus Pengelasan

Arus sangat mempengaruhi dalam proses pengelasan busur listrik, besar kecil arus yang dipergunakan dalam proses pengelasan tersebut dapat menentukan ukuran dan bentuk hasil penetrasi dan deposit las. Pengaruh dari penggunaan arus dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Dengan adanya peningkatan arus maka akan meningkatkan pengadukan elektromagnetik pada kawah las. Arus yang lebih tinggi cenderung menghasilkan penetrasi yang lebih dalam dan luas daerah lasan sempit.

2. Dengan peningkatan arus akan menyebabkan meningkatnya kecepatan masukan panas maksimum ke daerah lasan dibawah pusat busur dan juga memperluas distribusi masukan panas.

3. Peningkatan arus pada pengelasan juga mengakibatkan masukan panas yang meningkat pada kampuh las. Masukan panas yang meningkat tersebut akan menurunkan kecepatan pendinginan pada logam las yang berpengaruh terhadap struktur dan mekanis yang terbentuk. Besarnya arus las yang diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran dari lasan, geometri sambungan, posisi pengelasan macam elektroda dan diameter inti elektroda.

Dalam hal daerah las mempunyai kapasitas panas yang tinggi makan dengan sendirinya diperlukan arus las yang besar dan mungkin juga diperlukan

Presentase

(Max %) 0,05 1,27 0,017 0,004 0,52 0,02 0,01 0,01

Consumable Tensile

Test Charpy V-

Notch Impact Test E71T1- Yield Tensile Elongation - 30o C1A2-CS1-H5 Strength

(Mpa) Strength

(Mpa) (%)

530 589 26.0 73

(12)

17 pemanasan tambahan. Dalam pengelasan logam paduan, untuk menghindari terbakarnya unsur-unsur paduan sebaiknya menggunakan arus las yang kecil (Kou, 2003).

2.6.3 Polaritas

Polaritas listrik mempengaruhi hasil dari busur listrik. Sifat busur listrik pada arus searah (DC) akan lebih stabil daripada arus bolak-balik (AC). Terdapat dua jenis polaritas yaitu polaritas lurus (DCEN), dimana benda kerja positif dan elektroda negative, sedangkan polaritas balik (DCSP) sebaliknya. Skema perbedaan antara ketiga polaritas diatas ditunjukkan pada Gambar 2.8 yaitu terlihat perbedaan panas yang dihasilkan setiap polarisasi (DED, 2000).

Gambar 2.6 Distribusi Panas Tipe Arus Pengelasan (DED, 2000)

Berdasarkan gambar diatas, didapatkan tiga tipe yaitu DCEP, DCEN, dan AC. Berikut penjelasan dari ketiganya :

1. Direct Current Electro Negative (DCEN)

Polaritas jenis ini biasanya disebut dengan Direct-Current Straight Polarity (DCSP), benda kerja yang akan dilas dihubungkan dengan kutub positif (+) sementara elektrodanya disambungkan pada kutub negative (-) pada mesin las DC. Polaritas DCEN menghasilkan pencairan material yang lebih banyak dibandingkan elektrodanya. Sehingga memiliki hasil pengelasan yang dalam.

(13)

18 2. Direct Current Electro Positive (DCEP)

Benda kerja yang akan dilakukan pengelasan dihubungkan dengan kutub negative (-) dan elektrodanya dihubungkan pada kutub positif (+) pada mesin las DC. Polaritas DCEP akan menghasilkan pencairan elektroda yang lebih banyak daripada materialnya. Sehingga dapat menghasilkan hasil lasan yang dangkal.

3. Alternating Current (AC)

AC ini merupakan arus listrik yang besar dan arahnya arus dapat berubah secara bolak-balik. AC ini merupakan setengah DCEP dan setengah DCEN. Bentuk gelombang dari arus ini berupa gelombang sinusoida. Hal ini disebabkan karena arus ini memungkinkan terjadinya perpindahan energy yang paling efisien (DED, 2000).

2.6.4 Kecepatan Pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti elektroda, bahan yang dilas, geometeri sambungan, ketelitian sambungan dan lain- lainnya. Dalam hal ini hubungannya dengan tegangan dari arus las, dapat dikatakan bahwa kecepatan las hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding lurus dengan arus las. Karena itu pengelasan yang cepat memerlukan arus las yang tinggi. Dapat dilihat pada gambar 2.7 mengenai perbedaan hasil weld pool pada arus dan laju pengelasan yang berbeda.

Gambar 2.7 Perbedaan weld pool pada laju pengelasan dan arus yang berbeda (Kou, 2003)

(14)

19 Bila tegangan dari arus dibuat tetap, sedang kecepatan pengelasan dinaikkan maka jumlah deposit per satuan panjang las jadi menurun. Tetapi disamping itu sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan kecepatan akan memperbesar penembusan. Bila kecepatan pengelasan dinaikkan terus makan masukan panas per satuan panjang juga akan menjadi kecil, sehingga pendinginan akan berjalan terlalu cepat (Kou, 2003).

2.6.5 Heat Input

Heat input merupakan parameter yang penting karena akan mempengaruhi laju pendinginan yang artinya juga akan mempengaruhi sifat mekanik dan struktur mikronya. Heat input itu sendiri merupakan nilai energi yang ditransfer per satuan panjang dari suatu pengelasan. Apabila heat input dari suatu proses pengelasan terlalu tinggi maka berdampak pada semakin luasnya daerah HAZ yang artinya akan semakin mudah terjadinya cacat seperti undercut. Namun apabila terlalu rendah juga dapat menimbulkan cacat inklusi, jadi perlu diperhitungkan dengan sangat cermat. Hasil dari perbedaan heat input dapat dilihat pada Gambar 2.8.

efek dari heat input terhadap laju pendinginan hampir sama dengan temperatur pemanasan awal. Apabila heat input atau temperatur pemanasan awal dinaikkan maka laju pendinginan akan turun yang biasanya digunakan untuk base metal yang tebal. Masukan panas adalah besarnya energi panas tiap satuan panjang las ketika sumber panas bergerak.

Perpindahan panas dari sumber panas ke benda kerja berjalan tak sempurna dengan ditandai adanya panas yang hilang ke lingkungan. Besarnya panas yang hilang ke lingkungan ini menentukan efisiensi perpindahan panas.

Fungsi utama sumber panas pada las cair adalah untuk mencairkan.

(15)

20 Gambar 2.8 Perbedaan weld pool dengan variasi heat input : (a) heat input rendah;

(b) heat input tinggi (Kou, 2003)

2.6.6 Posisi Pengelasan

Posisi pengelasan atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi dan gerakan arah dari pada elektroda sewaktu mengelas. Posisi las yang diambil setiap operator las bergantung dari letak kampuh-kampuh lasnya atau celah-celah pada benda kerja yang hendak dilas. Posisi pengelasan pada pelat terdapat empat jenis sesuai American Welding Society (AWS). Adapun posisi mengelas terdiri dari empat macam yaitu :

1. Posisi di Bawah Tangan

Gambar 2.9 Posisi Pengelasan 1G (Datar) (Widharto, 2007)

Pada Gambar 2.9 ini merupakan posisi pengelasan dibawah tangan yaitu suatu cara pengelasan yang dilakukan pada permukaan rata / datar dan dilakukan dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10o – 20o terhadap garis vertical dan 70o – 80o terhadap benda kerja.

2. Posisi Datar (horizontal)

(16)

21 Gambar 2.10 Posisi Pengelasan Horizontal (2G) (Widharto, 2007)

Pada Gambar 2.10 menjelaskan tentang pengelasan dengan horizontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horizontal. Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5º - 10º terhadap garis vertikal dan 70º - 80º kearah benda kerja

3. Posisi Tegak (Vertikal)

Gambar 2.11 Posisi Pengelasan Vertikal (3G) (Widharto, 2007)

Gambar 2.11 merupakan gambar posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau kebawah. Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan elektroda sekitar 10º - 15º terhadap garis vertikal dan 70º - 85º terhadap benda kerja.

4. Posisi di Atas Kepala (Over Head)

Gambar 2.12 Posisi Pengelasan Over Head (4G) (Widharto, 2007)

(17)

22 Gambar 2.12 merupakan posisi pengelasan yang sangat sukar dan berbahaya karena bahan cair banyak berjatuhan dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang serba lengkap antara lain seperti baju las, sarung tangan, sepatu kulit dan sebagainya. Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5º - 20º terhadap garis vertikal dan 75º - 85º terhadap benda kerja.

2.7 Diagram CCT (Continous Cooling Rate)

Pada proses pengelasan, transformasi austenit menjadi ferit merupakan tahap yang paling penting karena akan mempengaruhi struktur logam las, hal ini disebabkan karena sifat-sifat mekanis material ditentukan pada tahap tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi austenit menjadi ferit adalah masukan panas, komposisi kimia las, kecepatan pendinginan dan bentuk sambungan las. Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan pendinginannya dari temperatur daerah austenite sampai suhu kamar. Karena perubahan strukur ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah. Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, suhu dan transformasi, diagram tersebut dikenal dengan diagram CCT (Continuous Cooling Transformation) (Avner, 1974).

(18)

23 Gambar 2.13 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation) (Avner 1974)

Contoh diagram CCT ditunjukkan dalam gambar di atas, dari diagram di atas dapat dilihat bahwa bila kecepatan pendinginan naik berarti waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang terjadi berubah campuran ferit – perlit ke campuran ferit - perlit - bainit - martensit, ferit - bainit - martensit, kemudian bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali struktur akhirnya adalah martensit. Struktur mikro dan sifat mekanis akhir lasan sangat ditentukan oleh laju pendinginan. Kecepatan pendinginan kritis atau Critical Cooling Rate (CCR) adalah kecepatan pendinginan dimana pada batas ini cenderung timbulnya retak besar sekali, untuk baja akan terbentuk struktur martensit yang keras dan getas (Wiryosumarto,2000).

2.8 Pengujian Impak

Uji impak terdiri dari menempatkan spesimen bertakik dalam penguji tumbukan dan mematahkan spesimen dengan pendulum berayun.

(19)

24 Gambar 2.14 Spesimen Uji Impak (a) Izod, (b) Charpy (Kalpakjian,2009)

Dalam uji Charpy, spesimen disanggah di kedua ujungnya (Gambar 2.14b); dalam tes Izod, itu didukung di salah satu ujung seperti balok kantilever (Gambar 2.14a). Dari jumlah ayunan pendulum, energi yang hilang dalam mematahkan spesimen dapat diperoleh, energi ini adalah ketangguhan material.

Tidak seperti konversi uji kekerasan, belum ada hubungan kuantitatif yang terbentuk antara uji Charpy dan Izod. Uji impak sangat berguna dalam menentukan temperatur transisi material yang getas. Material yang memiliki ketahanan benturan tinggi umumnya memiliki kekuatan tinggi, keuletan tinggi, dan karenanya memiliki ketangguhan tinggi. Kepekaan terhadap cacat permukaan (sensitivitas takik) sangat penting, karena secara signifikan menurunkan ketangguhan benturan, terutama pada logam yang diolah dengan panas pada keramik dan kaca. (Kalpakjian,2009)

2.9 Pengujian Metalografi

Dalam preparasi sampel untuk pengujian mikroskopik dilakukan melalui lima tahapan yaitu : (Geels, 2006)

1. Pemotongan

Sampel untuk pengujian metalografi biasanya diambil dari material induk dengan melibatkan operasi pemotongan. Proses pemotongan induk dikerjakan dengan material abrasive-wheel cutting atau gergaji sehingga diperoleh sampel dengan dimensi sesuai dengan yang dikehendaki.

Sampel yang dipotong tersebut harus memenuhi kriteria persyaratan untuk dilakukan pengujian metalografi.

(20)

25 2. Pembingkaian

Tujuan dari pembingkaian adalah untuk kenyamanan dalam menangani sampel dengan bentuk dan ukuran yang sulit selama proses penggerindaan, pemolesan, dan pengamatan metalografi. Tujuan kedua adalah melindungi ujung-ujung ekstrik dan cacat permukaan selama proses metalografi.

Selain itu pembingkaian juga digunakan sebagai sarana untuk menangai sampel radioaktif.

3. Penggerindaan

Penggerindaan dilakukan untuk mengeliminasi sisi-sisi tajam dan goresan dari sampel akibat proses pemotongan. Proses penggerindaan dilakukan dengan menggunakan kertas gerinda grade 80, 100, 120, 240, 320, 500, 800, 1000, 1200, 1500, dan 2000 dengan penggantian bertahap. Ketika dilakukan penggantian kertas gerinda posisi sampel harus diputar 90o dari posisi sampel ketika menggunakan kertas gerinda grade sebelumnya.

Perlakuan ini ditujukan untuk menghilangkan goresan yang mungkin terbentuk ketika dilakukan penggerindaan.

4. Pemolesan

Pemolesan merupakan tahapan yang dilakukan untuk menyempurnakan hasil dari proses penggerindaan. Pada proses ini akan terjadi penghapusan goresan-goresan halus yang mungkin tersisa dari proses penggerindaan.

Sehingga melalui proses pemolesan ini akan didapatkan sampel yang bebas dari goresan yang dapat menyebabkan hasil tidak maksimal saat metalografi. Pada umumnya pemolesan dilakukan dengan pasta abrasive seperti dengan menggunakan pasta alumina dan pasta intan.

5. Proses pemberian etsa

Proses pemberian etsa adalah suatu proses yang dilakukan untuk menampakkan batas butir yang terbentuk pada logam. Prinsip dasar pengetsaan adalah melalui proses korosi terkendali. Pengendalian ini dapat berupa pengendalian waktu dan pengendalian bahan korosif yang digunakan.

Proses terjadinya perbedaan warna, besar butir, bentuk dan ukuran butir yang mendasari penentuan dari jenis dan sifat fasa pada hasil pengamatan foto

(21)

26 mikro adalah diakibatkan adanya proses pengetsaan. Salah satu jenis bahan yang digunakan dalam pengetsaan adalah Aqua Regia. Prinsip dari pengetsaan sebenarnya merupakan proses pengikisan mikro terkendali yang menghasilkan alur pada permukaan akibat crysta faceting yaitu orientasi Kristal yang berbeda (batas butir), akan terjadi reaksi kimia yang berbeda intensitasnya. Maka atom- atomnya akan lebih mudah terlepas sehingga terkikis lebih aman. Akibatnya adanya perbedaan ini dan bergantung pada arah cahaya pantulan yang tertangkap oleh lensa maka akan tampak bahwa fasa yang lebih lunak akan terlihat lebih terang dan fasa yang lebih keras akan terlihat gelap. Begitu juga akan terlihat bentuk dan ukuran butirannya sehingga dapat dibedakan fasa-fasa yang terlihat dalam bahan yang akan diuji (Van Vlack, 1992).

Secara umum prinsip kerja mikroskop optik adalah sinar datang yang berasal dari sumber cahaya melewati lensa kondensor, lalu sinar datang itu menuju glass plane yang akan memantulkannya menuju sampel. Sebelum mencapai sampel, sinar datang melewati beberapa lensa pembesar. Kemudian sinar datang tersebut sebagian akan dipantulkan kembali, sedangkan sebagian lagi akan menyimpang akibat mengenai permukaan yang telah terkorosi pada saat pengetsaan. Sinar datang yang dipantulkan kembali ke mikroskop optik akan diteruskan ke lensa okuler sehingga dapat diamati.

2.10 Baja ASTM A36

Baja ASTM A36 merupakan salah satu baja canai panas structural yang paling umum digunakan. Tipikal material baja karbon khas, harganya relative murah, sangat bagus untuk dilakukan pengelasan dan proses machining serta dapat mengalami proses perlakuan panas. Baja A36 umumnya juga disebut dengan pelat mild steel (MS). Untuk pelat berukuran 5x20 kaki (feet) sering juga disebut dengan pelat kapal, karena banyak digunakan untuk industri perkapalan.

Memiliki kemiripan dengan AISI 1018 dari komposisi unsur dan sifat mekanik.

Baja A36 memiliki titik leleh pada temperature 1430℃ (Tanjung dkk.,2018).

Adapun komposisi kimia pada baja ASTM A36 yaitu sebagai berikut.

(22)

27 Tabel 2.6 Komposisi Kimia ASTM A36*)

Material Kandungan Unsur (%)

Fe C Si Mn P S

ASTM A36 98,42 0,26 0,4 0,6 0,04 0,05

*)Japan Standards Association Tahun 2004

Tabel 2.7 Sifat Mekanik ASTM A36*)

Sifat Mekanik Nilai

Kekuatan Tarik 400 Mpa

Kekuatan Yield 250 Mpa

Elongasi 20%

*)Japan Standards Association Tahun 2004 s

2.12 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu

No. Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1. Mochamad Abdul Muftinur

Metode : Analisis Ketangguhan Material Baja ASTM A36 Hasil Pengelasan FCAW Berdasarkan Metode Pengujian Impak ASTM E23

Hasil : Nilai ketangguhan impak untuk spesimen kelompok daerah base metal mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan dengan daerah HAZ 2. Muhammad

Dikwan, dkk, 2019

Metode : Pengaruh normalizing terhadap kekuatan tarik,impak dan mikrografi pada sambungan las baja A36

(23)

28 Hasil :Baja A36 dengan diberi perlakuan Normalizing dengan waktu penahanan 20 menit memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan spesimen yang diberi perlakuan normalizing dengan waktu penahanan 40 menit.

3. Soleh Abdul Aziz,dkk,2020

Metode : Pengaruh kuat arus dan besar sudut kampuh terhadap kekuatan impact dan nilai kekerasan plat baja karbon rendah dengan menggunakan las SMAW

Hasil : Nilai kekerasan meningkat seiring dengan besarnya arus, nilai kekerasan akan meningkat jika menggunakan sudut kampuh V yang besar, nilai impak semakin meningkat seiring kenaikan arus dan nilai impak semakin meningkat seiring bessarnya sudut kampuh 4. Saputra, Budiarto,

dkk, 2019

Metode : Analisa perbandingan kekuatan tarik, impak, dan mikrografi pada sambungan las baja SS400 pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) akibat dengan variasi jenis kampuh dan posisi pengelasan

Hasil : adanya perbedaan jenis kampuh yang digunakan memengaruhi hasil nilai kuat tarik dengan dihasilkan nilai kampuh X (double v groove) lebih baik dibandingkan kampuh U.

Referensi

Dokumen terkait

Submerged Arc Welding (SAW) adalah suatu proses pengelasan dengan busur nyala listrik yang menggunakan butir-butir fluks/slag untuk mencegah oksidasi pada hasil

Las SMAW adalah suatu proses pengelasan busur listrik yang mana peng- gabungan atau perpaduan logam yang dihasilkan oleh panas dari busur listrik yang dikeluarkan diantara

Proses pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding) yang juga disebut Las Busur Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material dasar atau logam

Las SMAW (sheilded metal arc welding) las busur listrik nyala terlindung adalah pengelasan dengan menggunakan busur nyala listrik sebagai sumer panas pencair

Pengelasan busur listrik dengan logam terlindung (Shielded Metal Arc Welding, SMAW) atau biasa disebut juga dengan las listrik, adalah suatu proses pengelasan yang

Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api gas yang

Proses pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding) yang juga disebut Las Busur Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship • Proses pengelasan SMAW Shield Metal Arc Welding yang juga disebut Las Busur Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas