• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

2.1.1 Sejarah Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya pematrian timbal-timah menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Sumber energi panas yang dipergunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang. Berhubung suhu yang diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang sangat ren-dah maka teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan lebih lan-jut.

Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi penge-lasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan yang mu-takhir. Cara-cara dan teknik pengelasan yang banyak digunakan pada waktu ini seperti las busur,las resistansi listrik, las termit dan las gas, pada umumnya dicip-takan pada akhir abad ke-19.

Alat-alat busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Dengan mendekatkan elektroda kelogam induk atau logam yang akan dilas sejarak kira- kira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan.

Dalam tahun 1889 Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon.

(2)

Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam dasar oleh gaya elektro-magnit sehingga terjadi semburan busur yang kuat. Slavianoff dalam tahun 1892 adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut men-cair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Dengan pene-muan ini maka elektroda di smping berfungsi sebagai penghantar dan pembangkit busur listrik juga berfungsi sebagai logam pengisi. Kemudian Kjellberg mene-mukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las busur dengan elektroda terbungkus yang sangat luas penggu-naanya pada waktu ini.

Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai sampai dengan tahun 1950, telah mulai mempercepat lagi kemajuan dalam bidang las. Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap sebagai permulaan masa keemasan yang ketiga yang masih terus berlangsung terus sampai sekarang. Selama masa keemasan yang ketiga ini telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan perlindungan gas CO2, las gesek, las ul-trasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan masih banyak lagi lain-nya. Jumlah penemuan pada tahun-tahun tertentu dan jenis pengelasan yang dite-mukan dipergunakan dalam praktek pada waktu ini, sebagian masih memerlukan perbaikanyang mungkin dalam waktu yang dekat akan menjadi lebih bermanfaat dan dapat merupakan sumbangan yang berharga kepada kemajuan teknologi las.

(3)

2.1.2 Definisi Pengelasan

Definisi welding atau pengelasan menurut Deutsche Industrie Norman (DIN) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setem-pat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa den-gan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.

Pengelasan juga dapat diartikan sebagai proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Penge-lasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang di-panaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mem-punyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain:

1. Prosedur pengelasan, bahan 2. Elektroda

3. Jenis kampuh yang digunakan

2.2 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan dan Pemotongan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang di-gunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvesional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara ker-ja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama mem-bagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih

(4)

terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur dan akan ter-bentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali.

Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini penge-lasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang ter-bakar. Pengelasan cair dapat dibagi lagi menjadi:

a. Las Busur Plasma b. Las Sinar Elektron c. Las Termit

d. Las Busur (elektroda terumpan dan elektroda tak terumpan) e. Las Listrik Gas

f. Las Listrik Terak g. Las Listrik Gas

Gambar 2.2 Pengelasan cair (sumber : www.google.com)

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu. Pengelasan tekan dapat dibagi lagi menja-di:

a. Las Tekan Gas b. Las Tempa

(5)

d. Las Ledakan e. Las Induksi f. Las Ultrasonik

3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Pematrian dapat di bagi lagi menjadi:

a. Pembrasingan b. Penyolderan

Perincian lebih lanjut mengenai klasifikasi pengelasan ini dapat dilihat pada bagan di bawah:

!

Gambar 2.3 Klasifikasi cara pengelasan (Wiryosumarto, 2000)

(6)

2.3 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pem-anasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama penge-lasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar. Pola pe-mindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.

(7)

2.4 Elektroda

Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan tambah.Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari

fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan

gas pelindung, menstabilkan busur.

2.4.1 Elektroda Berselaput

Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenis-jenis selaput fluksi padaelektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (Ca C03), titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi, besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap jenis elektroda.

Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai 50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan, selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar. Udara luar yang men-gandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku melapisi per-mukaan las yang masih panas.

(8)

Gambar 2.5 Bagian-bagian elektroda (sumber: www.conectingwillys.blogspot.com)

2.4.2 Klasifikasi Elektroda

Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manu-rut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya sebagai berikut:

• E : menyatakan elaktroda busur listrik

• XX (dua angka) : sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in2.

• X (angka ketiga) : menyatakan posisi pangelasan.

• angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan

• X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.

Contoh : E 6013 Artinya:

• Kekuatan tarik minimum den deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/ mm2

• Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

• Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC -

(9)

2.4.3 Elektroda Baja Lunak

Dan bermacam-macam jenis elektroda baja lunak perbedaannya hanyalah pada jenis selaputnya. Sedang kan kawat intinya sama:

1. E 6010 dan E 6011

Elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk pengelesan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan. Deposit las biasanya mempunyai sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan den-gan pengujian Radiografi. Selaput selulosa denden-gan kebasahan 5% pada waktu pengelasan akan menghasilkan gas pelindung. E 6011 mengandung Kalium untuk mambantu menstabilkan busur listrik bila dipakai arus AC.

2. E 6012 dan E 6013

Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak arah ke bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif lebih ting-gi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium memudahkan pe-makaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil ke-banyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.

3. E 6020

Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan las sedang dan ter-aknya mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las sudut.

4. Elektroda dengan Selaput Serbuk Besi

Selaput elektroda jenis E 6027, E 7014. E 7018. E 7024 dan E 7028 men-gandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.

5. Elektroda Hidrogen Rendah

Selaput elektroda jenis ini mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari 0,5 %), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini

(10)

dipakai untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misal-nye untuk pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan. Jenis-jenis elektroda hidrogen rendah misalnya E 7015, E 7016 dan E 7018.

6. Elektroda Untuk Besi Tuang

Elektroda yang dipakai untuk mengelas besi tuang adalah sebagai berikut: a. Elektroda nikel

Elektroda jenis ini dipakai untuk mengelas besi tuang, bila hasil las masih dikerjakan lagi dengan mesin. Elektroda nikel dapat dipakai dalam sagala posisi pengelasan. Rigi-rigi las yang dihasilkan elektroda ini pada besi tuang adalah rata dan halus bila dipakai pada pesawat las DC kutub terbalik.

b. Elektroda baja

Elektroda jenis ini bila dipakai untuk mengelas besi tuang akan menghasilkan deposit las yang kuat sehingga tidak dapat dikerjakan den-gan mesin. Denden-gan demikian elektroda ini dipakai bila hasil las tidak dik-erjakan lagi. Untuk mengelas besi tuang dengan elektroda baja dapat di-pakai pesawat las AC atau DC kutub terbalik.

c. Elektroda perunggu

Hasil las dengan memakai elektroda ini tahan terhadap retak, se-hingga panjang las dapat ditambah. Kawat inti dari elektroda dibuat dari perunggu fosfor dan diberi selaput yang menghasilkan busur stabil.

d.Elektroda dengan Hydrogen rendah

Elektroda jenis ini pada dasarnya dipakai untuk baja yang mengan-dung karbon kurang dari 1,5%. Tetapi dapat juga dipakai pada pengelasan besi tuang dengan hasil yang baik. Hasil lasnya tidak dapat dikerjakan dengan mesin.

7. Elektroda untuk Aluminium.

Aluminium dapat dilas listrik dengan elektroda yang dibuat dari logam yang sama. Pemilihan elektroda aluminium yang sesuai dengan pekerjaan di-dasarkan pada tabel keterangan dari pabrik yang membuatnya. Elektroda alumini-um AWS-ASTM AI-43 untuk las busur listrik adalah dengan pasawat las DC ku-tub terbalik.

8. Elektroda untuk pelapis keras

Tujuan pelapis keras dari segi kondisi pemakaian yaitu agar alat atau ba-han taba-han terhadap kikisan, pukulan dan taba-han aus. Untuk tujuan itu maka

(11)

Elek-troda untuk pelapis keras dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, antara lain se-bagai berikut:

a. Elektroda tehan kikisan.

Elektroda jenis ini dibuat dari tabung chrom karbida yang diisi dengan serbuk-serbuk karbida. Elektroda dengan diameter 3,25 mm - 6,5 mm dipakai peda pesawat las ACatau DC kutub terbalik. Elektroda ini dapat dipakai untuk pelapis keras permukaan pada sisi potong yang tipis, peluas lubang dan beberapa type pisau.

b. Elektroda tahan pukulan.

Elektroda ini dapat dipakai pada pesawat las AC atau DC kutub terbalik. Dipakai untuk pelapis keras bagian pemecah dan palu.

c. Elektroda tahan keausan.

Elektroda ini dibuat dari paduan-paduan non ferro yang mengan-dung Cobalt, Wolfram dan Chrom. Biasanya dipakai untuk pelapis keras permukaan katup buang dan dudukan katup dimana temperatur dan keau-san keau-sangat tinggi.

2.4.4 Memilih Besar Arus Listrik Pengelasan

Besarnya arus listrik untuk pengelasan tergantung pada ukuran diameter dan macam elektroda las. Pada prakteknya dipilih ampere pertengahan. Sebagai contoh; untuk elektroda E 6010 ampere minimum dan maximum adalah 80 amp. sampai 120 amp. Sehingga dalam hal ini ampere pertengahan 100 amp.

2.4.4.1. Cara-cara Menyalakan Busur

Untuk mamperoleh busur yang baik di perlukan pangaturan arur (ampere) yang tepat sesuai dengan tipe dan ukuran elektroda, Menyalahkan busur dapat di-lakukan dengan dua cara:

a. Bila pesawat Ias yang dipakai pesawat Ias AC, menyalakan busur di-lakukan dengan menggoreskan elektroda pada benda kerja.

(12)

Gambar 2.6 Cara menyalakan busur dengan cara digoreskan dan disentuhkan. (sumber : www.http-tl.ppns.ac.id)

2.4.4.2 Pengaruh Panjang Busur Pada Hasil Las.

Panjang busur (L) Yang normal adalah kurang lebih sama dengan diameter (D) kawat inti elektroda:

1. Bila panjang busur tepat (L = D), maka cairan elektroda akan mengalir dan mengendap dengan baik. Hasilnya rigi-rigi las yang halus dan baik, tembusan las yang baik, perpaduan dengan bahan dasar baik, percikan teraknya halus.

2. Bila busur terlalu panjang (L > D), maka timbul bagian-bagian yang berbentuk bola dari cairan elektroda. Hasilnya rigi-rigi las kasar, tem-busan las dangkal, percikan teraknya kasar dan keluar dari jalur las. 3. Bila busur terlalu pendek, akan sukar memeliharanya, bisa terjadi

pembekuan ujung elektroda pada pengelasan. Hasilnya rigi las tidak merata, tembusan las tidak baik, percikan teraknya kasar dan berben-tuk bola.

2.4.4.3. Pengaruh Besar Arus Pengelasan

Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las. Bila arus terlalu ren-dah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan yang kurang dalam. Sebaliknya bila arus terlalu besar maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam. Besar arus untuk pengelasan tergantung pada jenis kawat las yang dipakai, posisi pengelasan serta tebal bahan dasar.

(13)

2.5 Struktur Mikro Daerah Las

Daerah las-lasan terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah logam las, daerah pengaruh panas atau heat affected zone, biasa disingkat menjadi HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi panas.

2.5.1 Daerah Logam Las

Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Komposisi logam las terdiri dari komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda. Karena logam las dalam proses pengelasan ini mencair kemudian membeku, maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen, ketidakhomogennya struktur akan menimbulkan struktur ferit kasar dan bainit atas yang menurunkan ketangguhan logam las. Pada daerah ini struktur mikro yang terjadi adalah struktur cor. Struktur mikro di logam las dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grains). Struktur ini berawal dari logam in-duk dan tumbuh ke arah tengah daerah logam las (Sonawan, 2004).

Gambar 2.7 Arah pembekuan dari logam las (Wiryosumarto, 2000)

Proses pertumbuhan dari kristal-kristal logam las yang pilar ditunjukkan secara skematik pada gambar 2.7 di atas. Titik A pada gambar adalah titik mula dari struktur pilar yang terletak dari logam induk. Titik ini tumbuh menjadi garis lebur dengan arah sama dengan sumber panas. Pada garis lebur ini sebagian dari logam dasar ikut mencair selama proses pembekuan logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumbu kristal yang sama. Penambahan unsur paduan pada logam las menyebabkan struktur mikro cenderung berbentuk bainit dengan

(14)

tuk, jika ukuran butir austenitnya besar. Waktu pendinginan yang lama akan meningkatkan ukuran batas butir ferit, selain itu waktu pendinginan yang lama akan menyebabkan terbentuk ferit Widmanstatten. Struktur mikro logam las bi-asanya merupakan kombinasi dari struktur mikro dibawah ini:

b. Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenit-ferit bi-asanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 1000-650ºC.

Gambar 2.8 Struktur mikro batas butir ferit (Sonawan, 2004)

c. Ferrite Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase, struktur mikro ini terbentuk pada suhu 750-650ºC di sepanjang batas butir austenit, ukuran-nya besar dan pertumbuhanukuran-nya cepat sehingga memenuhi permukaan bu-tirnya.

Gambar 2.9 Ferrite Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase (http://www.twi-global.com)

d. Ferit acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan mem-punyai orientasi arah yang acak. Biasanya ferit acicular ini terbentuk sekitar

(15)

suhu 650ºC dan mempunyai ketangguhan paling tinggi dibandingkan struktur mikro yang lain.

Gambar 2.10 Struktur mikro ferit acicular (http://www.twi-global.com)

e. Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan terbentuk pada suhu 400-500ºC. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih tinggi diband-ingkan ferit, tetapi lebih rendah dibanding martensit.

(16)

f. Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan sangat cepat, struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga ketang-guhannya rendah.

Gambar 2.12 Struktur mikro martensit (Sonawan, 2004)

2.5.2 Heat Affected Zone (HAZ)

Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.

Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik pertama dan kedua menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Sedangkan titik ketiga menunjukkan temperatur pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan austenit.

(17)

Gambar 2.13 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan. (Sonawan, 2004)

2.5.2.1 Pengaruh Kecepatan Las Dan Besar Arus Las Terhadap Daerah HAZ

Kecepatan dan besar arus las yang dipakai sangatlah berpengaruh terhadap daerah Heat Affected Zone (HAZ). Untuk kecepatan pengelasan tetap dan arus pengelasan semakin besar, maka daerah pengaruh panas (HAZ) semakin lebar, butir pada HAZ bertambah besar, kekerasan pada HAZ turun. Kekuatan tarik sambungan las minimum dan maksimum tergantung dari jenis elektroda las dan jenis spesimen baja yang akan dilakukan pengelasan.

Untuk besar arus pengelasan tetap dan kecepatan pengelasan semakin tinggi, maka daerah pengaruh panas (HAZ) semakin menyempit, butir pada HAZ semakin halus, kekerasan pada HAZ turun. Kekuatan tarik sambungan las maksi-mum pada kecepatan pengelasan 200 mm per menit.

2.5.2.2 Struktur Mikro Daerah HAZ

Struktur mikro dari spesimen yang telah dilas, yang terbentuk di daerah pengaruh panas, atau HAZ ditentukan oleh komposisi kimia logam induk, atau

(18)

kom-posisi dan laju pendiningan dapat membentuk fasa-fasa yang sensitif terhadap timbulnya retak.

Untuk logam baja, retak dingin di daerah pengaruh panas, HAZ biasanya terjadi pada daerah yang berfasa martensite. Beberapa unsur yang ditambahkan sebagai paduan akan mempertinggi sifat mampu keras baja dan dapat juga mem-pertinggi sensitifitas retak dingin. Artinya beberapa unsur yang ditambahkan akan menyebabkan logam yang dilas menjadi lebih mudah retak. Untuk itu, harus diusahakan kandungan unsure paduan tersebut dibuat serendah mungkin.

2.5.3 Logam Induk

Logam induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan suhu penge-lasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat. Dis-amping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah pengaruh panas, yang disebut batas las (Wiryosumarto, 2000).

Gambar 2.14 Perubahan sifat fisis pada sambungan las cair (Malau, 2003)

2.5.4 Heat Input

Pencairan logam induk dan logam pengisi memerlukan energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan dihasilkan dari bermacam-macam sumber tergantung pada proses pengelasannya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari arus las, tegangan las dan kecepatan

(19)

pengelasan. Parameter ketiga yaitu kecepatan pengelasan ikut mempengaruhi en-ergi pengelasan karena proses pemanasannya tidak diam akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu.

Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang ser-ing disebut heat input. Persamaan dari heat input hasil dari penggabungan ketiga parameter dapat dituliskan sebagai berikut:

! (2-1)

Dari persamaan itu dapat dijelaskan beberapa pengertian antara lain, jika kita menginginkan masukan panas yang tinggi maka parameter yang dapat diukur yaitu arus las dapat diperbesar atau kecepatan las diperlambat. Besar kecilnya arus las dapat diukur langsung pada mesin las. Tegangan las umumnya tidak dapat diatur secara langsung pada mesin las, tetapi pengaruhnya terhadap masukan panas tetap ada.

Untuk memperoleh masukan panas yang sebenarnya dari suatu proses pengelasan, persamaan satu dikalikan dengan efisiensi proses pengelasan (η) se-hingga persamaannya menjadi:

(2-2) Untuk efisiensi masing-masing proses pengelasan dapat dilihat dari tabel 2-1 di berikut ini :

Tabel 2-1. Efisiensi proses pengelasan (Malau, 2003)

Proses Pengelasan Efisiensi (%)

SAW (Submerged Arc Welding) 95

GMAW (Gas Metal Arc Welding) 90

FCAW (Flux Cored Arc Welding) 90

SMAW (Shielded Metal Arc Welding) 90

(20)

2.6 Pengujian Ketangguhan

Ketangguhan adalah tahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan (takikan yang tajam secara drastis menurunkan ketangguhan). Tujuan utama dari pengujian impak adalah untuk mengukur kegetasan atau keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Pengujian impak adalah pengujian dengan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode yang sering digunakan adalah metode Charpy dengan menggunakan benda uji standar.

Gambar 2.15 Pengujian ketangguhan Charpy (sumber : www.twi-global.com)

Pada pengujian pukul takik (impact test) digunakan batang uji yang bertakik (notch). Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan kearah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul akan berayun memukul batang uji tepat dibelakang takikan. Untuk pengujian ini akan digunakan sebuah mesin dimana sebuah batang dapat berayun dengan bebas. Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan di bagian bawah mesin dan takikan tepat pada bidang lintasan pemukul. Kerja yang dilakukan untuk mematahkan benda kerja adalah:

(21)

W= G . L (cos β - cos α) ………(2-3) dimana:

W = kerja patah (Joule)

G = beban yang digunakan (kg) L = panjang lengan ayun dalam (m) β = sudut jatuh (derajat)

α = sudut awal (derajat)

Dapat disimpulkan perolehan nilai ketangguhan batang uji dihitung seba-gai berikut:

! (2-4)

2.7 Kampuh V

Sambungan kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam atau plat dengan ketebalan 6-15 mm. Sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh V ter-buka dan sambungan kampuh V tertutup. Sambungan kampuh V terter-buka dipergu-nakan untuk menyambung plat dengan ketebalan 6-15 mm dengan sudut kampuh antara 60º - 80º, jarak akar 2 mm, tinggi akar 1-2 mm ( Sonawan, 2004).

Gambar 2.16 Kampuh V las terbuka (Sonawan, 2004)

(22)

2.8 Pengujian Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk menge-tahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.

Gambar 2.18 Kurva tegangan - regangan logam (www.google.com)

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh pe-narikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpan-jangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan- regangan.

(23)

Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji.

………(2-5) dimana:

σu = Tegangan nominal (kg/mm2) Fu = Beban maksimal (kg)

Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan mem-bagi perpanjangan panjang ukur (ΔL) dengan panjang ukur mula-mula benda uji.

………..…..(2-6) dimana:

ε = Regangan (%) L = Panjang akhir (mm) Lo = Panjang awal (mm)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berups pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada beban. Persentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

……….…….…………(2-7) dimana:

q = Reduksi penampang (%)
 A0 = Luas penampang mula (mm2) A1 = Luas penampang akhir (mm2)

(24)

Gambar 2.19 Batas elastis dan tegangan luluh 0,2% (Smith, 1984)

2.9 Pengujian Kekerasan

Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemam-puan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Harga kek-erasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya pembebanan yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.

Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada 3 jenis yaitu cara goresan, penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu penekanan. Penentuan kekerasan penekanan ada 3 cara yaitu Brinell, Vickers, dan Rockwell. Pada penelitian ini digunakan cara mikro Vickers dengan menggunakan penekan berbentuk piramida intan. Besar sudut antara permukaan piramida yang saling berhadapan 136º. Pada pengujian ini bahan ditekan dengan gaya tertentu dan terjadi cetakan pada bahan uji dari in-tan.

Pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan, karena menggunakan bentuk piramida intan. Nilai kekerasannya disebut dengan kek-erasan HV atau VHN (Vickers Hardness Number), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan bekas penekanan.

(25)

………(2-8)

dimana : F = Beban (kg)


L = Panjang diagonal rata-rata (mm) θ = Sudut piramida 136º

2.10 Foto Struktur Mikro

Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat penga-mat struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pengefraisan spesimen, pengampelasan, pemolesan dan pengetsaan.

Setelah dipilih, bahan uji diratakan kedua permukaannya dengan menggu-nakan mesin frais, dalam pendinginan harus selalu terjaga agar tidak timbul panas yang mempengaruhi struktur mikro. Setelah rata digosok dengan menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus. Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan meng-hasilkan permukaan yang halus dan rata. Bahan yang halus dan rata itu diberi au-tosol untuk membersihkan noda yang menempel pada bahan.

Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelup-kan spesimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan menghadap keatas. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat stuktur mikronya.

(26)

2.11 Pengujian Komposisi

Hasil pengujian komposisi kimia material bahan stainless steel 308 pada penelitian ini dimasukkan dalam Tabel 2-2 berikut ini :

Tabel 2-2 Komposisi kimia baja paduan tinggi stainless steel SAE 308 Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi (high alloy steel) yang tahan terhadap korosi, suhu tinggi dan suhu rendah. Disamping itu juga mempun-yai ketangguhan dan sifat mampu potong yang cukup. Karena sifatnya, maka baja ini banyak digunakan dalam reaktor atom, turbin, mesin jet, pesawat terbang, alat rumah tangga dan lain-lainnya. Baja tahan karat termasuk kategori material fer-rous yang digolongkan berdasarkan % krom (Cr), bukan berdasarkan % karbon (C) seperti jenis steel umumnya, untuk mempengaruhi klasifikasi baja tahan karat, kadar minimum % krom (Cr) 12 %.

Dari kandungan % Cr, baja ini termasuk dalam baja tahan karat austenitic. Baja tahan karat austenitik terjadi jika pada sistem larutan padat Fe-Cr ditam-bahkan unsur penstabil austenite seperi nikel atau mangan. Kedua unsur ini berperah sebagai unsur yang menstabilkan austenite dan menambah luas daerah fasa austenite dan mempersempit daerah ferit.

Jika pada paduan Fe-Cr ditambahkan nikel dengan kadar 8 persen, maka akan terbentuk struktur atau fasa austenite yang stabil pada temperatur ruang. Selain unsur nikel, penambahan unsur mangan dan nitrogen dalam jumlah yang cukup akan membentuk matrik dengan struktur austenite yang stabil pada berba-gai temperatur. Paduan baja tahan karat ini bersifat non magnetik dan tidak dapat dilaku-panas. Baja tahan karat ini memiliki keuletan yang baik dengan kekuatan luluh yang relatif rendah.

Type

SAE % Cr % Ni % C % Mn % Si % P % S % N

(27)

-Baja tahan karat ini dapat ditingkatkan kekuatannya dengan melakukan pengerjaan dingin atau dengan menambah unsur paduan tertentu yang dapat meningkatkan kekuatannya.

2.12 Kerangka Berpikir

Pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan logam. Pada proses pengelasan banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari hasil penge-lasan diantaranya: mesin las yang digunakan, bahan yang digunakan, prosedur pengelasan, cara pengelasan, arus pengelasan dan juru las.

Kualitas dari hasil pengelasan dapat diketahui dengan cara memberikan gaya atau beban pada hasil lasan tersebut. Gaya atau beban yang diberikan dapat berupa pengujian tarik dan ketangguhan pada bahan tersebut.

Las SMAW adalah suatu proses pengelasan busur listrik yang mana peng-gabungan atau perpaduan logam yang dihasilkan oleh panas dari busur listrik yang dikeluarkan diantara ujung elektroda terbungkus dan permukaan logam dasar yang dilas dengan menggunakan arus listrik sebagai sumber tenaga. Jenis arus listrik yang digunakan ada 2 yaitu arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Pengelasan dengan arus searah pemasangan kabel pada mesin las ada 2 macam yaitu polaritas lurus (DC-) dan polaritas terbalik (DC+). Pada polaritas terbalik (DC+) panas yang diberikan mesin las 1⁄3 untuk memanaskan benda dan 2⁄3 untuk memanaskan elektroda.

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pem-anasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama penge-lasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi.

(28)

Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar.

Pengelasan dengan menggunakan las SMAW DC polaritas terbalik be-sarnya arus bermacam-macam sesuai dengan jenis elektroda. Penyetelan arus pengelasan akan berpengaruh pada panas yang ditimbulkan dalam pencairan logam dan penetrasi logam cairan tersebut. Arus yang tinggi akan mengakibatkan panas yang tinggi, penembusan atau penetrasi yang dalam dan kecepatan pen-cairan logam yang tinggi. Arus yang kecil menghasilkan panas yang rendah dan tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan logam. Penembusan, panas dan kecepatan pencairan logam akan berpengaruh pada kualitas hasil pengelasan.

Gambar

Gambar 2.1 Perkembangan cara pengelasan (Wiryosumarto, 2004)
Gambar 2.2 Pengelasan cair (sumber : www.google.com)
Gambar 2.3 Klasifikasi cara pengelasan (Wiryosumarto, 2000)
Gambar 2.4 Las SMAW (Wiryosumarto, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) berkas B-1 KWK Pemohon yang diambil oleh Pemohon dari Kantor Termohon, dan telah berada dalam penguasaan Pemohon hingga acara pembuktian dilaksanakan dan

Peserta didikmenulis teks eksposisi tentang cara meneladani karakter unggul tokoh sesuai dengan struktur, kaidah Bahasa, dan ejaan Bahasa Indonesia dengan

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dengan teknik estimasi yang

Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan di atas, dapat diberikan jawaban bahwa hukum administrasi negara adalah hukum dan peraturan- peraturan yang

Sub Specialist for Local Government & Public Policy 16 7.0 Asep Beno Sundayana, Drs.. I Wayan Sudharta,

Pembersihan dilakukan pada daerah yang akan ditambang yang mempunyai ketebalan overburden beberapa meter dengan menggunakan Bulldozer dan dilakukan secara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses interaksi sosial perempuan bermasalah kekerasan dalam rumah tangga dengan petugas di UPTD Panti Sosial Karya Wanita “Harapan

Proses las busur listrik lainnya yaitu las busur rendam (SAW). Dalam proses ini, busur listrik dan proses suplai logam las dari kawat las berlangsung dalam keadaan tertutupi oleh