7 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dikaji pustaka-pustaka pendukung, seperti membran distilasi, konfigurasi direct contact membrane distillation, material membran, surface modifying macromolecule, dan beberapa penelitian membran distilasi terdahulu.
2.1 Membran Distilasi
Pada sektor pengolahan air di banyak negara saat ini, proses membran menjadi teks yang sangat penting Hal ini dikarenakan banyak keunggulan pada teknologi membran dibandingkan teknologi yang memanfaatkan termal dalam proses pengolahan air (Jevons & Awe, 2010).
hal ini menjadikan teknologi membran sebagai pilihan pertama dalam proses pengolahan air baik secara fisika maupun kimia baik pada kecil maupun skala industry (Deowan et al., 2015).
Selain itu teknologi membran memiliki keunggulan dalam segi efisiensi biaya yang dibutuhkan, hal ini didukung oleh efektivitas proses pemisahan pada membran daripada proses pemisahan termal (Misdan et al., 2012).
Membran secara umum dapat didefinisikan sebagai lapisan tipis yang memiliki sifat semipermeabel dan dapat berfungsi sebagai alat pemisah berdasarkan sifat fisiknya. hasil pemisahan dalam proses membran disebut retentate atau dapat juga disebut sebagai konsentrat ( bagian dari campuran yang tidak dapat melalui membran) dan permeat ( bagian dari campuran yang dapat melalui membra) (Redjeki, 2011).
Distilasi merupakan suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih atau volatilitas ( titik penguapan) suatu bahan. pada proses distilasi baik untuk destilasi konvensional maupun proses distilasi menggunakan membran, menggunakan prinsip kesetimbangan uap cair dimana proses tersebut membutuhkan suplai panas laten dari proses. Secara teoritis, membran distilasi mampu menyingkirkan ion makromolekul koloid sel dan dan konstituen nonvolatil lainnya hingga 99% (Febriani, 2015).
8 Findley Pertama kali mengembangkan teknologi distilasi pada tahun 1967.
menggunakan konfigurasi sederhana daerah kontak membran distillation dengan berbagai material membran, seperti aluminium foil, fiberglass, plastik, dan nilon.
Sedangkan untuk material pelapis yang bersifat hidrofobik, Finley menggunakan silikon atau teflon (Wenten, 2014).
Membran distilasi adalah teknologi yang digunakan dan untuk proses desalinasi air laut (Tai et al., 2019). membran distilasi adalah perpaduan antara proses membran dan termal di mana fase cair akan diuapkan dan akan dilewatkan melalui pori-pori membran hidrofobik (Tijing et al., 2015). fase uap yang telah melalui pori-pori kemudian akan di kondensasi sebagai produk atau permen dengan keberanian yang lebih tinggi (Ashoor et al., 2016). Proses ini disebabkan karena adanya perbedaan tekanan uap antara Sisi umpan dan produk (Swaminathan et al., 2016).
Menurut Luo dan Lior, 2016, membran distilasi memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan alat desalinasi lainnya, yaitu:
 Dapat menghasilkan distilat dengan kemurnian lebih tinggi, sekitar 30 kali lipat lebih tinggi dari Reverse Osmosis (RO),
 Dapat digunakan pada temperatur yang rendah, dibandingkan mekanis yang menggunakan lebih banyak energi, biaya dan emisi lingkungan,
 Dapat dioperasikan ditekanan atomsferik,
 Tidak sensitif terhadap konsentrasi polarisasi dan fouling dibandingkan dengan proses pemisahan membran lainnya, seperti RO,
 Alat compact dan memiliki berat yang rendah
Gambar 2.1. Skema pemisahan oleh membran
9 Distilasi membran (membrane distillation, MD) merupakan teknologi yang menggabungkan proses distilasi dan filtrasi membran. Membran Distilasi adalah proses pemisahan yang berbasis termal dimana molekul uap dapat melewati membran berpori yang bersifat hidrofobik (Alkhudhiri et al., 2012). Penelitian terbaru menunjukkan membran distilasi dan desalinasi adsorpsi sebagai opsi desalinasi efisien energi yang inovatif untuk digabungkan dengan sumber energi terbarukan (Sarbatly & Chiam, 2013).
Membran distilasi memiliki empat konfigurasi, keempat konfigurasi tersebut diberdakan berdasarkan cara menghasilkan driving force yang dibutuhkan.
Gambar 2.2. Konfigurasi MD: (a) DCMD, (b) AGMD, (c) VMD, (d) SGMD Kofigurasi paling sederhana pada proses teknologi membran adalah konfigurasi Direct Contact Membran Distillation (DCMD). Cara kerja dari konfigurasi ini adalah cairan yang akan di filtrasi dikontakan secara langsung pada
Umpan Permeate
Membran
Pori
Umpan Panas
Permeate Membran
Pori
Umpan Dingin
Umpan Panas
Permeate (Uap) Membran
Pori
Vakum Umpan Panas
Permeate (Uap) Membran
Pori
Sweeping gas
DCMD AGMD
VMD SGMD
10 membran dan uap akan terkondensasi pada sisi permeate membran. Untuk konfigurasi lainnya adalah konfigurasi yang memanfaatkan celah udara tetap yang ditempatkan diantara membran dan permukaan kondensasi sehingga molekul yang lebih volatil akan menguap dan berpindah melalui pori dan celah udara hingga akhirnya memasuki prosess kondensasi pada permukaan yang dingin dalam modul membran, konfigurasi ini dikenal dengan air gap membrane distillation (AGMD).
Selain itu ada pula konfigurasi vacuum membran distillation (VMD), konfigurasi ini memanfaat kondisi vakum dengan menggunakan pompa vakum yang akan menjadikan tekanan lebih rendah sehingga memudahkan proses penguapan.
Konfigurasi lainnya adalah sweep gas membrane distillation (SGMD), pada konfigurasi ini molekul uap dibawa keluar dari membran oleh kondensasi yang terjadi di luar modul membran (Camacho et al., 2013). DCMD sejauh ini menjadi konfigurasi yang paling optimal dikarenakan konfigurasi ini mampu menghasilkan fluks yang tinggi dan efektif dalam proses desalinasi dengan menggunakan membran distilasi hollow fiber (Febriani, 2015). Seperti yang ditunjukan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Membran distilasi hollow fiber
2.2 Membran Ceramic Hollow Fiber
Membran ceramic dapat menjadi alternatif pemilihan material yang digunakan dalam aplikasi mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi untuk menggantikan membran polimer. Membran ceramic memiliki keunggulan karena tahan sifat terhadap kimia, suhu dan mekanis (Lee et al., 2015). Membran keramik umumnya terbuat dari aluminium oksida, zirconium oksida atau titanium oksida, silicon karbida yang semuanya termasuk kedalam material anorganik. Membran keramik tahan terhadap gangguan mekanik, kimia dan termal dan juga memiliki porositas yang tinggi serta permukaan yang bersifat hidrofilik (Qiu et al., 2017). Membran
11 keramik meliputi pori-pori dengan ukuran rata-rata yang ditentukan, mulai dari makrometer hingga nanometer dan membran keramik dapat digunakan untuk filterasi cairan, pemisahan gas dan pervaporasi (Qiu et al., 2017). Berikut merupakan skema membran keramik.
Gambar 2.4. Skema membran keramik tampak samping
Membran hollow fiber adalah lembaran tipis mikro-pori dari bahan yang bisa menyerap bagian dari molekul di atasnya berdasarkan ukuran, bentuk, atau perubahan molekul, dan afinitas untuk molekul sehingga, secara selektif memisahkan material khusus dari campuran. Membran hollow fiber memiliki beberapa karakteristik antara lain:
1. Kecepatan aliran pada sistem ini berkisar antara 0.5 hingga 2.5 m/s.
2. Memiliki perbandingan luas permukaan atau volume membran yang tinggi.
3. Biaya penggantian membran cukup tinggi. Jika salah satu hollow fiber lepas dari modul, maka keseluruhan membran harus dikeluarkan.
4. Tegangan geser tinggi yaitu antara 4000 – 14000 per detik. Proses pemisahan dengan menggunakan media membran (Chotler, 2011)
Fabrikasi membran keramik hollow fiber dengan metode inversi fasa dan sintering dapat diringkas menjadi tiga langkah utama, yaitu pembentukan formasi, spinning dan perlakuan panas (Lee & Li, 2017). Pertama-tama, bahan keramik dalam bentuk bubuk disuspensikan dengan pelarut organik yang mana ditambahkan aditif polimer hingga terbentuk suspensi. Kemudian, suspense diinversi dari fase cairan menjadi fase solid dengan metode inversi fasa. Kemudian, membran keramik yang telah tersebut dibakar hingga menggunakan komponen organik.
12 Gambar 2.5. Hasil SEM Struktur Membran Keramik Hollow fiber
2.3 Surface Modifying Macromolecule (SMM)
Surface modifying macromolecule (SMM) adalah metode sederhana yang digunakan untuk memodifikasi membran dan didefinisikan sebagai zat aditif aktif yang dapat bermigrasi ke permukaan dan mengubah permukaan kimia (Khayet et al., 2006). Namun, sebagian besar sifat membran tidak akan berubah (Khayet &
Matsuura, 2003). Terdapat gaya pendorong di permukaan membran untuk migrasi kelompok kimia aditif yang membuat energi antar muka (interfacial energy) mencapai nilai minimum (Khayet et al., 2003).
Gambar 2.6. Migrasi SMM pada membran, (A) t = 0, (B) t =t
SMM merupakan polimer yang dibuat dengan tujuan menghasilkan sifat tertentu. Teknologi membran umumnya melakukan proses modifikasi untuk melakukan optimasi dalam peformanya. Salah satu proses modifikasi permukaan membran adalah dengan memanfaatkan material SMM untuk menciptakan sifat hidrofobik ataupun hidrofilik tergantung pada tujuan yang diharapkan dan jenis
13 material SMM yang digunakan. Proses perpindahan atau migrasi material SMM terhadap waktu yang terjadi diilustrasikan pada Gambar 2.5. Sederhananya, komposisi dari SMM mempengaruhi proses migrasi SMM pada permukaan membran yang dimodifikasi.
Berdasarkan sifat yang dihasilkan SMM terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Hydrophilic Surface Modifying Macromolecule (LSMM) dan Hydrophobic Surface Modifying Molecule (BSMM). Berdasarkan penelitian Rana, dkk. (2005), LSMM memiliki komposisi penyusun seperti Methylene Diisocyanate (MDI), Polyethylene Glycol (PEG), dan Polypropylene Glycol (PPG) seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.7. Komposisi ini tidak selalu sama, tergantung pada tujuan dan sifat yang dibutuhkan serta material yang sesuai untuk permukaan membran. Akan tetapi, jumlah konsentrasi komposisi yang ditambahkan dapat meningkatkan fluks bahan yang difiltrasi.
Gambar 2.7. Struktur Kimia LSMM
Pada BSMM, SMM yang bertujuan untuk meningkatkan hidrofobisitas suatu membran, berdasarkan penelitian Rana, dkk. (2005). Komposisi penyusun pada umumnya adalah Methylene Diisocyanate (MDI), Polypropylene Diol (PPO) dan Zonyl BAL. Menurut Mansourizadeh et al. (2014), penambahan zat aaditif BSMM juga mammpu meningkatkan sifat permeabilitas dari membran.
Gambar 2.8. Struktur kimia BSMM
Proses membran distilasi memerlukan material dengan hidrofobisitas setinggi mungkin. Hidrofobisitas merupakan sifat suatu material dimana tidak terjadi pembasahan oleh air pada permukaan material. Hidrofobisitas suatu material membran dapat diindikasikan dengan nilai sudut kontak (0).
14 Gambar 2.9. Pengukuran Sudut Kontak
Sudut kontak merupakan sudut yang terbentuk oleh garis singgung pada droplet cairan yang diteteskan pada permukaan suatu sampel (membran). Sudut yang terbentuk adalah hasil dari garis singgung pada sebuah garis dasar cairan terhadap garis kontak pada tetes cairan. Suatu permukaan membran dapat dianggap hidrofobik ketika nilai sudut kontak berada diantara 90° hingga 120°, ultrahidrofobik ketika berada diantara 120° hingga 150°, dan dikatakan superhidrofobik ketika sudut kontak lebih dari 150° (Wenten, 2014).
2.4 Polyacrylonitrile (PAN)
Poliacrylonitril (PAN) adalah produk komersial yang umum dan murah dan telah banyak diteliti dalam produksi nanofiber melalui electrospinning(Song et al., 2010). PAN sering digunakan dalam banyak aplikasi karena keunggulan sifatnya PAN memiliki kemampuan proses yang baik, kestabilan kimia, tahan terhadap panas dan tahan terhadap degradasi oksidatif, sinar matahari dan cuaca (Neghlani et al., 2011).
Gambar 2.10. Struktur polyacrylonitrile (PAN)
Penambahan aditif dalam pembuatan membran dapat mempengaruhi struktur morfologi membran, baik dari diameter pori ataupun porositas sehingga kedepannya akan mempengaruhi performa membran (Khosravi, et al., 2018)
15 2.5 Inversi Fasa
Proses pembuatan membran pada umumnya menggunakan metode inversi fasa yaitu perubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi fasa padatan (Wenten, 2000). Inversi fasa dapat didefinisikan sebagai perubahan larutan polimer dari bentuk cair menjadi padatan baik itu melalui proses basah (wet process) atau proses kering.(dry process) (Fauzi, 2020). Proses basah melibatkan teknik imersi larutan polimer ke dalam wadah berisi koagulan non-solven, sedangkan proses kering dilakukan dengan memaparkan larutan polimer pada atmosfer non-solven (Loeb &
Sourirajan, 1963).
2.6 Electrospinning
Proses electrospinning dapat digunakan untuk memproduksi nanofiber dan serat fabric dengan struktur pori yang dapat dikontrol (Zussman et al., 2003). Serat fiber hasil daripada proses electrospinning telah banyak digunakan dalam banyak bidang, seperti nanokatalis, tissue engineering, perlindungan pakaian, filtrasi, biomedis, farmasi, serat optik elektronik, bioteknologi, pertahanan dan teknologi lingkungan (Welle et al., 2007). Electrospinning adalah teknik yang relatif kuat dan sederhana untuk menghasilkan nanofibers dari berbagai macam polimer. Terdapat pula beberapa keunggulan lainnya seperti, rasio permukaan terhadap volume yang tinggi, porositas yang dapat ditentukan, memiliki kelenturan terhadap berbagai bentuk dan ukuran dan kemampuan untuk mengontrol komosisi nanofiber untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai sifat dan fungsinya (Liang et al., 2007).
Electrospinning adalah teknik yang dilakukan dengan pendekatan gaya elektrostatis untuk memproduksi serat dari larutan polimer dengan diameter yang lebih tipis (nanometer sampai mikrometer) dan permukaan yang lebih luas dari teknik proses spinning (Chew et al., 2006). Saat ini ada dua pola electrospinning yang umumnya dilakukan, yaitu vertikal dan horizontal (Kidoaki et al., 2005).
Teknik electrospinning dilakukan pada temperatur ruangan dan dengan tekanan atmosferik. Kedua pola electrospinning dapat diamati pada Gambar 2.11.
Umumnya sistem electrospinning terdiri dari tiga komponen utama yaitu, catu daya tegangan tinggi, sebuah spinneret (contohnya pipet tip, jarum) dan plat pengumpul (biasanya berupa layer besi, piringan atau poros berputar) dan utilitas sumber
16 tegangan tinggi untuk menginjeksikan larutan polimer menjadi serat nanofiber (Liang et al., 2007)
Gambar 2.11. Skema electrospinning a) electrospinning vertikal b) electrospinning horizontal
2.7 Perkembangan Membran Distilasi
Penelitian terhadap membran distilasi selalu dikembangkan untuk mendapatkan performa yang lebih baik. Berikut penelitian-penelitian terdahulu mengenai pembuatan membran ceramic hollow fiber sebagai membran distilasi untuk aplikasi pengolahan air.
Tabel 2.1. Penelitian membran distilasi ceramic hollow fiber terdahulu No Nama dan
Tahun Publikasi
Hasil
1 Fang dkk, (2011) Metode : Perendaman alumina hollow fiber pada larutan 2% FAS (1H, 1H, 2H, 2H- perfluorooctyltriethoxysilane, DYNA-SYLAN F8261) dalam etanol.
Hasil :Membran hidrofobik alumina hollow fiber berhasil difabrikasi dengan hasil rejeksi sebesar 99.5% dan fluks air sebesar 42.5 Lm-2h-1
2 Chen dkk (2018) Metode : Fabrikasi alumina hollow fiber dengan campuran NMP dan PES dengan perubahan kondisi sintering
17 No Nama dan
Tahun Publikasi
Hasil
Hasil : Alumina hollow fiber dengan proses sintering pada suhu 1300℃ mempunyai diameter porositas terbesar.
3 Alias, dkk (2018) Metode : Pembuatan membran ceramic hollow fiber dengan pelapisan nanofiber sebagai membran fotokatalitik. Pelapisan membran menggunakan polimer PAN dan GCN.
Hasil : Mmebran NF-nGCS/Alumina menunjukkan performa terbaik dengan fluks air, OPW permeate fluks, oil rejection sebesar 816 L.m-2.h-1, 640 L.m-
2.h-1, dan 99%.
4 Chen, dkk (2018) Metode : Fabrikasi alumina hollow fiber dengan inversi fasa dan sintering pada suhu 1500℃. Membran alumina tersebut kemudian dilapisi dengan FAS.
Hasil : Setelah dilapisi dengan FAS, sifat hidrofolik pada permukaan membran berubah menjadi hidrofobik dengan contact angel sebesar 140°.