• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI

N/A
N/A
Lintang rachmadita

Academic year: 2023

Membagikan "HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5 HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk dan perjalanan air di permukaan bumi. Hidrologi dipelajari orang untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan keairan, seperti manajemen air, pengendalian banjir, dan perencanaan bangunan air (Triatmojo, 2008).

Air limpasan disebut juga air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Air limpasan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai vmengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas.

Hidrogeologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang air dibawah permukaan tanah.

Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada pengamatan langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan pola aliran air tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi daerah penyelidikan.

b. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan pisometrik daerah tersebut.

Kajian aspek hidrologi dan hidrogeologi untuk menunjang studi geoteknik ini ditekankan pada penaksiran debit air yang potensial masuk ke pit area, dan perkiraan distribusi tekanan air tanah pada lereng bukaan tambang. Penaksiran debit air tambang dilakukan dengan mengolah dan memanfaatkan data dan informasi sekunder, meliputi; curah hujan, daerah aliran sungai (DAS) atau tangkapan air hujan (catchment area), sifat kelulusan air dari berbagai jenis lapisan batuan, pola aliran di permukaan pada dan di sekitar areal rencana penambangan.

5.1. Akuisisi Data Hidrologi dan Hidrogeologi

5.1.1. Jenis

Analisis hidrologi dan hidrogeologi membutuhkan jenis data yang berbeda. Aspek Hidrologi yang membahas dan menghitung jumlah air permukaan yang berpotensi masuk ke dalam pit/tambang membutuhkan data-data berikut ini:

 Data Curah Hujan

 Curah Hujan Rencana

(2)

 Intensitas Curah Hujan

 Periode Ulang Hujan dan Koefisien Limpasan

 Daerah Tangkapan Hujan (catchment area)

 Debit Air Limpasan

Sedangkan analisis hidrogeologi yang membahas dan menghitung jumlah air tanah yang berpotensi masuk ke dalam pit, membutuhkan data-data sebagai berikut:

 Debit Air Tanah

 Keadaan akuifer

 Karakteristik Hidrolik Akuifer

 Arah Aliran Air Tanah

 Pengukuran Muka Air Tanah 5.1.2. Jumlah Data

PT. BMKG melakukan pengambilan data curah hujan melalui website World Wether Online (WWO). Sedangkan morfologi regional diperoleh dari pemetaan topografi lokal di sekitar bukaan pit tambang, yang dipadukan dengan data pit tambang dari tim perencanaan tambang PT. BMKG.

1. Pengujian Muka Air Tanah

Pada wilayah Dusun Kanigoro, Desa Tambakromo, Kec. Ponjong, Kab. Gunung Kidul tidak ditemukan sungai maupun sumur, sehingga data muka air tanah didapatkan dengan mencari sumur terdekat dari wilayah tersebut. Koordinat : (474527 ; 9121470 ; 496) ditemukan sumur bor dengan kedalaman muka air tanah 135 meter. Berdasarkan pengujian muka air tanah dilapangan didapatkan nilai 135 m yang artinya daerah tersebut termasuk dataran tinggi.

2. Pengujian infiltrasi

Uji infiltrasi dilakukan menggunakan 2 pipa dengan diameter 3,2 cm dan diameter 7,6 cm dengan tinggi masing-masing pipa 30 cm. Dalam pengujian dicatat penurunan air setiap 1 menit.

Tabel 5-1. Data Hasil Uji Infiltrasi Tanah

T (menit) H (cm)

1 29

2 28

3 28

4 27.5

Lanjutan Tabel 5-1.

(3)

5 27.5

6 27

7 26.5

8 25.5

9 25.3

10 24.5

11 24.3

12 24.2

13 23.8

14 23.3

15 23

16 22.5

17 22.2

18 21.8

19 21.3

20 21

21 20.8

22 20

23 19.8

24 119.5

25 19.5

26 19

27 19

28 19

29 19

30 19

Berdasarkan hasil pengujian di lapangan didapatkan nilai laju infiltrasi sebesar 1.94 (cm/jam).

Hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil uji infiltrasi di lapangan, maka dapat diklasifikasikan berdasrkan nilai yang didapat

3. Pengujian Potential Hydrogen (pH) dan Total Dissolved Solids (TDS)

Dari hasil pengujian pH menggunakan alat pH meter didapatkan nilai pH air sebesar 7,7.

Sedangkan dari pengujian alat TDS meter didapatkan suhu sebesar 24,8℃ dan tds 578 ppm. Dari hasil pengujian pH menggunakan alat pH meter didapatkan nilai pH air sebesar 7,7. Dari hasil tersebut dapat tergolong netral. Berdasarkan nilai TDS yang kita peroleh dapat digolongkan sebagai air tawar.

5.2. Analisis Hidrologi dan Hidrogeologi

5.2.1. Analisis Hidrologi

Pada dasarnya hidrologi bukan merupakan ilmu yang sepenuhnya eksak, tetapi merupakan ilmu yang memerlukan interpretasi. Syarat-syarat fundamental yang diperlukan adalah data - data hasil pengamatan dalam sebuah aspek presipitasi, limpasan (runoff), debit sungai, infiltrasi, perkolasi, evaporasi, dan lain-lain. Dengan data-data tersebut dan ditunjang oleh

(4)

ahli hidrologi akan dapat memberikan penyelesaian dalam persoalan yang menyangkut keperluan dari penggunaan air dalam hubungannya dengan perencanaan teknis bangunan- bangunan air.

5.2.1.1. Siklus Hidrologi

Air secara alami mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. air mengalir diatas permukaan tanah namun air juga mengalir di dalam tanah. di dalam lingkungan alam, proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) mengikuti suatu siklus keseimbangan yang dikenal dengan siklus hidrologi (Kodatie, 2010).

Gambar 5-1. Sikulus Hidrologi (Asdak, 2014)

Siklus hidrologi dimulai dari penguapan air di laut dan badan-badan air lainnya (sungai, danau, rawa, waduk). Perubahan bentuk air menjadi uap ini disebabkan oleh adanya energi panas dari matahari. Uap air hasil evaporasi dapat terbawa angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan apabila keadaan 31 memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut dapat terkondensasi pada saat mencapai ketinggian tertentu kemudian turun menjadi hujan maupun salju. Sebelum mencapai permukaan tanah, sebagian air hujan tersebut dapat tertahan oleh media seperti vegetasi atau tumbuhan. Sebagian dari air hujan tersebut dapat tersimpan di permukaan vegetasi selama proses pembasahan vegetasi, dan sebagian lainnya akan jatuh menuju permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon (steamflow). Sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan mengalami proses evaporasi kembali ke

(5)

atmosfer selama dan setelah berlangsungnya hujan (Asdak, 2004). Sementara terdapat berbagai kemungkinan jika hujan jatuh di daratan. Bisa saja hujan jatuh langsung ke sungai dan air selanjutnya mengalir ke laut. Di darat, air dapat tercegah oleh tumbuhan dan menguap kembali ke atmosfer. Air yang langsung jatuh di permukaan tanah, sebagian meresap ke bawah permukaan yang disebut sebagai proses infiltrasi dan selanjutnya dapat diserap oleh tanaman atau mengalir terus ke zona yang lebih dalam (perkolasi) menuju lapisan yang jenuh air atau lapisan air tanah (akuifer). Air tanah mengalir secara perlahan dan meluah ke sungai atau bisa juga langsung ke laut. Siklus ini disebut sebagai siklus hidrologi atau siklus air dan digambarkan pada (Suripin, 2004).

5.2.1.2. Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan mewakili wilayah IUP untuk menganalisis dan memperhitungkan besarnya curah hujan rencana. Curah hujan rencana ditentukan berdasarkan data curah hujan harian maksimum pada wilayah penelitian selama 10 tahun terakhir. Pada data curah hujan PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping memiliki curah hujan maksimal sebesar 38 mm pada tahun 2017 sedangkan yang paling kecil pada tahun 2020 yakni sebesar 3,9 mm (Tabel 5-2.).

Data hari hujan diperoleh berdasarkan dari tingkat intensitas hujan sehingga dapat diklasifikasikan jenis hujan, berdasarkan data hujan berlangsung hampir setiap hari dengan durasi dan intensitas yang berbeda. Berdasarkan data tersebut hujan hampir berlangsung setengah tahun yakni sekitar range 160 - 300 hari. Berbeda dengan hari hujan, durasi hujan dapat diukur juga bersamaan dengan intensitas hujan, pada PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping rata rata durasi hujan sebesar 0,80 -1,30 jam. Dengan durasi terlama yakni selama 2 jam(Lampiran E.1.).

Tabel 5-2. Data Curah Hujan Harian Maksimum

No Tahun Curah Hujan Harian Maksimum (mm)

1 2012 21,7

2 2013 16,7

3 2014 18,1

4 2015 18,5

5 2016 28,3

6 2017 38,0

(6)

8 2019 26,5

9 2020 3,9

10 2021 23,5

5.2.1.3. Curah Hujan Rencana

Distribusi curah hujan dapat dianalisis dengan menggunakan 4 pendekatan yang berbeda, antara lain :

a. Metode Gumbell

Berdasarkan analisis distribusi curah hujan dengan menggunakan metode Gumbell dengan perhitungan menggunakan curah hujan rata – rata dari curah hujan harian maksimum yakni sekitar 99 - 185 mm/hari (Gambar 5-2.). Perhitungan lebih lengkap pada Lampiran E.2.

0 2 4 6 8 10 12

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Metode Gumbelll

Peiode Ulang Hujan (Tahun) Curah Hujan Rencana (mm/hari)

Gambar 5-2. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Distribusi Gumbell Rata – Rata

Sedangkan apabila pada distribusi Gumbell data yang digunakan yakni data curah hujan harian maksimum yang tertinggi dari 10 tahun terakhir, maka akan diperoleh curah hujan rencana sebesar 188,35 – 401,30 mm/hari (Gambar 5-3.)

(7)

0 2 4 6 8 10 12 0.00

100.00 200.00 300.00 400.00 500.00

Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Distribusi Gumbelll Maksimum

Periode Ulang Hujan (Tahun)

Curah Hujan Rencana (mm/hari)

Gambar 5-3. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Distribusi Gumbell Maksimum

b. Metode Normal

Analisis distribusi dengan menggunakan metode normal pada data PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping memiliki range 19,30 – 162,50 mm/hari. Pada metode normal ini mempertimbangkan standar variable dan standar deviasi dari setiap curah hujan berdasarkan dari periode ulang hujan (Gambar 5-4.). Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran E.3.

0 2 4 6 8 10 12

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00

Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Normal

Peiode Ulang Hujan (Tahun) Curah Hujan Rencana (mm/hari)

Gambar 5-4. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Distribusi Normal c. Metode Log Normal

Pada metode log normal distribusi curah hujan data PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan data metode log normal yakni berkisar

(8)

45,79 – 183,26 mm/hari (Gambar 5-5.). Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran E.4.

0 2 4 6 8 10 12

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 200.00

Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Normal

Peiode Ulang Hujan (Tahun) Curah Hujan Rencana (mm/hari)

Gambar 5-5. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Distribusi Log Normal d. Metode Log Pearson III

Metode Log Pearson III mempertimbangkan banyak parameter baik dari standar deviasi hingga nilai K atau Karakteristik distribusi Log Pearson III, dan menyesuaikan dengan nilai PUH hingga 10 tahun ke depan dan diperoleh curah hujan rencana 39,26 – 95,70 mm/hari (Gambar 5-6.). Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran E.5.

0 2 4 6 8 10 12

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III

Peiode Ulang Hujan (Tahun) Curah Hujan Rencana (mm/hari)

Gambar 5-6. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana Distribusi Log Pearson III Berdasarkan Gambar 5-7 dapat disimpulkan secara berututan nilai distribusi tertinggi hingga terendah yakni distribusi Gumbell maksimum, Gumbell Rata – Rata, Log Normal, Normal, dan Log Pearson III.

(9)

Gambar 5-7. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan Rencana 5.2.1.4. Penentuan Curah Hujan Rencana

Dalam pemilihan distribusi yang akan digunakan sebagai bahan perhitungan intensitas hujan diperlukan validasi terhadap error data. Adapun validasi data menggunakan 3 metode sebagai berikut.

a. Metode Chi Square

Analisis Chi Kuadrat digunakan untuk mengetahui perbandingan antara setiap metode distribusi untuk melihat kecacatan data yang diberikan supaya dapat memilih metode yang cocok untuk studi kasus pada wilayah PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping. Metode ini melakukan pendekatan berdasarkan nilai probabilitas data yang diharapkan mendekati data aktual. Pada penelitian ini memiliki data historikal yang berjumlah 10 data dapat dibedakan menjadi 5 kelas dengan nilai yang diharapkan yakni 2 serta derajat kebebasan sebesar 3 (Lampiran E.6.). Metode chi square memiliki tabel hubungan derajat kebebasan dengan nilai chi kritis (Lampiran E.7.) untuk menentukan batasan dari nilai chi yang diharapkan dari setiap metode distribusi curah hujan. Berdasarkan analisis tabel chi square diperoleh nilai chi kritis sebesar 5,99 dan 4,61 dengan nilai X sebesar 5% dan 10% (Lampiran E.6.). Berdasarkan hasil analisis chi square dapat dilihat nilai chi hitung metode Gumbell memiliki nilai paling kecil dikarenakan berdasarkan dari data untuk memenuhi kriteria metode Gumbell tersebar dengan rata dari nilai yang diharapkan sedangkan pada metode distribusi normal, log normal, dan log pearson III memiliki nilai yang diharapkan yang hampir sama, sehingga dari keempat metode memenuhi semua kriteria metode chi square (Gambar 5-8).

(10)

Normal Log Normal Gumbell Log Pearson III

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

Grafik Hubungan Chi Hitung dengan Chi Kritis

Chi Hitung Chi Kritis 5% Chi Kritis 10%

Chi Suare Metode Distribusi Curah Hujan

Gambar 5-8. Grafik Hubungan Chi Hitung dan Chi Kritis 5% dan 10%

b. Semirnov Kolmogorov

Pada uji smirnov kolmogorov dihitung nilai D, yaitu perbedaan maksimum antara fungsi kumulatif sampel dan fungsi probabilitas kumulatif. Berdasarkan dari data PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping distribusi smirnov kolmogorov ini memiliki range 0,08 – 0,9.

Berdasarkan dari pengolahan data smirnov kolmogorov terdapat 1 metode yang memenuhi yakni metode distribusi log normal. Berdasarkan dari hasil pengolahan data dapat disimpulkan distribusi yang dapat digunakan yakni distribusi log normal dengan nilai 0,083.

Dikarenakan pada metode gumbell, normal dan log pearson III memiliki nilai di atas nilai Ap kritis yakni 0,623 dan 0,531 sedangkan metode log pearson III memiliki nilai yang sangat besar yakni sebesar 0,935 sehingga tidak dapat memenuhi nilai kritis dari smirnov kolmogorov sebesar 0,409 (Gambar 5-9.). Adapun perhitungan smirnov kolmogorov dapat dilihat pada Lampiran E.6.

Gumbell Normal Log Normal Log Pearson III 0.000

0.500 1.000

Grafik Hubungan Ap MAx Hitung dengan Ap Max Kritis

Ap Max Hitung Ap Max Kritis Metode Distribusi Curah Hujan

Ap

Gambar 5-9. Grafik Pengujian Smirnov Kolmogorov

c.

Koefisien Skewness

(11)

Pengujian Skewness ini berfungsi untuk melihat kemencengan dari distribusi suatu nilai.

Dalam hal ini perhitungan dengan cara biasa dan menggunakan logaritma menyesuaikan dengan metode distribusi yang digunakan. Pada pengolahan data koefisien skewness distribusi normal memiliki nilai 1,27 dan menggunakan logaritma 0,46. Dengan koefisien Variasi 0,439 dan 0,089. Analisis koefisien Kwitosis memiliki nilai 5,16 untuk normal dan 3,91 untuk logaritma.

Berdasarkan dari hasil pengolahan koefisien skewness PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping, metode yang dapat digunakan yakni metode Normal, Log Normal, dan Log Pearson III karena memenuhi standar nilai Koefiesien Skewness. Pada pengolahan data koefiesien skewness distribusi Gumbell memiliki nilai 0,375 tidak memenuhi nilai dikarenakan tidak memenuhi syarat sebesar 1,140 (Gambar 5-10.).

Normal Log Normal Log Pearson III Gumbel

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200

Grafik Perhitungan Koefien Skewness

Syarat CsKoefisien SkewnessHasil Cs Metode Distribusi Curah HUjan

Gambar 5-10. Grafik Analisis Koefisien Skewness

Analisis koefisien Kwitosis memiliki nilai 2,915 untuk normal dan 0,042 untuk log normal dan log pearson III (Gambar 5-11). Berdasarkan dari hasil pengolahan koefisien skewness PT.

Bukit Makmur Kanigoro Gamping, metode yang dapat digunakan yakni metode log normal karena menuhi standar nilai Koefiesien Skewness (Lampiran E.6.).

Normal Log Normal Log Pearson III Gumbel

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00

Grafik Perhitungan Koefisien Kwitosis

Syarat Ck Hasil Ck Koefisien Skewness Metode Distribusi Curah HUjan

Gambar 5-11. Grafik Analisis Koefisien Kwitosis

(12)

Berdasarkan hasil dari pengujian chi square, smirnov kolmogorov, dan koefisien skewness – kwitosis dapat diperoleh metode log normal yang paling sesuai dengan distribusi curah hujan 10 tahun terahir dan dapat digunakan sebagai hujan rencana untuk dijadikan data dalam perhitungan intensitas hujan (Tabel 5-3)

Tabel 5-3. Hasil Pengujian Chi Square, Smirnov Kolmogorov, Dan Koefisien Skewness – Kwitosis

No Metode

Distribusi Chi Kuadrat Koefisien Skewness

dan Kwitosis Smirnov

Kolmogorov Kesimpulan

1 Gumbelll Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak

2 Normal Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak

3 Log Normal Memenuhi Tidak Memenuhi Memenuhi Ya

4 Log Pearson III Memenuhi Memenuhi Tidak Memenuhi Ya

Gambar 5-11. Grafik Hubungan PUH dengan Curah Hujan

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.3 diatas dikatakan memenuhi dengan metode Log Normal dan Log Pearson III dan metode yang digunakan adalah metode Log Normal dikarenakan dari grafik pada gambar 5.11 analisis diatas nilai dari metode Log Normal lebih tinggi dibandingkan dengan metode Log Pearson III

5.2.1.5. Periode Ulang Hujan (PUH)

Periode ulang hujan dalam penelitian ini menyesuaikan dengan perhitungan distribusi hujan yakni 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 tahun. Pada PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping memiliki LOM hingga 6 Tahun ke depan. Berdasarkan dari hasil perhitungan resiko hidrologi pada tahun ke 1 memiliki resiko hidrologi sebesar 100 %. Berdasarkan hasil analisis PUH

(13)

yang digunakan yakni pada tahun ke 4 memiliki resiko hidrologi sebesar 82% dengan pertimbangan LOM PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping selama 6 Tahun (Lampiran E.8.)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0%

50%

100%

100% 98% 91%

82% 74% 67% 60% 55% 51%

Hubungan PUH dengaan Resiko Hidrologi

Periode Ulang Hujan (Tahun)

Resiko Hidrologi (%)

Gambar 5-12. Grafik Hubungan PUH dengan Resiko Hidrologi 5.2.1.6. Intensitas Curah Hujan

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan distribusi hujan metode Log Normal, dapat dianalisa intensitas hujan dengan menggunakan persamaan Mononobe dengan periode ulang hujan yakni 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 tahun dapat disimpulkan dengan perbedaan waktu 10 menit memiliki nilai intensitas yakni 15,87 hingga 63,53 mm/jam (kala ulang hujan berurutan dari terendah hingga tertinggi) hingga 1,01 jam (hujan rata – rata di PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping) memiliki nilai intensitas yakni 15,87 hingga 44,13 mm/jam (kala ulang hujan berurutan dari terendah hingga tertinggi) lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5-13.

0.000 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 50

100 150 200 250

Grafik Intensitas Hujan PT BMKG

Durasi Hujan (jam) Intensitas Hujan mm/jam)

Gambar 5-13. Grafik Intensitas Hujan

(14)

Berdasarkan dengan kondisi tinjauan umum terkait struktur geologi dengan Formasi Wonosari Punung dan Formasi Semilir mengalami perlipatan dan membentuk antiklin asimetris dan menunjam ke utara dengan penunjaman sekitar 5°. Kondisi lingkungan pada daerah penelitian front pertambangan merupakan hutan, perkebunan dengan kemiringan range 3% - 15% sehingga memiliki nilai koefisien limpasan sebesar 0,40 (Tabel 3.3).

Tabel 5-4. Nilai Koefisien Limpasan

Kemiringan Lahan Kegunaan Lahan Koefisien Limpasan Datar Kemiringan < 3 %

Persawahan rawa-rawa 0,20

Hutan perkebunan 0,30

Permukiman 0,40

Agak miring (3-15 %)

Hutan, perkebunan 0,40

Permukiman 0,50

Vegetasi ringan 0,60

Tanah gundul 0,70

Curam Kemiringan > 15 %

Hutan Pemukiman 0,60

Pemukiman 0,70

Vegetasi ringan 0,80

Tanah gundul, penambangan 0,90

Sumber : Vlimote, S. (2023). Kajian Hidrologi (Run Off) Untuk Evaluasi Infrastruktur Sistem Penyaliran Tambang Pada PT PPA – ADW. Skripsi. Fakutas Teknologi Mineral. Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Kondisi lingkungan pada daerah disposal masuk ke dalam kategori perkebunan dengan kemiringan di range 3 - 15% sehingga memiliki nilai koefisien limpasan sebesar 0,40 (Tabel 5-3). Lebih Lengkap pada Lampiran J.

5.2.1.8. Arah Aliran Hujan

Dalam analisis arah aliran hujan diperlukan data peta DEM untuk mengetahui elevasi dari daerah tersebut. Pada Pit BMKG terdapat 2 lokasi terendah yakni pada central dan east. Pada peta DEM di bawah ini memiliki elevasi terendah yakni 470 hingga 530. Dalam analisis arah aliran dari suatu data DEM menggunakan software ArcGIS untuk mengetahui arah aliran dari peta berdasarkan elevasinya (Lampiran E.11.). Pada Lampiran E.11. dapat dilihat arah aliran yang acak tidak menuju ke satu tempat dikarenakan menyesuaikan dengan elevasi terdekat dari elevasi tertinggi ke terendah, oleh karena itu pada 2 sump arah aliran menumpuk di sana dan di samping dari disposal timur dan barat karena disposal memiliki elevasi yang tinggi dibanding sekitarnya yang disebabkan karena bentuknya yang timbunan.

5.2.1.9. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Daerah tangkapan hujan (DTH) dapat diartikan sebagai sebuah wilayah pada daratan yang secara alami dibatasi oleh pembatas topografi (punggungan bukit dan gunung serta morfologi

(15)

lainnya), berfungsi untuk menerima, menampung, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya melalui sebuah sungai utama menuju ke laut atau ke danau secara alami.

Pembuatan daerah tangkapan hujan dibantu menggunakan software ArcGIS. Data yang dibutuhkan yakni peta dalam bentuk DEM (digital elevation model) dengan memiliki informasi koordinat (xy) dan elevasi (z). Berdasarkan data peta yang dimiliki harus diolah dengan menggunakan feature fill untuk mengisi sink (area yang memiliki aliran air sendiri, air ini tidak mengalir keluar). Dalam menganalisis catchment area, maka proses fill terhadap peta DEM harus dilakukan sehingga aliran air dapat dianalisis. Kemudian menganalisis flow direction untuk mengetahui arah aliran dair permukaan yang dipresentasikan dari cell – cell dari peta DEM untuk memperoleh pola aliran air permukaan. Selanjutnya analisis flow accumulation untuk mengetahui pola aliran sungai dari cell nilai aliran tertinggi yang terbentuk data informasi flow direction dari data tersebut dapat diketahui daerah tangkapan hujan (Lampiran E.12.). Berdasarkan hasil analisis menggunakan arcGIS menggunakan data topografi PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping memiliki 6 daerah tangkapan hujan dengan rincian 1 daerah tangkapan hujan dalam pit dan 5 daerah tangkapan hujan di luar pit. Adapun daerah tangkapan hujan di PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping dapat dilihat pada Tabel 5- 4 sebagai berikut.

Tabel 5-5. Daerah Tangkapan Hujan PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping

Luas Catchment Area (m2) km2

PIT I 0.108

Luar Front Penambangan I 0.522

Luar Front Penambangan II 0.152

Luar Front Penambangan III 0.814

Luar Front Penambangan IV 0.439

Luar Front Penambangan V 0.175

5.2.1.10.Debit Air Limpasan

Penentuan debit air limpasan menggunakan dua metode yang berbeda yakni metode Rasional dan Nakayasu, adapun pengolahan data debit air limpasan sebagai berikut.

1. Analisis Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional

Analisis debit air Limpasan menggunakan metode Rasional hanya membutuhkan data koefisien limpasan, luas daerah tangkapan hujan, dan intensitas hujan menggunakan metode distribusi Log Normal. Pada analisis debit air limpasan menggunakan PUH 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 dengan 6 DTH yang berbeda lebih jelas pada Lampiran E.13.

(16)

Penggunaan Log Normal pada setiap DTH dengan koefisien limpasan sesuai pada lampiran J dan luas daerah tangkapan hujan sesuai pada lampiran E.12. memiliki intensitas hujan sebesar 44,13 mm/jam memiliki debit air limpasan sesuai pada Gambar 5-14. di bawah ini.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.00.20.40.60.81.01.21.4 10.00.0

20.030.0 40.050.0 60.070.0

Grafik Debit Air Limpasan Metode Rasional DTH 1

Debit Air Limpasan Intensitas Hujan Daerah Tangkapan Hujan

Debit AIr Limpasan (m3/s)

Periode Ulang Hujan

Intensitas Hujan (mm/jam)

Gambar 5-14. Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional Log Normal Pada DTH 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.0

1.0 2.0 3.0 4.0

10.00.0 20.030.0 40.050.0 60.070.0

Grafik Debit Air Limpasan Metode Rasional DTH 2

Debit Air Limpasan Intensitas Hujan Daerah Tangkapan Hujan

Debit Air Limpasan (m3/s)

Periode Ulang Hujan

Intensitas Hujan (mm/jam)

Gambar 5-15. Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional Log Normal Pada DTH 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.0

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

10.00.0 20.030.0 40.050.0 60.070.0

Grafik Debit Air Limpasan Metode Rasional DTH 3

Debit Air Limpasan Intensitas Hujan Daerah Tangkapan Hujan

Debit Air Limpasan (m3/s)

Periode Ulang Hujan

Intesitas Hujan (mm/jam)

Gambar 5-16. Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional Log Normal Pada DTH 3

(17)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.01.02.03.04.05.06.07.0 10.00.0

20.030.0 40.050.0 60.070.0

Grafik Debit Air Limpasan Metode Rasional DTH 4

Debit Air Limpasan Intensitas Hujan Daerah Tangkapan Hujan

Debit Air Limpasan (m3/s)

Periode Ulang Hujan

Intensitas hujan (mm/jam)

Gambar 5-17. Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional Log Normal Pada DTH 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.00.51.01.52.02.53.03.5 10.00.0

20.030.0 40.050.0 60.070.0

Grafik Debit Air Limpasan Metode Rasional DTH 5

Debit Air Limpasan Intensitas Hujan Daerah Tangkapan Hujan

Debit AIr Limpasan (m3/s)

Periode Ulang Hujan

Intensitaa Hujan (mm/jam)

Gambar 5-18. Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional Log Normal Pada DTH 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.020.040.060.0

80.0 100.0 120.0

10.00.0 20.030.0 40.050.0 60.070.0

Grafi Debit Air Limpasan Metode Rasional PUH 6

Debit Air Limpasan Intensitas Hujan Daerah Tangkapan Hujan

Debit Air Limpasan (m3/s)

Periode Ulang Hujan

Intensitaa Hujan (mm/jam)

Gambar 5-19. Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Rasional Log Normal Pada DTH 6 2. Analisis Debit Air Limpasan Menggunakan Metode Nakayasu

Analisis debit air Limpasan menggunakan metode Nakayasu hanya membutuhkan data luas daerah tangkapan hujan, intensitas hujan, dan panjang saluran terbuka menggunakan metode

(18)

8, 9 dan 10 dengan 6 DTH yang berbeda. Pada analisis PUH digunakan PUH 4 tahun dengan memiliki distribusi waktu hujan selama 6 jam, serta panjang saluran terbuka sebesar 6,881 km. Perhitungan lebih jelas pada Lampiran E.14.

Pada analisis curah hujan dengan menggunakan metode Log Normal. Pada daerah tangkapan hujan 1 memiliki luas sebesar 0,108 km2 dan koefisien limpasan sebesar 0,6 serta nilai ordinat a sebesar 1,28 memiliki debit puncak air limpasan PUH 4 sebesar 3,00 m3 /s (Tabel 5- 6.).

Tabel 5-6. Debit Air Limpasan DTH 1 Log Normal Metode Nakayasu

PUH Debit (m3/s)

1 1.86

2 2.24

3 2.66

4 3.00

5 3.28

6 3.53

Pada analisis curah hujan dengan menggunakan metode Log Normal. Pada daerah tangkapan hujan 2 memiliki luas sebesar 0,522 km2 dan koefisien limpasan sebesar 0,4 serta nilai ordinat a sebesar 1,39 memiliki debit puncak air limpasan PUH 4 sebesar 12,8 m3 /s (Tabel 5- 7.).

Tabel 5-7. Debit Air Limpasan DTH 2 Log Normal Metode Nakayasu

PUH Debit (m3/s)

1 8.74

2 9.54

3 11.35

4 12.80

5 13.99

6 15.08

Pada analisis curah hujan dengan menggunakan metode Log Normal. Pada daerah tangkapan hujan 3 memiliki luas sebesar 0,152 km2 dan koefisien limpasan sebesar 0,4 serta nilai ordinat a sebesar 1,16 memiliki debit puncak air limpasan PUH 4 sebesar 3,86 m3 /s (Tabel 5- 8.).

Tabel 5-8. Debit Air Limpasan DTH 3 Log Normal Metode Nakayasu

(19)

PUH Debit (m3/s)

1 3.15

2 2.88

3 3.43

4 3.86

5 4.22

6 4.55

Pada analisis curah hujan dengan menggunakan metode Log Normal. Pada daerah tangkapan hujan 4 memiliki luas sebesar 0,814 km2 dan koefisien limpasan sebesar 0,4 serta nilai ordinat a sebesar 1,407 memiliki debit puncak air limpasan PUH 4 sebesar 11,87 m3 /s (Tabel 5-9.).

Tabel 5-9. Debit Air Limpasan DTH 4 Log Normal Metode Nakayasu

PUH Debit (m3/s)

1 6.11

2 8.85

3 10.53

4 11.87

5 12.97

6 13.99

Pada analisis curah hujan dengan menggunakan metode Log Normal. Pada daerah tangkapan hujan 5 memiliki luas sebesar 0,439 km2 dan koefisien limpasan sebesar 0,4 serta nilai ordinat a sebesar 1,82 memiliki debit puncak air limpasan PUH 4 sebesar 8,09 m3 /s (Tabel 5- 10.).

Tabel 5-10. Debit Air Limpasan DTH 5 Log Normal Metode Nakayasu

PUH Debit (m3/s)

1 3.82

2 6.04

3 7.18

4 8.09

5 8.85

6 9.54

Pada analisis curah hujan dengan menggunakan metode Log Normal. Pada daerah tangkapan hujan 6 memiliki luas sebesar 0,175 km2 dan koefisien limpasan sebesar 0,4 serta nilai

(20)

ordinat a sebesar 1,97 memiliki debit puncak air limpasan PUH 4 sebesar 6,78 m3 /s (Tabel 5- 11.).

Tabel 5-11. Debit Air Limpasan DTH 6 Log Normal Metode Nakayasu

PUH Debit (m3/s)

1 4.77

2 5.05

3 6.01

4 6.78

5 7.41

6 7.99

5.2.2. Analisis Hidrogeologi dan Pemodelan Aliran Air Tanah

5.1.1.1. Aliran Air Tanah

Kajian hidrogeologi bertujuan untuk mengidentifikasi lapisan akuifer atau lapisan pembawa air tanah yang berpotensi mempengaruhi kegiatan penambangan. Aliran air tanah merupakan suatu proses aliran yang terjadi di bawah air tanah dari satu titik elevasi ke titik elevasi lainnya yang lebih rendah hingga kemudian menuju sungai atau laut. Pergerakan aliran air tanah bermula dari masuknya air ke dalam tanah yang disebut sebagai recharge area kemudian mengalir menuju titik keluarnya air tanah berupa mata air, rembesan pada sumur atau disebut juga dengan discharge area. Analisis air tanah menganalisis tentang kondisi hidrogeologi daerah tambang didasarkan pada data litologi, karakteristik batuan, struktur geologi, dan hasil tinjauan lapangan.

Berdasarkan analisis litologi dapat diidentifikasi beberapa lapisan batu pasir yang berpotensi sebagai akuifer. Seandainya kedua lapisan batu pasir tersebut memang merupakan akuifer, maka akan termasuk jenis akuifer tertekan dengan daerah singkapan sebagai daerah imbuhan (recharge) utamanya serta aliran air tanah akan searah dengan kemiringan lapisan.

PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping melakukan pengukuran kondisi Muka Air Tanah (MAT) di satu titik lokasi sumur karena hanya terdapat satu sumur yang letaknya dekat dengan WIUP perusahaan. Dari pengukuran tersebut didapatkan data kedalaman MAT 135 m dari permukaan. Namun lokasi sumur tersebut berada di luar IUP PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping sehingga perusahaan menggunakan dummy sumur guna analisis hidrogeologi. Dummy sumur berjumlah 13 titik yang tersebar di IUP PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping dengan kedalaman MAT yang bervariasi.

(21)

Gambar 5-20. Lokasi Dummy Sumur 5.1.1.2. Analisis Akuifer di Sekitar Pit

Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis layer atau lapisan di bawah lantai tambang dan lapisan penyusun bukit batugamping.

Secara umum, litologi batuan terdiri dari akuifer, akuifug, dan akuitar. Akuifer adalah perlapisan yang dapat menyimpan dan menghantarkan air secara baik, seperti: batupasir lepas, batupasir berpori, kekar atau rekahan. Akuifug adalah lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan dan meloloskan air. Contoh granit dan batuan yang kompak dan padat. Akuitar adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi hanya dapat meloloskan air dalam jumlah yang yang terbatas. Misalnya, tampak adanya rembesan atau kebocoran.

Kondisi perlapisan di bawah lantai tambang dan lapisan penyusun bukit batugamping disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 5-21. Hidrostratigrafi

Gambar di atas menunjukkan perlapisan akuifug di bukit batugamping yang tidak dapat menyimpan air. Perlapisan di lantai tambang dominan akuifer dan akuitar pada lapisan

(22)

batupasir dan lapisan aluvial. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan dari area bukit batugamping akan sulit menyerap air serta lapisan di bawah lantai tambang akan lebih mudah menyerap dan mengalirkan air.

Sedikit atau banyaknya debit air tanah ditentukan oleh angka konduktivitas hidraulik (K), yaitu nilai yang menunjukkan kecepatan aliran air di dalam media akuifer tersebut. PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping telah melakukan analisis terhadap beberapa lapisan akuifer di beberapa titik pengamatan yang diringkas dalam tabel berikut ini.

Tabel 5-12. Nilai Konduktivitas Hidraulik Batupasir (Domenico, 1990) Jenis Material Sedimen Nilai Hydraulic Conductivity

(m/det) Gravel 3 x 10-4 - 3 x 10-2 Coarse sand 9 x 10-7 - 6 x 10-3 Medium sand 9 x 10-7 - 5 x 10-4 Fine sand 2 x 10-7 - 2 x 10-4 Silt, loess 1 x 10-9 - 2 x 10-5 Till 1 x 10-12 - 2 x 10-6 Clay 1 x 10-11 - 4,7 x 10-9 Unweathered marine

clay 8 x 10-13 - 2 x 10-9

Tabel 5-13. Nilai Konduktivitas Hidraulik Batugamping (Domenico, 1990) Jenis Material

Sedimen Nilai Hydraulic Conductivity (m/det)

Karst and reef limestone 1 x 10-6 - 2 x 10-2 Limestone, dolomite 1 x 10-9 - 6 x 10-6 Sandstone 3 x 10-10 - 6 x 10-6

Siltstone 1 x 10-11 - 1,4 x 10-8 Salt 1 x 10-12 - 1 x 10-10 Anhydrite 4 x 10-13 - 2 x 10-8

Shale 1 x 10-13 - 2 x 10-9

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, untuk perlapisan batupasir memiliki nilai K sebesar 2 x 10-7 - 2 x 10-4 pada lapisan bawah lantai tambang serta perlapisan batugamping memiliki nilai K sebesar 1 x 10-6 - 2 x 10-2 pada lapisan bukit batugamping.

5.1.1.3. Perhitungan Debit Air Tanah yang Masuk ke Pit

Perhitungan debit air tanah yang masuk ke dalam pit menggunakan Hukum Darcy:

Dimana,

A = luas permukaan akuifer yang mengalirkan air tanah ke Pit (m2)

(23)

K = nilai Konduktivitas Hidraulik akuifer (meter/detik) i = gradien air tanah yaitu kemiringan muka air tanah

Luas permukaan akuifer yang mengalirkan air tanah ke dalam Pit dapat ditentukan dengan menghitung panjang dinding yang terbuka/tergali (m) x tebal akuifer yang terbuka/tergali (m);

atau ditentukan langsung bilamana permukaan dinding atau area yang mengalirkan air tanah telah diketahui.

Dalam kasus pit tambang PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping, penambangan dengan metode open pit tidak memotong muka air tanah. Elevasi terbawah dari rancangan pit (pit bottom) sebesar 470 m sedangkan elevasi air tanah sebesar 438 m sehingga kegiatan penambangan dengan metode open pit tidak akan memotong aliran air tanah. Oleh sebab itu, belum diperlukan adanya kajian lanjutan mengenai pengaruh penambangan terhadap aliran air tanah, khususnya perhitungan debit aliran air yang masuk ke pit.

5.1.1.4. Pemodelan Aliran Air Tanah

Pemodelan air tanah adalah peniruan kondisi sistem air tanah dengan cara penyederhanaan sistem air tanah dan upaya manusia dalam pengelolaan yang berkaitan dengan air tanah.

Prinsip pemodelan air tanah adalah untuk memperkirakan seberapa jauh perubahan kondisi muka air tanah akan terjadi di mas mendatang akibat pola pengembangan air tanah yang sedang berlangsung atau akibat usulan pengelolaan baru.

Pemodelan air tanah pada suatu tambang merupakan kajian secara menyeluruh tentang kondisi morfologi, hidrologi, geologi, dan hidrogeologi yang diaplikasikan secara konseptual dalam sebuah model, dengan tujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan air tanah, seperti pola aliran, head, dan arah aliran.

Pada pemodelan air tanah, PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping melakukan survey lapangan dan menganalisis pemodelan air tanah menggunakan software MODFLOW. Data parameter inputan untuk dapat melakukan komputasi pada software tersebut yaitu data hidrologi dan data hidrogeologi. Suatu model aliran air tanah harus dilakukan kalibrasi julang untuk mengetahui seberapa dekat parameter hasil perhitungan model dengan parameter yang diinput di awal pemodelan. Semakin kecil nilai kalibrasi julang yang dinyatakan, maka semakin akurat model yang dibuat. Hasil kalibrasi didapatkan nilai Standard Error of the Estimate sebesar 4,34 m yang berarti error terjadi setiap 4,34 m kedalaman dummy sumur dan didapatkan nilai Correlation Coefficient sebesar 0,93.

(24)

Gambar 5-22. Diagram Scatter

Kondisi air tanah Dusun Kanigoro setelah dilakukan pemodelan diketahui bahwa elevasi terendah pada proses penambangan PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping tidak lebih dalam dari elevasi air tanah, sehingga keberadaan air tanah tidak mengganggu kegiatan penambangan. Oleh sebab itu dalam perhitungan jumlah air tambang, air tanah tidak ikut dihitung dan kondisi akuifer pada daerah penambangan tergolong akuifer bebas, karena dekat permukaan tanah dan tidak ada lapisan impermeabel. Selain itu, nilai head yang dimodelkan hasil asumsi dari observasi lapangan menunjukkan nilai head lebih rendah daripada kedalaman akhir bukaan tambang sehingga potensi adanya rembesan tidak ada.

Gambar 5-23. Kondisi MAT Sebelum Penambangan

(25)

Gambar 5-24. Kondisi MAT Sesudah Penambangan 5.1.1.5. Analisis Kemajuan Tambang terhadap Kondisi Air Tanah

Kemajuan tambang yang dilakukan pada analisis ini adalah kemajuan tambang tahun kelima hingga tahun keenam sebagai tahun terakhir penambangan. Pada analisis kemajuan tambang, tidak perlu dilakukan kalibrasi ulang. Penentuan umur tambang yang dianalisis didasarkan pada perbedaan bukaan tambang setiap tahunnya. Berdasarkan hasil plotting bukaan tambang dari tahun kelima sampai tahun keenam, antar tahun hanya memiliki perbedaaan bukaan yang sedikit atau tidak signifikan. Berikut ini adalah perbedaan interpolasi aliran air tanah pada tahun-tahun tersebut:

1. Tahun kelima penambangan 2. Tahun keenam penambangan

Apabila dilakukan perbandingan aliran air tanah, maka tidak ada perubahan pola aliran air tanah sehingga kesimpulan yang dapat ditetapkan pada analisis hidrogeologi adalah parameter analisis hidrogeologi tidak menjadi pertimbangan pada analisis sistem penyaliran tambang.

5.1.2. Analisis Neraca Air

Neraca air adalah konsep yang mengacu pada perbandingan antara masuknya dan keluarnya air dalam suatu wilayah atau sistem. Neraca air membantu dalam memahami bagaimana air bergerak dan berinteraksi dengan lingkungan di suatu daerah. Dalam analisis neraca air ada 2 analisis yang diperhatikan neraca air hidrologi dan neraca air hidrogeologi.

Neraca air hidrologi adalah neraca air yang digunakan untuk memahami pergerakan air di permukaan bumi. Ini melibatkan perhitungan jumlah air yang masuk ke suatu wilayah dan jumlah air yang keluar dari wilayah tersebut. Sumber neraca air dalam hidrologi meliputi:

 Curah Hujan (precipitation): ini adalah sumber air utama yang masuk ke suatu wilayah.

 Evapotranspirasi: ini adalah proses penguapan air dari permukaan tanah dan transpirasi dari tanaman.

(26)

 Aliran permukaan (surface runoff): ini adalah air yang mengalir di permukaan tanah menuju sungai atau danau.

 Infiltrasi: ini adalah proses air yang meresap ke dalam tanah.

 Perkolasi: ini adalah pergerakan air melalui lapisan tanah dan batuan menuju akuifer di bawah tanah.

Dalam hidrologi, neraca air membantu memahami siklus air regional, sumber daya air permukaan, dan dampak perubahan lingkungan terhadap pergerakan air di permukaan bumi.

Neraca air hidrogeolog adalah neraca air yang berkaitan dengan pergerakan air di bawah permukaan tanah, khususnya dalam akuifer. Sumber neraca air dalam hidrogeologi meliputi:

Recharge (pengisian): ini adalah masukan air ke dalam akuifer dari hujan yang meresap melalui permukaan tanah.

 Pengeluaran (discharge): ini adalah pengambilan air dari akuifer melalui sumur-sumur atau mata air.

 Pergerakan air dalam akuifer: Ini adalah pergerakan air di dalam batuan atau lapisan tanah yang membentuk akuifer.

 Pemecahan air (water quality): Ini adalah perubahan kualitas air dalam akuifer akibat interaksi dengan material akuifer.

Neraca air dalam hidrogeologi membantu menentukan berapa banyak air yang tersedia dalam akuifer, tingkat pengambilan yang berkelanjutan, dan potensi pencemaran air bawah tanah.

Dalam kedua kasus, neraca air adalah alat penting untuk memahami siklus air, memantau sumber daya air, dan merencanakan pengelolaan yang berkelanjutan untuk air di permukaan dan di bawah permukaan tanah.

Neraca air hidrologi menunjukkan surplus air sebesar 202,90 mm/tahun. Neraca air hidrogeologi menunjukkan bahwa volume air yang tersimpan dalam akuifer lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Keseimbangan air positif menunjukkan keberlanjutan sumber daya air di daerah ini.

5.2. Rekomendasi Hidrologi dan Hidrogeologi

Dari analisis hidrologi dan hidrogeologi di bagian sebelumnya, diketahui bahwa Total Debit Air yang masuk ke dalam pit tambang PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping adalah 0,616 m3/detik + 0,040 m3/detik = 0,656 m3/detik. Angka tersebut akan menjadi basis dalam perencanaan penyaliran tambang dan kalkulasi kebutuhan pompa di tambang PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping.

(27)

5.2.1. Rencana Sistem Penyaliran Tambang

Infrastruktur penyaliran air tambang, baik yang berupa drainase maupun dewatering, memiliki fungsi dan desain yang berbeda-beda. Fungsi dari masing-masing infrastruktur penyaliran tambang dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.

5.2.1.1. Drainase Sekeliling Pit

Area DAS dipertimbangkan untuk dilakukan penyaliran setempat, dengan membuat saluran pengumpul (collector drain) untuk mencegah air permukaan baik sebagian ataupun seluruhnya masuk ke dalam pit. Saluran pengumpul dibuat sepanjang perimeter pit tambang, baik diletakkan di atas dekat crest pit maupun di bawah dekat toe pit. Sistem penyaliran yang dimaksud diilustrasikan dalam gambar berikut.

5.2.1.2. Pembuatan Sump di Lantai Tambang

Sump adalah kolam yang terletak di dasar lantai tambang yang berfungsi untuk mengumpulkan air, baik yang berasal dari hujan, permukaan, maupun rembesan air tanah, sebelum dipompa keluar ke permukaan awal, seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut ini.

Ukuran sump dipersiapkan maksimal sebesar: D (dalam) x L (lebar) x P (panjang) = 2 m x 15 m x 30 m = 900 m3 kapasitas penampungan air, dan minimal 1,5 m x 10 m x 15 m = 225 m3 kapasitas penampungan air. Perhitungan tersebut mempertimbangkan estimasi bukaan pit tambang per tahun, intensitas hujan rencana, dan waktu konsentrasi air pit ke sump.

5.2.1.3. Desain Kolam Pengendap (Sedimentation Pond)

Kolam pengendap berfungsi untuk menurunkan partikel padat terlarut (TSS, Total Suspended Solid) di dalam aliran air yang berasal dari pit tambang. Diameter partikel yang akan diendapkan adalah partikel fine sand (pasir sangat halus – halus) dan yang lebih besar, atau lebih besar dari 0,10 mm. Kecepatan aliran dalam kolam pengendap pasir direncanakan rendah, hal ini dimaksudkan agar partikel dapat mengendap dengan maksimal. Material yang lebih halus seperti lempung membutuhkan penambahan zat koagulan yang berfungsi mengikat material halus yang sulit diendapkan secara mekanis

Diasumsikan bahwa 1 kolam pengendap akan melayani maksimal 3 keluaran pompa, dan debit keluaran 1 pompa adalah 150 liter/detik, maka:

Q=0,150m2/detik ×3=0,450m2/detik

dimana Q = debit dalam saluran masuk kolam pengendap

(28)

H = 3 m

Kecepatan kritis untuk pengendapan ditentukan dengan rumus Camp, V=α

d

α = 0,44 → untuk partikel 0,1 mm < d < 1 mm.

Maka,

V=0,44

0,10=0,14m/detik

b= Q H × v b= 0,45

3×0,14=1,11,5m

dimana b = lebar kolam pengendap

Waktu pengendapan, t=H W

dimana nilai W diperoleh dengan pendekatan : Partikel yang akan diendapkan = 0,10 mm Tabel

dimana :

d = diameter partikel yang akan diendapkan (mm), diambil 0,1 mm W = kecepatan pengendapan (m/det), diambil 0,02 m/det

H = rata-rata kedalaman kolam (m), diambil 3 m Dengan demikian, waktu pengendapan : t= h

W= 3m

0,02m/s=150detik Panjang kolam jika diperhitungkan dalam air tenang :

L=V ×t

L=0,14m/detik ×150detik=18m

Jadi luas basah kolam yang dibutuhkan = 1,5 m x 18 m = 27 m2 dan kapasitas kolam adalah 3 m x 27 m2 = 81 m3.

Desain di atas dapat diaplikasikan sebagai kebutuhan minimal. Untuk penggunaan jangka panjang maka harus dipertimbangkan jangka waktu pengurasan kolam, yang berkorelasi dengan jumlah TSS. Jika diambil faktor keamanan 2 kali, maka luas basah kolam dibuat

(29)

seluas 54 m2. Kolam pengendap akan menggunakan 3 kamar, dan lebar tiap kamar = 3 meter, maka desain kolam pengendapan digambarkan sebagai berikut.

5.2.2. Rencana Kebutuhan Pompa

Hal utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan pompa adalah beda tinggi (head) antara elevasi sump dengan elevasi kolam pengendapan. Kedalaman pit tambang PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping direncanakan hingga 110 m. Mempertimbangkan jenis pompa yang umum tersedia, yaitu MF-385, maka berdasarkan grafik pada gambar berikut ini, diketahui bahwa kapasitas air yang dipompa berkisar antara 120 L/detik hingga 140 L/detik.

5.2.3. Rekomendasi Pemantauan Hidrogeologi

Dalam pembuatan rekomendasi hidrogeologi PT. Bukit Makmur Kanigoro Gamping merekomendasikan pembuatan sumur pantau disekitar area pit penambangan. Luasan area pemantauan ditandai dengan lingkaran merah yang tertera pada gambar 5-25. Dengan luasan 321 m2. Kemudian pembuatan sumur pantau di 3 titik lokasi berada di dalam lingkaran pemantauan yang ditandai dengan titik merah. Kegunaan sumur pantau ini berguna dalam mengontrol adanya perubahan muka air tanah, sehingga dengan adanya sumur pantaun ini dapat meminimalisir adanya resiko muka air tanah memasuki area pit penambangan. Selain itu apabila dibutuhkannya air untuk penyiraman jalan tambang dapat menggunakan air daru sumur ini.

Gambar 5-25. Sumur Pantau

Referensi

Dokumen terkait

Expected count &lt; 5 = 25%, maka data tidak layak diuji menggunakan uji Chi- Square, sebagai alternatif digunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Two-Sample Kolmogorov -

Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test.. Dependent Variable:

Hasil Uji Analisis Frekuensi Curah Hujan DAS Kaligarang Cara Log Person Type III ... Hasil Uji Analisis Frekuensi Curah Hujan DAS Kaligarang Cara Probabilitas Normal 3

Pada perhitungan uji Chi-kuadrat dan Smirnov- Kolmogorov didapatkan bahwa distribusi yang terbaik adalah distribusi Gumbel, maka untuk menentukan atau menentukan kala ulang

Absolute ,095 Positive ,095 Negative ,000 Kolmogorov-Smirnov Z ,551 Asymp..

Kemudian dicari pola distribusi curah hujan melalui parameter statistik sebaran normal dan logaritmatik, dan dilakukan analisa rancangan curah hujan metode Log Pearson III dan metode

Saluran primer : periode ulang 10 tahun Analisa distribusi curah hujan dari data hujan yang tersedia dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain Normal, log normal, log Pearson

Pada penelitian ini, perhitungan curah hujan rencana menggunakan distribusi log normal, perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan mononobe, penentuan luas catchment area