BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 5 tahun (Rusana, Ariani and Sari, 2020). Usia pra sekolah merupakan periode emas untuk perkembangan anak. Perkembangan merupakan bentuk perubahan kemampuan anak yang terjadi secara bertahap, meliputi kemampuan berpikir, kematangan fungsi organ dan perkembangan emosional (Zulaikha & Sureskiarti, 2018). Masalah perkembangan yang dapat terjadi pada anak usia pra sekolah adalah masalah emosional (Amiruddin, 2021). Pada masa ini anak mulai mengalami rasa kecewa ketika apa yang di inginkan tidak dapat terpenuhi. Mayoritas orang tua menghentikan emosi yang dirasakan anaknya membuat emosi anak tidak tersalurkan dan mengakibatkan tumpukkan emosi. Tumpukan emosi tersebut akan menimbulkan terjadinya temper tantrum (Sari, Rusana &
Ariani, 2019). Temper tantrum merupakan fase dari kemarahan dan frustasi yang ekstrim, kehilangan kendali dan di tandai dengan sikap menangis, berteriak, serta gerakan tubuh yang kasar seperti membuang barang, berguling di lantai, membenturkan kepala serta menghentakkan kaki pada lantai (Fakriyatur & Damayanti, 2019).
Akibat dari temper tantrum yaitu anak melampiaskan kemarahannya dengan cara menangis dan berguling di lantai yang berisiko menyebabkan cedera. Anak yang melampiaskan amarahnya dapat
menyakiti dirinya sendiri, menyakiti orang lain atau merusak benda di sekelilingnya (Prastiwi, 2019). Temper tantrum dipicu oleh beberapa faktor yaitu orang tua menolak atau tidak mengabulkan permintaan anak, anak tidak mampu mengungkapkan keinginannya, anak merasa lelah, lapar atau merasa tidak nyaman, suasana hati anak sedang buruk, dan anak sedang menarik perhatian orang tuanya. Faktor lain yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, usia orang tua, jenis kelamin anak dan jumlah saudara kandung Tantrum bukanlah penyakit yang berbahaya, namun jika orang tua membiarkan tantrumnya berlarut-larut dan tidak pernah memberikan solusi yang tepat kepada anak, maka perkembangan emosi anak dapat terganggu (Supriyanti & Hariyanti, 2019).
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2020) jumlah anak usia prasekolah mencapai 9.528.406 juta jiwa penduduk indonesia pada tahun 2020 . Angka kejadian tantrum di Indonesia pada tahun 2019 telah mencapai 152 per 10.000 anak (0,150,2%), meningkat tajam di banding sepuluh tahun yang lalu yang hanya 2-4 per 10.000 anak (Putri, 2020). Di Indonesia, 23-83% dari anak usia 2-4 tahun pernah mengalami temper tantrum dalam waktu satu tahun (Alini & Jannah, 2019).
Berdasarkan hasil survei peneliti pada tanggal 20 September 2021 di Dusun Pepen Desa Mojosari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang menggunakan metode wawancara. Peneliti menemukan 5 orang tua yang memiliku anak usia pra sekolah belum mengetahui tentang temper tantrum. Hal ini ditambah dengan hasil wawancara dengan salah satu
kader posyandu mengatakan belum ada penyuluhan tentang perilaku temper tantrum yang dialami oleh anak pada usia pra sekolah. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa orang tua belum memiliki dan mengetahui tentang pengetahuan sampai dengan penanganan temper tantrum pada anak pra sekolah yang disebabkan oleh kurangnya edukasi pada orang tua.
Hasil survei tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan di PAUD Cut Nya’ Dien Desa Planggiran Tanjung Bumi Bangkalan. Berdasarkan hasil kuesioner pada 10 ibu yang memiliki anak berusia 3-6 tahun, 90% diantaranya sering mengalami tindakan-tindakan yang mengarah pada temper tantrum seperti menangis dengan menjerit- jerit atau menangis dengan keras sebanyak 30% anak, memukul dan menendang-nendang barang atau orang lain sebanyak 20% anak, melemparkan barang dan berguling-guling di lantai saat sedang marah sebanyak 40% anak (Zuhroh & Kamilah, 2021).
Untuk mencegah perilaku tantrum pada anak maka dibutuhkan peran orang tua. Orang tua merupakan lingkungan pertama yang sangat berperan penting dalam setiap perkembangan anak khususnya perkembangan kepribadian dan emosi anak. Orang tua harus memiliki pemahaman, penyesuaian diri dan mengetaui cara penanganan dalam menghadapi anak ketika tantrum. Orang tua biasanya tidak dapat mengidentifikasi perasaan apa yang dialami oleh anaknya sehingga respon yang diberikan tidak sesuai dengan perasaan anak. Reaksi yang sering dilakukan orang tua saat anak tantrum yaitu mengacuhkan, memberikan
hukuman disiplin seperti mencubit hingga memukul anak dibandingkan dengan menenangkannya (Nengsih, 2019). Oleh karena itu, penanganan yang tepat untuk anak saat terjadi temper tantrum sangat diperlukan bagi orang tua.
Kemampuan orang tua berperan penting untuk menangani temper trantrum anak. Penanganan yang sesuai hanya dapat dicapai apabila orang tua memiliki pemahaman yang benar mengenai kondisi anaknya dalam perilaku temper tantrum yang diekspresikan oleh anaknya. Pemahaman orang tua tersebut dapat membangun strategi dalam menghadapi tantrum anak (Fatmaningtyas, Munawaroh & Purwaningroom, 2019). Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian konseling kepada orang tua (Ari Setyawan, 2019). Pemberian konseling memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua dalam menghadapi perilaku tantrum pada anak dan memberikan keterampilan kepada orang tua agar bisa menangani perilaku tantrum pada anak dengan baik, tanpa meningkalkan trauma atau dampak psikologis pada anak (Astutik, 2019).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Kemampuan Orang tua Dalam Penanganan Temper tantrum Pada Anak Pra Sekolah Setelah Diberikan Konseling”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat penulis susun adalah “Bagimanakah kemampuan orang tua dalam
penanganan temper tantrum pada anak pra sekolah setelah diberikan konseling?”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan orang tua dalam penanganan temper tantrum pada anak pra sekolah setelah diberikan konseling.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi temper tantrum pada anak pra sekolah.
2. Mengidentifikasi kemampuan orang tua tentang pengetahuan, sikap dan tindakan dalam penanganan temper tantrum pada anak pra sekolah.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kajian ilmu pengetahuan khususnya dibidang keperawatan anak dan menambah literatur mengenai kemampuan orang tua dalam penanganan temper tantrum pada anak pra sekolah setelah diberikan konseling.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Orang tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi dan meningkatkan pemahaman kepada orang tua terkait penanganan temper tanrum pada anak pra sekolah.
2. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan menjadi media yang bermanfaat dalam penerapan ilmu pengetahuan penulis tentang keperawatan anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti selanjutnya dan berperan serta untuk ilmu pengetahuan di bidang keperawatan anak terutama mengenai temper tantrum pada anak pra sekolah.