• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang.

Pada umumnya perkembangan digambarkan dalam periode-periode atau fase–fase tertentu. Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas digunakan meliputi urutan sebagai berikut: Periode prakelahiran (prenatal period), periode bayi (infacy period), periode awal anak-anak (Early Childhood period), periode pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood period), periode remaja (adolescence period), periode awal dewasa (early adulthood period), periode pertengahan dewasa (middle adulthood period), dan periode akhir dewasa (late adulthood period).1

Rentang usia 0-6 tahun merupakan masa emas perkembangan anak, yang apabila pada masa tersebut anak diberi pendidikan dan pengasuhan yang tepat akan menjadi modal penting bagi perkembangan anak di kemudian hari. Anak mulai berkenalan dan belajar menghadapi rasa kecewa, marah dan sedih saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi.2

Reaksi kemarahan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu impulsive dan ditekan. Reaksi impulsif biasanya disebut agresi. Reaksi ini ditunjukan kepada manusia, binatang atau objek.

Reaksi ini dapat berupa reaksi fisik atau kata-kata, dan dapat ringan atau

(2)

kuat. Ledakan kemarahan yang kuat dan khas pada anak kecil sering disebut dengan Temper Tantrum.2

Temper tantrum adalah ledakan emosi yang kuat yang terjadi ketika anak balita merasa lepas kendali. Tantrum adalah demonstrasi praktis dari apa yang dirasakan oleh anak dalam dirinya. Ketika orang- orang membicarakan tantrum, biasanya hanya mengenai satu hal spesifik, yaitu kemarahan yang dilakukan oleh anak kecil. Hampir semua tantrum terjadi ketika anak sedang bersama orang yang paling dicintainya. Tingkah laku ini biasanya mencapai titik terburuk pada usia 18 bulan hingga tiga tahun, dan kadang masih ditemui pada anak usia lima atau enam tahun, namun hal tersebut sangat tidak biasa dan secara bertahap akan menghilang.2

Proses munculnya dan terbentuknya temper tantrum pada anak, biasanya berlangsung diluar kesadaran anak. Namun seringkali tanpa disadari orang tua menyumbat emosi yang dirasakan oleh anak, seperti saat anak menangis karena kecewa, orangtua dengan berbagai cara berusaha menghibur, mengalihkan perhatian, dan memarahi demi menghentikan tangisan anak. Hal ini sebenarnya membuat emosi anak tidak tersalurkan dengan lepas. Jika hal ini berlangsung terus menerus, akibatnya dapat menimbulkan tumpukan emosi.3

Akibat yang ditimbulkan dari temper tantrum ini cukup berbahaya, misalnya anak yang melampiaskan kekesalannya dengan cara berguling- guling dilantai yang keras dapat menyebabkan anak menjadi cedera. Anak

(3)

yang melampiaskan amarahnya dapat menyakiti dirinya sendiri, menyakiti orang lain atau merusak benda yang ada disekitarnya. Jika benda-benda yang ada disekitar anak merupakan benda keras maka akan sangat berbahaya Karena anak dapat tersakiti dan mengalami cedera akibat dari tindakan tantrumnya. Anak yang mengalami tantrum ini sebenarnya digunakan untuk mencari perhatian sehingga orangtua sebisa mungkin untuk menjauhkan anak dari perhatian umum ketika mengalami tantrum dan sekaligus menjauhkan anak dari benda-benda yang berbahaya agar anak tidak mengalami cedera.3

Lingkungan sosial rumah mempengaruhi intensitas dan kuatnya rasa amarah anak. Ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah bila ada banyak tamu atau ada lebih dari dua orang dewasa. Jenis disiplin dan metode latihan anak juga mempengaruhi frekuensi dan intensitas ledakan amarah anak. Semakin orang tua bersikap otoriter, semakin besar pula kemungkinan anak bereaksi dengan amarah.3

Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orang tuanya, sekali waktu anak bisa bereaksi menentang dominasi orang tua dengan perilaku tantrum.

Orang tua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak tantrum. Misalnya, orang tua yang tidak mempunyai pola yang jelas kapan ingin melarang atau kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu, dan orang tua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak

(4)

pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orang tua dan menjadi tantrum ketika orang tua benar-benar menghukum. Selain itu, pada ayah ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yaitu yang satu memperbolehkan anak dan yang lain melarang anak. Anak bisa menjadi tantrum agar mendapatkan keinginan dan persetujuan dari kedua orang tua.4

Sebuah penelitian yang dilakukan di Bawen, Semarang pada 335 anak yang berumur 18 sampai 60 bulan tentang durasi dan cara mengatur tantrum, menunjukkan bahwa beberapa anak usia 3 atau 4 tahun mengalami tantrum sekali dalam satu hari. Tantrum terjadi ketika anak lapar, lelah atau kecewa. Tantrum berlangsung selama 0,5 sampai 1 menit, dan 75% kejadian tantrum berlangsung selama 5 menit atau lebih.

Tantrum terjadi karena pengawasan orang tua yang kurang, walaupun orang tua memiliki kemampuan untuk mengalihkan perhatian anak saat mengalami tantrum, namun terkadang mereka tidak dapat mencegahnya.5

Studi pendahuluan yang dilakukan di RW 08 Kelurahan Cigadung terdapat 63 anak dengan usia 2-6 tahun. Berdasarkan wawancara pada orang tua, diketahui semua anak terkadang mengalami tantrum, seperti menjerit-jerit, menangis dengan keras, memukul, menendang-nendang, melemparkan barang, dan berguling-guling di lantai jika sedang marah dan keinginannya tidak dituruti.

Temper tantrum memang biasa terjadi pada tahap perkembangan anak, namun demikian apabila kejadian ini tetap berlanjut dan dibiarkan

(5)

maka dikhawatirkan akan terjadi perkembangan yang negative pada diri anak.5

Penerapan pola asuh yang tidak sama antara ayah dan ibu juga dapat memicu temper tantrum, ketika anak tidak mendapatkan apa yang ia inginkan pada salah satu pihak, maka ia akan menggunakan tantrum untuk mendapatkannya pada pihak lain.5

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil Laporan Tugas Akhir dengan Judul “Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Temper Tantrum Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Kelurahan Cigadung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak pra sekolah di di Kelurahan Cigadung ?”

C. TujuanPenelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak pra sekolah.

(6)

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan pola asuh orang tua terhadap Temper Tantrum pada anak usia pra sekolah.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis pola asuh orang tua, b. Untuk menganalisis kejadian Temper Tantrum,

c. Untuk menganalisis hubungan polaasuh orang tua terhadap Temper Tantrum pada anak usia pra sekolah

D. Manfaat

1. Manfaat Akademis

Dalam konteks kajian ilmu Kebidanan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai temper tantrum pada anak pra sekolah. Supaya kemudian dapat dikaji kembali mengenai penanganan-penanganan yang seharusnya diberikan kepada anak yang mengalami temper tantrum.

2. Manfaat Praktis

a).Dapat memberikan informasi kepada orang tua untuk menerapkan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak sehingga tidak terjadi temper trantrum dalam intensitas yang tinggi.

(7)

b).Manfaat penelitian bagi lingkungan sekitar, diharapkan dapat memahami hal-hal yang menyebabkan terjadinya temper tantrum sehingga diharapkan dapat mengarahkan anak-anak usia pra sekolah untuk dapat mengenali dan mengendalikan emosi anak.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif mengenai Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Temper Tantrum Pada Anak Usia Pra Sekolah di Di Kelurahan Cigadung, yang dilakukan oleh mahasiswa Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan dalam rangka pencarian solusi untuk menanggulangi kejadian Temper Tantrum pada Usia Pra Sekolah di Di Kelurahan Cigadung, penelitian ini menggunakan desain crossectional study bedasarkan data yang di dapat dari setempat.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

yang tidak sama antara ayah dan ibu juga dapat memicu temper tantrum, ketika anak tidak mendapatkan apa yang ia inginkan pada salah satu pihak, maka ia akan

Pada tahun 2019 UPTD Puskesmas Sukasari yang berada di Kelurahan Kertamanah, Kecamatan Sukasari telah melakukan penjaringan PTM Penyakit Tidak Menular atau secara spesifik masyarakat

Dengan landasan bahwa mahasiswa yang memiliki pengetahuan baik tidak selalu memiliki sikap yang positif dan praktik yang baik pula, maka dari itu peneliti ingin meneliti pada mahasiswa

hamil, balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur termasuk pekerja wanita dan remaja putri, adapun capaian rencana strategi pemberian TTD pada remaja putri tahun 2019 di Jawa Barat

dari salah satu alat tersebut kakak tingkat saya yang bernama Rahmatika Saputri berinisiatif membuat modifikasi alat uji tajam penglihatan untuk anak menggunakan optotype HOTV karena

dari salah satu alat tersebut kakak tingkat saya yang bernama Rahmatika Saputri berinisiatif membuat modifikasi alat uji tajam penglihatan untuk anak menggunakan optotype HOTV karena

Bagi Tenaga Refraksi Optisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang seberapa besar pengetahuan orangtua mengenai pentingnya pemeriksaan mata pada anak di sekolah

Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, 2015 mengatakan bahwa yang rentan mengalami masalah gigi dan mulut Karies gigi adalah anak usia sekolah umur 11-12 tahun karena anak pada usia