• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

STIKes Dharma Husada Bandung

A. Latar Belakang Masalah

Global status report World Health Organization (WHO) tahun melaporkan bahwa dari 57 juta kematian global di tahun 2008 menyatakan 36 juta (63%) penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena penyakit tidak menular, terutama karena penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes melitus (World Health Organization, 2010).

Diabetes melitus adalah penyakit kronis serius yang terjadi saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau bila tubuh tidak bisa secara efektif menggunakan insulin (World Health Organization, 2016).

Penyakit Diabetes Melitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius karena dapat menimbulkan komplikasi seperti, penyakit jantung, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf. Beberapa jenis diabetes melitus terjadi karena interaksi yang kompleks dari lingkungan, genetik, dan pola hidup sehari-hari.

DM dibagi menjadi beberapa kelas yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain, dan diabetes mellitus dalam kehamilan (American Diabetes Association, 2015).

Sekitar 415 juta orang di seluruh dunia, atau 8,8% dari orang dewasa berusia 20-79, diperkirakan memiliki diabetes melitus. Diasumsikan pada

(2)

STIKes Dharma Husada Bandung

tahun 2040 sekitar 642 juta orang, atau satu dari sepuluh orang dewasa akan menderita diabetes melitus. Lebih dari setengahnya (52,1%) tidak terdiagnosis. Sekitar 61,6% hidup di kota-kota. Dan sekitar 90,2% tinggal di negara berpenghasilan rendah atau menengah ( International Diabetes Federation, 2015). Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Meksiko (Depkes RI, 2013).

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 menyatakan prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 25-64 tahun di Jawa dan Bali sebesar 7,5%. (Kemenkes RI, 2014). Adapun Jawa Barat memiliki prevalensi sekitar (1,3%) (Riskesdas, 2013). Salah satu yang mengalami peningkatan di Jawa Barat yaitu Kota Cimahi. Penyakit diabetes melitus di Kota Cimahi ini merupakan penyakit ke 2 dari 10 besar penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi yaitu sebesar 23.568 kasus (Profil Kesehatan Kota Cimahi, 2014).

Pengobatan diabetes melitus yang paling utama adalah pencegahan.

Jika diabetes melitus telah terjadi, tujuan pengobatan diabetes melitus adalah secara konsisten menormalkan kadar glukosa darah. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah senormal dan sesering mungkin dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian (Corwin Elizabeth, 2009).

Peningkatan kadar glukosa yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Beberapa konsekuensi dari diabetes melitus yang sering terjadi adalah meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke; neuropati (kerusakan

(3)

STIKes Dharma Husada Bandung

syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki; infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki; retinopati diabetikum; diabetes melitus merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal dan resiko kematian penderita diabetes melitus secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan penderita diabetes melitus. Dengan pengendalian metabolisme yang baik, menjaga agar gula darah berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat diabetes melitus dapat dicegah/ditunda. (Kemenkes RI, 2014) Menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah guna mengurangi munculnya komplikasi vaskular dan neuropatik (Brunner & Suddarth, 2016).

Umumnya, ketika diabetes melitus diobati secara baik, penderita terhindar dari komplikasi hipoglikemia dan hiperglikemia. Namun, komplikasi mungkin berkembang pada beberapa klien diabetes melitus meskipun klien berupaya keras untuk mengendalikan secara seksama penyakitnya ( Joyce &

Jane, 2014).

Peningkatan kadar glukosa biasanya disebabkan karena defisiensi insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes tipe I, atau karena penurunan responsitivitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes tipe II (Corwin Elizabeth, 2009). Resistensi terhadap aktivitas insulin biologis baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin.

Orang dengan diabetes melitus tipe II memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa yang mengakibatkan produksi glikolisis berlanjut bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan penyerapan

(4)

STIKes Dharma Husada Bandung

glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin perifer tidak jelas, namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel ( Joyce & Jane, 2014).

Beberapa intervensi farmakologis dan non-farmakologis telah dikembangkan dengan tujuan memperbaiki kontrol glukosa darah dan pencegahan komplikasi diabetes melitus tipe II . Penanganan non farmakologis dapat dilakukan dengan aktivitas fisik, mengontrol peningkatan berat badan, mengurangi makanan yang tinggi gula dan lemak jenuh, membatasi konsumsi alkohol, menghindari tembakau dan perawatan pada luka (International Diabetes Federation, 2013).

Terapi komplementer sangat popular dikalangan masyarakat. Terapi komplementer merupakan terapi yang sifatnya melengkapi terapi medis dan terbukti manfaatnya. Saat ini telah berkembang terapi komplementer untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan pasien yang salah satunya adalah diabetes mellitus tipe II (Sylvia, 2011). Makanan fungsional dan komponen bioaktif telah dianggap sebagai pendekatan baru dalam pencegahan dan pengelolaan diabetes melitus dan komplikasinya (Bahadoran, 2013). Makanan yang membantu dalam pencegahan dan pengobatan penyakit disebut nutraceutical (Ekta, 2014). Nutraceutical diciptakan dengan menggabungkan istilah Nutrisi dan Farmasi pada tahun 1989 oleh Dr Stephen DeFelice. Nutraceutical adalah zat yang merupakan makanan atau bagian makanan, menyediakan kesehatan atau manfaat medis, termasuk pencegahan dan pengobatan penyakit (Pandey M, 2010).

(5)

STIKes Dharma Husada Bandung

Beberapa nutraceutical yang digunakan dalam praktik klinis telah terbukti memberikan pengaruh pada patogenesis diabetes melitus, sindrom metabolik dan komplikasinya. Senyawa ini yaitu vitamin antioksidan, seperti vitamin C dan E, flavonoid, vitamin D, asam linoleat terkonjugasi, asam lemak omega-3, mineral seperti chromium picolinate dan magnesium, asam α- lipoat, fitoestrogen, dan serat makanan (Giovani Davi, 2010).

Chromium picolinate merupakan mineral penting yang ditemukan pada suplemen dalam bentuk teroksidasi. Chromium picolinate hadir dalam jumlah kecil pada banyak makanan yang biasa dikonsumsi dan dianggap sebagai salah satu nutrisi paling tidak beracun. Sebagian besar Chromium picolinate yang ada dalam makanan diyakini berasal dari tanah dan dari sumber luar selama tumbuh, pengolahan, persiapan, fortifikasi, dan penanganan (Food and Drugs Administration, 2015).

Chromium picolinate merupakan mikronutrien penting yang dikenal sebagai penambah aksi insulin. Chromium picolinate telah dikenal sebagai suplemen gizi untuk penderita diabetes dan insulin-resistant, namun perannya dalam pencegahan dan pengelolaan diabetes mellitus tipe II belum terbentuk (Chen S, 2017).

Chromium picolinate digunakan oleh individu dalam usaha untuk mengendalikan diabetes (tipe 1 dan tipe 2), untuk memberikan efek penurunan berat badan dan penurunan tingkat lipid. Chromium picolinate yang diberikan bisa ditentukan berdasarkan besar dosis insulin yang diperlukan untuk

(6)

STIKes Dharma Husada Bandung

mengendalikan hiperglikemia. Chromium picolinate terkandung dalam faktor toleransi glukosa yang meningkatkan sensitivitas insulin (Jeffrey, 2003).

Chromium picolinate bekerja dengan mengaktifkan hormone insulin pada tahap pertama ketika gula memasuki sel dan memfasilitasi interaksi insulin dengan reseptor pada permukaan sel. Dalam tubuh, Chromium picolinate ditransformasikan menjadi bentuk aktif biologis yang disebut Glucose Tolerance Factor (GTF). Kompleks ini memfasilitasi interaksi insulin dengan reseptorna. Aktivitas ini akan memberi konstribusi pada peningkatan efektivitas kerja insulin (Anderson, 2000).

Penelitian yang dilakukan Rabinovitz H (2004) tentang efek Chromium picolinate pada pasien diabetes mellitus. Seiring dengan pengobatan standar untuk diabetes kelompok intervensi menerima 200 mcg Chromium picolinate dua kali sehari dalam tiga minggu. Hasilnya terdapat penurunan kadar glukosa darah dari 190 mg/dl menjdi 150 mg/dl.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Dustira, dari 5 orang yang mengalami diabetes melitus yang berobat ke Rumah Sakit Dustira di dapat data yaitu 3 orang memiliki glukosa sewaktu lebih dari 240 mg/dl dan 2 orang memiliki kadar glukosa sewaktu lebih dari 200 mg/dl. Kelima orang pasien memiliki aktivitas fisik yang baik yang dilakukan satu minggu dua kali melakukan olahraga jalan santai (Data Rekapitulasi Rumah Sakit Dustira, 2017). Kadar glukosa darah pada penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan, padahal sudah melakukan intervensi yang dianjurkan oleh petugas kesehatan di Rumah Sakit Dustira

(7)

STIKes Dharma Husada Bandung

pada saat diberikan penyuluhan untuk menurunkan kadar glukosa darah. Hal tersebut menjadi sebuah masalah karena mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menurunkan kadar glukosa darah mereka agar tetap terkontrol.

Berdasarakan fenomena di atas, upaya pencegahan dan penanggulangan diabetes mellitus dapat melalui alternative non farmakologis dengan cara pemberian terapi Chromium picolinate dalam upaya mengontrol glukosa darah. Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh Nutraceutical Chromium picolinate terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Dustira Cimahi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas terapi Nutraceutical Chromium picolinate terhadap kadar glukosa darah pada

penderita Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Dustira Cimahi?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya pengaruh Nutraceutical Chromium picolinate terhadap penurunan gula darah pada penderita diabetes melitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Dustira Cimahi

(8)

STIKes Dharma Husada Bandung

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi rata-rata kadar glukosa darah sebelum pemberian Chromium picolinate pada penderita diabetes melitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Dustira Cimahi

b. Mengidentifikasi rata-rata kadar glukosa darah sesudah pemberian Chromium Picolinate pada penderita diabetes melitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Dustira Cimahi

c. Menganalisis adanya efektifitas Chromium Picolinate terhadap penurunan glukosa darah pada penderita diabetes melitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Dustira Cimahi

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalama khususnya Ilmu Keperawatan Medikal Bedah dalam pemberian intervensi keperawatan yang berhubungan dengan diabetes mellitus

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penderita Diabetes Mellitus

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternative yang tepat dan praktis dalam menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 menggunakan terapi Chromium Picolinate

(9)

STIKes Dharma Husada Bandung

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam peningkatan pemberian intervensi pada asuhan keperawatan medical bedah yang mengalami diabetes mellitus tipe II

c. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian dapat digunakan untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan pada penderita diabetes mellitus tipe II yang dirawat di Rumah Sakit Dustira melalui terapi Chromium Picolinate sebagai upaya alternatif non farmakologis dalam mengontrol kadar glukosa darah. Penelitian ini dapat digunakan pengambilan kebijakan agar memasukan terapi komplomenter chromium picolinate dalam SOP penurunan kadar glukosa di Rumah Sakit Dustira.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat digunakan untk penelitian lebih lanjut mengenai upaya penanganan alternative non farmakologis lain seperti diet, aktivitas fisik atau menggunakan terapi non farmakologis dengan menggunakan Chromium Picolinate, tomat dan lain-lain.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini mengidentifikasi tentang pengaruh terapi Chromium Picolinate terhadap penurunan kadar glukosa darap pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di ruang rawat inap Rumah Sakit Dustira Cimahi tahun 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Standar Pelayanan Minimal SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintah wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara

Sehingga didapatkan rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana Perbedaan Pengaruh Media Sosial Youtube dan Instagram Terhadap Pengetahuan Pencegahan COVID-19 di Kalangan Mahasiswa