LAPORAN
PENELITIAN DASAR KEILMUAN
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MAHASISWA UHAMKA
Tim Pengusul:
Ketua Peneliti :Heni Novita Sari, M.Pd. (0304077701) Anggota Peneliti:Siswana, M.Pd. (0326016801)
Nomor Surat Kontrak penelitian: 357/F.03.07/2018 Nilai Kontrak: Rp. 8.000.000,-
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2018
i
ii
iii DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ...i
SURAT KONTRAK PENELITIAN ... ii
DAFTAR ISI ... iii
ABSTRAK ... v
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Masalah Penelitian ... 2
C. Fokus Penelitian ... 2
D. Urgensi Penelitian ... 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. State of the Art ... 4
B. Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris ... 5
C. Konsep Diri ... 10
1. Konsep Diri Positif ... 15
2. Konsep Diri Negatif ... 18
D. Penelitian Relevan ... 20
E. Kerangka Berfikir... 20
F. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 22
G. Roadmap Penelitian ... 22
BAB III: METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 23
B. Desain Penelitian... 23
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
D. Instrumen Penelitian ... 24
E. Teknik Pengumpulan Data ... 24
F. Teknik Analisis Data ... 24
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 25
1. Skor Konsep Diri (X) ... 25
2. Skor Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris (Y) ... 26
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 28
1. Uji Normalitas ... 28
2. Uji Linearitas ... 31
iv
C. Teknik Analisis Data ... 31
1. Analisis Koefisiensi Korelasi ... 31
2. Uji Hipotesis ... 34
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
A.Kesimpulan ... 35
B. Saran ... 36
BAB VI : LUARAN YANG DICAPAI ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
LAMPIRAN ... 40
v ABSTRAK
Banyak kendala yang dirasakan mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris. Faktor percaya diri dan keberanian menjadi suatu gambaran diri mahasiswa dalam mengimplementasikan kemampuan berbicara bahasa Inggris di kelas dan lingkungan sekitar. Oleh karenanya, mahasiswa perlu memiliki gambaran diri positif dan dapat terus meningkatkan pengetahuan yang mendukung keterampilan berbicara bahasa Inggris.
Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa UHAMKA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik korelasional. Data penelitian ini dibatasi hanya pada mahasiswa bahasa Inggris di semester 2A dan 2B.
Alhasil, penelitian ini akan menjadi bahan evaluasi dan masukan perkuliahan di tingkat Prodi Bahasa Inggris UHAMKA. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diketahui r- hitung = 0.432.
Dari tabel distribusi-t dengan n = 43 dan pada peluang 0,05. Maka r-tabel = 0,294. Karena r- hitung > r-tabel, maka Ho ditolak. Dengan ditolaknya Ho, maka Hi diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Konsep Diri dan Kemampuan Berbicara bahasa Inggris mahasiswa UHAMKA kelas 2A dan 2B semester genap Prodi Bahasa Inggris pada mata kuliah Transac. Listening and Speaking tahun ajaran 2017/ 2018.
Kata Kunci: Hubungan, Konsep Diri, Keterampilan berbicara bahasa Inggris, & Mahasiswa UHAMKA
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi saat ini menuntut setiap orang harus memiliki kompetensi dan keahlian berbahasa Inggris. Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), banyak pekerja asing yang bekerja lintas Asia. Kehadiran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional menjadi sangat penting digunakan untuk berkomunikasi secara lisan maupun tulisan.
Di Indonesia, bahasa Inggris telah diajarkan dari mulai tingkat SD hingga universitas. Pembekalan bahasa Inggris menjadi suatu keterampilan dasar dalam menyeimbangkan tuntutan zaman. Komunikasi lisan adalah bagian terpenting dalam interaksi sosial sehari-hari. Dalam beberapa dunia kerja, tempat wisata, dan sekolah, keterampilan berbicara bahasa Inggris sangat diperlukan dalam melakukan negosiasi, transaksi, interaksi & percakapan.
Memiliki kemampuan berbicara bahasa Inggris bisa dimulai dari dunia pendidikan. Salah satunya dapat diawali dari tingkat universitas pada program studi Pendidikan Bahasa Inggris UHAMKA. Sumber daya manusia bisa dikatakan siap bekerja berkompetitif bila telah tamat pendidikan S1. Di sinilah, mahasiswa pendidikan bahasa Inggris UHAMKA mulai dibekali materi ajar dalam bentuk teori dan praktek keterampilan berbahasa. Mulai dari keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan khususnya berbicara.
2
Kecakapan berbicara bahasa Inggris memerlukan kepercayaan diri, keberanian, motivasi dan konsep diri positif. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, mahasiswa Bahasa Inggris UHAMKA mengalami kendala dalam berbicara bahasa Inggris.
Gambaran diri negatif mereka terlihat kurang percaya diri dalam berbicara bahasa Inggris. Alhasil, mereka memandang bahwa komunikasi bahasa Inggris menjadi sesuatu yang sulit. Sebaliknya, bila mereka memiliki gambaran diri yang positif, mereka akan mudah terdorong memiliki rasa percaya diri untuk berkomunikasi bahasa Inggris. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah konsep diri, penguasaan kosakata, gramatika, dan kemampuan berbahasa.
B. Masalah Penelitian
Masalah Penelitian difokuskan pada:
Apakah terdapat hubungan antara konsep diri dan keterampilan berbicara bahasa Inggris?
C. Fokus Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidak hubungan antara konsep diri dan keterampilan berbicara bahasa Inggris di UHAMKA Jakarta. Secara operasional, penelitian studi korelasional ini bertujuan untuk: Mengetahui hubungan antara konsep diri dan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa UHAMKA.
3 D. Urgensi Penelitian
Penelitian ini penting dilakukan untuk:
a. Mengetahui kendala-kendala mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris, mengevaluasi hasil pembelajaran Speaking, dan kemudian meningkatkan kompetensi komunikasi bahasa Inggris mahasiswa yang lebih baik.
b. Bahan masukan dan sumbangan pikiran bagi dosen Pendidikan Bahasa Inggris tentang pengaruh peranannya bagi pembelajaran bahasa Inggris, khususnya pada pembelajaran Speaking.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. State of the Art
Terkait dengan penelitian, penulis memfokuskan pada konsep diri dan kemampuan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Dua hal ini yang mendorong penulis ingin meneliti lebih jauh tentang kendala-kendala mahasiswa yang kurang pede dalam berkomunikasi bahasa Inggris. Penulis juga telah mengamati perkembangan pembelajaran mereka dalam perkuliahan Survival Listening/Speaking, Transactional Listening/Speaking, dan Academic Listening/Speaking yang ditempuhnya. Namun, kendala yang seringkali dialami mahasiswa adalah faktor konsep diri. Gambaran diri mereka kurang percaya diri untuk bisa berbicara bahasa Inggris. Ditambah dengan adanya keterbatasan kosakata, pelafalan kata, kefasihan berbicara, dan penguasaan struktur gramatika yang kurang optimal. Inilah yang menjadi alasan penulis untuk mengangkat permasalahan ini menjadi suatu penelitian ilmiah.
Dalam penelitian tersebut, penulis yang juga sebagai pengampu mata kuliah Transactional Listening/Speaking telah berusaha membangun konsep diri positif mahasiswa dengan pendekatan positive learning environment.
Dalam proses pembelajaran Speaking, mahasiswa diberikan apa yang mereka butuhkan, yaitu: rasa percaya diri, berjiwa sociable antar teman kelas, motivasi berbicara, & pembelajaran yang menyenangkan. Materi yang diberikan juga menggunakan audio visual dan video yang bersifat interaktif dan komunikatif. Ditambah dengan pembawaan dosen yang motivator, ramah, humoris, dan berteman baik dengan mahasiswa. Di sinilah terlihat adanya perubahan pada konsep diri mereka dan bagaimana mereka mengaplikasikan kemampuan berbicara bahasa Inggris dengan mudah.
5
Dari penelitian tersebut, penulis mulai mengumpulkan data dengan memberikan angket, wawancara, dan tes berbicara bahasa Inggris kepada mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris. Hal ini dapatlah disimpulkan bahwa pentingnya membangun kepercayaan diri mahasiswa dan terus memotivasi kemampuan berbicara bahasa Inggris dari apa yang mereka butuhkan.
Mulai dari pembelajaran yang menyenangkan, pembawaan dosen yang ramah, dan mampu berteman baik dengan mahasiswa. Pada akhirnya, konsep diri mereka terlihat positif dan jauh lebih terampil untuk dapat berkomunikasi lisan dalam bahasa Inggris.
b. Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian pesat membutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas dalam artian bahwa mau tak mau SDM dalam negeri harus mampu menguasai komunikasi yang bisa dipergunakan di dunia Internasional. Dalam hal ini, keterampilan berbahasa khususnya kemampuan berbicara bahasa Inggris sangat diperlukan. Untuk dapat terampil berbicara bahasa Inggris, seseorang perlu berlatih terus menerus.
Istilah keterampilan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang diperoleh dari hasil latihan.1 Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Anne Hulit bahwa keterampilan bahasa tidak didasarkan pada lamanya waktu belajar seseorang tetapi bergantung pada ketekunan seseorang dalam mempelajari bahasa tersebut.2 Ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat frekuensi belajar seseorang maka akan semakin luas pengetahuan bahasanya. Melalui latihan yang intensif dan teratur maka kemampuan berbicara bahasa Inggrisnya akan semakin baik.
Berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa.
Berbicara merupakan bagian dari suatu komunikasi yang dibutuhkan oleh
1 Knapp, Skill is, h. 1, 2006 (http://www.learningat.org.uk/peweb/information/definitionofskill.htm).
Anne Hulit, Why can’t they all speak English?, h. 1, 2006.
2 (http://www.speakingenglish/definitions/theories.htm)
6
manusia untuk berbagai tujuan. John Murray mendeskripsikan makna bicara sebagai suatu bentuk komunikasi yang penting tentang apa yang ingin kita sampaikan secar efektif.3 Jadi, berbicara merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan.
Proses komunikasi melibatkan minimal dua orang yang saling berkomunikasi satu sama lain karena memiliki beragam tujuan yang berbeda. Dennis Butler mengungkapkan bahwa yang terpenting dalam berkomunikasi adalah tentang bagaimana proses berfikir mereka ketika mengkomunikasikan bahasanya secara lisan yang menghasilkan sistem fonologi bahasa, intonasi, bunyi ujaran, dan gramatika.4 Di sinilah pentingnya penguasaan mahasiswa terhadap aspek kebahasaan dalam berkomunikasi bahasa Inggris yang baik karena dengan penguasaan mahasiwa terhadap aspek kebahasaan tersebut dengan sendirinya akan meningkatkan kualitas berbicaranya. Dalam hal ini, kemampuan strategi komunikasi verbal juga perlu dimiliki untuk kelancaran berkomunikasi dalam situasi yang berbeda.
Seseorang mengatakan sesuatu karena ingin berkomunikasi. Gillian Brown dan George Yule mengatakan bahwa fungsi utama dari bahasa lisan adalah berinteraksi dan membangun hubungan sosial. Bagaimanapun juga, fungsi terpenting dari bahasa lisan adalah menyampaikan informasi.5 Demikian juga pendapat Widdowson bahwa komunikasi lisan terjadi sebagai akibat hubungan interaksi sosial yang ditandai dengan adanya pertukaran informasi.6 Komunikasi terjadi sebagai akibat interaksi sosial dengan adanya pertukaran informasi.
Tujuan utama dalam berbicara menurut McDonough dan Shaw adalah untuk mengungkapkan ide dan pendapat, memecahkan permasalahan serta
3 John Murray, Speaking and Listening, (London: Rhodri Jones, 1989), h. 14.
4 Dennis Butler Fry, The Physic of Speech, (New York: Cambridge University Press, 1979) h. 1.
5 Gillian Brown dan George Yule, Teaching the Spoken Language, (New York: Cambridge University Press, 1983) h. 23.
6 H.G Widdowson, Teaching Language as Communication, (Oxford: Oxford University Press, 1978) h.
7
membangun hubungan sosial.7 Berbicara merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan sosial. Menurut Tarigan, manusia adalah makhluk sosial, dan tindakannya yang pertama dan yang paling penting adalah tindakan sosial, suatu tindakan tempat saling mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan, atau saling mengekspresikan serta menyetujui sesuatu pendirian atau keyakinan.
Oleh karena itu maka di dalam tindakan sosial haruslah terdapat elemen- elemen yang umum, yang sama-sama disetujui, dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat. Untuk menghubungkan sesama anggota masyarakat maka diperlukanlah komunikasi.8 Pendapat ini menekankan bahwa kehidupan manusia tidak pernah lepas dari aktivitas komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan pesan kepada orang lain.
Berdasarkan beberapa teori tersebut, penulis mencoba menyimpulkan bahwa berbicara terjadi sebagai akibat hubungan interaksi sosial dengan ditandai adanya pertukaran ide, pendapat, dan informasi yang disampaikan secara efektif karena untuk berbagai tujuan. Dengan berkomunikasi, kita dapat berinteraksi, melakukan hubungan, kerja sama, dan menjalin persaudaraan antar komunitas.
Untuk dapat berbicara bahasa asing, seseorang perlu menguasai kosakata dan gramatika bahasa.9 Pengetahuan kosakata dan gramatika dapat membantu kelancaran berbicara bahasa Inggris. W.F. Mackey, yang dikutip oleh Bygate, juga menambahkan bahwa komunikasi yang baik tidak hanya memperhatikan ketepatan bunyi ujaran dan intonasi akan tetapi juga melihat bentuk infleksi dan pilihan kata yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan.10 Di sinilah pentingnya keterampilan berbicara bahasa Inggris
7 Jo McDonough dan Christopher Shaw, Material and Methods in ELT, (USA: Blackwell Publisher, 1993) h 152.
8 Henry Guntur Tarigan, Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: PT. Angkasa, 1987) h. 8.
9 Martin Bygate, Speaking, (Oxford: Oxford University Press, 1989) h. 7.
10 Ibid., h. 5.
8
yang baik dengan memperhatikan unsur-unsur penting dalam berkomunikasi seperti seorang penutur bahasa asing.
Kemampuan seseorang dalam berbicara bahasa Inggris yang terampil tidak hanya dilihat dari kematangan kognitif dalam berbahasa akan tetapi juga memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi yang efektif dalam suatu hubungan sosial. Hal senada juga diungkapkan oleh Jack C.
Richards dan Willy A. Renandya bahwa ada beberapa kompetensi komunikatif yang terdiri dari empat pengetahuan kemampuan, antara lain:
1) Kompetensi Grammatikal (grammatical competence)
Komponen ini berkenaan dengan pengetahuan bahasa yang meliputi bentuk dan kaidah – kaidah kebahasaan. Unsur – unsur yang menjadi pokok bahasan adalah kosa kata, morfologi, sintaksis, dan mekanika (bunyi-bunyi dasar huruf, suku kata, ucapan, intonasi, dan tekanan kata). Jadi, dengan memiliki kompetensi gramatika, pembicara dapat dengan mudah memahami struktur bahasa Inggris secara efisien dapat membantu kefasihannya dalam berbicara.
2) Kompetensi Wacana (discourse competence)
Komponen kedua mengenai kemampuan wacana, berkaitan dengan berkemampuan mengkombinasikan bentuk-bentuk bahasa dan makna untuk memperoleh kepaduan wacana dalam berbagai hal.
Dalam kompetensi wacana ini perlu memperhatikan keterpaduan kohesi dan koherensi yang dapat membantu keaktifan berkomunikasi.
3) Kompetensi Sosiolinguistik (sociolinguistic competence)
Kemampuan ketiga mengacu pada sejauh mana ajaran yang dihasilkan dan dipahami secara wajar dalam konteks sosiolinguistik yang berbeda. Kompetensi sosiolinguistik ini juga menekankan pada norma dan aturan tindak tutur dalam suatu hubungan sosial dan pengaruh budaya dari masingmasing penutur bahasa.
9
4) Kompetensi Strategi (strategic competence)
Komponen terakhir adalah komponen strategi, yaitu kemampuan strategi komunikasi verbal dapat berupa kata – kata yang mudah dipahami, dan nonverbal dapat berupa penggunaan dengan isyarat anggota tubuh atau prokesmas atau kebiasaan saat terjadinya komunikasi. Dalam hal ini, peran pembicara dapat mengetahui kapan dan bagaimana percakapan itu dapat berlangsung hingga mampu mencapai tujuan. Kemampuan strategi ini digunakan untuk mengatasi kemacetan pembicaraan dan masalah – masalah pemahaman.11
Untuk dapat terampil berbicara berbahasa Inggris, seseorang tidak hanya memerlukan ketepatan aturan berbahasa yang baik tetapi juga perlu memiliki kompetensi komunikatif. Penutur bahasa yang baik adalah orang yang memiliki pengetahuan bahasa yang matang, memperhatikan keterpaduan kohesi dan koherensi wacana dalam berkomunikasi, menyesuaikan norma, tindak tutur dan pengaruh budaya dari masing-msing penutur bahasa, serta mengetahui strategi komunikasi dalam setiap keadaan dan situasi yang berbeda.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Richards dan A. Renandya bahwa ada lima komponen penting dalam keterampilan berbicara bahasa Inggris, yaitu:
a. gramatika
Komponen ini menekankan pada pengetahuan bahasa yang meliputi bentuk dan kaidah-kaidah kebahasaan.
b. kosakata
Komponen kedua mengenai pemahaman suatu kata dalam bahasa.
Kosakata merupakan kekayaan kata yang mempunyai makna tertentu yang dimiliki oleh suatu bahasa termasuk di dalamnya kata tunggal, kata kompleks, kata majemuk, dan idiom. Pada
11 Jack C. Richards dan Willy A. Renandya, Methodology in Language Teaching, (USA: Cambridge University Press, 2002) h. 207-208.
10
komponen ini seorang penutur bahasa dapat mengungkapkan gagasan pribadinya atau kekayaan kata ketika proses komunikasi berlangsung.
c. Kelancaran berbicara
Dalam berkomunikasi, seseorang harus mampu memproduksi ujaran dengan irama dan kecepatan yang dapat diikuti oleh lawan bicaranya.
d. Aksen
Kata atau kalimat dihasilkan atau diproduksi dengan baik, dalam arti kualitas ucapan sesuai dengan kaidah pengucapan yang benar dan diterima.
e. Pemahaman
Pemahaman terhadap pokok pembicaraan yang dimaksud di sini adalah pesan atau informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pendengar atau lawan bicara.12
Berdasarkan atas teori-teori yang telah dipaparkan dapatlah disimpulkan bahwa keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah kemampuan mengekspresikan perasaan dan pikiran dalam bentuk lisan.
Keterampilan berbicara bahasa Inggris tersebut mencakup ketepatan aturan berbahasa, seperti: struktur gramatika, kosakata, kefasihan atau kelancaran berbicara, aksen, dan pemahaman terhadap pokok pembicaraan.
c. Konsep Diri
Banyak pandangan tentang diri kita, dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan dan kegagalan kita. Keberhasilan studi, bergaul, berolah raga dan seni, atau berorganisasi lebih mudah mengembangkan harga diri seseorang. Sedangkan kegagalan dapat menimbulkan harga diri yang rendah, tidak percaya diri dan pesimistis. Beragam situasi akan membuahkan sikap yang berubah-ubah.
12 Ibid., h. 222-223.
11
Beragam pengalaman hidup dapat membentuk pandangan seseorang yang berbeda-beda. Tidaklah mudah untuk dapat menilai sesuatu dengan baik atau bahkan sesuai dengan keinginan orang lain karena pandangan seseorang begitu berbeda-beda. Di sinilah konsep diri dapat mempengaruhi seseorang dalam mengartikan pengalaman hidup.
Kita melihat dan menilai diri kita sendiri tentunya bergantung pada konsep diri kita masing-masing.
Paul J. Centi menilai konsep diri sebagai suatu gagasan tentang diri sendiri. Konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaiman kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.13 Konsep diri berasal dan berakar pada pengalaman masa kanak-kanak dan berkembang, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain.14Pembentukan konsep diri bergantung pada cerminan diri seseorang yang tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari pengalaman dan interaksi sosial. Hal senada juga diungkapkan oleh James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella, yang dikutip oleh R.S.
Satmoko, mengemukakan bahwa dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri. Sedangkan pada dimensi kedua dikatakan bahwa pada saat kita mempunyai satu set pandangan tentang siapa kita, kita juga mempunyai satu set pandangan lain yaitu tentang kemungkinan kita menjadi apa di masa mendatang. Pendeknya, kita mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri. Di dimensi ketiga, konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Kita berkedudukan sebagai penilai tentang diri kita sendiri setiap hari, mengukur apakah kita bertentangan dengan
(1) “saya-dapat-menjadi apa”, yaitu pengharapan kita bagi diri sendiri.
Hasil pengukuran tersebut disebut rasa harga diri. Semakin besar ketidaksesuaian antara gambaran kita tentang siapa kita dan gambaran
13 Paul J. Centi, Mengapa Rendah Diri, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1993), h. 9.
14 Centi, op. Cit., h. 16.
12
tentang seharusnya kita menjadi apa atau dapat hidup sesuai dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakan, akan ke mana dirinya akan memiliki rasa harga diri yang tinggi. Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri rendah.15 Ini bergantung pada tingkat kematangan seseorang dalam menilai diri sendiri sebagai pribadi. Orang yang dapat memahami dirinya sendiri akan mampu menerima kekurangan yang ada pada dirinya. Pengalaman dan lingkungan juga bisa menjadi pelengkap gambaran diri seseorang. Ini berarti bahwa semakin positif gambaran diri seseorang, akan semakin tinggi harga dirinya. Sebaliknya, semakin negatif gambaran dirinya, akan semakin rendah harga dirinya.
Konsep diri merupakan persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Dihubungkan dengan pendapat Burns, yang dikutip oleh Slameto, mengungkapkan bahwa konsep diri berkenaan dengan sikap dan keyakinan diri sendiri. Konsep ini merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang- orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orang tua, guru dan teman-teman.16 Ini berarti bahwa lingkungan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang. Dengan berbagai definisi, pengertian, dan pendapat para ahli tentang konsep diri yang telah dipaparkan di atas, terlihat keberagaman tinjauan tentang konsep diri antara satu dan yang lainnya saling melengkapi. Dengan mengacu pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembentukan konsep diri bergantung pada gambaran diri tentang bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi dan bagaimana kita
15 Calhoun, James S. Dan Joan Ross Acocella, Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, terjemahan R.S. Satmoko, (Semarang: IKIP Semarang Press. 1995), h.66-71.
16 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003),
h. 182.
13
merasa tentang diri sendiri yang dapat mempengaruhi kematangan konsep diri seseorang. Konsep diri ini tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman hidup dan hubungan kita dengan orang lain. Tidaklah mudah untuk menanamkan konsep diri positif karena seseorang membutuhkan kematangan kognitif dari hasil proses interaksi sosial dan pengalaman hidupnya.
Konsep diri seseorang dapat mempengaruhi gambaran diri atau pandangan dirinya sendiri dalam bersikap dan berbuat sesuatu.
Pengalaman hidup dapat pula membentuk pandangan seseorang yang berbeda-beda. Hal ini tentunya bergantung pada bagaiman kita melihat dan menilai diri kita sendiri. Di sinilah pentingnya konsep diri.
Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri. Konsep diri berasal dan berakar dari pengalaman masa kanak-kanak dan berkembang, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain. Dalam pandangan Centi bahwa setiap pengalaman hubungan kita dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukan kita, kita menangkap pantulan tentang diri kita, dan membentuk gagasan dalam diri kita seperti apakah kita ini sebagai pribadi. Oleh karenanya, konsep diri kita berkembang melalui jalan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor: orang tua, saudara sekandung, teman sebaya, sekolah, masyarakat dan pengalaman pengalaman pribadi, seperti yang terlihat di bawah ini.
1) Lingkungan Keluarga
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang kita alami, dan yang paling kuat. Menurut Jovrard dan Remy, para peneliti menemukan bahwa dalam kehidupan orang dewasa, orang masih cenderung menilai diri sendiri seperti ketika merasa dimiliki oleh orang tua mereka. Dalam hal informasi atau cemin tentang diri kita, orang tua kita memegang peran paling istimewa. Jika mereka secara tulus dan konsisten menunjukan cinta dan sayang kepada kita, kita dibantu untuk memandang diri kita pantas untuk dicintai, baik oleh orang lain ataupun oleh diri kita sendiri. Sebaliknya, jika dari orang
14
tua kita tidak mendapat kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan kita dengan mereka, kita mungkin tumbuh dengan rasa ragu-ragu mengenai kepantasan kita untuk dicintai dan diterima
Penilaian yang orang tua kenakan kepada kita untuk sebagian besar menjadi penilaian yang kita pegang tentang diri kita. Harapan mereka terhadap diri kita, kita masukan dalam cita-cita diri kita.
Harapan itu merupakan salah satu patokan penting yang kita pergunakan untuk nilai kemampuan dan prestasi kita. Jika kita tidak mampu memenuhi sebagian besar harapan itu, atau jika keberhasilan kita tidak diakui oleh orang tua kita, kita mungkin mengembangkan rasa tidak becus dan harga diri yang rendah.
2) Lingkungan Sekolah
Di zaman modern ini sekolah mempunyai peranan penting. Tokoh utama di sekolah adalah guru. Pribadi, sikap, tanggapan dan perlakuan seorang guru akan membawa dampak yang besar bagi penanaman gagasan dalam pikiran siswa tentang diri mereka.
3) Lingkungan Masyarakat
Sebagai anggota masyarakat sejak kecil kita sudah dituntut untuk bertindak menurut cara dan patokan tertentu yang berlaku dalam masyarakat kita. Norma masyarakat itu diteruskan kepada kita lewat orang tua, sekolah, teman sebaya, dan media cetak dan elektronik seperti radio dan televisi. Norma itu menjadi bagian dari cita-cita diri kita. Semakin kita mampu memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, semakin lancar harga diri kita berkembang. Harga diri kita juga dipengaruhi oleh perlakuan masyarakat terhadap kita. Bila kita sudah mendapat cap buruk dari masyarakat sekitar kita, sulit bagi kita untuk mengubah gambaran diri kita yang jelek.
4) Pengalaman
Konsep diri adalah konsep belajar. Belajar ini berlangsung terus setiap hari, biasanya tanpa kita sadari. Hilgard dan Bomer mengatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan
15
psikologi yang relatif permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman melalui pengalaman jatuh dalam bak mandi dan hidungnya kemasukan air, anak belajar untuk takut air. Prinsip yang sama dalam mempelajari konsep diri.17
Berdasarkan konsep tersebut, konsep diri seseorang terbentuk karena dipengaruhi oleh sikap, keyakinan, dan pengalaman- pengalaman psikologis. Banyak pandangan tentang diri kita, dipengaruhi juga oleh pengalaman keberhasilan dan kegagalan kita.
Pengalaman keberhasilan dan kegagalan ini sudah mulai terjadi sejak masa kecil kita dan akan tetap terjadi selama hidup kita. Jadi, konsep diri seseorang dapat bersifat berubah-ubah bergantung pada gambaran diri seseorang tentang bagaimana dia melihat dan menilai dirinya sendiri.
Meskipun kita lahir tanpa konsep diri sebenarnya konsep itu mulai berkembang sejak kita lahir. Faktor lingkungan dan pengalaman hidup memiliki pengaruh yang besar bagi pembentukan konsep diri seseorang. Dari beberapa faktor tersebut, peranan orang tua yang menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan konsep diri anak yang positif.
Berdasarkan beberapa teori di atas, penulis mencoba menyimpulkan bahwa konsep diri adalah persepsi seseorang tentang dirinya sendiri yang dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan.
Pembentukan konsep diri bergantung pada gambaran diri tentang bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi dan bagaimana kita merasa tentang diri sendiri yang dapat mempengaruhi kematangan konsep diri seseorang. Definisi ini mengandung tiga indikator, yaitu (1) gambaran diri; (2) pengalaman: (3) lingkungan.
17 Centi op.cit, h. 16-23
16 1. Konsep Diri Positif
Dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggaan yang besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri. Dan kualitas ini lebih mungkin mengarah ke kerendahan hati dan ke kedermawanan daripada ke keangkuhan dan ke keegoisan.18 Ini menggambarkan bahwa seseorang yang mampu menempatkan dirinya dalam keadaan dan situasi apapun akan membawa dirinya ke arah kerendahan hati, kedermawanan dan sifat sahaja terhadap orang lain.
Yang menjadi penerimaan-diri mungkin adalah bahwa orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali.19 Ciri ini mengarahkan pada pemahaman diri yang baik dalam setiap kondisi diri yang berbeda. Ciri konsep diri positif juga ditandai dengan memiliki pengetahuan yang luas dan bermacam-macam tentang diri, pengharapan yang realistis dan harga diri yang tinggi.20 Tingkat kematangan diri yang tinggi akan membuahkan kepercayaan diri yang baik, harapan-harapan yang realistis dan harga diri positif.
Menurut pendapat Brooks dan Emmert, yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, mengungkapkan bahwa konsep diri positif ditandai dengan lima hal:
1) la yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 2) la merasa setara dengan orang lain
3) la menerima pujian tanpa rasa malu
4) la menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
5) la mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
18 Calhoun dan Acocella, op. cit., h. 73
19 Ibid., h.73
20 Centi, op.cit, h. 19
17
disenanginya dan berusaha mengubahnya.21 Gambaran diri yang baik akan selalu melakukan perbaikan diri yang baik.
D.E. Hamachek, yang dikutip oleh Rakhmat, juga menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif yang diantaranya adalah beberapa sebagai berikut:
1) la meyakini nila-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
2) la mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3) la tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4) la memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran
5) la tidak merasa sebagai manusia yang tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
6) la sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain.
7) la dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah la mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan.22
Sejalan dengan pandangan, pengertian, dan konsep yang dikemukakan para ahli di atas, penulis mencoba menyimpulkan bahwa konsep diri positif adalah gambaran diri sebagai pribadi yang mampu mengenal dirinya dengan baik yang ditandai dengan
21 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikast, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000) h. 105.
22 Rakhmat, op.cit,.h. 105-106.
18
memiliki pengetahuan yang luas, harapan-harapan yang realistis dan harga diri positif. Konsep diri positf ini tentu tidaklah mudah karena perlu membutuhkan proses perkembangan diri yang matang dan pengalaman hidup yang luas terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya. Hubungan sosial yang baik, lingkungan yang mendukung suasana hati yang positif dan keberadaan dirinya yang juga baik tentu akan mampu meningkatkan konsep diri yang positif.
Hal ini juga dipengaruhi oleh kepribadian dan watak seseorang tentang bagaimana dia akan bertindak dan pandangan dirinya terhadap sesuatu obyek.
2. Konsep Diri Negatif
Konsep diri memiliki tiga dimensi: pengetahuan, evaluasi, dan pengharapan. Ada dua jenis konsep diri negatif. Satu, pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur. Dia tidak memiliki perasaankestabilan dan keutuhan diri.
Dia benar-benar tidak tahu siapa dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya.
Konsep diri mereka kerap kali menjadi tidak teratur untuk sementara waktu dan ini terjadi pada saat transisi dari peran anak ke peran orang dewasa. Tetapi pada orang dewasa hal itu mungkin suatu tanda ketidakmampuan menyesuaikan.27 Pemaharnan diri yang kurang balk akan membuahkan kondisi dan gambaran diri yang tidak stabil.
Tipe kedua dari konsep diri negatif hampir merupakan lawan dari yang pertama. Di sini konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur - Dengan kata lain, kaku. Mungkin karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Konsep diri yang negatif adalah pengetahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis, dan harga diri
19
yang rendah.23 Pengalaman dan lingkungan yang buruk akan menciptakan konsep diri negatif.
Menurut Brook dan Emmert, yang dikutip oleh Rakhmat, mengemukakan bahwa orang yang memiliki konsep diri negatif ditandai oleh: peka pada kritik, selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapa pun, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, tidak pandai mengungkapkan penghargaan pada kelebihan orang, tidak dapat menunjukan kehangatan dan keakraban persahabatan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.24 Pembentukan konsep diri tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari lingkungan dan pengalaman seseorang. Ini berarti bahwa konsep diri positif atau negatif dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Apabila seseorang tidak mampu menerima kekurangan yang ada pada dirinya cenderung mengeluh, menyalahkan diri sendiri atau bahkan bersikap pesimis tanpa melihat kelebihan yang ada pada dirinya.
Ciri ini tidak akan dapat menghasilkan manusia yang produktif dan dewasa.
Berdasarkan pengertian – pengertian konsep diri negatif yang telah dikemukakan di atas dapatlah disimpulkan bahwa konsep diri negatif adalah gambaran diri negatif yang ditandai dengan ketiadaan pengetahuan yang luas, harapan-harapan yang realistis, dan harga diri negatif. Konsep diri negatif akan mudah menumbuhkan harga diri yang rendah dan kurang percaya diri karena dipenuhi dengan ingatan-ingatan pahit dari pengalaman hidupnya. Apabila seseorang terbiasa menanamkan konsep diri yang negatif maka dia cenderung akan mengasingkan diri atau lebih memilih menyendiri dan juga akan sulit untuk menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan yang dia hadapi. Bila harga diri kita
23 Calhoun dan Acocella, op. cit., h. 72.
24 Rakhmat, loc. cit.
20
rendah, kita juga akan menanggapi orang, peristiwa, dan pengalaman dari segi negatif. Konsep diri negatif membuat kita cenderung memusatkan perhatian pada yang negatif-negatif dalam diri kita. Konsep diri yang negatif mendorong kita untuk membuat perbandingan negatif dengan orang lain. Konsep diri negatif menciptakan ingatan yang pilih-pilih, selektif, yang meneguhkan perasaan diri tak berharga. Konsep diri negatif seseorang juga cenderung memusatkan perhatian pada yang negatif-negatif dalam dirinya yang dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan dia berada.
d. Penelitian yang Relevan
Guna memberikan dasar teori dalam penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Salah satunya adalah sebagai berikut:
Atiq Susilo dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Kompetensi Gramatikal, Kecerdasan Bahasa, dan Konsep Diri dengan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris pada mahasiswa semester V Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah membuktikan adanya hubungan positif di antara variabel-variabel penelitian tersebut.24
e. Kerangka Berfikir
Berdasarkan analisis teoretik sebelumnya, hakikat kemampuan berbicara merupakan kemampuan mengekspresikan perasaan dan pikiran dalam bentuk lisan. Berbicara tidak hanya berupa informasi tetapi juga menunjukkan adanya tujuan dan sikap. Seseorang ingin berbicara karena didorong adanya keinginan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipengaruhi oleh perasaannya sehingga menimbulkan suatu tindakan reaktif secara komunikatif.
24 Atiq Susilo, Studi Korelasional Kompetensi Gramatikal, Kecerdasan Bahasa, dan Konsep Diri dengan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris, (Tesis: Universitas Negeri Jakarta, 2005).
21
Banyak kendala yang terjadi dalam proses komunikasi, terutama dalam proses belajar bahasa asing khususnya bahasa Inggris, salah satu kendala tersebut adalah hambatan psikologis, diantaranya konsep diri.
Konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi dan bagaimana kita merasa tentang diri sendiri. Pembentukan konsep diri seseorang dipengaruhi cleh sikap, keyakinan, dan pengalaman-pengalaman psikologis. Konsep diri ini dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Sikap dan perilaku tersebut akan dapat mempengaruhi proses komunikasi seseorang, apalagi jika masih dalam proses belajar bahasa Inggris.
Seorang pembicara bahasa Inggris yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan ketiadaan rasa percaya diri, ragu, malu, dan kekurangmampuan menguasai diri. Seorang pembicara yang berada dalam kondisi demikian, umumnya, hubungan sosialnya akan terganggu karena pandangan dan pernilaian diri yang negatif dapat mengurangi rasa percaya diri ketika proses komunikasi berlangsung. Sebaliknya, seorang pembicara bahasa Inggris yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan sikap positif, keyakinan, dan kepercayaan diri yang kuat ketika berbicara bahasa Inggris. Dengan demikian, konsep diri menjadi salah satu faktor terpenting untuk keefektifan berkomunikasi.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam aktivitas komunikasi, khususnya dalam proses belajar bahasa Inggris karena kecenderungan bertingkah laku seseorang sedapat mungkin disesuaikan dengan konsep dirinya, sehingga sukses tidaknya komunikasi bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, apakah positif atau negatif.
Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi. Kesuksesan berkomunikasi bergantung pada konsep diri seseorang apakah positif atau negatif. Kesuksesan ini dapat dicapai oleh orang-orang yang mampu mengenal dirinya dengan baik atau memiliki konsep diri positif. Selain itu, fungsi utama dari bahasa lisan adalah berinteraksi dan membangun
22
hubungan sosial. Dalam proses berbicara bahasa Inggris, seseorang ingin menyatakan dan menyampaikan pesan, informasi, serta perasaan kepada orang lain sehingga konsep diri positif ini sangat diperlukan demi kelancaran aktivitas komunikasinya. Dengan demikian, dapat diduga terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris.
f. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Terdapat hubungan positif antara konsep diri dan keterampilan berbicara bahasa Inggris.
g. Roadmap Penelitian
Membangun konsep diri positif dan
memotivasi kemampuan berbicara
bahasa Inggris mahasiswa UHAMKA
semester 2A & 2B pada mata kuliah
Transactional Listening/Speaking
tahun akademik 2017/2018
Menanamkan rasa percaya diri, jiwa sociable, memberikan pembelajaran Speaking
yang interaktif &
komunikatif, serta membangun hubungan
yang baik kepada mahasiswa dengan pendekatan positive learning environment
Terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsep diri dan keterampilan berbicara
bahasa Inggris mahasiswa UHAMKA
pada mata kuliah Transactional Listening/Speaking
tahun akademik 2017/2018
23 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik korelasional. Data penelitian ini dibatasi hanya pada mahasiswa semester 2A dan 2B.
B. Desain Penelitian
Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada- tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel pada suatu studi kelompok subjek.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di semester II pada mata kuliah Transactional Listening/Speaking Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UHAMKA pada semester genap tahun akademik 2017/2018 mulai dari Mei sampai dengan Agustus 2018. Berikut ini jadwal pelaksanaan penelitian yang diperkirakan berlangsung selama 4 bulan:
24
Tabel. 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Jenis Kegiatan Mei Juni Juli Agustus 1. Penentuan kelas
mahasiswa, pemberian materi,
& evaluasi
2. Penyebaran angket
& Wawancara
3. Analisis data 4. Laporan
Penelitian
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data variabel (Y) adalah tes keterampilan berbicara bahasa Inggris dalam bentuk wawancara bahasa Inggris dan untuk variabel konsep diri (X) menggunakan instrument angket.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data variabel konsep diri menggunakan angket berbentuk skala Likert dan data variabel keterampilan berbicara menggunakan tes berbicara bahasa Inggris.
F. Teknik Analisis Data
Bentuk teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi.
25 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Sebagaimana telah dikemukakan ada bab – bab sebelumnya bahwa penelitian ini terdiri dari 2 data, yakni (1) konsep diri; dan (2) data keterampilan berbicara bahasa Inggris.
Sebelum menjawab permasalahn pokok penelitian yakni apakah terdapat (1) hubungan antara konsep diri dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris; (maka terlebih dahulu dideskripsikan data ketiga variable sebagai berikut:
1. Skor Konsep Diri (X)
Skor konsep diri merupakan salah satu perangkat data yang dibutuhkan dalam penelitian. Skor konsep diri diperoleh dari hasil jawaban 43 responden yang termasuk sebagai sample. Dari hasil jawaban tersebut setelah dihitung, diperoleh skor minimum 100, skor maksimum 137, skor rata – rata 120,09 dan standar deviasi 9.94.
Sebaran skor variable konsep ini diri divisualisasikan dalam table distribusi frekuensi seperti tampak pada Table 4.2 Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Skor Konsep Diri
No Interval
Frekuensi Absolut
Frekuensi Kumulatif (%)
1 100-105 4 9.3
2 106-111 6 14.0
3 112-117 7 16.3
4 118-123 11 25.6
5 124-129 7 16.3
6 130-135 6 13.95
26
7 136-141 2 4.7
Jumlah 43 100
Dari sebaran skor pada tabel di atas, ditunjukan bahwa 17 orang atau 39,53
% keterampilan berbicara bahasa Inggris berada di bawah kelas skor rata – rata, 11 orang atau 25,58% berada pada interval kelas skor rata – rata.
Kecenderungan data dapat dilihat pada histogram seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.1 Histogram Konsep Diri
2. Skor keterampilan berbicara Bahasa Inggris (Y)
Selain skor konsep diri, skor keterampilan berbicara bahasa Inggris merupakan salah satu perangkat data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Skor keterampilan berbicara bahasa Inggris diperoleh dari hasil jawaban 43 responden. Dari hasil perhitungan diperoleh skor minimum 58 dan skor maksimum 92, skor rata – rata 77,56 serta standar deviasi sebesar 6,85.
27
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Berbicara (Y)
NO Interval
Frekuensi
Absolut Frekuensi Kumulatif (%)
1 58 - 62 2 4.65
2 63 - 67 1 2.33
3 68 - 72 5 11.63
4 73 - 77 12 27.91
5 78- 82 13 30.23
6 83 - 87 8 18.60
7 88- 92 2 4.65
Jumlah 43 100
Dari sebaran skor pada tabel di atas, ditunjukan bahwa 8 orang atau 18,60% Keterampilan berbicara bahasa Inggris berada di bawah kelas skor rata – rata, 12 orang atau 27,91% berada pada interval kelas skor rata – rata.
Kecenderungan data dapat dilihat pada histogram seperti tampak pada gambar dibawah ini:
Interval Kelas
Gambar 4.2 : Histogram Konsep Diri
28 B. Pengujian Persyaratan Analisa Data
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian metodologi penelitian, bahwa analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis kolerasi dan regresi. Analisis ini diperkenankan apabila data kedua variable yang dianalisis berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Selain itu diuji pula homogenitas sample Y dan X.
1. Uji Normalitas
Untuk menentukan statistic yang akan digunakan dalam analisis perlu dilakukan pengujian normalitas terhadap data variable X dan variabel Y.
Penulis menggunakan teknik analisis Chi-Square dalam menganalisi kedua variable.
a) Uji Normalitas Konsep Diri
Tabel 4.3 Tabel Chi-Square Konsep Diri
Kelas Interval
Batas Kelas
Z Batas Kelas
Luas Z pada
Batas Kelas
Luas antara
Kelas Interval
Fe Fo
99.5 -1.84 -0.4671 100-
105
-0.0656 2.8 208
4 0.4929 105.5 -1.29 -0.4015
106- 111
-0.1281 5.5 083
6 0.0439 111.5 -0.75 -0.2734
112- 117
-0.1941 8.3 463
7 0.2172 117.5 -0.20 -0.0793
118- 123
-0.2161 9.2 923
11 0.3138 123.5 0.35 0.1368
124- 129
-0.0791 3.4 013
7 3.8076 129.5 0.90 0.2159
29 130-
135
-0.2206 9.4 858
6 1.2809 135.5 1.45 0.4365
136- 141
-0.0407 1.7 501
2 0.0357 141.5 2.00 0.4772
X2 = 6.1920
Dari tabel diatas, diperoleh χ20 Konsep diri sebesar 6.1920 sedangkan χ2t dengan peluang 0.95 dengan dk= k-3, yaitu 7-3=4 sebesar 9.49. Karena χ20 (6.1920) lebih kecil dari χ2t maka Ho diterima. Dengan diterimanya Ho, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri mahasiswa UHAMKA kelas 2A dan 2B semester genap prodi Bahasa Inggris pada mata kuliah Transac. Listening and Speaking tahun ajaran 2017/ 2018 “BERASAL DARI POPULASI YANG BERDISRTIBUSI NORMAL”.
b) Uji Normalitas Kemampuan Berbicara
Table 4.4 Tabel Chi-Square Kemampuan Berbicara
Kelas Interval
Batas Kelas
Z Batas Kelas
Luas Z pada Batas Kelas
Luas antara Kelas Interval
Fe Fo
57.5 -2.93 -0.4983
58 - 62 -0.0122 0.524
6
2 4.1495
62.5 -2.20 -0.4861
63 - 67 -0.0569 2.446
7
1 0.8554
30
67.5 -1.47 -0.4292
68 - 72 -0.1588 6.828
4
5 0.4896
72.5 -0.74 -0.2704
73 - 77 -0.3104 13.34
72
12 0.1360
77.5 -0.01 0.04
78- 82 -0.2242 9.640
6
13 1.1706
82.5 0.72 0.2642
83 - 87 -0.1723 7.408
9
8 0.0472
87.5 1.45 0.4365
88- 92 -0.0489 2.102
7
2 0.0050
92.5 2.18 0.4854
X2 = 6.8532
Dari tabel diatas, diperoleh χ20 kemampuan berbicara sebesar 6.8532 sedangkan χ2t dengan peluang 0.95 dengan dk= 7-3, yaitu 7- 3=4 sebesar 9.45. Karena χ20 (6.8532.) lebih kecil dari χ2t maka Ho diterima. Dengan diterimanya Ho, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara mahasiswa UHAMKA kelas 2A dan 2B semester genap prodi Bahasa Inggris pada mata kuliah Transac.
Listening and Speaking tahun ajaran 2017/ 2018 “BERASAL DARI POPULASI YANG BERDISRTIBUSI NORMAL”.
31 2. Uji Linearitas
Scattered diagram dari konsep diri dan kemampuan speaking dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.3 Scattered diagram skor Konsep Diri dan Kemampuan Berbicara
C. Teknik Analisis Data
1. Analisis koefisiensi Korelasi
Tabel 4.5
Data Konsep Diri dan Kemampuan Berbicara No.
Konsep Diri
(X)
Speaking
(Y) X2 Y2 XY
1 105 79 11025 6241 8295
2 117 85 13689 7225 9945
3 131 79 17161 6241 10349
4 127 86 16129 7396 10922
5 119 68 14161 4624 8092
6 129 81 16641 6561 10449
7 129 75 16641 5625 9675
8 110 68 12100 4624 7480
9 125 80 15625 6400 10000
10 134 87 17956 7569 11658
11 110 72 12100 5184 7920
32
12 117 78 13689 6084 9126
13 106 58 11236 3364 6148
14 121 79 14641 6241 9559
15 120 82 14400 6724 9840
16 122 86 14884 7396 10492
17 129 82 16641 6724 10578
18 131 91 17161 8281 11921
19 101 74 10201 5476 7474
20 120 75 14400 5625 9000
21 137 77 18769 5929 10549
22 123 73 15129 5329 8979
23 118 75 13924 5625 8850
24 110 70 12100 4900 7700
25 117 74 13689 5476 8658
26 114 74 12996 5476 8436
27 105 67 11025 4489 7035
28 114 69 12996 4761 7866
29 126 85 15876 7225 10710
30 136 84 18496 7056 11424
31 132 84 17424 7056 11088
32 131 59 17161 3481 7729
33 122 80 14884 6400 9760
34 108 74 11664 5476 7992
35 123 79 15129 6241 9717
36 134 92 17956 8464 12328
37 120 82 14400 6724 9840
38 127 75 16129 5625 9525
39 100 85 10000 7225 8500
40 121 76 14641 5776 9196
41 117 79 13689 6241 9243
42 111 80 12321 6400 8880
43 115 73 13225 5329 8395
ΣX = 5164
ΣY = 3331 ΣX2 = 624104
ΣY2 = 260309
ΣXY =
401323
33 Data Statistik
n = 43 ƩX = 5164 ƩX2 = 624104 ƩXY = 401323 ƩY = 3331
ƩY2 = 260309 a. Analisis
r = =
rh =
rh=
rh=
rh =
rh = 0, 432
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diketahui r-hitung = 0.432. Dari tabel distribusi-t dengan n = 43 dan pada peluang 0,05, maka r-tabel
= 0,294 karena r-hitung > r-tabel, maka Ho ditolak.
34 2. Uji Hipotesis
Dengan ditolaknya Ho maka Hi diterima, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Konsep Diri dan Kemampuan Berbicara bahasa Inggris kalangan mahasiswa UHAMKA kelas 2A dan 2B semester genap Prodi Bahasa Inggris pada mata kuliah Transac.
Listening and Speaking tahun ajaran 2017/ 2018.
35 BAB V
KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri berhubungan positif dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris.
Hipotesis ini menyatakan terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris semester 2A dan 2B pada perkuliahan Transactional Listening/Speaking tahun akademik 2017/2018.
Hasil penelitian ini terbukti bahwa r-hitung = 0.432. Dari tabel distribusi-t dengan n = 43 dan pada peluang 0,05, maka r-tabel = 0,294 karena r-hitung > r-tabel, maka Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsep diri dan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UHAMKA semester 2A dan 2B tahun akademik 2017/2018.
Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan penelitian ini adalah keterampilan berbicara bahasa Inggris dapat ditingkatkan melalui konsep diri mahasiswa, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama- sama.
36 B. Saran
Kesimpulan penelitian ini menyatakan adanya hubungan konsep diri dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris. Berdasarkan kesimpularn tersebut, peneliti mengajukan saran sebagai berikut positif antara lain:
Pertama, konsep diri dan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UHAMKA perlu ditingkatkan.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dalam berbahasa Inggris yang baik perlu adanya peningkatan pengetahuan. Hal ini juga perlu disadari bahwa betapa pentingnya keterampilan berbicara bahasa Inggris dalam interaksi sosial maupun dunia kerja mengingat perkembangan sains dan tekhnologi yang semakin pesat, sehingga hal tersebut sangat menuntut seseorang untuk dapat mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilan bahasanya. Begitu pula dengan konsep diri, konsep diri yang positif dapat menumbuhkan kepercayaan diri yang baik dala, berkomunikasi bahasa Inggris. Dosen dalam hal ini berkewajban membangun perkembangan peserta didiknya dengan cara membina konsep diri dam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa di Program Sudi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UHAMKA si tersebut dapat dikomunikasikan.
Kedua, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris sangat beragam baik latar pendidikan di SLTA, kemampuan akademik, dan latar sosial ekonominya. Keberagaman tersebut perlu dipertimbangkan oleh dosen dalam menentukan teknik pembelajaran berbicara bahasa Inggris, membina konsep dini positif, dan meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris.
Ketiga, Membangun mekanisme kontrol terhadap pembelajaran baik materi dan khususnya metode pembelajaran dalam keterampilan berbicara bahasa Inggris, dalam hal ini, dosen perlu mempertimbangkan bentuk metode pembelajaran yang dapat memberikan dorongan dan penyadararn terhadap pentingnya berbicara bahasa Inggris dan juga memberikan
37
pelayanan kepada mahasiswa untuk meningkatkan berbicaranya melalui konsep diri positif.
Keempat, memprioritaskan peningkatan perpustakaan dan fasilitas pembelajaran lainnya yang dapat memberi kenyamanan, kemandirian, serta pelayanan internet yang merupakan sarana penting untuk mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris.
Kelima, mahasiswa sepantasnya mampu memberi makna positif terhadap pentingnya keterampilan berbicara bahasa Inggris agar mudah mendapatkan lapangan pekerjaan di era persaingan yang semakin ketat.
Keenam, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka hendaknya memprioritaskan kualitas materi dan metode pengajaran yang mampu memotivasi pengembangan diri mahasiswa dan mengorientasikan kegiatan- kegiatan mahsiswa yang bersifat keilmuan dan ilmiah.
38 BAB VI
LUARAN YANG DICAPAI
Luaran yang dicapai berisi identitas luaran penelitian yang dicapai oleh peneliti sesuai dengan skema penelitian yang dipilih.
Jurnal
IDENTITAS JURNAL
1. Nama Jurnal Humaniora
2. Website Jurnal http://Journals.ums.ac.id 3. Status makalah Submitted/Review/Accepted 4. Jenis Jurnal Jurnal Nasional ber ISSN 5. Tanggal submit 3 Januari 2019
6. Bukti Screenshot Terlampir
39
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gillian dan Yule, George. (1983). Teaching the Spoken Language. New York: Cambridge University Press, 1983.
Bygate, Martin. Speaking. (1989). Oxford: Oxford University Press.
Calhoun, James S., & Ross Acocella, Joan. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (terjemahan R.S. Satmoko).
Semarang: IKIP Semarang Press.
Fry, Dennis Butler. (1979). The Physics of Speech. New York: Cambridge University Press.
Guntur Tarigan, Henry. (1987). Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: PT. Angkasa.
H.G Widdowson. (1987). Teaching Language as Communication. Oxford:
Oxford University Press.
J. centi, Paul. (1993). Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Knapp. Skill is. Retrieved May 20, 2018, from
http://www.learningat.org.uk/peweb/information/definitionofskill.htm 2006.
McDonough, Jo & Shaw Christopher. Material and Methods in ELT. USA:
Blackwell Publisher.
Murray, John. (1989). Speaking and Listening. London: Rhodri Jones.
Rakhmat, Jalaluddin. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Richard, Jack C. dan Willy A. Renandya. (2002). Methodology in Language Teaching. USA: Cambridge University Press. 2002.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (2003) Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikast, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000) h. 105.
Susilo, Atiq. (2005). Studi Korelasional Kompetensi Gramatikal, Kecerdasan Bahasa, dan Konsep Diri dengan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris, Universitas Negeri Jakarta.
40
LAMPIRAN
40
PERSONALIA PENELITI
a. Nama : Heni Novita Sari, M.Pd.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIDN : 0304077701
d. Disiplin Ilmu : Bahasa Inggris
e. Pangkat/Gol/Jabatan : Asisten Ahli /Dosen Bahasa Inggris
f. Alamat Kantor : Jl. Tanah Merdeka kp. Rambutan, Ps Rebo, Jakarta Timur
g. HP/E-mail : 081310055036/[email protected] h. Waktu Penelitian
: 4 bulan
41
PERSONALIA PENELITI
a. Nama : Siswana, M.Pd.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIDN : 0326016801 d. Disiplin Ilmu : Bahasa Inggris
e. Pangkat/Gol/Jabatan : Lektor /Dosen Bahasa Inggris
f. Alamat Kantor : Jl. Tanah Merdeka kp. Rambutan, Ps Rebo, Jakarta Timur
g. Alamat Rumah : Jl. Abdul Muis No. 44 Jakarta Pusat
h. HP/E-mail : 085216226128/[email protected] i. Waktu Penelitian
: 4 bulan
42
43
44
45
46
47
48
49