1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang semakin maju, maka dituntut pula akan hal kebutuhan dana untuk program pembangunan yang semakin meningkat juga (Fajar, 2013). Mendorong Pemerintah untuk menggali sumber- sumber pendapatan negara, dan sektor perpajakan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang memiliki andil terbesar dan cukup potensial terhadap jumlah total pendapatan negara (Rifqiansyah, Saifi, & Azizah, 2014). Pendapatan pajak juga berperan dalam mencapai keberhasilan pembiayaan pembangunan suatu negara dan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Nainggolan, 2015).
Pendapatan pajak merupakan sumber pendanaan negara yang paling mendominasi dibandingkan sektor-sektor lainnya, baik untuk pendanaan belanja rutin maupun pembangunan bagi Indonesia (Fajar, 2014). Menyadari akan pentingnya pajak yang merupakan sumber dana terbesar dalam pendapatan negara, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak berupaya mengoptimalkan sektor perpajakan (Rifqiansyah et al., 2014). Dalam praktiknya sulit dijalankan sesuai harapan, bahkan sering disalahgunakan oleh wajib pajak dan terbukti dari wajib pajak yang sengaja tidak patuh, sehingga wajib pajak yang lain enggan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Simamora & Suryaman, 2015).
Ketidakpatuhan timbul apabila wajib pajak tidak mempunyai pengetahuan dan
pemahaman perpajakan yang memadai sehingga wajib pajak secara tidak sengaja tidak melakukan kewajiban perpajakannya (Mulyanti & Sugiharty, 2016). Sampai saat ini, diketahui sedikit sekali Wajib Pajak (WP) baik Orang Pribadi maupun Badan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Isu kepatuhan perpajakan sendiri menjadi penting karena secara bersamaan akan menimbulkan upaya penghindaran atau keengganan untuk membayar kewajiban pajak yang mengakibatkan terjadinya tunggakan pajak, berkurangnya penyetoran pajak pada Kas Negara, yang menjadikan kerugian bagi negara, dan secara tidak langsung menghambat pembangunan negara (Rifqiansyah et al., 2014), (Simamora & Suryaman, 2015).
Untuk tercapainya target penerimaan pajak maka perlu ditumbuhkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak mengenai pentingnya memenuhi kewajiban perpajakan. Jika Wajib Pajak tidak patuh maka tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan, penggelapan dan pelalaian pajak akan ditempuh oleh Wajib Pajak sehingga menimbulkan berkurangnya pendapatan negara (Fajar, 2013). Disisi lain, perihal kualitas Wajib Pajak itu sendiri yang selalu mencari- cari cara agar dapat menghindari kewajibannya dalam membayar pajak (Fajar, 2013).
Surat Ketetapan Pajak yang merupakan produk hukum yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan ketentuan perpajakan. Surat Ketetapan Pajak tersebut mencantumkan jumlah pajak terutang dan jumlah pajak kurang dibayar menurut Direktur Jenderal Pajak yang merupakan koreksi terhadap kewajiban perpajakan
Wajib Pajak yang telah dilakukan sesuai dengan sistem yang berlaku di Indonesia yaitu self assesment. Jumlah kekurangan pembayaran pajak tersebut sudah menjadi utang pajak dan merupakan kewajiban yang harus disetor kembali oleh Wajib Pajak, dan apabila tidak membayar pajak dalam jangka waktu yang telah ditetapkan maka hal tersebut sudah termasuk kategori terjadinya tunggakan pajak yang berarti Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan tindakan penagihan Ilyas & Suhartono (2017:57). Dan jika dalam tindakan Penagihan pajak dilakukan secara efektif maka menjadi suatu sarana yang tepat dalam tercapainya pendapatan negara yang maksimal dan optimal (Mandey, Morasa, & Tangkuman, 2016).
Salah satu kegiatan pencairan tunggakan pajak yaitu dilakukannya penagihan pajak yang bertujuan agar Wajib Pajak membayar hutang pajaknya. Hal ini disebabkan karena tindakan penagihan pajak mempunyai kekuatan hukum yang memaksa (Pertiwi, 2014). Penagihan pajak itu sendiri terdiri atas penagihan pajak pasif dan aktif (Mandey et al., 2016). Penagihan pajak pasif sendiri merupakan tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, dengan disertai memberikan himbauan kepada Wajib Pajak agar melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo (Mandey et al., 2016). Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pasif, yang dikarenakan Wajib Pajak belum juga membayar kewajiban pajaknya hingga melebihi tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan perpajakan yaitu 1 bulan terhitung dari STP, SKPKB, SKPKBT
diterbitkan. Tindakan dalam penagihan aktif yaitu dengan diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan hingga tindakan eksekusi Pelelangan dengan tujuan untuk menagih sebagian atau seluruh tunggakan pajak yang belum dibayar (Mandey et al., 2016).
Tindakan penagihan pajak aktif yaitu dimulai dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis apabila sampai dengan jatuh tempo pembayaran penanggung pajak tidak melunasi utang pajak (Ilyas &
Suhartono, 2017:422). Jika setelah diterbitkannya surat teguran kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak tidak mengindahkan penagihan pajak tersebut, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan DJP yaitu menerbitkan surat paksa setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak penyampaian Surat Teguran, dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita kepada penanggung pajak. Dengan dilaksanakannya tindakan penagihan pajak aktif melalui penerbitan surat teguran hingga surat paksa diharapkan dapat meningkatkan pencairan tunggakan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang akan dapat mengurangi saldo piutang pajak dan meningkatnya penerimaan pajak dalam negeri.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah unit kerja dari Dirjen Pajak yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang terdaftar sebagai wajib pajak ataupun tidak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya adalah salah satu kantor pelayanan pajak yang ada di Kota Bandung, walaupun secara geografis KPP Pratama Majalaya berada di wilayah kota Bandung, tetapi wilayah kerjanya adalah kabupaten bandung selatan. Sama halnya dengan semua KPP, KPP Pratama Majalaya selama ini terus berupaya menggali dan meningkatkan penerimaan pajak di wilayah kerjanya, adapun salah satu upayanya dengan
melakukan pencairan tunggakan pajak melalui kegiatan penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya memiliki data mengenai perkembangan pencairan tunggakan pajak atas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa pada tahun 2014-2016, berikut data disajikan dalam bentuk grafik yang terdiri atas 12 triwulan yang dapat dilihat dibawah ini :
Gambar I.1
Persentase Pencairan Tunggakan Pajak KPP Pratama Majalaya Tahun 2014 – 2016
Berdasarkan Gambar I.1 diatas dapat terlihat bahwa presentase pencairan tunggakan pajak mengalami fluktuatif cenderung menurun, dengan pencapaian tertinggi terjadi di triwulan pertama tahun 2014 hanya sebesar 77%, hingga pencapaian terendah terjadi di triwulan terakhir tahun 2016 dengan total target penagihan pajak dengan surat teguran sebesar 99,8 Milyar dan surat paksa sebesar 1,1 Milyar dan dengan pencapaian pencairan tunggakan pajak hanya mencapai sebesar 2% atau setara dengan 1,8 Milyar. Rata-rata pencapaian selama 12 triwulan tersebut berkisar pada angka 28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
77%
37% 28%
31%
23%
24% 25%
51%
9% 9%
23%
0% 2%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Persentase Pencairan Tunggakan Pajak
Persentase
masih rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal kewajiban membayar pajak ataupun utang pajak yang ditanggungnya.
Penagihan tunggakan pajak telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Diantaranya, Hidayat, Fatahurrazak, & Ratih (2016) dengan hasil penelitian yang memberikan kesimpulan bahwa secara parsial surat teguran berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, sedangkan surat paksa tidak berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak, akan tetapi secara simultan surat teguran dan surat paksa berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Bintan.
Nainggolan (2015) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan diterbitkannya Surat Teguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Berbeda dengan Surat Paksa yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Madya Pekanbaru.
Syahputra, Hidayat, & Dewantara (2015) juga dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan penagihan pajak aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Sanksi Administrasi memiliki pengaruh signifikan secara bersama- sama terhadap Pembayaran Tunggakan Pajak, dengan faktor variabel pendukung yang tertinggi pengaruhnya didominasi oleh Sanksi Administrasi.
Pertiwi (2014) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa tidak berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Bandung Karees.
Dari informasi fenomena tersebut, dan juga berdasarkan terdapatnya perbedaan (inkonsistensi) pada penelitian terdahulu, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat
teguran dan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak, dengan melakukan penelitian yang berjudul : “Penagihan Pajak Aktif Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Sebagai Upaya Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya)”.
1.2. Identifikasi Dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Pencairan tunggakan pajak mengalami fluktuatif cenderung menurun setiap periodenya yang tidak sebanding dengan dikeluarkannya target nilai nominal surat teguran dan surat paksa.
2. Perbedaan hasil pencapaian pencairan tunggakan pajak yang tidak sesuai dengan target nilai nominal dikeluarkannya surat teguran dan surat paksa terindikasi masih rendahnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal kewajiban membayar pajak ataupun utang pajak yang ditanggungnya.
3. Tingkat Pencairan tunggakan pajak yang cenderung menurun dapat mempengaruhi penerimaan pajak daerah di KPP Pratama Majalaya.
1.2.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran penagihan pajak aktif dengan surat teguran pada KPP Pratama Majalaya?
2. Bagaimana gambaran penagihan pajak aktif dengan surat paksa pada KPP Pratama Majalaya?
3. Bagaimana gambaran pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Majalaya?
4. Seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat teguran sebagai upaya pencairan tunggakan pajak secara parsial pada KPP Pratama Majalaya?
5. Seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak secara parsial pada KPP Pratama Majalaya?
6. Seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak secara simultan pada KPP Pratama Majalaya?
1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, adapun maksud dari penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya, serta ditujukan untuk penyusunan tugas akhir pada program studi ekonomi S1 di Universitas BSI Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan penagihan pajak aktif dengan surat teguran pada KPP
Pratama Majalaya.
2. Untuk mendeskripsikan penagihan pajak aktif dengan surat paksa pada KPP Pratama Majalaya.
3. Untuk mendeskripsikan pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Majalaya.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat teguran sebagai upaya pencairan tunggakan pajak secara parsial pada KPP Pratama Majalaya.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak secara parsial pada KPP Pratama Majalaya.
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak secara simultan pada KPP Pratama Majalaya.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis
Dalam aspek akademis, manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam mengenai instansi pemerintah terkait juga peran dan kontribusi pajak sebagai salah satu sumber penerimaan utama Negara.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan demi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang perpajakan.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar acuan dan bahan perbandingan bagi pengembangan penelitian selanjutnya dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang perpajakan.
4. Bagi Universitas BSI, diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan dan literatur perpajakan, yang diharapkan juga dapat digunakan bagi pihak-pihak yang ingin mempelajari tentang perpajakan pada instansi pemerintah khususnya perihal pencairan tunggakan pajak.
1.4.2. Manfaat Praktis
Dalam aspek praktis, manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharap dapat memberikan informasi tentang besarnya kontribusi Pajak terhadap proses pembangunan daerah sehingga masyarakat taat dan patuh terhadap hukum pajak dan tidak lalai membayar pajak yang sudah menjadi kewajibannya.
2. Bagi pemerintah dan pihak yang terkait, diharapkan penelitian ini dapat membantu untuk mengevaluasi kinerja dan lebih mengoptimalkan kinerja instansi. Selain itu dapat pula dijadikan sebagai bahan masukan bagi instansi yang terkait guna meningkatkan penerimaan pajak agar tercapainya target yang telah ditetapkan sehingga tidak akan terjadi kembali rendahnya tingkat pencairan tunggakan pajak di masa yang akan datang.