1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan ekonomi adalah proses pola keterkaitan yang saling mempengaruhi antara faktor-faktor dalam pembangunan ekonomi dapat diamati dan dianalisis. Dalam proses pembangunan ekonomi, masalah penerapan pertumbuhan ekonomi antar daerah akan berbeda sehingga mengakibatkan ketimpangan regional yang tidak dapat dihindari melihat adanya perbedaan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki antara daerah satu dengan daerah lainnya. Pengembangan ekonomi dapat dijelaskan sebagai proses peningkatan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertumbuhan penduduk yang disertai dengan perubahan fundamental dalam sektor ekonomi dan pemerataan pendapatan bagi penduduk di sekitar wilayah.
Pembangunan ekonomi terdiri dari beberapa sektor yaitu pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan dan jasa. Hal ini akan menimbulkan ketersediaan infrastruktur untuk menjadi pendukung pembangunan ekonomi di wilayahnya.
Pembangunan akan terus tumbuh sesuai dengan perkembangan dan dapat diukur dengan indikator yang mampu mengukur tingkat ekonomi suatu wilayah atau negara indikator tersebut yaitu produk domestik regional bruto atau PDRB yang merupakan hasil penjumlahan dari sebuah nilai tambah produksi barang maupun jasa seluruh kegiatan perekonomian di suatu wilayah pada periode tertentu tanpa memperhatikan faktor dan asal produksinya.
Kota Bontang memiliki letak yang strategis yaitu letak pada Jalan Trans Kaltim dan berbatasan langsung dengan Selat Makassar sehingga letak kota Bontang menguntungkan dalam perkembangan wilayah. Dengan luas sebesar 161,87 km2 kota Bontang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat banyak seperti migas maupun non migas. Potensi ini dapat menjadi kekuatan tersendiri bagi kota Bontang untuk menjalankan perekonomian daerah, ketersediaan industri besar didukung oleh struktur perekonomian kota Bontang masih didominasi oleh keberadaan PT Badak dan PT Pupuk Kaltim. Pertumbuhan ekonomi wilayah
2 merupakan peningkatan tingkat pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di daerah, yaitu peningkatan semua nilai tambah yang terjadi. Awalnya hitung indikator penghitungan pendapatan daerah ke dalam harga saat ini. Namun demikian, untuk melihat kenaikan harga dari waktu ke waktu harus dinyatakan dalam harga aktual yang dapat diartikan sebagai harga konstan (Rasyid, 2016).
Menurut Badan Pusat Statistik kota Bontang 2020, PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di kota Bontang industri pengolahan memiliki nilai tinggi dalam PDRB kota Bontang sebesar 47.204,65 pada tahun 2019 atau 80,72% dalam distribusi persentase PDRB Kota Bontang. Melihat industri pengolahan dalam PDRB dapat diketahui bahwa industri pengolahan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Kota Bontang dan berpengaruh pada indeks pembangunan manusia Kota Bontang dengan nilai sebesar 80,09 pada tahun 2019 dikarenakan hal tersebut peran migas atau industri pengolahan di kota Bontang sangat penting untuk perkembangan ekonomi Kota Bontang.
Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di daerah tersebut, yaitu peningkatan semua nilai tambah yang terjadi. Awalnya hitung indikator penghitungan pendapatan daerah ke dalam harga saat ini. Namun demikian, untuk melihat kenaikan harga dari waktu ke waktu harus dinyatakan dalam harga aktual yang dapat diartikan sebagai harga konstan. (Sukirno, 2004:
14). Namun peran industri sebagai gembong utama ekonomi daerah merupakan suatu kelemahan bagi kota Bontang., dikarenakan migas bukan sumber daya terbarukan yang lambat laun ketersediaannya akan berkurang. Melihat angka PDRB sektor industri pengolahan pada tahun 2015 memiliki nilai 49.841,77 dan turun pada tahun 2019 sebesar 47.204,65 atau turun sebesar 26.037, 17 dengan persentase distribusi turun sebesar 4,35% dalam kurun 5 tahun. Pertumbuhan ekonomi yang menurun ini terjadi dikarenakan semakin menurunnya produksi gas alam oleh pengelola migas. Peristiwa ini dapat dikatakan signifikan karena struktur perekonomian kota Bontang didominasi oleh keberadaan perusahaan besar tersebut. Permasalahan pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan menunjukkan kelemahan Kota Bontang yang harus mendapat perhatian lebih untuk ke depannya terutama dengan fluktuatif nilai PDRB Sektor Migas per kapita atas dasar harga berlaku di Kota Bontang pada tahun 2015 memiliki pertumbuhan
3 -3,02 % dan naik pada tahun 2017 sebesar 4,20 % namun terjadi penurunan pada tahun 2019 sebesar -2,76%. Menurut Sugianto 2019, produksi salah satu industri di Kota Bontang menurun dari tahun 2017 sebesar 9.450.000 ton dan pada tahun 2019 menjadi 3.300.594 ton, hal ini berbanding terbalik dengan indeks pembangunan manusia yang terus naik dari tahun ke tahun.
Oleh sebab itu diperlukan sektor lain untuk dapat menyeimbangkan perkembangan ekonomi di Kota Bontang. Penurunan produksi ini menunjukkan kota Bontang ke depannya harus memanfaatkan sumber daya lain terutama yang berkelanjutan agar struktur perekonomian di kota Bontang tidak terus menurun. Struktur ekonomi daerah berdampak pada peningkatan sektor ekonomi terkait lainnya. Jika suatu daerah dapat dikatakan maju dengan dukungan pengetahuan masyarakat yang tinggi, maka sumber daya alam yang memadai yang dikelola oleh sumber daya manusia memiliki potensi yang besar dan dapat memajukan pembangunan daerah. (Rasyid, 2016)
Menurut PPID Kota Bontang, sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki nilai pertumbuhan 20,28% pada tahun 2015. Dengan pertumbuhan sektor pertanian dapat menjadi potensi baru dalam menggerakkan perekonomian daerah.
Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku, sektor pertanian memiliki peningkatan distribusi sebesar 0,32% dalam kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2019 sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 1,20% untuk perekonomian kota Bontang. Kontribusi sektor ini terhadap nilai PDRB tanpa migas tahun 2019 sebesar 2,25% dan terjadi peningkatan dibandingkan dengan peranannya terhadap PDRB tanpa migas tahun 2017 sebesar 2,12%. Laju pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tercatat mengalami pertumbuhan positif yang mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah produksi pada lapangan usaha sepanjang tahun 2019.
Mehtens dan Abdurahman menyatakan pada tahun 2007 bahwa otonomi daerah khususnya di daerah / kota akan berdampak positif, karena daerah otonom bebas untuk memanfaatkan potensinya secara maksimal untuk kemaslahatan rakyat. Untuk mencapai kemandirian, sudah saatnya daerah otonom menggali segala potensinya. Pada tahap awal, Bupati / Kota harus menetapkan tiga pilar pembangunan daerah, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
4 daya teknis. Kota Bontang yang memiliki tiga kecamatan yaitu Bontang Selatan, Bontang Utara dan Bontang Barat. Pengembangan ekonomi terjadi antar daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kota Bontang. Kesenjangan terjadi antara kecamatan Bontang Utara yang menjadi pusat pengembangan. Dapat dilihat pada perbedaan jumlah penduduk kota Bontang tahun 2019 dengan persentase 45,49% berada di Bontang Utara, 38.03% di Bontang Selatan dan 16, 48% di Bontang Barat. Pada kecamatan Bontang Utara tingkat kepadatan penduduk bernilai 2.501jiwa/km2, Bontang Barat sebesar 1.669 jiwa/km2 serta Bontang Selatan sebesar 623 jiwa/km2. Pada angka keluarga menurut kecamatan dan klasifikasi keluarga kota Bontang tahun 2019, keluarga prasejahtera untuk kecamatan Bontang Selatan sebesar 1.077, Bontang Utara 1024 dan Bontang Barat sebesar 367. Untuk keluarga sejahtera pada kecamatan Bontang Selatan dengan nilai keluarga sejahtera I sebesar 2991 dan keluarga sejahtera II sebesar 9932.
Bontang Utara untuk keluarga sejahtera I sebesar 5558 dan keluarga sejahtera II sebesar 10.850. Sedangkan Bontang Barat nilai keluarga sejahtera I sebesar 915 dan keluarga sejahtera II sebesar 3879. Hal tersebut dapat diketahui pengembangan ekonomi di kota Bontang belum merata sepenuhnya.
Struktur perekonomian mempunyai peran besar menunjukkan distribusi PDRB. Dalam suatu wilayah, kategori ekonomi yang memegang peranan penting menunjukkan fondasi ekonomi wilayah tersebut. Harga PDRB saat ini yang diklasifikasikan menurut pengeluaran menunjukkan bahwa barang dan jasa digunakan untuk konsumsi, investasi, dan perdagangan dengan pihak di luar daerah (BPS kota Bontang, 2018) (Berdasarkan data PDRB kota Bontang tahun 2019 angka distribusi persentase harga berlaku, nilai distribusi tertinggi dimiliki oleh industri pengolahan sebesar 80,72%, disusul sektor Konstruksi sebesar 6,33%, Perdagangan besar dan eceran 3,02%, Transportasi dan pergudangan 1,39%, Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, 1,47%
dan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 1,20%. Dapat disimpulkan bahwa terdapat sektor lain yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian, sehingga perlu dilakukan analisis sektor unggulan non migas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pola pengembangan spasial yang menunjukkan keterkaitan antar
5 kecamatan, dengan demikian dapat terlihat kecamatan yang memiliki keterkaitan spasial berdasarkan sektor unggulannya, pada akhirnya dapat digunakan sebagai bahan dasar pertimbangan proses pembangunan kota Bontang untuk ke depannya.
1.2 Rumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi daerah sangat penting untuk dapat memajukan daerah tersebut. Sektor-sektor unggulan akan mempengaruhi pendapatan daerah yang menunjang kebutuhan manusia. Namun, bila sektor unggulan tersebut menurun maka diperlukan sektor unggulan baru yang dapat menggantikan sektor unggulan sebelumnya sudah tidak berpengaruh bagi daerah tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan dalam penelitian adalah
“bagaimana keterkaitan kecamatan dalam pembentukan klaster pengembangan ekonomi non migas wilayah kota Bontang?"
1.3 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah adalah menganalisis keterkaitan kecamatan dalam pembentukan klaster pengembangan ekonomi sektor non migas daerah di Kota Bontang
1.4 Sasaran
Setelah mengetahui rumusan masalah dan tujuan maka dapat disusun sasaran sebagai berikut ini :
1. Mengidentifikasi sektor non migas yang menjadi sektor unggulan perekonomian Kota Bontang
2. Menganalisis tingkat keterkaitan spasial yang kuat secara ekonomi antar kecamatan di kota Bontang
3. Menganalisis pola keterkaitan spasial dalam pembentukan pola pengembangan ekonomi di kota Bontang berdasarkan metode geostatistik
6 4. Merumuskan rekomendasi pola pengembangan ekonomi kota
Bontang
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup wilayah, ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup substansi. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing ruang lingkupi :
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah
Untuk ruang lingkup wilayah pada penelitian ini adalah kota Bontang yang terdiri dari Kecamatan Bontang utara, Bontang Selatan dan Bontang Barat.
Berikut ini adalah peta Kota Bontang sebagai ruang lingkup wilayah
7 Gambar 1. 1 Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2020)
8 1.5.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup substansi pada penelitian ini adalah mengidentifikasi sektor unggulan non migas sebagai sektor unggulan kota Bontang dengan menggunakan metode LQ, menganalisis keterkaitan spasial secara ekonomi antar kecamatan kota Bontang menggunakan metode Spatial Autocorrelation dan menganalisis pola keterkaitan spasial dalam pembentukan pola pengembangan menggunakan metode diagram Scatterplot dan analisis Moran’s.
Serta merumuskan rekomendasi pola pengembangan dengan analisis deskriptif kualitatif.
1.5.3 Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi pada penelitian ini adalah sektor unggulan non migas kota Bontang dan Keterkaitan Pola pengembangan antar kecamatan.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dan praktisi yang dapat diambil dari penelitian ini dengan tujuan menganalisis pembentukan keterkaitan pola pengembangan ekonomi daerah di Kota Bontang adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat teoritis, yaitu berupa pengetahuan bagi penelitian berikutnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama bidang keterkaitan pola spasial pengembangan ekonomi daerah.
2. Manfaat Praktisi
Penelitian ini diharapkan memberikan referensi dalam menentukan pola keterkaitan spasial pengembangan ekonomi daerah.
1.7 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan diagram alur sebagai gambaran penelitian yang direncanakan. Berikut ini adalah kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut :
9 Gambar 1. 2 Alur Penelitian (Penulis, 2020)
Latar Belakang
Melihat angka PDRB sektor industri pengolahan pada tahun 2015 memiliki nilai 49.841,77 dan turun pada tahun 2019 sebesar 47.204,65 atau turun sebesar 26.037, 17 dengan persentase
distribusi turun sebesar 4,35% dalam kurun 5 tahun.
Rumusan Masalah
Bagaimana keterkaitan kecamatan dalam pembentukan klaster pengembangan ekonomi wilayah kota Bontang
Tujuan
Menganalisis pembentukan keterkaitan pola pengembangan ekonomi daerah di Kota Bontang
Sasaran
1. Mengidentifikasi sektor non migas yang menjadi sektor unggulan perekonomian Kota Bontang 2. Menganalisis tingkat keterkaitan spasial yang kuat secara ekonomi antar kecamatan di kota
Bontang
3. Menganalisis pola keterkaitan spasial dalam pembentukan pola pengembangan ekonomi di kota Bontang berdasarkan metode geostatistik
4. Merumuskas rekomendasi pola pengembangan ekonomi kota Bontang 5.
Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini adalah kota Bontang yang terdiri dari Kecamatan Bontang
utara, Bontang Barat dan Bontang Selatan
Ruang Lingkup Substansi Sector unggulan non migas kota
Bontang dan Keterkaitan Pola pengembangan antar kecamatan.
Output
Rekomendasi pola pengembangan ekonomi di kota Bontang