1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain (1-2,5 tahun), usia pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11-18 tahun ) (Potter & Perry, 2010). Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya (Wong, 2011).
Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, 2011). Memasuki usia sekolah salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak dalam kematangan sekolah, tidak saja meliputi kecerdasan dan keterampilan motorik, bahasa, tetapi juga hal lain seperti dapat menerima otoritas tokoh lain di luar orang tuanya, kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan dan dapat mengendalikan emosi- emosinya. Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gangage), di mana anak mulai mengalihkan perhatian dan kerjasama antara teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar (Gunarsa, 2006).
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit.
Kenyataan yang sering dijumpai setiap anak didik dalam kehidupan sehari- hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. Siswa yang tidak dapat belajar sebagaimana mestinya itulah yang disebut kesulitan belajar (Raharjo, 2011).
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar, akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain seperti gangguan belajar yang meliputi ketidakmampuan untuk memperoleh informasi secara luas, dan mempengaruhi performa akademik. Adapun kesulitan belajar yang tidak terlihat dengan jelas dan sering disebut “hidden handicap” kesulitan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya anak yang mengalami kesulitan belajar sering diidentifikasi sebagai anak underachiever, pemalas, atau aneh. Kesulitan anak dalam belajar dapat mempengaruhi kondisi psikologis bagi individu yang mengalami masalah belajar. Kondisi-kondisi psikologis yang kurang menguntungkan tersebut tampil dalam berbagai bentuk, seperti kecemasan, frustasi, hambatan dalam penyesuaian diri, atau gangguan emosi lainnya (Yulinda,2010).
Anak yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami perasaan cemas. Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa kekhawatiran yang merupakan respon terhadap ancaman atau stressor yang akan datang baik dari dalam individu sendiri maupun lingkungannya (Ibrahim,2012). Kecemasan anak dapat diekspresikan melalui perubahan fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif. Perubahan fisiologis terhadap kecemasan, seperti nafsu makan hilang, telapak tangan berkeringat dingin, perubahan perilaku, seperti gelisah, menarik diri, kurang koordinasi, perubahan kognitif seperti bingung, takut, perhatian terganggu, dan perubahan afektif, seperti tidak sabar, tegang, mudah terganggu (Stuart, 2013).
Saat peserta didik mengalami suatu masalah, akan timbul kecemasan dalam diri mereka masing-masing. Masalah yang dialami peserta didik dalam menjalankan perannya sebagai pelajar di sekolah begitu beragam. Mereka diharapkan dapat memahami pelajaran yang dapat diterimanya serta mampu bersaing secara hebat untuk berlomba meraih prestasi yang gemilang. Namun, masih banyak peserta didik yang mengalami beragam hambatan dan kesulitan, sehingga berakibat pada pencapaian prestasi yang tidak sesuai dengan harapan (Novi, 2015)
Ada beberapa cara atau teknik untuk mengatasi kecemasan pada anak salah satu diantaranya adalah terapi senam otak. Senam otak (brain gym) adalah serangkaian latihan gerak yang sederhana untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari.(Purwanto,2009).
Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan otak kanan (dimensi
lateralis), meringankan atau merelaksasikan belahan otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan), merangsang sistem yang terkait dengan perasaan atau emosional, yakni otak tengah (limbik) serta otak besar (dimensi pemusatan), dilakukan selama 12 kali pertemuan dengan durasi waktu 10-15 menit. Gerakan senam otak dapat diberikan pada anak usia dini sampai lansia, gerakan ini mampu menstimulus dan memaksimalkan fungsi otak. Selain itu, senam otak dapat menyegarkan dan membuat berpikir lebih positif, senam otak juga bermanfaat untuk memaksimalkan potensi akademik sosial dan fisik.
Salah satu tingkat pencapaian dalam melakukan senam otak yaitu meningkatkan potensi akademik pada anak dalam membantu proses pembelajaran yang dapat memotivasi anak untuk menunjukkan aktifitas dan kemampuannya ( Dennison, 2009).
Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah, dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan beraktivitas dan berfikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh, meningkatkan daya ingat dan pengulangan kembali terhadap huruf/angka, meningkatkan ketajaman pendengaran dan penglihatan, mengurangi kesalahan membaca, dan
kemampuan komprehensif pada kelompok dengan kesulitan belajar, hingga mampu meningkatkan respon terhadap rangsangan visual. (Fanny,2009).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yoyok (2015) tentang Pengaruh Senam Otak Terhadap Tingkat Kecemasan Sosial Pada Anak Usia Sekolah Kelas I Di SD Negeri Tuguran Gamping Sleman Yogyakarta yang dilakukan dengan jumlah populasi 21 anak dan sampel sebanyak 17 anak.
Hasil yang didapatkan pada saat pretest menunjukkan bahwa banyak anak yang mengalami tingkat kecemasan sedang namun setelah diberikan intervensi senam otak, hasil yang didapatkan pada saat posttest menunjukkan bahwa tingkat kecemasan paling banyak berada pada kecemasan ringan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap tingkat kecemasan sosial pada anak usia sekolah kelas 1 (satu) di SD Negri Tuguran Gamping Sleman Yogyakarta.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan ke 2 SD didaerah Rancaekek, SD Negeri 1 Sukamulya dan MI At-Taqwa. Peneliti menemukan kasus di MI At- taqwa yang berhubungan dengan judul penelitian yang akan dilakukan, dimana di MI At-taqwa tersebut terdapat beberapa anak yang mengalami kesulitan belajar dan setelah melakukan wawancara terhadap guru pada bulan Maret 2019, penelitian dilakukan di kelas 4 dengan jumlah 43 orang dan diantaranya terdapat 21 orang siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti dalam hal akademik yang dilihat dari penurunan nilai pada beberapa mata pelajaran semester sebelumnya dengan nilai rata-rata <5. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan anak dalam kesulitan belajar seperti perubahan
sistem pembelajaran menjadi sistem tematik yang memicu stressor pada anak.
Sistem tematik ini adalah dimana mata pelajaran dijadikan satu dalam sebuah tema, sehingga anak dituntut untuk beradaptasi terhadap lingkungan baru yang disebabkan oleh perubahan keadaan tersebut sehingga stressor dapat berubah secara tiba-tiba dan dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan. Kecemasan yang dapat dilihat pada anak yaitu sperti tangan yang sering berkeringat, jantung berdebar cepat, mudah lelah, sulit berkonsentrasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia sekolah kelas 5 yang mengalami kesulitan belajar di MI At-Taqwa Rancaekek.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah penelitian adalah
“Adakah Pengaruh Senam Otak Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah Kelas 5 Yang Mengalami Kesulitan Belajar Di MI At-Taqwa Rancaekek?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia sekolah kelas 5 yang mengalami kesulitan belajar di MI At-Taqwa Rancaekek.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada anak usia sekolah kelas 5 yang mengalami kesulitan belajar sebelum diberikan senam otak.
b. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada anak usia sekolah kelas 5 yang mengalami kesulitan belajar setelah diberikan senam otak.
c. Untuk mengetahui adakah pengaruh senam otak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia sekolah kelas 5 yang mengalami kesulitan belajar di MI At-Taqwa Rancaekek.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang manfaat senam otak terhadap tingkat kecemasan pada anak usia sekolah, khususnya dalam bidang ilmu keperawatan anak.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi :
a. Bagi Guru
Diharapkan penelitian ini dapat diterapkan dalam kegiatan sehari- hari sebelum pembelajaran dimulai dan untuk menangani anak usia sekolah yang mengalami kesulitan belajar.
b. Bagi Anak
Diharapkan penelitian ini sebagai solusi untuk menurunkan tingkat kecemasan serta meningkatkan kemampuan belajar.
c. Peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat menggali topik yang lebih dalam dan sebagai acuan peneliti yang akan datang sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kecemasan pada anak usia sekolah yang mengalami kesulitan dalam belajar.
E. Ruang Lingkup penelitian
Dalam penelitian ini penulis memberi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Waktu, studi pendahuluan pembelajaran dan penelitian ini akan dilaksanakan bulan Maret-Agustus 2019.
2. Ruang Lingkup Tempat, studi pendahuluan pembelajaran dan penelitian ini dilakukan di MI At-Taqwa Rancaekek.
3. Ruang Lingkup Keilmuan, studi pendahuluan pembelajaran dan penelitian ini adalah ilmu keperawatan anak,keperawatan komunitas, dan keperawatan jiwa.