• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository Poltekkes Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - Repository Poltekkes Tasikmalaya"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas atau keberlangsungan tulang sebagian maupun total. Trauma ataupun tenaga fisik sehingga terjadi tekanan pada tulang disebabkan oleh fraktur (Helmi, 2012). Laki-laki sering mengalami fraktur dengan usia di bawah 45 tahun yang berkaitan dengan aktivitas olahraga, pekerjaan, maupun kecelakaan lalu lintas. Sedangkan pada perempuan, fraktur terjadi karena adanya penyakit osteoporosis yang berhubungan dengan perubahan hormon dalam tubuh (Lukman & Ningsih, 2012).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan lebih dari 5 juta orang meninggal pada tahun 2011-2012 akibat kecelakaan lalu lintas, serta sebanyak 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik fraktur yang disebabkan kecelakaan lalu lintas (Noorisa, dkk, 2017). Pada tahun 2012 WHO menyatakan negara berkembang atau negara dengan tingkat penghasilan rendah dan menengah menyumbang kasus cedera sebesar (90%), dan di Amerika sendiri kasus cedera terjadi lebih dari 6,8 juta kasus (Ismunandar, dkk, 2018).

Hasil penelitian RISKESDAS tahun 2013 mencatat penyebab cedera di Indonesia terbanyak yaitu jatuh 40,9%, kecelakaan sepeda motor 40,6%, cedera karena benda tajam/tumpul 7,3%, transportasi darat sebesar 7,1%, dan kejatuhan 2,5%. Berdasarkan kelompok umur, angka kejadian fraktur terjadi

(2)

pada umur 75 tahun ke atas dengan data 10%. Tercatat 5,8% atau 8 juta orang yang paling banyak mengalami fraktur yaitu fraktur ekstremitas bawah 65,2%

serta ekstremitas atas 36,9%. Kecelakaan lalu lintas akibat sepeda motor menduduki peringkat kedua 64,7% (RISKESDAS, 2013).

RISKESDAS tahun 2018 mencatat angka kejadian cedera fraktur di Jawa Barat 6,43%. Adapun proporsi kejadian cedera yang diakibatkan dari kecelakaan lalu lintas di Kabupaten/Kota Cirebon 1,54% dan 1,02% dengan kejadian cedera pada anggota ekstremitas atas 36,44% dan 25,18% serta anggota ekstremitas bawah 72,86% dan 72,03%. Kriteria jenis kelamin yang sering mengalami cedera fraktur akibat kecelakaan lalu lintas yaitu laki-laki 7,00% dengan rentang usia tertinggi 15-24 4,81% (RISKESDAS, 2018).

Salah satu pembedahan orthopedi yang dilakukan dalam mengatasi fraktur adalah Open Reduction Internal Fixation (ORIF) dengan fiksasi internal reduksi terbuka. Tindakan ini mampu memberikan batasan gerak tubuh agar terhindar dari komplikasi post operasi (Smeltzer & Bare (2013) dalam Nopianti, dkk, (2019)).

Pada umumnya pasien post operasi dianjurkan segera melakukan mobilisasi dini untuk meminimalisir terjadinya komplikasi. Tindakan non- farmakologi pada pasien post operasi fraktur salah satunya yaitu dengan dilakukannya mobilisasi dini oleh perawat ruangan. Tujuan dari tindakan mobilisasi dini dapat membantu mempertahankan sirkulasi darah, mengurangi terjadinya komplikasi imobilisasi post operasi, dapat meningkatkan peristaltik usus, dan mempercepat proses pemulihan pasien post operasi. Pada umumnya

(3)

pasien dengan post operasi setelah 24-48 jam dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini walaupun di atas tempat tidur, seperti miring kanan dan kiri, atau menggerakkan anggota tubuh yang lainnya (Kozier (2010) dalam Sudarmi, (2018)).

Penelitian yang dilakukan oleh Sudarmi pada tahun 2018 tentang Gambaran Implementasi Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Pasca Operasi ORIF Fraktur Ekstremitas Bawah didapatkan hasil bahwa penerapan tindakan mobilisasi dini oleh perawat ruangan pada pasien post ORIF didominasi sebanyak 16 orang atau 51,6% dan perawat yang tidak penerapkan mobilisasi dini sebanyak 15 orang atau 48,4%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan mobilisasi dini post operasi ORIF masih rendah.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Nopianti, dkk pada tahun 2019 tentang Gambaran Implementasi Perawat Dalam Melakukan Mobilisasi Dini Pada Pasien Post Operasi ORIF Fraktur Ekstremitas Bawah Di Ruang Orthopedi RSUD dr. Slamet Garut, didapatkan bahwa penerapan implementasi mobilisasi dini sudah dilaksanakan oleh beberapa perawat dengan membandingkan pasien yang rajin melakukan mobilisasi dini dan yang malas.

Pada pasien yang rajin melakukan mobilisasi dini, proses penyembuhan cukup singkat sekitar 3-4 hari sudah boleh pulang dengan alat bantu. Namun, pada pasien yang malas atau jarang melakukan mobilisasi dini, pada area post operasi mengalami edema dan mengakibatkan lamanya proses penyembuhan menjadi lebih dari 5 hari rawat inap. Dari penelitian tersebut, penerapan

(4)

mobilisasi dini juga berpengaruh terhadap perbedaan respon pasien dalam menerapkan mobilisasi dini post operasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2014) tentang Pengaruh ROM Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah (Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris) Terhadap Lama Hari Rawat Di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri yaitu pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah setelah dilakukan ROM Exercise dini adalah 4 hari, sedangkan pasien yang tidak dilakukan ROM Exercise dini adalah 6 hari. Pada pasien yang tidak mau dilakukan ROM Exercise dini dikarenakan pasien takut, khawatir, dan trauma apabila dilakukan tindakan tersebut dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti hari rawat bertambah lama dan terjadi pergeseran tulang kembali. Dalam hal ini, respon pasien dan peran perawat ruangan sebagai salah satu faktor penting dalam dilakukannya mobilisasi dini khususnya pada pasien post operasi fraktur.

Sebagai seorang perawat, sudah berkewajiban memberikan intervensi keperawatan yang baik terutama pada kasus pasien dengan fraktur secara optimal dan komprehensif. Tentunya dengan memperhatikan prinsip keselamatan pasien dan SOP yang berlaku di lahan praktik agar terhindar dari kelalaian dan tindakan yang dapat membahayakan pasien. Dalam hal ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi kasus dengan mengambil intervensi keperawatan mobilisasi dini terhadap lamanya hari rawat pasien dengan post ORIF akibat fraktur femur di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Penerapan Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya Hari Rawat Pada Pasien Post ORIF Akibat Fraktur Femur di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pelaksanaan studi kasus ini adalah agar penulis mampu menerapkan intervensi keperawatan Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya Hari Rawat Pada Pasien Post ORIF Akibat Fraktur Femur di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah penulis melaksanakan studi kasus pada pasien post ORIF akibat fraktur femur, penulis dapat :

1.3.2.1 Menerapkan intervensi keperawatan mobilisasi dini terhadap lamanya hari rawat pada pasien post ORIF akibat fraktur femur.

1.3.2.2 Mengidentifikasi pengaruh intervensi keperawatan mobilisasi dini terhadap lamanya hari rawat pada pasien post ORIF akibat fraktur femur.

1.3.2.3 Membandingkan respon pasien setelah diberikan intervensi keperawatan mobilisasi dini terhadap lamanya hari rawat post ORIF akibat fraktur femur terhadap pasien 1 dan pasien 2.

(6)

1.4 Manfaat 1.4.1 Teoritis

1.4.1.1 Studi kasus ini dapat memberikan manfaat dalam melaksanakan intervensi keperawatan mobilisasi dini post ORIF terhadap lamanya hari rawat pada pasien dengan fraktur.

1.4.1.2 Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah bagi pelaksanaan intervensi keperawatan pada kasus fraktur.

1.4.2 Praktik 1.4.2.1 Bagi Penulis

Dapat memberikan pengalaman dan mengetahui bagaimana pengaruh penerapan intervensi keperawatan mobilisasi dini terhadap lamanya hari rawat pasien post ORIF fraktur.

1.4.2.2 Bagi Institusi Rumah Sakit

Penulisan karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi rumah sakit agar dapat memberikan evaluasi terhadap pasien-pasien post ORIF akibat fraktur, sehingga pihak institusi rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan dalam penerapan intervensi keperawatan mobilisasi dini terhadap lamanya hari rawat.

1.4.2.3 Bagi Masyarakat

Intervensi keperawatan yang diberikan dapat bermanfaat dan dapat diterapkan dengan baik oleh pasien dan keluarga terhadap lamanya hari rawat pasien.

Referensi

Dokumen terkait

It.".nnab nur de .~iCU.OJebe k"'t IOU YClrlrekkun, CQ dat in de mUlid llccolllber rood.. dat hel Brillcbe JO:UTerDOmmt tegen d~ _ tregel

55 dilakukan oleh Otte, D dan Haasper, C yang menuliskan bahwa fraktur pada pejalan kaki yang mengalami kecelakaan lalu lintas paling banyak pada tibia, dan pada pengguna sepeda