Budaya adat perkawinan Batak Tapanuli Angkola merupakan warisan nenek moyang yang menganut paham Aninisme dan Dinamisme. Adat perkawinan Angkola Batak Tapan Selatan bukan merupakan warisan ajaran Islam karena Islam kemudian masuk ke Tapanul Selatan. Salah satu kebudayaan yang melekat pada adat istiadat budaya Batak Angkola adalah budaya adat perkawinan.8.
Pernikahan adat adat Batak Tapanuli Selatan Angkola Selatan terbagi menjadi dua bagian prosesi, yaitu prosesi pernikahan. Prosesi di rumah mempelai pria adalah mangalo-alo boru (ucapan mempelai wanita), tapian raya bangun (pengantin dibawa ke pemandian sebagai tanda berakhirnya masa remaja dan selibat bagi kedua mempelai), menabakan gorar (pemberian gelar sebagai tanda berakhirnya masa hidup selibat) dan mangupa (pesta kedua mempelai setelah tapian raya bangun tidur.) 10 Setelah selesai acara mengupa, seluruh adat Angkola Batak Tapanuli Selatan prosesi pernikahan selesai. 25 Apakah simbol-simbol ini tidak bertentangan dengan hadis dan apakah tradisi Batak Angkola Tapanuli Selatan masih dipraktikkan?
Dalam pengamatan peneliti pada masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan, mahar yang diinginkan dibuat sesederhana mungkin, seperti seperangkat alat salat, atau emas lima gram. Pentingnya penelitian ini adalah bahwa prosesi pernikahan merupakan salah satu bentuk nyata yang dilakukan oleh Masyarakat Batak Angkola Selatan Tapanul yang sebagian besar beragama Islam.
Fokus Penelitian
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkajinya dalam bentuk disertasi yang bertemakan “Internalisasi Nilai-Nilai Hadits Dalam Adat Budaya Pernikahan Batak Angkola Tapanuli Selatan Sumatera Utara”. Menganalisis dampak internalisasi nilai-nilai hadis ke dalam praktik pernikahan budaya dan respon masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan.
Manfaat Penelitian
Batasan Istilah
Adat diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, diketahui dan diulang-ulang serta telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat, baik berupa perkataan maupun berbagai bentuk tindakan.” 37. Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang artinya laki-laki dan perempuan. saling menjodohkan menjadi suami istri. Kemudian ditambah awalan per dan akhiran an yang berarti perkawinan atau perayaan perselingkuhan dan sebagainya. 38 Menurut KUHP, perkawinan berarti membentuk keluarga dengan suami atau istri yang berlainan jenis.
Sedangkan menurut peraturan perundang-undangan, perkawinan adalah penyatuan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri untuk mewujudkan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.39. Secara genealogis, Batak Angkola merupakan salah satu subetnis suku Batak, bersama dengan Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing.40 Yang disebutkan dalam disertasi ini adalah Batak Angkola. Tapanuli Selatan dalam arti budaya yaitu masyarakat Batak Angkola yang beragama Islam, mempunyai tradisi dan budaya serta berbahasa Batak Angkola.
Dalam pengertian ini yang dimaksud dengan istilah Batak adalah orang yang berasal dari keturunan Batak, menikah dengan orang Batak dan keturunannya lahir dan besar di daerah Batak Angkola, atau orang yang menjadi Angkola Batak melalui ketentuan adat, dan Kodya Padangsidimpuan serta mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan. . .41. Pernikahan dalam budaya Batak Angkola Tapanuli Selatan terbagi menjadi dua bagian, yaitu prosesi yang dilaksanakan di rumah mempelai wanita dan prosesi yang dilaksanakan di rumah mempelai pria. Di rumah mempelai wanita, prosesi pernikahan berupa mangaririt boru (melihat calon mempelai wanita apa yang diinginkan oleh calon mempelai pria), sapaan boru (menanyakan kesediaan calon mempelai wanita untuk menjadi sirih pinang sebagai serta syarat-syarat yang harus dipersiapkan), Patobang hata (untuk menjamin terlaksananya acara lamaran), pasahat sere sahatan (penyerahan mahar kepada istri), mangampar ruji (mencari uang untuk keluar rumah), mangalehen mangan (memberi calon mempelai makanan sebanyak-banyaknya jika memungkinkan), pabuat boru (membawa calon mempelai wanita ke rumah, pihak mempelai pria), mangolat (menjaga mempelai wanita kembali dengan namborunya karena sejak kecil dialah yang merawat mempelai wanita) .
Sedangkan di rumah mempelai pria, dilakukan prosesi mangalo-alo boru (menyambut calon mempelai wanita), tapian raya bangun (membawa calon mempelai wanita ke tempat peristirahatan tepi pantai sebagai tanda berakhirnya masa remaja dan masa lajang bagi calon mempelai pria dan wanita. mempelai pria), menabalkan gorar (memberi gelar sebagai tanda masa lajang telah berakhir), dan mangupa (menghibur kedua mempelai setelah tapian raya bangun tidur).42. Dalam buku ini, penulis membagi Batak menjadi empat bagian: Batak Angkola, Batak Padang Lawas, Batak Mandailing, dan Batak Pesisir. Makna dari judul di atas adalah bagaimana menghayati dan mengamalkan nilai hadis dalam praktik budaya serta dampaknya dalam pelaksanaan pernikahan Batak Angkola Tapanuli Selatan, mulai dari penampakan calon istri hingga prosesi mangupa.
Kajian Terdahulu
Hidayat tentang “Akulturasi Islam dan Budaya Melayu, Kajian Ritual Daur Hidup Masyarakat Melayu di Pelalawan Provinsi Riau”. Peneliti mempelajari sejarah, metode, pelaku, saluran, unsur akulturasi dan respon budaya Melayu terhadap masuknya Islam ke dalam tradisi budaya Melayu Pelalawan. Pedagang muslim yang berasal dari Persia menyebarkan agama Islam di Pelalawan yang diterima oleh masyarakat Melayu yang masih beragama Hindu.
44Hidayat, Akulturasi Islam dan Budaya Melayu, Kajian Ritus Daur Hidup Masyarakat Melayu di Pelalawan Provinsi Riau, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan serta Diklat Departemen Agama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah 'deskriptif kualitatif Metode yang digunakan, data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam kepada pelaku kawin campur, tokoh adat dan tokoh masyarakat serta studi literatur.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tradisi perkawinan masyarakat desa Payudan masih berlandaskan kepercayaan leluhur dan sedikit diimbangi dengan dasar-dasar agama Islam yang belum mengakar kuat. Dari penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, persamaannya adalah sama-sama mengambil subjek kajian permasalahan perkawinan dan budaya, seperti yang pertama Akulturasi Islam dan Kebudayaan Melayu, yang kedua dan yang ketiga karya tulis ilmiah. memeriksa pernikahan. tradisi. Bedanya, penelitian di atas dilakukan di daerah Pelalawan Riau, Mandailing Palas, dan Sumenep yang berdasarkan pada penelitian hadis hidup.
Penelitian ini mengkaji tentang internalisasi nilai-nilai hadis dalam budaya pernikahan adat Batak Angkola Sumatera Utara dilihat dari perspektif perpaduan nilai-nilai hadis dan adat dalam budaya pernikahan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini tentunya bertujuan untuk menemukan aspek keselarasan dan ketidakharmonisan antara nilai-nilai hadis dan adat istiadat budaya dalam pernikahan Batak Angkola. Dari beberapa penelitian di atas, peneliti melihat belum ada karya ilmiah yang secara khusus mengkaji internalisasi nilai-nilai hadis dan adat istiadat budaya perkawinan Batak Angkola Tapanuli.
46 Ahmad Mahfudz, Huwelijkstradities in de Payudan Karang Sokon Guluk-Guluk dorpsgemeenschap, Sumenep: Living Hadith Study, Ushuluddin Faculteitsscriptie, UIN Syarif Hidayatullah, 2017.
Metodologi Penelitian a. Jenis Penelitian
Lokasi penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara yang terletak di wilayah Tapanuli Selatan yang meliputi Kota Padangsidimpuan dan Kabupaten Tapanuli Selatan saat ini sebagai tempat dilaksanakannya perkawinan adat Angkola Batak Tapanuli Selatan. Pemilihan lokasi ini bukan karena letak geografisnya dengan batas wilayah tertentu, namun lebih terfokus pada objek penelitian yaitu upacara pernikahan adat Batak Angkola, selain itu juga untuk lebih mengefisienkan waktu dan sumber daya yang tersedia. Tujuan penelitian ini adalah tentang adat istiadat perkawinan Batak Angkola Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dan nilai-nilai yang terkait dengan Hadits Nabi.
Dimana prosesi pernikahan Batak Angkola ini dilanjutkan dengan Hadits Nabi yang mengelilinginya, sehingga terjadi internalisasi antara nilai-nilai Hadis dengan nilai-nilai adat didalamnya. Selanjutnya kita akan melihat bagaimana isi hadits perkawinan yang diinternalisasikan dalam adat budaya perkawinan Batak Angkola Tapanuli Selatan, sehingga kita dapat mengetahui adat budaya perkawinan mana yang sesuai atau tidak dengan Hadits Nabi. Karena kajian ini berkaitan dengan hadis, maka hadis yang dikaji adalah hadis yang berkaitan dengan fenomena adat budaya perkawinan Batak Angkola.
Durkheim mengemukakan teori pendekatan terhadap masyarakat dan agama, sehingga dengan demikian dapat diketahui sejauh mana interaksi antara norma-norma agama (isi hadis) yang dilakukan oleh masyarakat, dalam hal ini masyarakat Batak Angkola di Tapanuli Selatan. , Sumatera Utara. Norma yang dijadikan tolak ukur adalah ketentuan hukum Islam, dalam hal ini adalah pendapat apakah pelaksanaan perkawinan yang dilakukan masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan sudah sesuai dengan isi hadis yang bersangkutan. Penelitian ini menyangkut masyarakat Batak Angkola, sehingga informan yang diperlukan adalah masyarakat Batak Angkola itu sendiri, yang memahami luas adat istiadat budaya dan Hadist Nabi.
Pemilihan informan didasarkan pada kenyataan bahwa merekalah yang mengetahui hakikat objek kajian kaitannya dengan persoalan hadis dan adat istiadat budaya perkawinan Batak Angkola Selatan Tapanuli. 60 Dalam hal ini peneliti melakukan observasi langsung terhadap objek yang diteliti yaitu kegiatan prosesi pernikahan yang dilakukan masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan. Teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk menemukan gagasan, gagasan, nilai dan norma yang menjadi pedoman dan pedoman masyarakat Batak Angkola.
Dari sini diperoleh informasi yang jelas mengenai fungsi, peranan dan hubungan agama (hadits) terhadap kebudayaan Batak Angkola Tapanuli Selatan dalam struktur sosial masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan. 61 Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini, selain untuk melengkapi data yang diperoleh melalui kedua teknik di atas, juga digunakan untuk mengembangkan teori 62 sebagai landasan dalam menjelaskan fenomena religi dan budaya masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan. Agar data yang diperoleh dapat dikenali, maka data tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan fokus latar belakang keilmuan penelitian.
Sistematika Pembahasan
Reduksi data merupakan suatu proses menyederhanakan, mengabstraksi, melengkapi dan memindahkan data mentah yang diperoleh ke dalam matriks catatan lapangan sebagai alat untuk merangkum data. Data yang terkumpul diperkecil agar tidak terlalu tumpang tindih dan memudahkan dalam mencari data yang diperlukan untuk menarik kesimpulan. Reduksi data pada dasarnya adalah suatu bentuk analisis data yang bertujuan untuk menonjolkan hal-hal terpenting serta mengidentifikasi dan membuang data agar lebih sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bermakna.
Penyajian data adalah kegiatan menyajikan kumpulan informasi dalam bentuk teks naratif dan model penyajian lainnya (dalam bentuk matriks, diagram, dan rincian kegiatan) yang dapat digunakan. Arah penyajian data adalah menyederhanakan, mengkaji, memilah, dan mengelompokkan informasi yang kompleks, tersebar, dan kurang bermakna ke dalam suatu kesatuan bentuk atau konfigurasi pengetahuan yang lengkap, mudah dipahami, dan bermakna.