BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena keberlangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh sejauh mana Negara hadir sebagai “arbiter” untuk memberikan peran menjaga keharmonisan dan kelestarian lingkungan hidup dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Oleh karenanya, para pendiri bangsa merasa bertanggungjawab dan berkomitmen untuk membentengi isu lingkungan hidup yang pada esensinya akan menunjang kesejahteraan masyarakat dengan pendekatan legalistik, sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan bahwa “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki tanggungjawab dalam menjaga dan mengelola lingkungan hidup tetap yang baik dan sehat”.
Lingkungan hidup yang baik dan sehat, merupakan hak asasi warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H UUD tahun 1945 di atas, menjadi pertimbangan utama, dikeluarkannya Undang- undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Krusial point dari Undang-undang ini adalah berusaha menjawab tantangan pemanasan global yang terus meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim yang membuat semakin parahnya penurunan kualitas lingkungan hidup dunia serta memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap seluruh ekosistem yang merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Pemerintah Daerah sebagai sebuah sistem yang memiliki otoritas sebagai salah satu penyelenggara pelayanan publik memiliki ruang lingkup pelayanan yang sangat luas, dalam kehidupan masyarakat termasuk menjaga lingkungan hidup melalui pelayanan pengelolaan sampah. Oleh karenanya, pemerintah daerah mempunyai peranan sangat penting dalam menyediakan jasa pelayanan publik dan berupaya agar fungsi pelayanan tersebut dilakukan secara optimal untuk kepentingan bersama dalam sebuah area pemerintahan.
Optimalisasi fungsi pelayanan publik dalam bentuk pelayanan pengelolaan sampah, didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.
Pada kenyataannya, pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia masih belum seluruhnya berjalan sesuai yang diharapkan atau belum optimal, terutama pelayanan pengelolaan sampah yang dikontribusikan dari sampah yang berasal dari rumah tangga atau disebut juga sampah rumah tangga. Dan karena rumah tangga adalah penduduk yang berdomisili pada daerah tersebut, sekaligus sebagai pembayar pajak maka seyogianya mendapat pelayanan pengelolaan sampah yang lebih baik dari waktu ke waktu oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan studi literatur, penelitian dengan tema sampah sudah banyak dilakukan oleh para peneliti, namun penelitian yang dilakukan memiliki urgensi dan karakteristik yang berbeda sehingga hasil-hasil penelitian tersebut tidak dapat diterapkan di daerah lain yang kondisi dan karakteristik masyarakat dan kebijakan Pemerintah Daerahnya berbeda atau hasil penelitiannya tidak dapat digeneralisasikan. Dengan pertimbangan tersebut, penelitian ini ditelusuri dengan menggunakan sudut pandang “bottom-up” bahwa permasalahan sampah juga menjadi kebutuhan masyarakat lokal yang perlu ditangani secara optimal di lokasi penelitian.
Dari observasi dan brainstorming di lapangan selama dua hari, yakni hari pertama, observasi dilakukan di tempat penampungan sementara (TPS) pada pusat perdagangan, peneliti mengamati gerak gerik, pendapat dan persepsi masyarakat dan menemukan bahwa jadwal penampungan sementara dan pembuangan akhir sampah yang tidak tersosialisasi dengan baik, berdampak pada rendahnya tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang sampah, indikasinya terlihat dari observasi sejak pagi hari sampai dengan siang hari masih berserakannya sampah di TPS pusat kota sehingga tidak saja mengganggu keindahan dan kebersihan kota namun terkesan kumuh dan dapat menjatuhkan reputasi suatu pemerintahan daerah di mata masyarakat/publik. Kondisi ini diperparah dengan mencermati sikap masyarakat secara umum dalam melihat masalah sampah yakni : a. menganggap hal yang biasa saja; b. peduli tetapi tidak tidak tahu harus berbuat apa; c. tahu berbuat apa tetapi tidak peduli; dan d.
tidak peduli sama sekali.
Pengamatan di lapangan di sepanjang Jalan Seliung Sungai Pinyuh (pusat pertokoan/pusat keramaian), terdapat beberapa bukti : (1) sampah berserakan didepan Ruko dan tidak dimasukan dalam Tempat Pembuangang Sampah (TPS) atau sampah dibuang sembarangan karena kurangnya kesadaran dan tanggungjawab masyarakat. (2) Pada TPS yang lebih kecil di depan toko, sampah menumpuk karena terlambat diangkut oleh armada dari Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup dan menurut informan, pemilik Toko penjual air, sampah diangkut seminggu sekitar 2 atau 3 kali, bisa diangkut siang atau malam. (3) Terlalu banyak TPS (ukuran kecil), didepan ruko/toko justru membuat pemandangan atau terkesan bahwa kebersihan tidak menjadi penting bagi pelaku usaha.
Keberadaan dinas teknis dan masyarakat yang telah melakukan berbagai upaya seperti penambahan bak sampah dan TPS, transfer depo, rute jalur pengangkutan sampah dan penambahan personil belum mampu untuk menangani persampahan kota. Hal ini ditandai dengan kondisi di lapangan masih terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan apa yang
diharapkan, sebagai contoh belum terlayaninya semua masyarakat kota tentang pengelolaan persampahan karena terbatasnya sarana prasarana persampahan. Penanganan yang masih kurang maksimal akan menyebabkan ketidakpuasan bagi masyarakat. Pelayanan pengelolaan sampah termasuk dalam pelayanan publik yang bertujuan untuk melayani masyarakat dalam pengelolaan samp ah yang dihasilkan.
Dalam pelayanan pengelolaan sampah sangat dibutuhkan kinerja atau performance yang baik seperti dalam hal frekuensi pengangkutan, jumlah personil maupun jumlah peralatan yang tersedia sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan efektif dan efisien serta dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai pelanggan (Hartanto, 2006). Oleh karena itu, perlu penyelesaian yang menyeluruh dan terintegrasi serta didukung oleh semua lapisan masyarakat. Sikap masyarakat yang masih tidak peduli dengan sampah harus diubah, begitu pula dengan komponen-komponen penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah, semuanya harus berubah menjadi lebih baik (Kuncoro, 2009).
Volume sampah di wilayah Sungai Pinyuh termasuk dalam jumlah kategori terbesar di wilayah kabupaten Mempawah, ini terungkap dari hasil Wawancara dengan Kabid Kebersihan/Pertamanan (Drs.Ismayuda, MM) didampingi Kasi Kebersihan antara lain :
1. Rata-rata sampah yang dihasilkan per hari oleh setiap keluarga kurang lebih 1,5 liter. Apalagi di Sungai Pinyuh yang jumlah penduduknya paling besar diantara kecamatan yang ada di kabupaten Mempawah serta terfokusnya pusat ekonomi di Sungai Pinyu menjadi pemicu bertambahnya volume sampah per hari.
2. Bahwa sampah yang setiap hari dapat diangkut dari TPS ke TPA di Desa Baku Darat hanya kurang lebih 27 persen dari sampah yang dihasilkan penduduk, kondisi diakibatkan, antara lain :
a. Personil pengangkut sampah jumlahnya sangat terbatas/kurang karena hanya sebanyak 33 orang jika dikaitkan dengan luasnya
wilayah yang harus dijangkau untuk mengangkut sampah.
b. Upah/honor pengangkut sampah dirasakan masih sangat kecil jika dibandingkan dengan resiko kesehatan yang akan dialami oleh petugas pengangkut sampah.
c. Minimnya anggaran untuk pengelolaan sampah. Hal ini menurut peneliti, tidak sejalan dengan Visi dan Misi : Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Mempawah. Visi :
“Terwujudnya Kelancaran Transportasi dan Lingkungan Hidup Yang Berkualitas”. Dan Misi : (1) Meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur. (2) Meningkatkan pelayanan angkutan dan keselamatan lalulintas. (3) Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana perhubungan, kebersihan dan pertamanan. (4) Meningkatkan peran serta lembaga, badan usaha dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. (5) Melaksanakan pengendalian dan pengawasan pencemaran dan kerrusakan lingkungan.
Minimnya fasilitas sarana dan prasarana kebersihan. Menurut peneliti, Hal ini tidak sejalan dengan misi ke 3, yakni meningkatkan sarana dan parasara kebersihan. Menurut Kabid Upaya yang dilakukan antara lain, menyampaikan kepada Sekda agar dapat menambah satu buah mobil dum truck namun belum terwujud karena ‘diasumsikan”
adanya refocusing anggaran untuk penanganan Covid 19.
Salah satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Baku Darat yang menjadi wadah yang memiliki volume daya tamping yang besar masih menggunakan pendekatan pengelolaan sampah pola lama (open damping), sehingga tidak efektif dalam menampung sampah dan sering terjadi sampah-sampah yang dibuang berserakan.
Dari sisi regulasi, telah ada Peraturan Bupati tentang Pengelolaan sampah, akan tetapi belum adanya Peraturan daerah tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum, yang dapat menjadi dasar/ kewenanagan Satpol
PP untuk melakukan penegakan Peraturan daerah dan Peraturan Bupati.
Apakah benar, Perlu direchek Ke Kantor Satpol PP atau ke Bagian Hukum tentang Perda dimaksud). Mengapa belum ditetapkan Perda dimaksud.
Menurut peneliti, jika Peraturan Daerah ini belum ditetapkan, membawa konsekuensi logis bagi Camat Sungai Pinyuh. Artinya Tugas Camat antara lain, pengordinasian, penegakan Peraturan daerah dan efektivitas pelaksanaan pelayanan pemerintahan atau tidak dapat terlaksana dengan baik dan benar. Jika melihat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan bahwa di kecamatan terdapat Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan, paling tidak melalui forum ini, hal-hal terkait sampah dapat dibicarakan
Terkait koordinasi sampah, Kabid Kebersihan/pertamanan, bersedia untuk diatur waktu agar peneliti, camat dan Kabid berdiskusi tentang hal tersebut. Kesimpulannya, tidak pernah dilakukan koordinasi antar perangkat daerah (Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup dengan Kecamatan Sungai Pinyu dengan agenda pengelolaan sampah).
Permasalahan lainnya Belum berfungsinya POK DARWIS (kelompok sadar wisata) dalam memainkan peran dan fungsinya.
Rendahnya peran serta masyarakat, yang terlihat dari , ketika dilakukan kerja bakti di lingkungan pertokoan sungai Pinyu ( terlihat bahwa pemilik tokoh tidak mau terlibat/masa modoh (etnis tertentu). Menurut peneliti, perlunya sosialisasi, tentang Perda Ketentraman dan ketertiban Umum (belum ada) serta sosialiasasi tentang Perbup tentang sampah. Apakah ini terjadi karena, pemilik took/ruko atau pedagang dikenakan beban retribusi sampah Rp15.000/per bulan sementara masyarakat umum tidak dikenakan beban retribusi sampah?
Kepala bidang mengakui pula, bahwa yang menjadi penghambat dalam pengangkutan sampah juga karena factor cuaca/ curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan tertentu sehingga menganggu jadwal penganguktan sampah darti pukul 06.00 s/d pukul 18.00 WIB. (sehari diangkut 2 kali). Pengamatan di lapangan, Jadwal tersebut tidak terpasang
pada lokasi-lokasi tersebut.Padahal dengan terpasang informasi pada l;okasi-lokasi tertentu mertupakan bagian dari upaya atau sosialisasi waktu/jadwal pembuangan sampah pada TPS kepada masyarakat. Sampah yang terlambat diangkut dari TPS akan menimbulkan bau busuk bagi Ruko/ yang didepannya tersedia TPS.
Rendahnya peran serta masyarakat dalam mendukung pengelolaan sampah, salah satu disebabkan karena kurang memahami arti dan makna kebersihan adalah pangkal kesehatan. Sehingga tidak muncul rasa kesadaran dan kepedulian yang tinggi dari masyarakat.
Hasil Wawancara dengan Plt. Kasi Pemerintahan (Muchlis) Kecamatan Sungai Pinyu dan pernah menjabat Plt. Kades Baku Darat.
Menurutnya, TPA di Desa Baku Darat sudah tidak layak lagi digunakan sebagai TPA kabupaten Mempawah. Sampah tidak bisa dibakar. Dan menurutnya jika ada pendelegasian pengelollaan sampah ke Camat dari Bupati akan lebih mudah diatur. Mengapa? Karena, Pengelolaan sampah bisa dikelola menggunakan alokasi dana desa dan juga bisa lebih mudah mengatur masyarakat yang kurang disiplin membuang sampah.
Wawancara dengan Babinsa, Koramil Mempawah ( Ngadimin), bahwa jika ada pendelegasian pengelolaan sampah ke Camat, maka masyarakat akan lebih antusias. Apalagi sampah yang banyak berserakan di tepi jalan dibuang oleh masyarakat. Dan khusus kami di Koramil, Truk sampah tidak pernah datang angkut sehingga sampah di Koramil, dibakar di samping kantor. Kami juga tidak pernah mengetahui jadwal pengangkutan dan pembuangan sampah pada TPS, Kesimpulannya , kurang koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat pemnhsail sampah.
Wawancara dengan Polsek Mempawah (Kartono), bahwa TPS yang diletakan pada depan toko/tempat tertentu hanya sebagai titik saja dan jumlahnya terbatas. Di Sungai Pinyu, jika hujan turun, sampah menimbulkan bau busuk dan terkesan kumuh. Apalagi jika dilihat pada pasar. Sungai Pinyu. Menurut pengamatannya, Petugas pengangkutan sampah, dalam melaksanakan tugasnya tidak dilengkapi dengan perlengakapan kerja yang memadai padahal pekerjaan tersebut riskan
terkena penyakit. Beberapa waktu lalu, petugas pengangkut sampah demo/protes agar honornya dinaikan namun belum diketahui hasilnya.
Apalagi petugas kebersihan adalah pekerja lepas sehingga kurang melekat rasa tanggungjawab. Dan Polsek setuju, jika sampah di Sungai Pinyu diserahkan ke Camat dan Polsek siap memberikan dukungan sesuai dengan lingkup koordinasi.
Wawancara dengan Kepala Seksi Kemasyarakatan Kelurahan Sungai Pinyu (Eryanto). Menurutnya, beberapa tahun lalu, dalam rapat di Kabupaten ada rencana agar pengelolaan sampah akan diserahkan ke pihak ketiga (swasta) namun sampai hari ini belum terwujud. Diakui bahwa drainage yang kurang baik di Kecamatan Sungai Pinyu, sehingga jika turun hujan , sampah menimbulkan bau busuk. Apalagi jumlah pendudk di Kelurahan Sungai Pinyu sangat besar dibandingkan dengan desa lainnya.
Sehingga sangat tepat jika sampah dikelola oleh camat dan kemudian akan didiskusikan dengan Lurah maupun kades untuk bagaimana mengelolanya secara optimal. Peneliti melakukan brainstorming (curah pendapat) dengan Camat Sungai Pinyuh terkait dengan pelayanan pengelolaan sampah di wilayah kerjanya yang terkesan tidak mendapat perhatian serius dari Perangkat Daerah terkait. Diakui bahwa pengelolaan sampah umum di Kecamatan Sungai Pinyuh sampai saat ini belum dimanejemeni dengan baik, sehingga perlu adanya langkah- langkah optimalisasi pelayanan pengelolaan sampah secara terintegrasi.
Sejumlah kendala yang mengakibatkan belum optimalnya pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyu antara lain : Truk pengangkut sampah yang beroperasi hanya 2 (dua) unit dan untuk Kabupaten Mempawah terdapat 10 unit armada pengangkut sampah yaitu 8 unit Dump Truck dan 2 unit Arm roll truck. Akibatnya, masih terdapat kecamatan, desa atau kelurahan yang tidak terlayani secara rutin dalam pelayanan pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara ke tempat pembuangan akhir rata-rata hanya bisa 30 % dari produksi sampah.
Kendala lain, adalah kurangnya koodinasi antara perangkat daerah terkait, yakni Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup dengan Kecamatan Sungai Pinyuh dalam membagi peran yang bersifat tehnis tentang pelayanan pengelolaan sampah , misalnya tentang pengaturan jadwal penampungan sementara dan jadwal pembuangan akhir serta bagaimana bentuk pengawasan dan sanksi bagi yang melanggar kesepakatan tersebut. Lebih lanjut Camat menyampikanm bahwa seiring dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat telah membawa pengaruh terhadap meningkatnya pola konsumsi masyarakat yang menyebabkan jumlah sampah semakin besar dan kuantitasnya yang semakin beraneka ragam terutama sampah plastik yang sulit membusuk.
Dalam Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkompimka ) Sungai Pinyuh, sering membahas tentang permasalahan pengelolaan sampah untuk merespon keluhan dari masyarakat tentang kesemrawutan pelayanan pengelolaan sampah yang karena melihat tempat penampungan sementara (TPS) sampah telah menumpuk akhirnya masyarakat lebih memeilih alternatif membuang sampah di sungai, parit dan lahan kosong.
Dengan demikian, yang peneliti peroleh adalah pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyu bukan lagi menjadi sebuah masalah biasa, melainkan masalah yang urgen dan prioritas sehingga membutuhkan penanganan serius dari Pemerintah Daerah untuk meminimalisir eksternalitas negatif yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.
Penelusuran lebih lanjut, tim peneliti melakukan eksplorasi terhadap dokumen Pemerintah Daerah Kabupaten Mempawah berupa Rencana Pembangunnan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.
Gambaran singkat yang diperoleh adalah sebagai berikut : Kecamatan Sungai Pinyuh terletak pada posisi strategis di kawasan
segitiga emas sehingga memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Mempawah, yakni :
a. Memiliki luas wilayah 121,12 km2, yang cukub besar, terdiri dari 8 desa, 1 Kelurahan dan 30 Dusun;
b. Jumlah penduduk ( proyeksi) tahun 2018, berjumlah sekitar 52,83 ribu jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 436 jiwa per kilometer persegi atau 1.761 jiwa per dusun;
c. Sebagai pusat bisnis dan perdagangan bagi Kabupaten Mempawah yang disebut kawasan segitiga emas;
d. Memiliki Pasar Sungai Pinyu, sebagai salah satu tempat favorit bagi masyarakat Kalimantan Barat maupun pengunjung dari luar daerah sebagai tempat kuliner;
e. Daerah transit bagi yang menggunakan transportasi angkutan darat menuju ibukota Kabupaten Mempawah, Kota Singkawang, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Landak;
f. Memiliki keberagaman etnis masyarakat sebagai kekuatan bangsa yang perlu dirawat, dijaga dan dikelola dengan baik untuk sebuah tujuan pengembangan kota yang lebih maju di masa depan karena Sungai Pinyu dalam arah pembagunan Jangka Menengah Provinsi Kalimantan Barat akan dilalui oleh satu trase jalan tol nasional, yakni jalur dari Bandara Supadio Pontianak -Sungai Pinyu dan Singkawang;
Bertolak dari kenyataan bahwa Kecamatan Sungai Pinyuh memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, sehingga perlu adanya peningkatan kualitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dari berbagai aspek, salah satunya peningkatan pelayanan pengelolaan sampah secara komprehensif dan terintegrasi. Masalah sampah akan menjadi sebuah fenomena eksentrik di daerah perkotaan yang sedang
tumbuh dan berkembang, karena dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan berimplikasi terhadap tingkat konsumtif masyarakat yang juga meningkat, menyebabkan produktivitas sampah semakin meningkat dengan jenis sampah yang semakin beragam.
Eksternalitas negatif yang ditimbulkan sebagai akibat dari ketidakseriusan dalam mengoptimalisasikan pelayanan pengelolaan sampah secara komprehensif dan terintegrasi adalah :
1. Kondisi udara bau, menjadi sarang nyamuk atau sarang penyakit menular, drainase dan parit-parit saluran air menjadi tersumbat sehingga bila tiba musim penghujan dikhawatirkan akan menimbulkan banjir dan tanah longsor;
2. Meningkatnya pencemaran air tanahdan air sungai yang dikonsumsi masyarakat dapat menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat seperti infeksi saluran pernafasan dan diare;
3. Mempengaruhi kondisi kebersihan lingkungan yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup masyarakat;
4. Berkurangnya keindahan dan kebersihan kota sebagai akibat berserakannya sampah pada tempat penampungan sementara.
Berdasarkan Peraturan Bupati Mempawah Nomor 50 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta tata Kerja Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup, maka pelaksana teknis operasional pengelolaan persampahan Kabupaten Mempawah berada dibawah Seksi Kebersihan. Saat ini belum ada pihak swasta ataupun institusi lain yang bekerjasama dalam operasional pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyuh. Artinya, sistem operator dan regulator ditangani secara tunggal oleh Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup. Akibatnya, pengambilan keputusan terkait permasalahan sampah secara umum di Kecamatan Sungai Pinyuh memakan waktu yang panjang sehingga dirasakan kurang efektif. Artinya keluhan atau aspirasi
dari masyarakat yang disampaikan melalui Camat, umpan baliknya dirasakan jauh dari ekspektasi masyarakat terhadap Camat sebagai aktor kebijakan yang berada pada garda terdepan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Penyusunan regulasi yang tidak dilandasi oleh analisis mendalam sehingga rincian tugas dan fungsi Perangkat Daerah seperti Kecamatan bersifat seragam karena hanya dilatari oleh pertimbangan besaran tipe organisasi, dan kurang mengabaikan asas : kewenangan, intensitas urusan, rentang kendali, pembagian habis tugas, efektifitas, efisinesi, tata kerja yang jelas, fleksibilitas dan kompleksitas tugas yang diemban, menjadi salah satu faktor penghambat terciptanya kepuasaan masyarakat terhadap terhadap kehadiran Perangkat Daerah yakni Kecamatan pada daerah-daerah tertentu seperti Kecamatan Sungai Pinyu. Pertanyaannya, apakah hal ini juga terjadi di Pemerintah Kabupaten Mempawah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memutuskan untuk memilih judul : Optimalisasi Pelayanan Pengelolaan Sampah di Kecamatan Sungai Pinyu Kabupaten Mempawah.
1.2 Identifikasi Masalah
Memperhatikan dan mendalami uraian simgkat dari latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang dapat diidentifikasikan di Kecamatan Sungai Pinyu adalah sebagai berikut :
1. Keluhan masyarakat terkait kesemrawutan pelayanan pengelolaan sampah yang belum optimal.
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
3. Kurangnya koordinasi perangkat daerah dalam pelayanan pengelolaan sampah.
4. Terbatasnya kemampuan Perangkat Daerah dalam pelayanan pengelolaan sampah.
5. Belum adanya aturan yang memberikan peluang untuk pendelegasian kewenangan kepada Camat dalam mengelola sampah.
6. Rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah sampah.
7. Berkurangnya keindahan dan kebersihan kota.
8. Kurangnya informasi tentang jadwal pelayanan pengelolaan sampah (TPS dan TPA)
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Pengelolaan sampah memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga harus ada pembatasan ruang lingkup penelitian sehingga arah penelitian difokuskan pada pokok permasalahan yang ada. Penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitian pada aspek Optimalisasi Pengelolaan Pelayanan Sampah di Kecamatan Sungai Pinyu oleh Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Mempawah .
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Mengapa pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah belum optimal?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Menganalisis penyebab pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah belum optimal.
2. Menganalisis upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Menjadi rujukan dan referensi bagi pemerintah daerah dalam rangka mengoptimalkan pelayanan pengelolaan sampah secara umum dan khususnya di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah
2. Menjadi sarana penyampaian aspirasi masyarakat terkait pelayanan pengelolaan sampah di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah.
3. Memberikan wawasan terkait lingkungan hidup dan pelayanan pengelolaan sampah kepada masyarakat luas berdasarkan prinsip kepuasaan masyarakat.
14