1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mendefinisikan penduduk lanjut usia (lansia) sebagai mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Girsang, Ramadani, & dkk, 2022). Lanjut usia dikelompokkan menjadi pra lansia usia (45-59 tahun), lanjut usia (60-69 tahun), dan lanjut usia resiko tinggi (lanjut usia >70 tahun atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan (Permenkes, 2016).
Peningkatan jumlah penduduk lansia di Indonesia terjadi dalam waktu 50 tahun terakhir. Selama periode tersebut, proporsi penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Secara global, terdapat 727 juta orang yang berusia 65 tahun atau lebih. Pada tahun 2021, terdapat delapan provinsi yang telah memasuki struktur penduduk tua, yaitu persentase penduduk lanjut usia yang lebih besar dari sepuluh persen. Kedelapan provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (15,52%), Jawa Timur (14,53%), Jawa Tengah (14,17%), Sulawesi Utara (12,74%), Bali (12,71%), Sulawesi Selatan (11,24%), Lampung (10,22%), dan Jawa Barat (10,18%). Menurut jenis kelamin, lansia perempuan lebih banyak daripada lansia laki-laki, yaitu 52,32%
berbanding 47,68%. Menurut tempat tinggalnya, lansia di perkotaan lebih
2
banyak daripada di perdesaan, yaitu 53,75% berbanding 46,25% (Girsang, Ramadani, & dkk, 2022).
Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia tentu dapat menimbulkan masalah terutama dalam segi kesehatan. Proses degeneratif pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial.
Penyakit yang sering di jumpai pada lansia seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, jantung, dan stroke (Nugroho & Wibowo, 2019).
Pada tahap lanjut usia akan terjadi perubahan-perubahan terutama pada perubahan fisiologi karena semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun. Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi pada lansia adalah pada sistem kardiovasuler yaitu terjadi penurunan elastisitas dinding arteri, adanya penebalan pada dinding kapiler sehingga menyebabkan melambatnya pertukaran antara nutrisi dan zat sisa metabolisme antara sel dan darah, terjadinya kekakuan pada dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik (Dewi, 2014).
Pada lansia tekanan darah akan cenderung tinggi sehingga lansia beresiko terkena hipertensi. Menurut World Health Organizational (WHO) menyebutkan bahwa tekanan darah normal bila kurang dari 135/85 mmHg dan hipertensi bila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Suhartini, Ermawati, &
dkk, 2018). Hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90 mmHg (Setiyorini & Wulandari, 2018).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2018 didapatkan bahwa sekitar 1,13 Miliar orang terkena hipertensi, yang memiliki arti bahwa 1 dari 3
3
orang di dunia terdiagnosisi hipertensi. Jumlah klien hipertensi diperkirakan pada tahun 2025 akan menjadi 1,5 Milyar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahun 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Suharto, Jundapri, & Pratama, 2020). Hipertensi menjadi salah satu permasalahan kesehatan pada populasi lansia di Indonesia yaitu sebanyak 63,5% lansia menderita hipertensi (Riskesdas, 2018). Prevelensi hipertensi pada lansia berdasarkan diagnosis dokter di Jawa Barat yakni pada umur 45-54 sebesar 14,75%, umur 55-64 tahun sebesar 21,26%, umur 65-74 tahun sebesar 27,31% dan umur diatas 75 tahun 28,28% (Riskesdas, 2019).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rasimen dan Ansyah (2020), usia 75-83 tahun tekanan darahnya akan tinggi karena semakin bertambahnya usia maka akan semakin tinggi tekanan darahnya, jadi lansia cenderung mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi dan perempuan lebih berisiko terkena hipertensi karena masalah hormonal (Yunding, Megawaty, & Aulia, 2021). Faktor risiko hipertensi menunjukan bahwa ada hubungan antara usia, jenis kelamin, genetik, kebiasaan merokok, makanan tinggi garam, serta konsumsi lemak jenuh, kebiasaan olahraga, status gizi serta istirahat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan perubahan tekanan darah adalah kualitas tidur (Hasiando, Amar, & Fatimawati, 2019). Peningkatan tekanan darah cenderung terjadi pada orang-orang yang kurang tidur karena jika kurang tidur tingkat hormon stress pada tubuh akan meningkat (Hasnawati, 2021).
Proses degenerasi pada lansia menyebabkan waktu tidur tidak efektif semakin berkurang, sehingga tidak mencapai kualitas tidur yang adekuat dan akan menimbulkan berbagai keluhan tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan seseorang dalam mempertahankan keadaan tidur dan mendapatkan
4
tahap tidur REM dan dan NREM yang sesuai (Khasanah & Hidayati, 2012).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seperti faktor usia, aktivitas yang dilakukan, penyakit yang diderita, dan lain-lain (Reza, Berawi, Karima, &
Budiarto, 2019).
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011 kurang lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur. Prevalensi di dunia pada tahun 2017 yang mengalami insomnia pada lansia yang terbesar di Negara Amerika Serikat dengan jumlah 83,952 dan yang terendah terdapat pada negara Meksiko dengan jumlah 8,712. Prevalensi insomnia pada lansia tahun 2014 di Indonesi sekitar 10% artinya kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk indonesia menderita insomnia, Di pulau jawa dan bali prevelensi gangguan tersebut juga cukup tinggi sekitar 44% dari jumlah total lansia (Kurniawan, 2020)
Kualitas tidur yang baik penting dalam mengatur regulasi tekanan darah sehingga jika terjadi gangguan akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada kardiovaskuler yaitu hipertensi. Pada sebuah penelitian yang dilakukan gelombang tidur lambat berperan penting terhadap penekanan kadar katekolamin dan pertumbuhan kadar hormon secara fisiologis pada malam hari.
Pengurang gelombang tidur lambat dapat menyebabkan katekolamin nokturnal meningkat (Assiddiqy, 2020). Terdapat 7 komponen yang penilaian kualitas tidur, yakni kualitas tidur subyektif (subjective sleep quality), latensi tidur (sleep latency), durasi tidur (sleep duration), lama tidur efektif di ranjang (habitual sleep efficiency), gangguan tidur (sleep disturbance), penggunaan obat tidur (sleep medication), dan gangguan konsentrasi di waktu siang (daytime dysfunction) (Sukmawati & Putra, 2019).
5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Assiddiqy Tahun 2020 menyatakan bahwa kualitas tidur buruk bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah. Kualitas tidur buruk dapat mengubah hormon stres kortisol dan sistem saraf simpatik, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya ada hubungan positif antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia di Posyandu Lansia RW II Puskesmas Kedungkandang Kota Malang, didapatkan nilai p = (0,001) < (0,050) dimana kualitas tidur yang buruk menyebabkan peningkatkan tekanan darah pada lansia menjadi hipertensi pada lansia. Dari penelitian lain yang dilakukan (Harsismanto, Andri, & dkk, 2020) diperoleh lansia hipertensi yang memiliki kualitas tidur buruk mengalami peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan lansia yang memiliki kualitas tidur baik. Dari data hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang signifikan dan erat antara kualitas tidur lansia dengan perubahan tekanan darah lansia hipertensi, ada pengaruh kualitas tidur terhadap perubahan tekanan darah.
Studi Pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 April 2022 di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung didapatkan jumlah lansia yang termasuk di wilayah kerja puskesmas pada tahun 2021 yaitu pada lansia yang berusia >60 tahun sebanyak 5.208 jiwa dan lansia resiko berusia >70 tahun sebanyak 1.916 jiwa. Berdasarkan data tersebut peneliti telah melakukan wawancara singkat pada lansia resiko tinggi di wilayah puskesmas Linggar tepatnya di kampung Burayut pada hari selasa 25 April 2022 sebanyak 9 orang lansia resiko tinggi, 6 dari 9 lansia risiko mengatakan sering terbangun dimalam hari dan susah untuk kembali tidur, dan 3 dari 9 orang mengatakan sulit untuk memulai tidur.
6
Berdasarkan latar belakang di atas bahwa terdapat korelasi antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia yang berusia 60-70 tahun dan berdasarakan teori yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka dapat terjadi penurunan fungsi organ dan hormon, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung”.
7 C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang diteliti adalah “Apakah terdapat hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung?”
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung
b. Mengidentikasi kualitas tidur pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung
c. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung
d. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung
8 E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak teori atau menambah pengetahuan mengenai hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko.
2. Manfaat praktis a. Bagi institusi
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi untuk kepentingan pendidikan dan tambahan kepustakaan dalam penelitian mengenai hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia resiko.
b. Bagi responden
Dengan penelitian di harapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya kualitas tidur terhadap tekanan darah.
c. Bagi profesi keperawatan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk asuhan keperawatan dalam meningkatkan kualitas tidur pada lansia risiko.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lain untuk melakukan penelitian mengenai permasalahan dengan tema yang sama.
9 G. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup kelimuan penelitian ini adalah Keperawatan Gerontik.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko. Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung dengan waktu penelitian pada bulan Juli-Agustus 2022, dengan metode kuantitatif.