1 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori keagenan (agency teory)
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan yang pertama kali dikemukakan oleh Jensen dan Mackling (1976). Hubungan keagenan diartikan sebagai hubungan antara prinsipal dan agen, prinsipal adalah pihak yang mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, sedangkan agen adalah pihak yang menjalankan tugas dan kepentingan prinsipal (Scott, 2015). Teori agensi menjelaskan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelola perusahaan yang bisa menimbulkan konflik, timbulnya konflik ini biasa disebut dengan agency problem (Arthawan dan Wirasedana, 2018). Agency problem terjadi karena pihak pihak yang terkait yaitu prinsipal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan pengelola) memiliki kepentingan yang saling bertentangan/berbeda (Arthawan dan Wirasedana, 2018). Agen dan prinsipal berusaha memaksimalkan utilitasnya masing-masing, dan memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, oleh karena itu ada alasan untuk percaya bahwa agen tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Disisi lain, agen (pengelola perusahaan) memiliki informasi yang lebih dibandingkan prinsipal, hal ini karena agen yang mengelola perusahaan secara langsung, oleh karena itu inilah yang akan menimbulkan ketidakseimbangan informasi (information asymmetry).
Asimetri informasi merupakan ketidakseimbangan informasi antara manajer dan pihak luar perusahaan (pemilik, calon investor, kreditur, dan stakeholder lainnya) yang memiliki keterbatasan sumber informasi mengenai perusahaan terutama dalam hal informasi keuangan (Andriyani, 2011). Kesenjangan informasi akan mendorong manajer berperilaku oportunis dalam mengungkapan informasi mengenai perusahaan. Adanya asimetri informasi menyebabkan manajer menjadi pihak yang lebih banyak mendapatkan informasi dibandingkan pihak lain (Arthawan dan Wirasedana, 2018). Akibat adanya perbedaan kepentingan dan asimetri informasi, maka penyajian laporan keuangan dapat dimanipulasi demi kepentingan pihak tertentu yang dapat merugikan perusahaan. Tindakan manipulasi laporan keuangan dikenal dengan manajemen laba.
2.1.2 Teori akuntansi positif
Teori akuntansi adalah teori yang menjelaskan dasar penelitian dibidang akuntansi. Pada penelitian Nurmanto (2018) menjelaskan didalam teori akuntansi positif, bahwa perusahaan akan memanfaatkan kesempatan untuk memilih alternatif mana yang akan digunakan dalam membuat suatu prosedur. Teori akuntansi positif akan menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi. Tidak hanya itu teori ini akan menguraikan apa dan bagaimana praktek akuntansi dilakukan berdasarkan pengalaman yang dapat diuji secara empiris. Tidak terkecuali manajemen laba yang merupakan suatu praktek yang sering dipilih oleh pihak manajemen perusahaan dalam menentukan keputusan akuntansi (Heriseno dan Pujiono, 2021).
Teori akuntansi positif dikatakan bahwa manajer memiliki kuasa atau fleksibilitas untuk memilih prosedur akuntansi yang sesuai dengan prosedur pilihan perusahaan. Hal ini dapat menjadi peluang bagi manajer dalam memilih prosedur yang dapat meningkatkan atau menurunkan laba untuk memodifikasi laporan keuangan dan mencapai suatu tujuan tertentu, kegiatan hal ini biasa dikenal sebagai manajemen laba (Wijaya dan Christiawan, 2014).
Menurut Watts and Zimmerman (1986) teori akuntansi positif dapat dibagi menjadi tiga faktor yang memotivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
1. Bonus Plan Hypothesis
Dijelaskan dalam hipotesis ini bahwa manajer akan memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba untuk memaksimalkan kompensasi atau bonus.
2. Debt Convent Hypothesis
Dijelaskan dalam hipotesis ini bahwa manajer perusahaan yang mempunyai ratio leverage (debt/equity) yang besar akan lebih suka memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan pelaporan laba untuk periode mendatang ke periode sekarang. Hipotesis ini memprediksi bahwa manajer ingin meningkatkan laba dan aset dikarenakan creditor akan lebih menyukai perusahaan yang mempunyai cukup aset untuk menutupi hutang-hutangnya (Watss, 2003)
3. Political Cost Hypothesis
Dijelaskan dalam hipotesis ini bahwa semakin besar perusahaan maka pihak manajemen akan berusaha menggunakan metode akuntansi yang mampu menurunkan jumlah laba yang dilaporkan. Teori akuntansi positif di hipotesis ini
menunjukka bahwa perusahaan akan cenderung meminimalisir laba agar pembayaran pajak perusahaan menjadi lebih kecil.
2.1.3 Laporan keuangan
Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi dan digunakan sebagai alat komunikasi bagi stakeholder serta untuk menggambarkan suatu perusahaan baik atau tidak (Sundjaja dan Inge, 2002). Menurut IAI, Standar Akuntansi Keuangan Revisi (Jakarta: Salemba Empat, 2009) mengatakan bahwa laporan keuangan bertujuan sebagai wadah informasi yang menyangkut mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan yang mana akan bermanfaat untuk pengguna laporan keuangan serta untuk mengambil keputusan.
Laporan keuangan memiliki syarat dimana harus menyajikan secara wajar laporan keuangan dengan standar penerapan PSAK serta disertai pengungkapan yang diharuskan dalam PSAK. Dan informasi lain-lain juga diharuskan menyajikan secara wajar meskipun pernyataan tersebut tidak diwajibkan oleh standar akuntansi (PSAK 1 Paragraf 10).
Karakteristik laporan keuangan adalah dapat dipahami yang memiliki arti bahwa laporan keuangan dapat dinilai memiliki kualitas yang baik jika pengguna laporan keuangan dapat mudah memahami laporan keuangan tersebut. Dan informasi keuangan harus dibuat relevan, karena informasi relevan dapat membantu memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan dalam mengambil suatu keputusan. Dan keandalan ialah informasi yang ada di laporan keuangan harus andal yang artinya bebas dari kesalahan material dan dapat dibandingkan oleh
pengguna dalam laporan keuangan setiap periode untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan.
2.1.4 Manajemen laba
a. Pengertian manajemen laba
Manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan dalam mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan yang bertujuan untuk memperdayai stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008). Istilah intervensi dan memperdayai inilah yang dipakai sebagai dasar dari sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sedangkan menurut Hanawiah (2021) manajemen laba merupakan tindakan yang dilakukan manajer dalam memanipulasi laba yang diperoleh dalam periode berjalan dengan menurunkan, menaikkan dan mengatur laba. Penyalahgunaan kebijkan yang banyak terjadi di perusahaan kini tindakan manajemen laba sudah menjadi hal yang biasa dilakukan manajer, pihak manajer akan melakukan praktek manajemen laba ketika kondisi keuangan perusahaan mengalami penurunan. Dalam penelitian ini, manajemen laba diukur dengan menggunakan model jones dimodifikasi (modified jones model) untuk menghitung discretionary accrual (Sulistyanto, 2008). Model jones dimodifikasi banyak digunakan dalam penelitian-penelitian akuntansi karena dinilai merupakan model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dan memberikan hasil paling robust (Sulistyanto, 2008). Descretionary accruals adalah komponen akrual hasil dari rekayasa manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam
estimasi dan pemakaian standar akuntansi. Sedangkan nondiscretionary accruals adalah komponen akrual yang diperoleh secara almiah dari dasar pencatatan akrual dengan mengikuti standar akuntansi yang diterima secara umum, misalnya metode depresiasi dan penentuan persedian yang dipilih harus mengikuti metode yang diakui dalam prinsip akuntansi (Sulistyanto, 2008). Atas dasar pemikiran bahwa komponen akrual yang bebas dipermainkan dengan kebijakan manajerial adalah discretionary accruals, oleh karena itu sebagian besar model manajemen laba mengukur dengan menggunakan komponen discretionary accruals (Sulistyanto, 2008). Sementara itu, total accrual merupakan selisih anatar laba bersih perusahaan terhadap aliran kas dari operasi perusahaan pada periode yang sama.
Menurut Sugiri, (1998) terdapat dua definisi manajemen laba yaitu:
1) Definisi sempit
Manajemen laba hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi.
Manajemen laba dalam artian sempit didefinisikan sebagai perilaku manajemen untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba.
2) Definisi luas
Manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan manajer dalam meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.
Terdapat empat metode dalam melakukan praktik manajemen laba yaitu pilihan metode akuntansi, penerapan metode akuntansi, kapan menerapkan metode akuntansi dan pemilihan waktu (Sulistyanto, 2008).
1. Pilihan metode akuntansi. Dimana prinsip akuntansi memberikan keleluasaan kepada penggunanya untuk memilih metode akuntansi sesuai dengan kebutuhan dan esensialnya. Prinsip akuntansi memberikan keleluasaan dalam mengganti metode akuntansi dengan alasan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
2. Penerapan metode akuntansi. Setelah melakukan pilihan metode akuntansi, manajer selanjutnya membuat kebijakan cara menerapkan praktek manajemen laba tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. Penerapan metode ini dilakukan untuk mengatur agar laba perusahaan lebih tinggi atau rendah dari laba yang sesungguhnya.
3. Waktu menerapkan metode akuntansi. Selanjutnya manajer memiliki keleluasaan dalam kapan dan bagaimana suatu transaksi dan peristiwa akuntansi diungkapkan dalam laporan keuangan yang telah dibuat manajer.
4. Pemilihan waktu. Pemilihan waktu akan mempengaruhi laba perusahaan.
Manajer menggunakan metode ini ketika investasi berupa researc dan development, pariwara, pemeliharaan yang diakui sebagai biaya periodik.
b. Alasan praktik manajemen laba
Alasan dilakukannya praktik manajemen laba (Hwihanus dan Qurba, 2010):
1) Meningkatkan kepercayaan pemegang saham kepada manajer.
2) Memperbaiki hubungan dengan pihak creditor, perusahaan yang terancam default yaitu tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang tapat pada waktunya, perusahaan menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan laba.
3) Menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama pada perusahaan yang go public.
c. Teknik manajemen laba
Menurut Setiawati dan Na’im (2000) manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:
1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Tindakan manajemen dalam mempengaruhi laba melalui pertimbangan (judgment) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aset tetap atau amortisasi aset tak berwujud dan estimasi biaya garansi.
2) Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan pada suatu transaksi seperti mengubah metode persediaan dari metode FIFO menjadi metode AVERAGE.
3) Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh dari teknik menggeser periode biaya atau pendapatan seperti, mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode berikutnya, menjual investasi sekuritas
untuk memanipulasi tingkat laba dan mengatur saat penjualan aset tetap yang sudah tidak terpakai.
d. Pola manajemen laba
Terdapat tiga pola manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer (Sulistyanto, 2008):
1) Penaikkan laba (income increasing)
Penaikkan laba merupakan tindakan perusahaan dalam mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan laba yang sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan yang sesungguhnya atau biaya periode berjalan menjadi lebih rendah dari biaya sesungguhnya.
2) Penurunan laba (income descreasing)
Penurunan laba merupakan tindakan perusahaan dalam mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan laba yang sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih rendah daripada pendapatan yang sesungguhnya atau biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi dari biaya yang sesungguhnya.
3) Perataan laba (income smoothing)
Perataan laba merupakan tindakan perusahaan dalam mengatur agar labanya relatif sama selama beberapa periode. Tindakan ini dilakukan dengan cara mempermainkan pendapatan dan biaya periode berjalan
menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari pendapatan atau biaya yang sesungguhnya.
2.1.5 Ukuran perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan skala atau nilai dimana perusahaan dapat diklasifikasikan besar kecilnya berdasarkan total aset, log size, nilai pasar saham dan lainnya (Azlina, 2010). Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aset, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar ketiga indikator tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Ketiga indikator tersebut digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena bisa mewakili seberapa besar ukuran perusahaan tersebut, seperti semakin besar aset maka semakin banyak modal yang ditanam, dan semakin banyak penjualan maka akan banyak perputaran uang yang terjadi serta besarnya kapitalisasi pasar akan semakin besar pula perusahaan dikenal dalam lingkungan masyarakat.
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total aset perusahaan (Rudangga dan Sudiarta, 2016). Pada ukuran perusahaan, ada tiga variabel yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan, yaitu total aset, penjualan dan kapitalisasi pasar. Variabel ini menentukan besarnya skala perusahaan, maka pada penelitian ini peneliti akan menggunakan pengukuran ukuran perusahaan log Total Aset yang sama yang digunakan oleh penelitian yang dilakukan (Rudangga dan Sudiarta, 2016). Log total aset merupakan harta atau sumber daya yang dimiliki perusahaan. Semaik besar aset yang dimiliki maka perusahaan dapat melakukan investasi dengan baik dan memenuhi permintaan produk.
Gambar 2.1 Rumus Ukuran Perusahaan 2.1.6 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berkaitan dengan penjualan, total aset maupun modal sendiri (Sartono, 2010).
Profitabilitas menjadi salah satu acuan yang digunakan oleh investor untuk menilai kinerja perusahaan dalam pengambilan keputusan. Tujuan perusahaan adalah menghasilkan laba dan keuntungan yang maksimal, selain hal-hal lainnya.
Perolehan laba yang maksimal sesuai target perusahaan akan meningkatkan kesejahteraan pemilik, pegawai, dan mutu produk serta membuka peluang investasi yang baru (Amelia dan Hernawati, 2016).
Rasio keuntungan atau profitability ratio merupakan rasio untuk mengukur efisiensi penggunaan aset perusahaan atau kemampuan menghasilkan laba dalam periode tertentu (Irawati, 2006). Kategori angka-angka rasio profitabilitas sebagai berikut (Riyanto, 2001):
a. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan menggunakan rasio margin laba kotor dan margin laba bersih.
b. Profitabilitas dalam hubungannya dengan investasi, menggunakan dua pengukuran yaitu ROI (Return On Investment) dan ROA (Return On Asset).
Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan pengukuran ROA (Return On Asset). ROA adalah suatu rasio yang menilai hasil atas suatu jumlah aset yang digunakan dalam perusahaan. Pengukuran ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aset
yang dimiliki. Berikut ini adalah rumus pengukuran ROA (Return On Asset) ( Tambunan dan Siagian, 2021):
𝑅𝑂𝐴 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (1)
2.1.7 Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (Hery, 2015). Likuiditas adalah rasio yang berhubungan antara kas dan aset lancar perusahaan dengan kewajiban lancarnya.
Likuiditas dapat digunakan untuk mengukur sampai mana tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya yang akan jatuh tempo.
Rasio likuiditas memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Rasio ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan melainkan pihak eksternal juga yaitu investor. Investor sangat berkepentingan pada rasio likuiditas terutama dalam pembagian dividen tunai (Hery, 2015).
Tujuan dan manfaat yang dapat diambil dari hasil rasio likuiditas (Kasmir, 2016) sebagai berikut:
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aset lancar secara keseluruhan.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aset lancar tanpa memperhitungkan persediaan dan piutang.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
6. Sebagai alat perencaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periodenya.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aset lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kerjanya, dengan melihati rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Pada penelitian kali ini, pengukuran likuiditas yang digunakan peneliti adalah rasio lancar. Rasio lancar adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, tingkat rasio lancar bisa ditentukan dengan cara perbandingan antara aset lancar dan kewajiban lancar. Menurut Hery (2015) rasio lancar dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 = 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 (2)
2.1.8 Leverage
Menurut Harjito dan Martono (2011) leverage dalam bisnis mengarah kepada penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan, didalam penggunaan aset atau dana perusahaan harus mengeluarkan biaya. Sedangkan menurut Fauziyah dan Isroah (2017) leverage merupakan sejauh mana sekuritas dengan utang digunakan dalam struktur modal perusahaan. Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aset perusahaan. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa leverage adalah mengukur seberapa besar aset/modal perusahaan dibiayai dengan hutang.
Dalam menjalankan operasi perusahaan, setiap perusahaan memiliki banyak kebutuhan yang berkaitan dengan dana agar perusahaan dapat berjalan dengan rencana sebagai mestinya. Dana dibutuhkan untuk melakukan perluasan usaha atau investasi baru, yang artinya didalam perusahaan harus ada dana dalam jumlah tertentu. Sumber-sumber dana dapat diperoleh dari modal sendiri atau pinjaman harus digunakan beberapa perhitungan yang matang dengan menggunakan leverage rasio. Leverage ratio adalah rasio yang digunakan dalam mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang (Kasmir, 2014). Berikut ini adalah keuntungan mengetahui rasio leverage adalah sebagai berikut (Kasmir, 2014):
a. Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya.
b. Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap.
c. Mengetahui keseimbangan antara nilai aset khususnya aset tetap dengan modal.
d. Guna mengambil keputusan penggunaan sumber dana ke depan.
Pada penelitian kali ini rasio leverage diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). Menurut Sukamulja (2017) Debt to Equity Ratio (DER) adalah mengukur persentase kewajiban pada struktur modal perusahaan. Rasio ini penting untuk mengukur risiko bisnis perusahaan yang semakin meningkat dengan penambahan jumlah kewajiban. Rasio digunakan dalam membandingkan sumber modal berasal dari hutang dengan modal sendiri. Berikut ini adalah rumus Debt to Equity Ratio (DER) (Kasmir, 2016):
𝐷𝐸𝑅 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 (3)
2.2 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Daftar Tinjauan Pustaka
No Penulis Jurnal Judul Metode Hasil
1. Agustia dan Suryani, (2018)
Jurnal Aset (Akuntansi Riset) 10 (1), 2018, 63-74 Index S2
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Leverage, dan Profitabilitas Terhadap Manajamen Laba (Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI periode 2014-2016)
Penelitian ini menggunakan metode
kuantiatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah regresi data panel.
Secara simultan ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Secara parsial, ukuran
perusahaan
dan
profitabilitas tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Sedangkan umur perusahaan dan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba.
2. Arthawan dan
Wirasedana, (2018)
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.22.1.
Januari (2018): 1-29 Index S3
Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Utang dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba
Penelitian ini menggunakan metode
kuantiatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda.
Kepemilikan manajerial, Kebijakan utang dan Ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
3. Priharta et al., (2018)
Journal of Applied Business and Economics Vol. 4 No. 4 (Jun 2018) 277-289 Index S3
Pengaruh CGPI, Kualitas Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage, Terhadap Manajemen Laba (Studi;
Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di BEI Tahun 2010-2015)
Penelitian ini menggunakan metode
kuantiatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda.
Kepemilikan manajerial, Kebijakan utang dan Ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
4. Magdalena Chandra dan Arifin Djashan, (2019)
Jurnal Bisnis dan
Akuntansi Vol.20, No.1, Juni 2018, Hlm. 13-20 Index S3
Pengaruh Leverage dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Keuangan
Penelitian ini menggunakan metode
kuantiatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda.
Dewan Komisaris memiliki pengaru terhadap manajemen laba.
Profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, kualitas audit, umur
perusahaan, dewan direksi, komite audit, dan
kepemilikan managerial tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.
5. Lestari dan Wulandari, (2019)
Jurnal Akademi Akuntansi (JAA) Volume 2 No. 1 Index S3
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba
(Studi Kasus Pada Bank Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2016-
2018)
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah regresi linear
sederhana.
Profitabilitas dengan pengukuran rasio Return of Asset (ROA) dan Return of Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
6. Riska Astari dan Suputra, (2019)
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.26.3.Mar
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, dan
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang
Ukuran perusahaan dan
kepemilikan manajerial
et
(2019):1938- 1968
Index S3
Kinerja
Keuangan Pada Manajemen Laba (Studi;
Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI tahun 2013-2017)
digunakan adalah data sekunder. Dan Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda.
tidak
berpengaruh pada
manajemen laba.
Kinerja keuangan berpengaruh positif pada manajemen laba.
7. Rere et al., (2020)
Jurnal Ilmiah MEA
(Manajemen, Ekonomi, dan
Akuntansi) Vol. 4 No.3 Index S4
Manajemen Laba:
Profitabilitas, Leverage, Dan Ukuran
Perusahaan Sektor
Pertambangan periode 2015- 2018.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda.
Pengaruh signifikan terkait dengan manajemen laba adalah profitabilitas dengan arah yang positif.
Leverage dan ukuran perusahaan ternyata tidak memberi pengaruh signifikan terkait dengan aktivitas manajemen laba.
8. Tambunan dan Siagian, (2021)
Jurnal Ilmiah MEA
(Manajemen, Ekonomi, dan
Akuntansi) Vol. 5 No. 2 Index S4
Analisis Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow Dan Leverage Terhadap Manajemen Laba di Moderasi Ukuran Perusahaan Pada Perusahaan
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan Teknik
pengambilan sampel menggunakan Smart PLS dan sSEM.
Terdapat pengaruh dari variabel leverage, profitabilitas, moderasi leverage, dan size terhadap manajemen laba.
Tidak terdapat pengaruh dari variabel free
Otomotif Yang Tercatat di BEI Tahun 2017-2020
cash flow, moderasi FCV, dan moderasi profitabilitas terhadap manajemen laba.
9. Nalarreason et al., (2019)
International Journal of Multicultural and
Multirelig ious Understan ding ISSN 2364- 5369 Volume 6, Issue 1
Impact of Leverage anf Firm Size on Earnings Management in Indonesia
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder.
Pengujian data
menggunakan Eviews (Econometric Views)
Leverage dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
10. Pasaribu et al., (2019)
International Journal of Research and Review (IJRR) Volume. 6, Issue. 6
An Analysis of the Effect of Profitability, Company Size, Institutional Ownership and Leverage on Earnings Management
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda.
Profitabilitas, ukuran perusahaan, dan
kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.
Leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.
11. Ruwanti et al., (2019)
International Journal of Innovative Science and
The Influence of Corporate Governance in The
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh
Research Technology ISSN No:- 2456-2165 Volume 4, Issue 8
Relationship of Firm Size and Leverage on Earnings Management
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan data dianalisis menggunakan moderated regression analysis (MRA).
positif terhadap manajemen laba.
Peran corporate governance dalam kaitannya dengan ukuran perusahaan dan leverage signifikan manajemen laba adalah negatif.
12. Ruwanti et al., (2019)
Gyandhara International Academic Publication (GIAP) Humanities and Social Sciences eISSN: 2395- 6518, Vol 7, No 5, 2019, pp 1338- 1347
Scimago Q1
Corporate Social
Responsibility And Earnings Management:
The Role Of Corporate Governance
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Dan Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda.
CSR memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba.
Penelitian ini juga
menemukan hubungan negatif yang signifikan secara
statistik antara ukuran
perusahaan dan
manajemen laba.
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1 Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba
Menurut Pagalung (2011) ukuran perusahaan adalah faktor yang mempengaruhi praktik manajemen laba. Ukuran perusahaan merupakan gambaran
besar atau kecilnya sebuah perusahaan dengan proksi yang digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan seperti total aset, penjualan, dan kapitalisasi pasar (Reviani dan Djoko, 2012).
Ukuran perusahaan menentukan banyak tidaknya praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan. Perusahaan dengan ukuran yang relatif besar akan dilihat kinerjanya oleh publik, sehingga perusahaan tersebut akan menyajikan laporan keuangan dengan lebih hati-hati, informatif dan transparan (Nasution dan Setiawan, 2007). Sedangkan, perusahaan yang memiliki ukuran lebih kecil cenderung akan melakukan tindakan manajemen laba, karena perusahaan kecil ingin memperlihatkan kondisi perusahaan yang selalu berkinerja baik dengan melakukan tindakan manajemen laba agar investor menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut (Amelia dan Hernawati, 2016). Pada teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara agen dengan prinsipal. Agen dan prinspal adalah orang-orang yang berupaya untuk memaksimalkan utilitasnya (Jensen dan Meckling, 1976). Akibat adanya asimetri informasi serta kecenderungan dari pihak eksternal untuk memperhatikan informasi laba sebagai parameter kinerja perusahaan, maka penyajian laporan keuangan dapat dimanipulasi demi kepentingan pihak tertentu yang dapat merugikan perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan Arthawan dan Wirasedana (2018) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santi dan Wardani, (2018) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Perusahaan dengan ukuran besar maka semakin kecil
tindakan manajemen laba. Hal ini dikarenakan perusahaan besar akan semakin meningkatkan perhatian investor sehingga melaporkan keuangan yang terpercaya.
Menurut (Yamaditya dan Raharja, 2014) perusahaan akan mendapatkan perhatian investor sehingga membuat perusahaan untuk melaporkan laba yang baik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis satu sebagai berikut:
H1: Ukuran Perusahaan Berpengaruh Negatif Terhadap Manajemen Laba 2.3.2 Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba
Profitabilitas merupakan ukuran penting dalam menilai baik atau tidaknya perusahaan dalam mempengaruhi investor untuk membuat keputusan. Profitabilitas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan aset tertentu (Aprina dan Khairunnisa, 2015). Salah satu rasio analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan profitabilitas adalah pengukuran ROA (Return On Asset). Pengukuran ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimiliki.
Nilai profitabilitas suatu perusahaan dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Dalam kaitannya dengan manajemen laba (earning management), semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka kinerja dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga meningkat (Agustia dan Suryani, 2018). Sebaliknya jika profitabilitas yang diperoleh perusahaan rendah akan memicu perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen
laba dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh, sehingga akan memperlihatkan saham dan mempertahankan investor yang ada.
Berdasarkan teori keagenan pihak prinsipal akan melakukan pengawasan kepada agen melalui laporan keuangan yang telah disampaikan oleh manajemen.
Terjadinya asimetri informasi antara manajemen dan pihak pihak yang berkepentingan mengenai informasi kinerja suatu perusahaan. Tujuannya supaya investor atau pemegang saham tetap mempercayai kualitas kinerja perusahaan, maka manajemen dalam hal ini akan melakukan tindakan manajemen laba supaya kinerja keuangan perusahaan terlihat baik dimata pengguna laporan keuangan terutama investor.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agustia dan Suryani, (2018) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herni dan Susanto, (2008) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Artinya, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba meningkat dan tindakan manajemen laba akan menurun. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis dua sebagai berikut:
H2: Profitabilitas Berpengaruh Negatif Terhadap Manajemen Laba 2.3.3 Likuiditas berpengaruh terhadap manajemen laba
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (Hery, 2015). Likuiditas adalah rasio yang berhubungan antara kas dan aset lancar perusahaan dengan kewajiban lancarnya.
Likuiditas dapat digunakan untuk mengukur sampai mana tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya yang akan jatuh tempo.
Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang-hutang jangka pendek. Likuiditas dipandang sebagai ukuran kinerja manajer dalam mengelola keuangan perusahaan. Likuiditas yang rendah mengartikan bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan membayar hutang jangka pendeknya selain itu perusahaan juga akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih kepada pihak eksternal (Lucianam, 2007). Pengungkapan informasi yang lebih di salah satu pihak memiliki hubungan dengan teori keagenan dimana terjadinya asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak pihak yang berkepentingan. Pada penelitian ini, pengukuran likuiditas yang digunakan peneliti adalah rasio lancar.
Dalam penelitian yang dilakukan Paramitha dan Idayati (2020) menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
Artinya, rasio likuiditas yang dihasilkan tinggi akan mengurangi adanya tindakan manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut:
H3: Likuiditas Berpengaruh Negatif Terhadap Manajemen Laba 2.3.4 Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba
Menurut Harjito dan Martono (2011) leverage dalam bisnis mengarah kepada penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan, didalam penggunaan aset atau dana perusahaan harus mengeluarkan biaya. Sedangkan menurut Fauziyah dan Isroah (2017) leverage merupakan sejauh mana sekuritas dengan utang
digunakan dalam struktur modal perusahaan. Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aset perusahaan. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa leverage adalah mengukur seberapa besar aset/modal perusahaan dibiayai dengan hutang.
Leverage merupakan salah satu yang dapat memotivasi manajemen dalam menerapkan praktik manajemen laba. Perusahaan yang mimiliki rasio leverage yang tinggi memiliki arti bahwa adanya proporsi utang yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi aset yang dimiliki sehingga akan cenderung melakukan tindakan manipulasi dalam bentuk manajemen laba (Hapsoro dan Annisa, 2017). Salah satu rasio analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan leverage adalah pengukuran Debt to Equity Ratio (DER).
Pengaruh leverage terhadap manajemen laba dijelaskan pada debt convenant hypothesis dalam teori akuntansi positif (Watts and Zimmerman, 1986).
Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi akan cenderung memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode saat ini, adanya hal ini akan mendorong manajer dalam melakukan peningkatan laba dan aset karena kreditor akan lebih menyukai perusahaan yang memiliki cukup aset dalam menutupi hutang-hutangnya (Watss, 2003). Kejadian tersebut akan memicu pihak manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Priharta et al., (2018) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruwanti et al., (2019) dan
Nalarreason et al., (2019) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Perusahaan yang memiliki leverage tinggi akibat besarnya kewajiban dibandingkan aset yang dimiliki perusahaan, hal ini diduga akan melakukan tindakan manajemen laba karena perusahaan terancam default, yang berarti perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban membayar liabilitas pada waktunya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis keempat sebagai berikut:
H4: Leverage Berpengaruh Positif Terhadap Manajemen Laba
2.3.5 Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Berpengaruh Secara Bersama-sama Terhadap Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan dalam mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan yang bertujuan untuk memperdayai stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008). Banyak faktor yang memicu terjadinya manajemen laba diantaranya ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas dan leverage. Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar atau kecilnya sebuah perusahaan dengan proksi yang digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan seperti total aset, penjualan, dan kapitalisasi pasar (Reviani dan Djoko, 2012).
Perusahaan yang memiliki ukuran lebih kecil cenderung akan melakukan tindakan manajemen laba, karena perusahaan kecil ingin memperlihatkan kondisi perusahaan yang selalu berkinerja baik dengan melakukan tindakan manajemen laba agar investor menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut (Amelia dan Hernawati, 2016). Selanjutnya profitabilitas, profitabilitas merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan aset tertentu (Aprina dan Khairunnisa, 2015). Profitabilitas yang diperoleh perusahaan rendah akan memicu perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen laba dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh, sehingga akan memperlihatkan saham dan mempertahankan investor yang ada. Demikian pula likuiditas, rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (Hery, 2015). Likuiditas dipandang sebagai ukuran kinerja manajer dalam mengelola keuangan perusahaan. Likuiditas yang rendah mengartikan bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan membayar hutang jangka pendeknya selain itu perusahaan juga akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih kepada pihak eksternal, kejadian hal inilah yang akan memicu adanya tindakan manajemen laba (Lucianam, 2007). Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan dengan teori agensi, hubungan keagenan diartikan sebagai hubungan antara prinsipal dan agen, prinsipal adalah pihak yang mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, sedangkan agen adalah pihak yang menjalankan tugas dan kepentingan prinsipal (Scott, 2015). Pada teori agensi akan adanya sebuah asimetri informasi, asimetri informasi merupakan suatu keadaan yang terbentuk ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja keuangan manajemen (Wiryadi dan Sebrina, 2013). Adanya asimetri informasi dan perbedaan kepentingan, maka penyajian laporan keuangan dapat dimanipulasi demi kepentingan pihak tertentu yang dapat merugikan perusahaan.
Leverage merupakan salah satu yang dapat memotivasi manajemen dalam menerapkan praktik manajemen laba. Perusahaan yang mimiliki rasio leverage yang tinggi memiliki arti bahwa adanya proporsi utang yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi aset yang dimiliki sehingga akan cenderung melakukan tindakan manipulasi dalam bentuk manajemen laba (Hapsoro dan Annisa, 2017). Pengaruh leverage terhadap manajemen laba dijelaskan pada debt convenant hypothesis dalam teori akuntansi positif (Watts and Zimmerman, 1986).
Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi akan cenderung memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode saat ini, adanya hal ini akan mendorong manajer dalam melakukan peningkatan laba dan aset karena kreditor akan lebih menyukai perusahaan yang memiliki cukup aset dalam menutupi hutang-hutangnya (Watss, 2003). Kejadian tersebut akan memicu pihak manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis kelima sebagai berikut:
H5: Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Berpengaruh Secara Bersama-sama Terhadap Manajemen Laba
2.4 Kerangka Pemikiran
Adapun gambaran dari penelitian ini secara keseluruhan dapat dijelaskan pada kerangka pemikiran pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2. 2 Kerangka Pikiran