10 2.1 Kajian Terdahulu
Kajian terdahulu merupakan acuan bagi peniliti sebagai referensi atau tolok ukur untuk mencari penelitian yang sudah dilakukan, kajian terdahulu juga sebagai bahan pertimbangan peneliti untuk dijadikan sebagai data pendukung dalam mengkaji penelitian yang akan dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan dengan judul yang sama, namun peneliti mengangkat beberapa penelitian dengan konteks yang sama dengan peneliti yang pernah dikaji sebelumnya. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa jurnal-jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan sebagai bahan pertimbangan.
1. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Tasbihatul Fikriya pada tahun 2018 dengan judul “Komunikasi Kelompok Komunitas Army Surabaya”
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana proses dan pola pada komunitas tersebut, dan dilatar belakangi bahwa setiap kelompok memiliki karakter atau kebudayaan masing-masing, begitupun dengan komunitas ARMY Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data dari observasi dan hasil wawancara dengan informan.
Adapun informan berjumlah delapan orang dengan kriteria telah tercatat sebagai anggota resmi Komunitas ARMY Surabaya, anggota yang sudah bergabung selama satu tahun, dan bersedia menjadi informan. Hasil dari penelitian ini terbagi menjadi dua perantara lewat komunikasi langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung disaat berlangsung kegiatan atau
event Komunitas ARMY dan Komunikasi tidak langsung menggunakan media sosial. Komunikasi tersebut dari annggota saling diskusi dan saling bertukar pendapat sesama anggota Komunitas ARMY.
2. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Tulus Muliawan pada tahun 2013 dengan judul “Komunikasi Kelompok Suporter Bola Dalam Membentuk Kohesivitas” pada penelitian ini menggali bagaimana kelompok suporter bola di Indonesia dalam membentuk kohesivitas kelompok. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap pola komunikasi yang dilakukan The Jakmania UNJ dalam membangun kohesivitas kelompoknya. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, dengan menunjuk empat informan kunci dan satu informan pendukung sebagai informasi. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa The Jakmania UNJ selalu menerapkan komunikasi yang baik dan intensif untuk meningkatkan kohesivitas kelompok. Kohesivitas kelompok tersebut terlihat dari kekompakkan dan soliditas yang terjalin di antara para anggota kelompok, dan penelitian ini mengungkap bahwa komunikasi punya peran besar dalam meningkatkan kohesivitas kelompok.
3. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Anak Agung Gede Agung Putra Dalem pada tahun 2018 dengan judul “Aktifitas Komunikasi Kelompok Dalam Melestarikan Seni Dan Budaya Bali Di Kalangan Sekaa Teruna Dharma Putra Banjar Atugan Blahbatuh Gianyar” dalam penelitian ini ingin mengetahui bagaimana komunikasi kelompok dalam melestarikan seni dan budaya bali. Dalam penlitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
dengan subjek penelitiannya ialah pengurus dari sekaa teruna dan anggotanya, mengambil data dari informan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya aktifitas komunikasi kelompok yang dilakukan sekaa teruna Dharma Putra seperti rapat pengurus, rapat anggota, dan aktifitas-aktifitas kesenian seperti menari, menabuh dan memberikan pengetahuan budaya kepada anak-anak sekolah dasar. Dari penelitian tersebut hasilnya sangat efektif dilandasi dengan keterbukaan, kebersamaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan sehingga mampun meningkatkan rasa persatuan, kekompakan diantara seluruh anggota sekaa teruna untuk dapat melestarikan dan selalu menjaga seni dan budaya Bali.
4. Penelitian yang keempat dilakukan oleh Ardiansyah Prima Aditya pada tahun 2016 dengan judul “Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Instammet dalam meningkatkan kemampuan Fotografi Anggota” dalam penelitian ini lebih mendeskripsikan proses komunikasi dalam kelompok, dan untuk mengetahui seberapa pengaruh terhadap apa yang diharapkan pada anggotanya untuk meningkatkan kemampuan fotografi. Adapun Metode yang digunakan ialah Metode penelitian Kualitatif deskriptif dimana peneliti ingin menjabarkan secara sistematis dan rinci. Dan hasil dari penelitian ini dimana Komunikasi kelompok yang terjadi didalam kelompok begitu kuat dan sangat kohesif sehingga waktu individu anggotanya pun banyak dihabiskan dalam Kelompok tersebut, sehingga bisa dilihat dampak yang terlihat ialah seluruh anggota kelompok sangat memiliki solidaritas yang begitu kuat saling mendorong memajukan kelompok satu sama lain.
5. Penelitian yang kelima dilakukan oleh Kiki Rizki Amirulloh pada tahun 2015 dengan judul “Aktifitas Komunikasi Interpersonal Pelatih dan Atlet Softball Kota Cilegon” penelitian ini dilatarbelakangi karena keingin tahuan peneliti mengetahui praktik dan cara Aktivitas Komunikasi Interpersonal yang digunakan dalam kegiatan pelatihan antar pelatih dan atletnya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif Deskriptif, dengan cara menggambarkan dan membahas masalah aktivitas komunikasi interpersonal pelatih dan atlet softball kota cilegon. Proses pengumpulan data oleh peneliti dengan cara Wawancara dan observasi dengan menggunakan teori kompetensi spencer & spencer yaitu sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seseorang individu. Hasil penelitian ini adalah pelatih dan atlet harus memiliki kemampuan komunikasi yang efektif agar dapat saling membantu dalam upaya pemecahan masalah. Adapun aktivitas komunikasi antara pelatih dan atlet dalam tim softball yang menjadi faktor pendukung yaitu keterbukaan, motivasi, kedisiplinan dan dukungan. menjadikan komunikasi antara pelatih dan atlet akan terjalin efektif.
6. Penelitian yang dilakukan dalam menyusun Skripsi ini di Tahun 2019 dengan judul “Aktifitas Komunikasi PPTS Jabar dalam melestarikan Seni Cianjuran” mengulas tentang bagaimana sebuah Komunitas Seni Sunda dalam berperan memajukan Budayanya sendiri melalui Aktifitas Komunikasi dalam Kelompoknya. Penelitian ini menggunakan Metode penelitian Kualitatif dengan pendekatan Etnografi Komunikasi. Hasil dari penelitian ini bisa mengetahui peran Aktifitas Komunikasi yang berperan dalam menjalankan roda kegiatan aktifitas PPTS JABAR dalam melestarikan Seni
Tembang Sunda Cianjuran. Dan komunikasi sangatlah berperan penting dalam kesuksesan sebuah kelompok, karena dengan dorongan aktivitas komunikasi dari ketua lalu ke anggota dengan cara persuasif dan kalimat- kalimat motivasi yang terus mendukung untuk maju dalam melestarikan kesenian tradisional seni tembang sunda cianjuran.
Judul Penelitian/
Tahun Penelitian
“Komunikasi
Kelompok Komunitas Army Surabaya”
(Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)
Tahun 2018
“Komunikasi
Kelompok Suporter
Bola Dalam
Membentuk Kohesivitas”
(Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Tahun 2013
“Aktifitas Komunikasi
Kelompok Dalam Melestarikan Seni Dan Budaya Bali Di Kalangan Sekaa Teruna Dharma Putra Banjar Atugan Blahbatuh Gianyar”
(Universitas Dwijendra)
Tahun 2018
“Komunikasi
Kelompok Pada Komunitas Instammet dalam meningkatkan kemampuan Fotografi Anggota”
(Universitas Lampung)
Tahun 2016
“Aktifitas Komunikasi Interpersonal Pelatih dan Atlet Softball Kota Cilegon”
(Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Tahun 2015
“Aktivitas Komunikasi Paguyuban Pamirig Tembang Sunda Cianjuran Jawa Barat Dalam Melestarikan Seni Cianjuran”
(Universitas BSI Bandung)
Tahun 2019
Nama Peneliti Tasbihatul Fikriya Tulus Muliawan Anak Agung Gede Agung Ptura
Ardiansyah Prima Aditya
Kiki Rizki Amirulloh
Sandi Sarika
Metode Penelitian Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini adalah komunikasi kelompok army Surabaya terbagi secara langsung dan
Hasil penelitian ini adalah komunikasi kelompok terbukti memberikan peran besar membangun
Hasil dari penelitian ini Dari penelitian tersebut hasilnya sangat efektif dilandasi dengan
Hasil dari penelitian
ini dimana
Komunikasi
kelompok yang terjadi didalam kelompok
Hasil penelitian ini adalah pelatih dan atlet harus memiliki
kemampuan
15
tidak langsung.
Komunikasi langsung dilaksanakan ketika ada pelaksanaan event, sedangkan komunikasi tidak langsung ialah melalui media sosial berupa grup chat. Dan diketahui bahwa penelitian ini memiliki pola satu arah, dua arah dan multi arah dalam berpendapat dan bertukar pikiran.
kohesivitas kelompok The Jakmania.
Intensitas komunikasi yang tinggi membuat hubungan
antaranggota
kelompok menjadi semakin erat.
sehingga kohesivitas kelompok juga semakin kuat tercipta.
keterbukaan,
kebersamaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan sehingga mampun
meningkatkan rasa persatuan,
kekompakan diantara seluruh anggota sekaa teruna untuk dapat melestarikan dan selalu menjaga seni dan budaya Bali.
begitu kuat dan sangat kohesif sehingga waktu individu anggotanya pun banyak dihabiskan dalam Kelompok tersebut, sehingga bisa dilihat dampak yang terlihat ialah seluruh anggota kelompok sangat memiliki solidaritas yang begitu kuat saling mendorong memajukan kelompok satu sama lain.
komunikasi yang efektif agar dapat saling membantu dalam upaya pemecahan masalah. Adapun aktivitas
komunikasi antara pelatih dan atlet dalam tim softball yang menjadi faktor pendukung yaitu keterbukaan, motivasi,
kedisiplinan dan dukungan.
menjadikan komunikasi antara pelatih dan atlet akan terjalin efektif.
Persamaan Dengan
Penelitian Yang Dilaksanakan
Penelitian tersebut sama-sama meniliti dengan menggunakan metode kualitatif dan membahas sebuah komunikasi dalam kelompok.
Penelitian tersebut sama-sama meniliti dengan menggunakan metode kualitatif dan membahas sebuah komunikasi dalam kelompok.
Penelitian tersebut tersebut sama-sama meniliti kesenian tradisional dengan menggunakan metode kualitatif dan membahas sebuah
Penelitian tersebut sama-sama meniliti dengan menggunakan metode kualitatif dan membahas sebuah komunikasi dalam kelompok.
Penelitian tersebut sama-sama meniliti dengan menggunakan metode kualitatif dan membahas Aktivitas
komunikasinya.
Penelitian tersebut sama-sama meniliti dengan menggunakan metode kualitatif dan ada beberapa yang membahas tentang Aktivitas
16
komunikasi dalam kelompok.
komunikasi dalam kelompok.
Perbedaan Dengan
Penelitian Yang Dilaksanakan
Penelitian ini hanya
fokus dalam
membahas mengenai pola dan alur dari komunikasi
kelompoknya.
Penelitian ini berfokus dalam meniliti sebuah kohesivitas dan peran anggota dalam membangun
kohesivitas tersebut.
Penelitian ini hanya
fokus dalam
membahas mengenai pola dan alur dari komunikasi
kelompoknya juga mengenai kegiatan kelompoknya. Fokus penelitian berbeda dan konten budaya yang diambil juga berbeda.
Penelitian ini berfokus dalam meniliti sebuah kohesivitas dan peran anggota dalam membangun
kohesivitas tersebut.
Penelitian tersebut sama-sama meniliti dengan menggunakan metode kualitatif dan ada beberapa yang membahas tentang Aktivitas komunikasi dalam kelompok.
Penelitian ini hanya fokus dalam melihat apa yang dicapai dan berbeda dengan penelitian
sebelumnya.
177
2.2 Kajian Literatur 2.2.1 Aktivitas Komunikasi
Dalam etnografi komunikasi, menemukan aktivitas komunikasi sama artinya dengan mengidentifikasikan peristiwa komunikasi dan atau proses komunikasi. Bagi Hymes, tindak tutur atau tindak komunikatif mendapatkan statusnya dari konteks sosial, bentuk gramatika dan intonasinya. Sehinggal level tindak tutur berada di antara level gramatika biasa dan peristiwa komunikatif atau situasi komunikatif dalam pengertian bahwa tindak tutur mempunyai implikasi bentuk linguistik dan norma norma sosial. Sehingga proses atau peristiwa komunikasi yang dibahas dalam etnografi komunikasi adalah khas yang dapat dibedakan dengan proses komunikasi yang dibahas pada konteks komunikasi yang lain. Apakah itu perspektif interaksi simbolik, mekanisme matematika, komunikasi kelompok, atau komunikasi dalam perspektif psikologi, dan sebagainya. Karena Etnografi komunikasi memandang komunikasi sebagai proses yang sirkuler dan dipengaruhi oleh sosiokultural lingkungan tempat komunikasi tersebut berlangsung, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi melibatkan aspek aspek sosial dan kultural dari pastisipan komunikasinya.
Untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi dalam etnografi komunikasi, diperlukan pemahaman mengenai unit-unit diskrit aktivitas komunikasi yang dikemukakan oleh Hymes. Unit-unit diskrit aktivitas komunikasi tersebut adalah :
a. Situasi komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktivitas yang sama didalam komunikasi yang terjadi.
b. Peristiwa komunikatif atau keseluruhan perangkat komponen yang utuh yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama, mempertahankan tone yang sama, dan kadiah-kaidah yang sama untuk interaksi, dalam setting yang sama. Sebuah peristiwa komunikatif dinyatakan berkahir, ketika terjadi perubahan pertisipan, adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh.
c. Tindak komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.
Jadi aktivitas komunikasi menurut etnografi komunikasi tidak bergantung pada adanya pesan, komunikator, komunikati, media, efek, dan sebagainya.
Sebaliknya yang dinamakan aktivitas komunikasi adalah aktivitas khas yang kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula. Sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi, adalah peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang. Kekhasan di sini tiada lain karena mendapat pengaruh dari aspek sosiokultural partisipan komunikasi.
Peristiwa komunikasi itu sendiri pada akhirnya akan membawa penelitian kepada pemolaan komunikasi, karena akan ditemukan hubungan-hubungan khas antar komponen pembentuk satu peristiwa komunikasi. Hymes membagi
komponen kajian etnografi komunikasi menjadi sebuah model yang diakronimkan ke dalam kata speaking, yang terdiri dari: setting, participants, ends, act sequence, key, instrumentalities, norms, genre. Berikut penjelasannya:
1. Setting, merupakan lokasi (tempat), waktu, dan aspek fisik situasi tersebut. Scene adalah abstrak psikologis, definisi kebudayaan mengenai situsi tersebut.
2. Participants, partisipan adalah pembicara, pendengar atau yang lainnya, termasuk kategori sosial yang berhubungan dengannya.
3. Ends, merupukan tujuan mengenai peristiwa secara umum dalam bentuk tujuan partisipan secara individual, secara konvensional dikenal juga sebagai fungsi dan diharapkan sebagai hasil akhir dari peristiwa yang terjadi.
4. Act sequence, disebut juga urutan tindakan komunikatif atau tindak tutur, termasuk di dalamnya isi pesan dan apa yang dikomunikasikan.
5. Keys, mengacu pada cara atau pelaksanaan tindakan tutur yang menjadi fokus acuan.
6. Instrumentalities, merupakan bentuk pesan (message form). Termasuk di dalamnya saluran vokal dan nonvokal, serta hakikat kode yang digunakan.
7. Norm of Interaction, merupakan norma-norma interksi, termasuk di dalamnya pengetahuan umum, pengandaian budaya yang relevan, atau pemahaman yang sama yang memungkinkan adanya inferensi
tertentu yang harus dibuat, apa yang perlu dipahami secara harafiah, apa yang perlu diabaikan dan lain-lain.
8. Genre, secara jelas didefinisikan sebagai tipe peristiwa, genre mengacu pada kategori-kategori seperti puisi, mitologi, pribahasa, ceramah, dan pesan-pesan komersial.
Menurut Dell Hymes, dalam (Kuswarno, 42 : 2011) 2.2.2 Komunikasi Kelompok
Dalam ilmu sosial apakah psikologi, atau sosiologi, yang disebut dengan kelompok adalah bukan sejumlah orang berkelompok atau kerumunan bersama- sama di suatu tempat, seperti halnya orang yang berkumpul di pasar, tetapi harus diperhatikan faktor situasinya. Keberadaannya disitu secara bersamaan hanya kebetulan saja, kelompok tersebut tidak saling mengenal. Kalaupun terjadi interaksi atau interkomunikasi, terjadinya hanya saat itu saja, sesudah itu tidak terjadi kembali komunikasi.
Dalam situasi kelompok terdapat hubungan psikologis, orang-orang yang terkait hubungan psikologis itu tidak selalu berada secara bersamaan di suatu tempat, orang dapat saja berpisah tetapi meskipun orang tersebut berpisah, tetap terikat oleh hubungan psikologis yang menyebabkan manusia berkumpul bersama- sama secara berulang-ulang dan bahkan setiap hari.
Untuk dapat memperoleh kejelasan mengenai pengertian kelompok, terlebih dahulu bisa diklasifikasikan kelompok menjadi dua jenis. Kelompok besar dan kelompok kecil, yang membedakan besar dan kecilnya itu tidak hanya dilihat dari
kuantitas jumlah, tetapi faktor psikologi yang mengikatnya. Robert F. Bales, dalam bukunya “Interaction Proses Analiysis” mendefinisikan kelompok kecil sebagai:
Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face-to-face meeting), dimana setiap anggota mendapat kesan atau sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat timbul pertanyaan, maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan
(Effendy, 2003:72).
Berdasarkan pengertian tersebut, sejumlah orang dalam situasi seperti itu harus berada dalam kesatuan psikologis dan interaksi. Menurut Alvin A Goldberg
& Carl E.Larson menjelaskan kelompok adalah :
Suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma- norma tertentu yang khas bagi kesatuan sosial tersebut
(Soemiati, 2007:31).
Kelompok biasanya memiliki tanda-tanda psikologis yang senantiasa terlihat dalam segala aktifitasnya, seperti anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok, ada sense of belonging yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota.
Selain itu, nasib-nasib anggota kelompok saling bergantung. Sehingga, hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Menurut pakar komunikasi Deddy Mulyana, dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” menyatakan bahwa kelompok adalah:
Sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal antara satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan- kawan terdekat, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan.
(Mulyana, 2008:74).
Beberapa definisi tersebut menjelaskan mengenai kelompok. Semua menekankan pada tujuan bersama dan saling mengenal di dalam sekumpulan orang, dengan artian kelompok merupakan kumpulan orang banyak yang mempunyai visi dan misi yang sama untuk kepentingan kelompok. Kelompok ini akan terbangun ketika orang-orang di dalamnya menyamakan maindset berpikir untuk kemajuan.
2.2.2.1 Pengertian Komunikasi kelompok menurut Tokoh
Komunikasi kelompok adalah Suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitik perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil. menurut (Mulyana 2008:6),
Komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Karena kelak dapat berpengaruh terhadap proses perkembangan individu dalam kelompok.
Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication).
Jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication). Sehubungan dengan itu
sering timbul pertanyaan, yang termasuk komunikasi kecil itu jumlah komunikannya berapa orang, demikian pula komunikasi kelompok besar. Apakah 100 orang atau 200 orang itu termasuk kelompok kecil atau kelompok besar. Secara teoritis dalam ilmu komunikasi untuk membedakan komunikasi kelompok kecil dari komunikasi kelompok besar tidak didasarkan pada jumlah komunikan dalam hitungan secara matematik, melainkan pada kualitas proses komunikasi. Pengertian kelompok disitu tidak berdasarkan pengertian psikologis, melainkan pengertian komunikologis.
Misalnya, sejumlah kecil orang-orang yang sedang berdiskusi mengenai karya puisi pada saat kegiatan komunitas Reading Light , secara psikologis bukan merupakan kelompok, melainkan kerumunan orang yang berkumpul bersama- sama untuk sesaat. Bagi ilmu komunikasi, itu kelompok, sejumlah orang yang sedang menjadi komunikan. Apakah itu komunikasi kelompok kecil atau komunikasi kelompok besar bergantung pada kualitas proses komunikasi.
Karakteristik yang membedakan komunikasi kelompok kecil dan kelompok besar dijelaskan dalam subbab selanjutnya.
2.2.2.2 Klasifikasi Kelompok
Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul diterminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar, semuanya disebut agregrat, bukan kelompok. Supaya agregrat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka, kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak
selalu formal) dan melibatkan interaksi diantara anggota-anggotanya. Jadi, dengan kata lain, kelompok mempunyai dua tanda psikologis.
Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (ada sense of belonging) yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain.
(Rakhmat, 2007:142).
Klasifikasi kelompok :
1. Kelompok primer dan kelompok sekunder. Walaupun setiap orang bisa menjadi anggota banyak kelompok, manusia terikat secara emosional pada beberapa kelompok saja. Hubungannya dengan keluarganya, kawan-kawan sepermainan, dan tetangga-tetangga dekat terasa lebih akrab, lebih personal dan lebih menyentuh hati kita. Kelompok ini disebut oleh Charles Horton Cooley (1909) sebagai kelompok primer.
Kelompok sekunder secara sederhana adalah lawan kelompok primer.
Hubungan kita dengannya tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Anggota yang termasuk kedalam kelompok sekunder adalah organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya.
2. Ingroup dan outgroup. Ingroup adalah kelompok tertentu, dan outgroup adalah kelompok tidak menentu. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun kelompok sekunder. Keluarga adalah ingroup yang kelompok primer. Fakultas kita adalah ingroup yang kelompok sekunder. Perasaan ingroup diungkapkan dengan kesetiaan, kesenangan, dan kerjasama.
Untuk membedakan ingroup dan outgroup, kita membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa yang masuk orang dalam, dan siapa orang luar. Batas-batas ini dapat berupa lokasi, geografis, suku bangsa, pandangan atau ideologi, pekerjaan atau profesi, bahasa, status sosial, dan kekerabatan. Dengan mereka yang termasuk lingkaran ingroup kita merasa terikat dalam semangat kekitaan semangat ini lazim disebut kohesivitas kelompok (cohesiveness).
3. Kelompok deskriptif dan kelompok prespektif John F. Cragan dan David W. Wright yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat dalam buku psikologi komunikasi membagi kelompok pada dua kategori yaitu kategori deskriptif dan kategori perspektif. Kategori deskriptif menunjukan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukan secara ilmiah, kategori prespektif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah- langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya. Untuk kategori kelompok deskriptif, manusia dapat mengelompokkan kelompok berdasarkan tujuannya (Rakhmat, 2007:142- 147).
Beberapa kutipan tersebut menjelaskan tentang pengklasifikasian kelompok yang ditinjau dari beberapa perspektif dengan menggunakan pendekatan psikologis, sehingga terlihat anggota kelompok dinilai dari beberapa latar ilmiah dan sikap anggota menjadikan tolak ukur untuk dijadikan sebagai karakter kelompok yang bisa dinilai. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana anggota bertinteraksi dengan anggota lainnya.
2.2.2.3 Ciri-ciri Komunikasi Kelompok
Dari pengertian komunikasi kelompok di atas dapat diambil kesimpulan, komunikasi kelompok disebutkan sebagai komunikasi dengan sejumlah orang yang tergabung didalam satu kumpulan, namun tidak semua kumpulan orang yang berkomunikasi disebut komunikasi kelompok, walaupun sejumlah orang secara fisik bersama-sama berada dalam suatu tempat yang sama dalam waktu yang sama belum tentu merupakan kelompok. Menurut Goldberg dan Larson yang disadur oleh Soemiati memberikan rangkuman komunikasi kelompok sebagai berikut:
1. Titik berat komunikasi kelompok adalah pada segala komunikasi kecil tentang bagaimana caranya untuk dapat mengerti proses komunikasi
kelompok, memperlihatkan hasilnya serta lebih menitikberatkan proses komunikasi kelompok.
2. Komunikasi kelompok hanya memusatkan perhatian pada proses komunikasi dalam kelompok kecil.
3. Komunikasi kelompok menitik beratkan pada deskripsi dan analisis, kedua-duanya mempunyai kepentingan terhadap efektivitas dan perkembangan keterampilan kelompok dalam jangka panjang.
4. Komunikasi kelompok merupakan situasi yang diatur, di mana para pesertanya mengidentifikasikan dirinya sebagai kelompok dan lebih menyadari saran-saran bersama.
5. Komunikasi kelompok lebih cenderung terjadi secara langsung dalam pertemuan tatap muka, lebih spontan, kurang teratur, dan berorientasi pada tujuan (dalam Soemiati, 2007:15).
Komunikasi kelompok yang cenderung memberikan pemahaman tentang komunikasi yang diberikan dari suatu komunikator pada kelompok secara langsung, sehingga mengetahui tentang sasaran pada siapa pesan akan disampaiakan. Komunikasi kelompok cenderung menitikberatkan pada pada deskripsi dan analisis, kedua-duanya mempunyai kepentingan terhadap efektivitas dan perkembangan keterampilan kelompok dalam jangka panjang.
2.2.2.4 Fungsi Komunikasi Kelompok
Menurut Michael Burgoon yang disadur oleh Pratikto ada empat fungsi kelompok yaitu :
1. Hubungan sosial, merupakan suatu bentuk interaksi yang dibangun dari kelompok untuk mengetahui dan saling mengenal satu sama lainnya.
Sehingga kelompok ini mampu membangun hubungan sosial secara internal dan eksternal.
2. Pendidikan, memberikan informasi secara edukatif dan mendorong pada prakter dalam memberikan pendapat, melakukan tugas kelompok dengan tujuan membangun kelompok maju dari segi pengetahuan pada anggota.
3. Persuasi, cara dalam berkomunikasi kelompok harus mengandung persuasi atau mengajak anggota lain untuk berinteraksi dengan anggota lainnya. Serta memberikan komunikasi persuasif untuk memberikan pendapat dan argument dari komunikator.
4. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Rakhmat, 2007:67).
Beberapa fungsi komunikasi kelompok memberikan pemahaman bahwa dalam kelompok tersebut harus mempunyai hubungan sosial, pendidikan, persuasi, dan problem solving dengan tujuan kelompok mempunyai dinamika dalam berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sehingga, fungsi ini mengikat anggota secara emosional ketika anggota berada di suatu kelompok. 2.2.3 Paguyuban
2.2.3.1 Pengertian Paguyuban Menurut Tonnies
Paguyuban adalah kelompok masyarakat dalam kehidupan yang dijalani bersama sehingga akan mengalami hubungan antar sesama anggota yang alami.
Oleh karena proses kehidupan yang dijalaninya sangat murni dan alamiah, tentunya ini akan memberikan hubungan yang kekal dan bertahan lama. Untuk informasi lebih lanjutnya seputar ciri-ciri dan contohnya jika suatu masyarakat dikatakan paguyupan atau bukan, langsung saja simak ulasannya d bawah ini.
2.2.3.2 Ciri-ciri Masyarakat Paguyuban
Ciri-ciri masyarakat paguyuban diantaranya ialah sebagai berikut : 1. Intimate
Ciri-ciri pertama dari masyarakat paguyuban diantaranya adalah intimate. Intimate merupakan sebuah kondisi dimana kelompok masyarakat tersebut memiliki hubungan intim dan sangat mendalam. Tidak hanya itu, rasa empati, simpati, yang terjalin dari masyarakat iu sendiri pun juga menjadi salah satu hal yang bisa dijadikan patokan dalam masyarakat paguyuban.
2. Private
Ciri-ciri yang kedua adalah private. Privat merupakan salah satu hubungan antar masyarakat yang bersifat lebih pribadi.
3. Exclusive
Ciri-ciri yang ketiga adalah exclusive. Exclusive berarti hubungan antar sesama yang memiliki anggota beberapa orang saja dan tidak terlalu banyak. Jadi hubungan dan interaksi sosialnya juga semakin exclusive dan menjadi lebih intim.
Paguyuban ini terbentuk juga karena adanya beberapa kesamaan, diantaranya adalah adanya kesamaan tempat, kesamaan pemikiran dan cara pandang, serta adanya keturunan ataupun hubungan darah yang semakin memperkuat mereka dalam mendorong paguyuban dan hubungan sosial. Maka dari itu mengenai paguyuban sangatlah unik untuk diteliti oleh peneliti dalam
penelitian Aktivitas komunikasi paguyuban pamirig tembang sunda dalam melestarikan seni cianjuran.
2.2.4 Seni Cianjuran
Cianjuran, adalah sebentuk seni yang merupakan perpaduan antara vokal dengan instrumental; perpaduan yang harmonis antara sebentuk seni suara sunda dengan sebentuk seni musik sunda (karagunan). Dalam keanekaragaman bentuk seni suara sunda dan bentuk keragunan sunda, seni cianjuran mempunyai bentuk dan warna tersendiri yang dapat dibedakan dari bentuk dan warna seni suara sunda dan keragunan sunda lainnya.
Jika kulminasi penciptaan seni cianjuran terjadi di kala cianjur di bawah bupati kusumaningrat, proses kea rah terciptanya tentu terjadi sebelum masa itu, untuk mengetahui cikal bakal seni cianjuran tersebut, serta kehidupannya pada masyarakat cianjur sebelum dalem pancaniti menjadi bupati.
2.2.4.1 Cikal Bakal Seni Cianjuran
Menelusuri terbentuknya seni cianjuran secara historis, tidak dapat melepaskan diri dari tinjauan terhadap unsur pembentuk yang menjadi cikal – bakalnya. Berdasarkan analisis, cikal-bakal seni cianjuran berasal dari tiga bentuk seni yang dipadukan dan diwarnai pula oleh beberpa unsur seni lainnya yang tidak begitu dominan. Ketiga bentuk seni yang dianggap menjadi cikal-bakal seni cianjuran ialah: Pantun, Degung, dan Tembang.
1. Pantun
Pengertian pantun dalam kesenian sunda tidak sama dengan pengertian pantun dalam kesusastraan melayu (Indonesia). Pantun dalam kesenian
Sunda ialah, pantun yang menggunakan alat musik kecapi yang bentuknya seperti perahu, dengan mengisahkan jama kerajaan pajajaran dan juru pantun yaitu seorang juru cerita yang melakonkan ’cerita pantun’
yang diiringi petikan ’pantun’ (kecapi perahu) sambil dideklamasikan atau dinyanyikan. Dan instrument pengiring biasa juga disebut waditra untuk mengiringi penembang dalam pentas seni cianjuran.
2. Seni Degung
Seperti halnya seni pantun, seni degung pun merupakan kesenian asli sunda jenis waditra atau alat musik yang digunakan semuanya hampir berbahan dasar dari perunggu, kuningan ataupun besi dan alat musik degung juga bisa dikatakan gamelan, jadi keseluruhan perangkatnya tersebut bisa dikatakan gamelan dan nama keseniannya dsebut seni degung. “seni degung telah hidup di cianjur sejak masa silam. Di kala cianjur di bawah bupati Wiratanu Datar VI(Bupati Enoh 1776-1813) seni degung telah hidup, terutama berkat adanya seniman kabupaten yang terkenal dengan julukan Dalem Seni menurut Rd. Wasitareja dalam (Sukanda, Atmadinata dkk.2016:33).
3. Seni Tembang
Bagi masyarakat sunda, pegertian tembang yang kata kerjanya menjadi nembang adalah melantunkan lagu yang liriknya merupakan puisi dangding. Adapun bahasa halus dari tembang ialah mamaos. Merujuk pada apa yang ditulis Ajip Rosidi dalam (Sukanda, Atmadinata dkk.
2016:55), tembang bukanlah asli milik masyarakat Sunda, namun pengaruh dari Mataram saat invasi ke tatar sunda pada abad XVII. Materi tembang berbentuk aturan puisi yang disebut oleh masyarakat sunda ialah pupuh. Pupuh yang dikenal di masyarakat sunda terdiri atas tujuh belas
aturan, dimana masing – masing aturan memiliki nama tersendiri, yaitu asmarandana, kinanti, magatru, mijil, dangdanggula, sinom dan sebagainya.
Dari pengertian tembang yang diambil dari kedua kamus bahasa Sunda tadi, diperoleh gambaran bahwa yang dimaksud tembang adalah lagu yang menggunakan lirik berbentuk dangding(aturan pupuh). Dalam khazanah kesusatraan Sunda, bentuk dangdingan terdiri atas wawacan (bentuk kisah/cerita menggunakan aturan pupuh) dan guguritan (ekspresi liris menggunakan aturan pupuh). Artinya jika ada lagu yang menggunakan lirik dari wawacan atau guguritan, maka lagu tersebut disebut tembang. Seni Cianjuran nama atau istilah lainnya dari Tembang Sunda Cianjuran, Kesenian tersebut merupakan perpaduan karya musik dan karya sastra. Dari berbagai jenis musik kacapian atau jenis seni suara Sunda dengan iringan waditra atau alat musik kacapi dan suling, seni cianjuran dianggap sebagai jenis seni suara yang bermutu, berharkat, dan bernilai luhung. Hal ini dirasakan baik oleh masyarakat Sunda sendiri maupun oleh suku bangsa lain di Indonesia, terutama oleh mereka yang mempunyai daya apresiasi seni yang tinggi, khususnya seni musik dan vokal, Namun bagi orang Sunda yang kurang bersentuhan dengan budayanya, maka nilai keluhungan karya musik dan sastra yang indah itu barangkali tidak akan bermakna apapun. Ubun R. Kubarsah dalam (Sukanda, Atmadinata dkk.2016:ix)
Tanpa adanya faktor penunjang atas terbentuknya, seni cianjuran tidak akan seperti yang dapat kita saksikan sekrang dan tidak akan tercipta di kala Dalem Pancaniti menjadi bupati cianjur. Faktor-faktor tersebut yang menjadi penunjang terbentuknya seni cianjuran ialah alam, tata kehidupan, seniman dan pimpinan.
2.3 Teori Pemikiran Kelompok (groupthink)
Teori Pemikiran Kelompok (groupthink) lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan satu mode berpikir sekelompok orang yang sifat kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat. Untuk mencapai kebulatan suara klompok ini mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Grouptink dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan timbulnya kemerosotan efesiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok dalam.
Pemikiran kelompok (groupthink) sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai semua rencana tindakan yang ada. Jadi groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya tidak efektif lagi. West dan Turner dalam dalam (Edi Santoso 2010: 274)
Anggota-anggota kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimana pencarian konsensus lebih diutamakan dibandingkan dengan pertimbangan akal sehat. Anda mungkin pernah berpartisipasi di dalam sebuah kelompok dimana keinginan untuk mencapai satu tujuan atau tugas lebih penting daripada menghasilkan pemecahan masalah yang masuk akal. Kelompok yang memiliki kemiripan antar anggotanya dan memiliki hubungan baik satu sama lain,
cenderung gagal menyadari akan adanya pendapat yang berlawanan. Mereka menekan konflik hanya agar mereka dapat bergaul dengan baik, atau ketika anggota kelompok tidak sepenuhnya mempertimbangkan semua solusi yang ada, mereka rentan dalam groupthink.
Dari sini, groupthink meninggalkan cara berpikir individu dan menekankan pada proses kelompok bagaimana proses keputusan yang dibuat oleh Paguyuban.
Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok. Dalam penelitian ini menggunakan teori groupthink yang menjadi acuan dalam penelitian ini, tetapi bukan menjadi penopang utama dalam penelitian ini, karena penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang lebih melihat kepada makna yang terjadi dilapangan, bukan mengkaji kebenaran teori yang sudah ada.
2.4 Kerangka Pemikiran
Berdsarkan uraian kerangka pemikiran diatas dapat dijelaskan bahwa proses penelitian Aktivitas Komunikasi Paguyuban Pamirig Tembang Sunda dalam melestarikan Seni Cianjuran (Studi Etnografi Komunikasi Tentang Aktivitas Komunikasi Paguyuban Pamirig Tembang Sunda dalam Melestarikan Seni Tembang Sunda Cianjuran). Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan
Aktivitas Komunikasi Seni Tembang Sunda
Cianjuran
Etnografi Komunikasi (Dell Hymes)
Teori Pemikiran Kelompok Situasi
Komunikasi dari Aktivitas Komunikasi
Peristiwa Komunikasi
dari Aktivitas Komunikasi
Tindakan Komunikasi
dari Aktivitas Komunikasi
konsep Etnografi Komunukasi dari Dell Hymes yang bisa melihat sebuah aktivitas komunikasi dari sudut pandang yang ada pada konsep dell hymes dan sangat membantu terhadap konsep atau pola dalam penelitian ini.
Fenomena penelitian ini dikaji menggunakan pendekatan Etnografi Komunikasi, dalam membuat pertanyaan penelitian ini dimulai dari menentukan latar belakang terlebih dahulu, berdasarkan konsep yang dipilih dari Etnografi Komunikasi Dell Hymes. Jadi peneliti yang pertama harus mengetahui situasi komunikasi yang terjadi, kemudian yang kedua bagaimana sebuah peristiwa yang terjadi dan ketiga bagaimana tindakan komunikasi dari PPTS yang membuat keputusan berlandaskan teori pemikiran kelompok.