• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori yang akan digunakan pada bab selanjutnya.

Materi yang dijelaskan meliputi pembahasan tentang produksi, graf, aljabar max plus, dan aplikasi aljabar max plus dalam produksi.

2.1 Produksi Sosis

Sosis merupakan makanan yang dapat dibuat dari berbagai jenis daging dengan berbagai macam cara, mulai dari sosis segar sampai sosis asap pedas. Sosis dibuat dari daging giling yang dicampur dengan lemak, garam, serta bumbu-bumbu lainnya dan kemudian dimasukan dalam wadah berbentuk lonjong. Sosis awalnya dibuat dengan tujuan untuk mengawetkan daging. Kata “sosis” berasal dari bahasa latin “salsus” yang berarti digarami atau diawetkan dengan menggunakan garam.

Selain dengan digarami, bahan-bahan penambah rasa seperti beri kering dan rempah juga ditambahkan ke sosis. Sosis sudah ditemukan di Cina, Romawi, dan Yunani sejak tahun 600 sebelum masehi (Allen, 2015).

Dikutip dari buku “Sausage: A Global History” (Allen, 2015), sosis dapat dibagi menjadi 4 jenis berdasarkan tahap pengolahannya, yaitu:

1. Sosis segar, sosis segar dibuat dari daging mentah yang dicincang, digiling, atau bahkan dihaluskan dan kemudian dibekukan sampai digunakan.

2. Sosis matang, sosis matang dimasak setelah diisi dan kemudian dibekukan sampai digunakan.

3. Sosis asap, sosis jenis ini diasapi setelah diisi. Tujuan pengasapan tersebut adalah memasak, menambahkan bumbu, dan mengawetkan sosis.

4. Sosis yang diawetkan, sosis jenis ini dibuat dari daging mentah yang diawetkan menggunakan garam selama beberapa minggu atau bulan.

Berdasarkan buku “Handbook of Meat and Meat Processing” (Hui, 2012), produksi sosis terdiri atas 5 tahapan yang dapat dilihat pada Gambar 2.1, yaitu:

1. Tahap penggilingan daging. Pada tahapan ini daging digiling untuk membuat bahan daging tersebut menjadi berukuran kecil dan sama rata. Daging yang

(2)

6

sudah digiling biasanya akan melewati proses curing, yaitu mengeluarkan cairan dari dalam daging.

2. Tahap pencampuran bahan daging dan non-daging. Pada tahapan ini bahan daging dan non-daging dimasukan ke mesin pencampur untuk mendapatkan rasa yang terdistribusi secara merata.

3. Tahap pengisian sosis. Pada tahap ini daging yang telah dicampur dengan bumbu diisi ke dalam kemasan sosis.

4. Tahap Pemasakan. Proses ini bertujuan untuk membuat daging sosis menjadi matang. Pemasakan dapat dilakukan melalui perebusan, mengasapan, maupun pengukusan.

5. Tahap pengemasan. Pada tahapan ini sosis dikemas ke dalam kemasan plastik kedap udara sehingga dapat menjaga kualitas sosis.

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Sosis

Penggilingan adonan

Pencampuran daging dan non daging

Pengisian sosis

Pengemasan Pengasapan

(3)

7

2.2 Graf dan Matriks

Sebuah graf 𝐺 = (𝑉, 𝐸) terdiri atas himpunan berhingga tak kosong 𝑉(𝐺) yang terdiri atas vertex (simpul) dan himpunan berhingga 𝐸(𝐺) yang terdiri edge (sisi) atau pasangan tidak terurut vertex di 𝑉(𝐺). 𝑉(𝐺) disebut sebagai himpunan vertex dan 𝐸(𝐺) disebut sebagai himpunan edge. Sebuah edge (dinotasikan 𝑥𝑦) menghubungkan vertex 𝑥 dan 𝑦(Saoub, 2018). Sebagai contoh, Gambar 2.2 merepresentasikan sebuah graf sederhana yang memiliki himpunan 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑒𝑥 𝑉(𝐺) = {𝑢, 𝑣, 𝑤, 𝑧}, dan himpunan edge 𝐸(𝐺) = {𝑢𝑣, 𝑢𝑤, 𝑣𝑤, 𝑤𝑧}.

Gambar 2.2 Graf 𝐺

Suatu graf dapat dikembangkan dengan memberikan bobot pada tiap sisinya.

Graf yang sisinya memiliki bobot disebut sebagai graf berbobot dan dinotasikan dengan 𝐺 = (𝑉, 𝐸, 𝑤). Bobot yang diberikan kepada suatu sisi 𝑒 dinotasikan sebagai 𝑤(𝑒) (Saoub, 2018). Sebagai contoh, Graf 𝐹 pada Gambar 2.3 merupakan suatu graf berbobot dengan 𝑤(𝑎𝑏) = 2, 𝑤(𝑏𝑐) = 3, dan 𝑤(𝑎𝑐) = 4.

Gambar 2.3 Graf 𝐹

Sebuah graf berarah 𝐷 = (𝑉, 𝐴) terdiri atas himpunan berhingga tak kosong 𝑉(𝐷) yang terdiri atas simpul, dan 𝐴(𝐷) merupakan himpunan pasangan terurut dari elemen 𝑉(𝐷) yang disebut sebagai arc (busur) atau edge berarah. 𝑉(𝐷) disebut sebagai himpunan vertex, sedangkan 𝐴(𝐷) disebut sebagai himpunan arc.

Sebuah arc (𝑣, 𝑤) biasanya ditulis sebagai 𝑣𝑤, yang artinya arc tersebut bearah dari 𝑣 menuju 𝑤 (Saoub, 2018). Gambar 2.4 menunjukan suatu graf berarah D dengan 𝑉(𝐷) = {𝑣, 𝑤, 𝑢, 𝑧} dan 𝐴(𝐷) = {𝑣𝑤, 𝑢𝑧, 𝑤𝑢, 𝑧𝑤}.

𝑎 2

4 3

𝑐

𝑏 𝑤 𝑣

𝑢

𝑢𝑣 𝑢𝑤

𝑣𝑤 𝑤𝑧 𝑧

(4)

8

Gambar 2.4 Graf D

Dari graf berbobot dan graf berarah diperoleh definisi dari graf berbobot dan berarah. Suatu graf berbobot dan berarah 𝐷 = (𝑉, 𝐴, 𝑤) terdiri atas himpunan berhingga tak kosong 𝑉(𝐷) yang terdiri atas simpul, dan 𝐴(𝐷) merupakan himpunan pasangan terurut dari elemen 𝑉(𝐷) yang disebut sebagai busur berbobot (Saoub, 2018). Sebagai contoh, Gambar 2.5 menunjukan graf 𝑆 yang merupakan graf bearah dan berbobot dengan 𝑉(𝑆) = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑}, 𝐴(𝑆) = {𝑎𝑏, 𝑏𝑐, 𝑏𝑑, 𝑐𝑎}, 𝑤(𝑎𝑏) = 3, 𝑤(𝑏𝑐) = 6, 𝑤(𝑏𝑑) = 4, dan 𝑤(𝑐𝑎) = 4.

Gambar 2.5 Graf 𝑆

Graf berarah dan berbobot dapat disajikan ke dalam bentuk matriks representatif yang menyatakan bobot dan arah arc dari graf tersebut serta juga berlaku untuk sebaliknya. Jika suatu graf berarah dan berbobot memiliki 𝑛 vertex, maka matriks representatifnya berukuran 𝑛 × 𝑛. Misal matriks 𝐴 merupakan representasi dari suatu graf berarah dan berbobot dan pada graf tersebut terdapat arc 𝑖𝑗, maka nilai dari 𝑎𝑖𝑗 ∈ 𝐴 adalah bobot dari arc 𝑖𝑗. Jika tidak ada arc yang mengarah dari simpul 𝑖 ke simpul 𝑗 pada graf tersebut, maka nilai 𝑎𝑖𝑗 adalah 0 (Saoub, 2018). Gambar 2.6 menunjukan contoh matriks representatif yang merupakan representasi dari graf 𝑆.

𝑣 𝑤

𝑧𝑤 𝑢𝑧

𝑤𝑢

𝑢

𝑧

𝑎 𝑏

𝑐 𝑑 3

4 6 4

𝑣𝑤

(5)

9 [

0 3 0 0

0 0 6 4

4 0 0 0

0 0 0 0

]

Gambar 2.6 Matriks Representasi Graf S

2.3 Aljabar Max-Plus

Aljabar Max-Plus atau (ℝ ∪ {𝜀}, ⊕ , ⊗) adalah suatu struktur aljabar di mana ℝ𝑚𝑎𝑥 = ℝ ∪ {𝜀}, ℝ merupakan himpunan bilangan real dan 𝜀 = −∞, yang dilengkapi dengan operasi maksimum, dinotasikan dengan ⨁ dibaca “o-plus” dan operasi penjumlahan, dinotasikan dengan ⊗ dibaca “o-times” (Heidergott, 2006).

Untuk setiap 𝑥, 𝑦 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥 , didefinisikan operasi maksimum dan operasi penjumlahan sebagai:

𝑥 ⊕ 𝑦 ≝ max(𝑥, 𝑦) dan 𝑥 ⊗ 𝑦 ≝ 𝑥 + 𝑦

Perpangkatan juga diperkenalkan pada Aljabar Max-Plus dengan menggunakan sifat penjumlahan. Perpangkatan pada Aljabar Max-Plus ditulis dengan 𝑥⊗𝑛, yang berarti 𝑥 ditambahkan sebanyak 𝑛 kali atau

𝑥⊗𝑛 ≝ 𝑥 ⊗ 𝑥 ⊗ … ⊗ 𝑥⏟

𝑛

= 𝑛𝑥.

Berikut ini merupakan beberapa ilustrasi dari operasi ⊕ dan ⊗:

1. Operasi Maksimum (⊕) a. 6 ⊕ 2 = max(6, 2) = 6

b. 𝜀 ⊕ 4 ⊕ 2 = max(𝜀, 4, 2) = 4 2. Operasi Penjumlahan (⊗)

a. 2 ⊗ 5 = 2 + 5 = 7

b. 2 ⊗ 𝜀 ⊗ 3 = 2 + (−∞) + 3 = 𝜀

3. Operasi ⊗ lebih diprioritaskan daripada operasi ⊕ a. 3 ⊕ 1 ⊗ 2 = 3 ⨁ (1 ⊗ 2)

6 ⨁ 2 ⊗ 4= 3 ⨁ 3 6 ⨁ 2 ⊗ 4= 3

b. 3 ⊕ 1 ⊗ 2 ⊕ 4 = 3 ⊕ (1 ⊗ 2) ⊕ 4 3 ⊕ 1 ⊗ 2 ⊕ 4= 3 ⊕ 3 ⊕ 4

3 ⊕ 1 ⊗ 2 ⊕ 4= 4

(6)

10

4. Perpangkatan

a. 3⊗5 = 3(5) = 15 b. 412 =1

2(4) = 2

Selanjutnya (ℝ ∪ {𝜀}, ⊕ , ⊗) merupakan suatu semiring dengan elemen netral 𝜀 dan elemen satuan 𝑒 = 0. Untuk setiap elemen 𝑥, 𝑦, 𝑧 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥 berlaku sifat-sifat aljabar berikut:

1. Sifat komutatif terhadap ⊕

𝑥 ⊕ 𝑦 = max(𝑥, 𝑦) = max(𝑦, 𝑥) = 𝑦 ⊕ 𝑥 2. Sifat komutatif terhadap ⊗

𝑥 ⊗ 𝑦 = 𝑥 + 𝑦 = y + x = 𝑦 ⊗ 𝑥 3. Sifat asosiatif terhadap ⊕

(𝑥 ⊕ 𝑦) ⊕ 𝑧 = max(max(𝑥, 𝑦), 𝑧) (𝑥 ⊕ 𝑦) ⊕ 𝑧= max(𝑥, 𝑦, 𝑧) (𝑥 ⊕ 𝑦) ⊕ 𝑧= max(𝑥, max(𝑦, 𝑧)) (𝑥 ⊕ 𝑦) ⊕ 𝑧= 𝑥 ⊕ (𝑦 ⊕ 𝑧) 4. Sifat asosiatif terhadap ⊗

(𝑥 ⊗ 𝑦) ⊗ 𝑧 = (𝑥 + 𝑦) + 𝑧 (𝑥 ⊗ 𝑦) ⊗ 𝑧= 𝑥 + (𝑦 + 𝑧) (𝑥 ⊗ 𝑦) ⊗ 𝑧= 𝑥 ⊗ (𝑦 ⊗ 𝑧)

5. Memiliki elemen netral 𝜀 terhadap operasi ⊕

𝑥 ⊕ 𝜀 = max(𝑥, −∞) = 𝑥 = max(−∞, 𝑥) = 𝜀 ⊕ 𝑥 6. Memiliki elemen satuan 𝑒 terhadap operasi ⊗

𝑥 ⊗ 𝑒 = 𝑥 + 𝑒 = 𝑥 = 𝑒 + 𝑥 = 𝑒 ⊗ 𝑥 7. Untuk semua 𝑥 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥, berlaku

𝑥 ⊗ 𝜀 = 𝑥 + 𝜀 = 𝑥 + (−∞) = −∞ = (−∞) + 𝑥 = 𝜀 ⊗ 𝑥 8. Operasi ⊕ dan ⊗ distributif kanan dan kiri

𝑥 ⊗ (𝑦 ⊕ 𝑧) = 𝑥 + max(𝑦, 𝑧) = max(𝑥 + 𝑦, 𝑥 + 𝑧) = (𝑥 ⊗ 𝑦) ⊕ (𝑥 ⊗ 𝑧) (𝑥 ⊕ 𝑦) ⊗ 𝑧 = max(𝑥, 𝑦) + 𝑧 = max(𝑥 + 𝑧, 𝑦 + 𝑧) = (𝑥 ⊗ 𝑧) ⊕ (𝑦 ⊗ 𝑧) 9. Idempoten terhadap operasi ⊕

𝑥 ⊕ 𝑥 = 𝑥

(7)

11 Operasi ⊕ dan ⊗ dalam aljabar max plus dapat diperluas untuk operasi matriks atas aljabar max-plus. Himpunan matriks ukuran 𝑛 × 𝑚 untuk 𝑛, 𝑚 ∈ ℕ dalam aljabar max plus dinotasikan dengan ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×𝑚. Banyaknya baris pada matriks adalah 𝑛, sedangkan banyaknya kolom pada matriks adalah 𝑚. Elemen matriks A dapat ditulis sebagai 𝑎𝑖𝑗, untuk 𝑖 ∈ {1,2, … , 𝑛} dan 𝑗 ∈ {1,2, … , 𝑚}, dan juga dapat ditulis sebagai [𝐴]𝑖𝑗 (Butkovic, 2010).

Sifat penjumlahan matriks dan perkalian matriks dalam aljabar max plus adalah sebagai berikut:

1. Penjumlahan matriks 𝐴, 𝐵 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×𝑚 adalah

[𝐴 ⊕ 𝐵]𝑖,𝑗= 𝑎𝑖𝑗 ⊕ 𝑏𝑖𝑗 = max (𝑎𝑖𝑗, 𝑏𝑖𝑗) 2. Perkalian skalar dengan matriks pada aljabar max plus

Operasi perkalian skalar dalam matriks atas aljabar max plus dinotasikan oleh 𝑎 ⊗ 𝐴 untuk setiap 𝐴 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×𝑚 dan 𝑎 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥 didefinisikan oleh

[𝑎 ⊗ 𝐴]𝑖,𝑗 = 𝑎 ⊗ 𝑎𝑖𝑗 untuk 𝑖 = {1,2, … , 𝑛} dan 𝑗 = {1,2, … , 𝑚}

3. Perkalian matriks dengan matriks di dalam aljabar max plus

Misal terdapat 𝐴 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×𝑝 dan 𝐵 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑝× 𝑚, maka elemen dari hasil kali matriks A dan B dinotasikan sebagai

[𝐴 ⊗ 𝐵]𝑖,𝑗 = (𝑎𝑖1⊗ 𝑏1𝑗) ⊕ (𝑎𝑖2⊗ 𝑏2𝑗) ⊕ … ⊕ (𝑎𝑖𝑝⊗ 𝑏𝑝𝑗).

4. Pangkat ke-𝑘 dari matriks 𝐴 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×𝑛 yang dinotasikan oleh 𝐴⊗𝑘 adalah 𝐴⊗𝑘 = 𝐴 ⊗ 𝐴 ⊗ . . .⊗ 𝐴 (sebanyak 𝑘 kali)

untuk 𝑘 ∈ ℕ.

Berikut adalah contoh operasi maksimum (⊕) dan penjumlahan (⊗) dalam matriks. Jika diberikan matriks 𝐴 = (2 3

𝑒 4), matriks 𝐵 = ( 3 5

−1 4), dan skalar 𝛼 = 4, maka dengan menggunakan notasi matriks dalam aljabar max plus diperoleh.

1. Penjumlahan matriks A dan B adalah 𝐴 ⊕ 𝐵 = (max(2,𝑎3) max(3,𝑎 5)

max(𝑒, −1) max(4,𝑎 4)) = ( 3 5

−1 4)

(8)

12

2. Perkalian matriks A dan B adalah

𝐴 ⊗ 𝐵 = (max(2 + 3,𝑎 3 − 1) max(2 + 5,𝑎 3 + 4)

max(𝑒 + 3,𝑎4 − 1) max(𝑒 + 5,𝑎4 + 4)) = (5 7 3 8) 3. Perkalian skalar 𝛼 dan matriks 𝐴 adalah

𝛼 ⊗ 𝐵 = 4 ⊗ (2 3

𝑒 4) = (4 + 2 4 + 3

4 + 𝑒 4 + 4) = (6 7 4 8)

Seperti aljabar linier biasa pada umumnya, suatu matriks persegi 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 dalam aljabar max plus juga dapat dicari nilai eigen dan vektor eigennya (Heidergott, 2006). Bila diberikan suatu persamaan:

𝐴 ⊗ 𝑥 =𝜆⊗ 𝑥… … … …(2.1) maka 𝜆 ∈ ℝ dan vektor 𝑥 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×1 berturut-turut dinamakan sebagai nilai eigen dan vektor eigen dari matriks 𝐴. Salah satu cara untuk mendapatkan nilai eigen dari suatu matriks aljabar max plus adalah dengan menggunakan metode power atau power method. Terdapat suatu persamaan 𝑥𝑡+1 = 𝐴𝑥𝑡, di mana 𝑡 = 0, 1, 2, …, vektor 𝑥 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×1 dan 𝐴 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥𝑛×𝑛. 𝑥0 disebut sebagai vektor awal dan diasumsikan sebagai vektor eigen dari 𝐴, maka 𝑥1 = 𝐴𝑥0 =𝜆𝑥0, 𝑥2= 𝐴𝑥1=𝜆𝑥1= 𝜆2𝑥0 dan seterusnya, di mana 𝜆 merupakan nilai eigen atau nilai karakteristik dari matriks 𝐴.

Secara umum persamaan itu dapat ditulis sebagai 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥𝑡+1 =𝜆𝑥𝑡, 𝑡 = 0, 1, 2, … atau

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑥𝑡 =𝜆𝑡𝑥0, 𝑡 = 0, 1, 2, … Misalkan 𝑡 = 𝑘 + 𝑝, maka diperoleh

𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑥𝑘+𝑝 = 𝜆𝑘+𝑝𝑥0 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑥𝑘+𝑝 = 𝜆𝑝𝜆𝑘𝑥0 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑥𝑘+𝑝 = 𝜆𝑝𝑥𝑘 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑥𝑘+𝑝 = 𝜆𝑝⊗𝑥𝑘 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑥𝑘+𝑝 =𝜆𝑝 + 𝑥𝑘 Sehingga didapatkan

𝜆 =𝑥𝑘+𝑝− 𝑥𝑘

𝑝 … … … …(2.2) Vektor eigen 𝑥 dapat di representasikan dalam persamaan (2.3)

𝑥 = 𝑥𝑘+𝑝−1⨁𝜆𝑥𝑘+𝑝−2⨁𝜆2𝑥𝑘+𝑝−3⨁ … ⨁𝜆𝑝 −1𝑥𝑘… … … .(2.3)

(9)

13 Hal ini disebabkan oleh

as𝐴 ⊗ 𝑥 = 𝐴 ⊗ (𝑥𝑘+𝑝−1⊕ 𝜆𝑥𝑘+𝑝−2⊕ 𝜆2𝑥𝑘+𝑝−3⊕ … ⊕ 𝜆𝑝−1𝑥𝑘)

as𝐴 ⊗ 𝑥= 𝐴 ⊗ 𝑥𝑘+𝑝−1 ⊕ 𝐴 ⊗ 𝜆𝑥𝑘+𝑝−2⊕ 𝐴 ⊗ 𝜆2𝑥𝑘+𝑝−3 ⊕ … ⊕ 𝐴 ⊗ 𝜆𝑝−1𝑥𝑘 Karena 𝑥𝑡+1 = 𝐴𝑥𝑡 dan 𝑥𝑡+1= 𝜆𝑥𝑡, maka

as𝐴 ⊗ 𝑥= 𝑥𝑘+𝑝⊕ 𝜆𝑥𝑘+𝑝−1⊕ 𝜆2𝑥𝑘+𝑝−2⊕ … ⊕ 𝜆𝑝−1𝑥𝑘+1 as𝐴 ⊗ 𝑥= 𝜆𝑥𝑘+𝑝−1⊕ 𝜆2𝑥𝑘+𝑝−2⊕ 𝜆3𝑥𝑘+𝑝−3⊕ … ⊕ 𝜆𝑝𝑥𝑘 as𝐴 ⊗ 𝑥= 𝜆 ⊗ (𝑥𝑘+𝑝−1⊕ 𝜆𝑥𝑘+𝑝−2⊕ 𝜆2𝑥𝑘+𝑝−3⊕ … ⊕ 𝜆𝑝−1𝑥𝑘) as𝐴 ⊗ 𝑥 = 𝜆 ⊗ 𝑥

Contoh: misal 𝑥0 = (0

0) dan 𝐴 = (3 7

2 4), maka 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑥1= (3 7

2 4) (0

0) = (7 4) 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑥2 = (3 7

2 4) (7

4) = (11 9) 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑥3 = (3 7

2 4) (11

9) = (16 13) 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑥3 = 9 ⊗ (7

4) = 9 ⊗ 𝑥1

sehingga diperoleh nilai eigen dari 𝐴, yaitu 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝜆 = 𝑥3− 𝑥1

3 − 1 =9 2 dan vektor eigennya yaitu

𝑥 = 𝑥2 ⊕ 𝜆𝑥1= (11

9) ⊕ 4,5 ⊗ (7

4) = (11

9) ⊕ (11,5

8,5 ) = (11,5 9 ) Sama seperti vector eigen aljabar pada umumnya, vektor eigen dalam aljabar max-plus dapat memiliki banyak nilai (Tam, 2010). Misalkan 𝑥 merupakan vektor eigen dan 𝑦 = 𝑎 ⊗ 𝑥 di mana 𝑎 ∈ ℝ, maka

𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑎𝐴 ⊗ 𝑦 = 𝐴 ⊗ 𝑎 ⊗ 𝑥… … … . .(2.4) 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑎𝐴 ⊗ 𝑦= 𝑎 ⊗ (𝐴 ⊗ 𝑥)

𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑎𝐴 ⊗ 𝑦= 𝑎 ⊗ (𝜆 ⊗ 𝑥) 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑎𝐴 ⊗ 𝑦= 𝜆 ⊗ 𝑎 ⊗ 𝑥 𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑑𝑎𝑠𝑎𝐴 ⊗ 𝑦 = 𝜆 ⊗ 𝑦

2.4 Model Sistem Produksi Aljabar Max-Plus

Aljabar Max-Plus dapat digunakan untuk menyelesaikan penjadwalan sistem produksi. Tujuannya adalah untuk mengetahui periode dari suatu sistem dan mencari waktu mulai dari suatu unit produksi (Subiono, 2015). Terdapat tujuh

(10)

14

komponen dalam penjadwalan sistem produksi yang memiliki unit sebanyak 𝑛, yang didefinisikan dengan:

1. 𝑢(𝑘) adalah waktu barang memasuki sistem pada saat ke-(𝑘 + 1),

2. 𝑥𝑖(𝑘) adalah waktu barang mulai diproses pada mesin ke-𝑖 (𝑃𝑖) pada saat ke- 𝑘 untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛,

3. 𝑑𝑖 adalah durasi proses barang pada mesin 𝑃𝑖,

4. 𝑡𝑖,𝑗 adalah durasi pemindahan barang dari mesin 𝑃𝑖 menuju mesin 𝑃𝑗,

5. 𝑡0,𝑖 adalah durasi pemindahan barang dari masuknya barang ke sistem menuju unit 𝑃𝑖,

6. 𝑡𝑖,𝑛+1 adalah durasi pemindahan barang dari unit 𝑃𝑖 menuju keluarnya barang dari sistem,

7. 𝑦(𝑘) adalah waktu barang sudah meninggalkan sistem pada saat ke-𝑘.

Contoh sistem produksi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.7 Sistem Produksi Sederhana

Gambar 2.6 menunjukan sistem produksi sederhana dengan 1 unit mesin produksi.

Bahan baku ke-(𝑘 + 1) memasuki sistem pada waktu 𝑢(𝑘) dikirim selama 𝑡0,1 satuan waktu ke mesin 𝑃1 dan diproses selama 𝑑1 satuan waktu. Setelah bahan baku diproses pada mesin 𝑃1, barang kemudian dikirim selama 𝑡1,2 satuan waktu untuk meninggalkan sistem pada saat 𝑦(𝑘). Selanjutnya ditentukan waktu mesin 𝑃1 mulai bekerja pada saat ke-(𝑘 + 1), yang dinotasikan dengan 𝑥1(𝑘 + 1). Mesin 𝑃1 mulai bekerja pada saat ke-(𝑘 + 1) pada saat bahan baku yang ke-(𝑘 + 1) sampai di unit 𝑃1 dan saat proses produksi ke-k di unit 𝑃1 selesai. Kondisi tersebut dapat ditulis sebagai model aljabar max plus seperti pada persamaan (2.5).

𝑡𝑎𝑠ℎ𝑖𝑔𝑎𝑤𝑎𝑦𝑢𝑥1(𝑘 + 1) = max(𝑢(𝑘) + 𝑡0,1, 𝑥1(𝑘) + 𝑑1) 𝑡𝑎𝑠ℎ𝑖𝑔𝑎𝑤𝑎𝑦𝑢𝑥1(𝑘 + 1) = 𝑢(𝑘) ⊗ 𝑡0,1⊕ 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1 (2.5)

𝑢(𝑘)

𝑑1

𝑃1 𝑦(𝑘)

𝑡0,1 𝑡1,2

(11)

15 Untuk semua 𝑘 ∈ 𝑁0, di mana 𝑁0 merupakan himpunan bilangan bulat tak negatif.

Selanjutnya, ditentukan waktu barang ke-𝑘 meninggalkan sistem yang dinotasikan sebagai 𝑦(𝑘). Barang ke-𝑘 meninggalkan sistem ketika mesin 𝑃1 sudah selesai memproses barang tersebut dan mengirimnya. Kondisi tersebut dapat ditulis sebagai persamaan (2.6).

𝑡𝑎𝑠ℎ𝑖𝑔𝑎𝑤𝑎𝑦𝑢𝑦(𝑘) = 𝑥1(𝑘) + 𝑑1+ 𝑡1,2 (2.6) 𝑡𝑎𝑠ℎ𝑖𝑔𝑎𝑤𝑎𝑦𝑢𝑦(𝑘)= 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1⊗ 𝑡1,2

Jika barang ke-(𝑘 + 1) memasuki sistem ketika barang ke-𝑘 meninggalkan sistem (𝑢(𝑘) = 𝑦(𝑘)), maka barang ke-(𝑘 + 1) mulai diproses pada mesin 𝑃1 saat 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥1(𝑘 + 1) = 𝑢(𝑘) ⊗ 𝑡0,1 ⊕ 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓 𝑥1(𝑘 + 1)= 𝑦(𝑘) ⊗ 𝑡0,1 ⊕ 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓 𝑥1(𝑘 + 1)= 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1 ⊗ 𝑡1,2⊗ 𝑡0,1 ⊕ 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓 𝑥1(𝑘 + 1)= 𝑥1(𝑘) ⊗ 𝑑1 ⊗ 𝑡1,2⊗ 𝑡0,1

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥1(𝑘 + 1) = 𝑦(𝑘) ⊗ 𝑡0,1

Artinya, mesin 𝑃1 mulai bekerja untuk ke-(𝑘 + 1) pada saat 𝑡0,1 satuan waktu setelah barang ke-𝑘 keluar dari sistem (Subiono, 2015).

Contoh lain sistem produksi dapat dilihat pada Gambar 2.7 (Subiono, 2015).

Gambar 2.8 Sistem Produksi

Sistem produksi pada Gambar 2.7 terdiri atas tiga unit mesin pemroses, yaitu unit 𝑃1, unit 𝑃2, dan unit 𝑃3. Masing-masing mesin unit memproses selama 𝑑1 = 5, 𝑑2= 6, dan 𝑑3 = 3. Sistem tersebut dinotasikan sebagai

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥1(𝑘 + 1) = 𝑢(𝑘) ⊗ 2 ⊕ 𝑥1(𝑘) ⊗ 5 𝑑1=5

𝑃1 𝑢(𝑘) 𝑡0,1=2

𝑡0,2=0

𝑑2=6 𝑡2,3=0 𝑡1,3=1

𝑡3,4=0 𝑦(𝑘) 𝑑3=3

𝑃2

𝑃3

(12)

16

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥2(𝑘 + 1) = 𝑢(𝑘) ⊗ 0 ⊕ 𝑥2(𝑘) ⊗ 6

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥3(𝑘 + 1) = 𝑥1(𝑘) ⊗ 5 ⊗ 1 ⊕ 𝑥2(𝑘) ⊗ 6 ⊗ 0 ⊕ 𝑥3(𝑘) ⊗ 3 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑎𝑦(𝑘) = 𝑥3(𝑘) ⊗ 3 ⊗ 0

Persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks aljabar Max-Plus 𝑥(𝑘 + 1) = (

5 𝜀 𝜀 𝜀 6 𝜀 6 6 3

) ⊗ 𝑥(𝑘) ⊕ ( 2 0 𝜀

) ⊗ 𝑢(𝑘)

𝑦(𝑘) = (𝜀 𝜀 3) ⊗ 𝑥(𝑘)

di mana 𝑥(𝑘) = (𝑥1(𝑘) 𝑥2(𝑘) 𝑥3(𝑘))T, T dalam hal ini menyatakan transpose.

Asumsi bahwa bila saat waktu bahan baku ke-(k + 1) dimasukan ke sistem ketika barang hasil produksi sebelumnya keluar sistem, yang dinotasikan dengan 𝑢(𝑘) = 𝑦(𝑘), maka dari persamaan di atas diperoleh:

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(𝑘 + 1) = (

5 𝜀 𝜀 𝜀 6 𝜀 6 6 3

) ⊗ 𝑥(𝑘) ⊕ ( 2 0 𝜀

) ⊗ 𝑢(𝑘)

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(𝑘 + 1)= (

5 𝜀 𝜀 𝜀 6 𝜀 6 6 3

) ⊗ 𝑥(𝑘) ⊕ ( 2 0 𝜀

) ⊗ 𝑦(𝑘)

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(𝑘 + 1)= (

5 𝜀 𝜀 𝜀 6 𝜀 6 6 3

) ⊗ 𝑥(𝑘) ⊕ ( 2 0 𝜀

) ⊗ (𝜀 𝜀 3) ⊗ 𝑥(𝑘)

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(𝑘 + 1)= (

5 𝜀 𝜀 𝜀 6 𝜀 6 6 3

) ⊗ 𝑥(𝑘) ⊕ (

𝜀 𝜀 5 𝜀 𝜀 3 𝜀 𝜀 𝜀

) ⊗ 𝑥(𝑘)

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(𝑘 + 1)= ((

5 𝜀 𝜀 𝜀 6 𝜀 6 6 3

) ⊕ (

𝜀 𝜀 5 𝜀 𝜀 3 𝜀 𝜀 𝜀

)) ⊗ 𝑥(𝑘)

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(𝑘 + 1) = (

5 𝜀 5 𝜀 6 3 6 6 3

) ⊗ 𝑥(𝑘)

Selanjutnya, dikaji perilaku dinamik dari sistem dengan mensimulasikan beberapa keadaan awal, yaitu 𝑥(0) = [0 0 0]T dan 𝑥(0) = [1 2 2]T.Untuk 𝑥(0) = [0 0 0]T, diperoleh evolusi sistem untuk 𝑘 = 0, 1, 2, 3, 4 yaitu

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(0) = [10 10 10]T, 𝑦(0) = 3 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(1) = [15 16 16]T, 𝑦(1) = 9 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(2) = [11 12 12]T, 𝑦(2) = 15 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(3) = [17 18 18]T, 𝑦(3) = 21

(13)

17 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(4) = [23 24 24]T, 𝑦(4) = 27

Terlihat keadaan sistem telah mencapai periodik pada saat 𝑘 = 1 dengan periodenya adalah 6, yang berarti 𝑥(2) = 6 ⊗ 𝑥(1), 𝑥(3) = 6 ⊗ 𝑥(2), dan 𝑥(4) = 6 ⊗ 𝑥(3). Untuk 𝑥(0) = [1 2 2]T, diperoleh evolusi sistem untuk produksi ke 𝑘 = 0,1,2,3 yaitu

𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(0) = [11 12 12]T, 𝑦(0) = 5 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(1) = [17 18 18]T, 𝑦(1) = 11 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(2) = [13 14 14]T, 𝑦(2) = 17 𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑎𝑠𝑑𝑓𝑥(3) = [19 20 20]T, 𝑦(3) = 23

Keadaan sistem telah mencapai periodik dari awal proses dengan periodenya adalah 6, yang berarti dengan nilai awal 𝑥(0) = [1 2 2]T akan diperoleh suatu jadwal dari setiap mesin aktif secara teratur dengan periode 6, dengan kata lain nilai eigennya adalah 6 dan vektor eigennya adalah [1 2 2]T. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keadaan awal sistem 𝑥(0) = [1 2 2]T merupakan keadaan awal yang baik saat sistem aktif (Subiono, 2015).

2.5 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

1 Indriyani (2016).

Permasalahan: Mengkonstruksi alur produksi gula berdasarkan kondisi yang terdapat pada pabrik gula.

Hasil: aljabar Max-Plus dapat memodelkan dan mengkonstruksi penjadwalan pada sistem produksi gula.

2 Subiono (2004).

Permasalahan: Memodelkan suatu Sistem Kejadian Diskrit dengan menggunakan pendekatan aljabar max-plus.

(14)

18

Hasil: didapat suatu gambaran tentang suatu model dari suatu sistem produksi sederhana menggunakan aljabar max-plus.

3 Afif (2019). Permasalahan: Memodelkan dan menganalisa rantai pasok pada sistem produksi menggunakan aljabar max-plus.

Hasil: dengan menggunakan aljabar max-plus diperoleh lama waktu produksi dan distribusi barang.

Referensi

Dokumen terkait

berbobot 3, jumlah kecelakaan berbobot 1.. Grafik cusum merupakan suatu prosedur statistik standar sebagai kontrol kualitas untuk mendeteksi perubahan dari nilai

“Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan untuk membangun simpul-simpul kerja sama dengan orang lain yang relatif bersifat stabil

Dengan demikian kuantitas energi (E), jumlahnya akan semakin besar, sehingga total energi yang dihasilkan dari tak berhingga reaksi fusi yang terjadi pada inti matahari dalam

Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin terdiri. atas strategi ekonomi dan

Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) himpunan tak kosong dengan elemen- elemenya disebut vertex, sedangkan E(G) (mungkin kosong) adalah himpunan tak terurut dari

Ruang vektor

Suatu resin penukar kation adalah sebagai suatu polimer berbobot molekul tinggi, yang terangkai-silang yang mengandung gugus- gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan

Oleoresin merupakan senyawa polimer yang berbobot molekul besar dan lebih mudah larut dalam pelarut polar. Senyawa polimer ini merupakan campuran antara resin dan