8
Dalam melakukan penelitian ini maka perlu untuk melakukan kajian terhadap penelitian sebelumnya, yang bertujuan agar menghindari plagiasi penelitian yang berkaitan dengan topik yang dibahas dalam penelitian ini, penulis mendapatkan beberapa peneliatan sebagai berikut:
Reniati Sumanta, 2014 dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perjudian (Kajian Perbandingan Qanum Maysir Di Aceh Dan Perda Perjudian Di Kota Bekasi). Dalam penelitiannya meneliti persamaan dan perbedaan pengaturan perjudian di Aceh dan Kota Bekasi serta apakah pengaturan tersebut sesuai atau belum dengan hukum Islam. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah bahwa pengaturan perjudian dari aspek definisi/pengertian, perbuatan yang dilarang, pelaku/subjek hukum, sanksi pidana dan pelaksanaan hukuman di Aceh dan Kota Bekasi tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk jari>mah ta’zi>r 1.
Nikita Riskila, 2017 dengan judul Studi Komparatif Tindak Pidana Perjudian Ditinjau Dari Syari’at Islam Dan Hukum Pidana Positif Indonesia. Dalam penelitiannya membahas tentang Permasalahan: (1)Bagaimana perbandingan pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? (2)Bagaimana penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana
1Reniati Sumanta, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perjudian (Kajian Perbandingan Qanum Maysir Di Aceh Dan Perda Perjudian Di Kota Bekasi) (Skripsi Sarjana;Program Studi JinayahSiyasah;Jakarta,2014),http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29239/1/REN IATI%20SUMANTA-FSH.pdf.
perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia?. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits, dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang maysir merupakan kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Sementara jika ditinjau dari hukum pidana positif terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yaitu pidana penjara selama-lamanya empat tahun/dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah2.
Titis Nurlaeli, 2018 dengan judul Perjudian Dadu Kopyok Menurut Hukum Pidana Islam (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kendal Perkara No.
97/Pid.B/2017/Pn Kdl). Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Kendal, perkara Nomor 97/Pid.B/2017/PN.Kdl tentang perjudian dadu kopyok menurut hukum pidana Islam. Adapun hasil penelitiannya yaitu, terdakwa telah melakukan perjudian dadu kopyok dengan jumlah uang tunai Rp.
565.000,00- dijatuhi hukuman pidana penjara selama 6 (enam) bulan, sanksi pidana diatur dalam Pasal 303 dan 303 bis KUHP. Menurut hukum pidana Islam, maysir termasuk dalam jari>mah ta’zi>r, Jenis hukumannya berupa hukuman cambuk atau jilid dan pelaksanaannya diserahkan kepada penguasa, tetapi hukuman jilid (mencambuk) untuk mendisiplinkan tidak boleh melebihi sepuluh kali jilid kecuali dalam hukuman had Allah.3
2Nikita Riskila, Studi Komparatif Tindak Pidana Perjudian Ditinjau Dari Syari’at Islam Dan Hukum Pidana Positif Indonesia, (Skripsi Sarjana:Program studi Hukum Pidana;Bandar Lampung, 2017), digilib.unila.ac.id/25818/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf .
3Titis Nurlaeli, Perjudian Dadu Kopyok Menurut Hukum Pidana Islam (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kendal Perkara No. 97/Pid.B/2017/Pn Kdl). (Skripsi Sarjana;Program
Studi Hukum Pidana dan Politik Islam;Semarang,2018)
http://eprints.walisongo.ac.id/9181/1/1402026129.pdf.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu yang membahas mengenai kasus perjudian jika ditinjau dari segi aspek hukum pidana Islam/syariat Islam, perbedaan penelitian ini dengan penelitian pertama dan kedua adalah lokasi penelitian dan masalah yang diteliti, penelitian pertama dan kedua lebih focus terhadap Qanum (Undang-Undang/Perda) yang diberlakukan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sedangkan peneliti ketiga lebih fokus penelitian menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui asas-asas hukum serta mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
2.2 Tinjauan Teoretis
2.2.1 Teori Pemidanaan
Pemidanaan secara sederhana dapat diartikan dengan penghukuman.
Penghukuman yang dimaksud berkaitan dengan penjatuhan pidana dan alasan-alasan pembenar (justification) dijatuhkannya pidana terhadap seseorang yang dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde) dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana. Tentunya, hak penjatuhan pidana dan alasan pembenar penjatuhan pidana serta pelaksanaannya tersebut berada penuh di tangan negara.
Pemidanaan dapat diartikan sebagai penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata pidana umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan kata pidana juga diartikan sebagai penghukuman.4 Dalam sejarah hukum pidana, tujuan pemidanaan dapat dibagi menjadi beberapa teori yang berkaitan dengan tujuan pidana dan beberapa teori itu membenarkan adanya
4Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1988), h. 47.
penjatuhan pidana, Ada beberapa macam pendapat mengenai teori pemidanaan, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar:5
2.2.1.1 Teori Absolut/Pembalasan
Teori ini mendalilkan bahwa kejahatan harus dibalas dengan hukuman tanpa memperhatikan akibat yang mungkin timbul dari dijatuhkannya hukuman tersebut.
Teori ini dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori Absolut ini didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen). Tujuan pemidanaan sebagai pembalasan pada umumnya dapat menimbulkan rasa puas bagi orang, yang dengan jalan menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan.6 Teori ini memandang bahwa setiap perbuatan yang melanggar harus diberikan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukannya agar menimbulkan efek jera terhadap pelaku. Tidak ada sistem tawar-menawar didalamnya.
2.2.1.2 Teori relative.
Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi
5Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 162.
6Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, h. 47.
individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Menurut teori ini tujuan hukuman adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Pencegahan atau prevensi ditujukan kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat tidak melakukan kejahatan atau pelanggaran yang disebut sebagai prevensi umum.7 Teori ini dilandasi dengan tujuan menjerakan, memperbaiki pribadi terpidana dan membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya.8 Teori ini berprinsip penjatuhan pidana guna menyelenggarakan tertib masyarakat yang bertujuan membentuk suatu prevensi kejahatan. Wujud pidana ini berbeda-beda:
menakutkan, memperbaiki, atau mebinasakan. Lalu dibedakan prevensi umum dan khusus. Prevensi umum menghendaki agar orang-orang pada umumnya tidak melakukan delik.9 Teori ini lebih berfokus tujuan pada bagian tata tertib dalam bermasyarakat yang bertujuan supaya khalayak ramai dapat menjadi takut untuk melakukan kejahatan, maka perlu dibuat pidana yang ganas dengan eksekusinya yang sangat kejam dengan dilakukan di muka umum, agar setiap orang akan mengatahuinya.
7Siswanto Sunarso, Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), h. 184.
8Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), h. 4
9Andi Hamza, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke reformasi (Pradnya Paramita, 1985), h. 34.
2.2.1.3 Teori Gabungan
Teori gabungan merupakan suatu bentuk kombinasi dari teori absolut dan teori relatif yang menggabungkan sudut pembalasan dan pertahanan tertib hukum masyarakat. Dalam teori ini, unsur pembalasan maupun pertahanan tertib hukum masyarakat tidaklah dapat diabaikan antara satu dengan yang lainnya. Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat sehingga tata tertib masyarakat tidak terganggu serta memperbaiki penjahat. Dengan kata lain dua alasan ini menjadi dasar penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu teori gabungan yang mengutamakan pembalasan dan teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat.10 Teori ini menggabungkan dan menanggap kedua asas tersebut harus dititik beratkan sama.
2.2.2 Teori Maqa>s}id Asy-syari>ah
Maqa>s}id Asy-syari>ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.11
Maqa>s}id Asy-syari>ah terdiri dari dua kata yaitu maqa>s}id dan asy-syari>ah yang berhubungan antara satu dan lainnya. Kata maqashid adalah jamak dari kata maqshad yang berarti adalah maksud dan tujuan. Kata syariah berarti hukum Allah, baik yang ditetapkan sendiri oleh Allah, maupun ditetapkan Nabi sebagai
10Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 166.
11Satria Effendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Prenanda Media Grup, 2005), h. 233.
penjelasan atas hukum yang ditetapkan Allah atau dihasilkan oleh mujtahid berdasarkan apa yang ditetapkan Allah atau dijelaskan oleh Nabi.
Dengan demikian, kata maqa>s}id asy-syari>ah berarti apa yang dimaksud oleh Allah dalam menetapkan hukum, apa yang dituju Allah dalam menetapkan hukum atau apa yang ingin di capai oleh Allah dalam menetapkan suatu hukum. Dari sisi dharuriyat/Primer, ilmu maqashid bertujuan untuk melindungi lima hal;
1. Memelihara Agama
Merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum, dan undang-undang yang telah disyariatkan oleh Allah Swt untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hubungan vertikal), dan hubungan antara sesama manusia (hubungan horizontal).
Agama Islam juga merupakan nikmat Allah yang tertinggi dan sempurna. Islam menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan yang pertama adalah kebebasan berkeyakinan dan beribadah, setiap pemeluk agama berhak atas agama dan madzhabnya, ia tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya menuju agama atau madzhab lain, juga tidak boleh ditekan untuk berpindah dari keyakinannya untuk masuk Islam.12 Agama adalah suatu yang harus dimiliki oleh manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat mahkluk yang lain, dan juga untuk memenuhi hajat jiwanya. Agama islam merupakan nikmat Allah Swt yang tertinggi dan sempurna, seperti yang dijelaskan dalam QS.Al-Maidah/5:313
12Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah (Jakarta: Amzah, 2013), h. 1.
13Ismail Muhaammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999), h. 67.
Terjemahnya:
“pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah ku- cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.14
Agama (Islam) harus terpelihara daripada ancaman orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang hendak merusakkan aqidahnya, ibadah, dan ahklaknya. Atau yang akan mencampur adukkan kebenaran ajaran islam dengan berbagai paham dan aliran yang bathil. Pengamalan ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh, baik yang berhubungan dengan Allah Swt maupun yang berhubungan dengan manusia dan mahkluk lainnya, sebagaimana petunjuk Rasulullah Saw adalah merupakan rahmatnya yang patut di syukuri. Karena itu keratulan Nabi Muhammad Saw meliputi untuk seluruh bangsa dan seluruh dunia.15
2. Memelihara Jiwa
Hak pertama dan paling utama yang diperhatikan dalam Islam adalah hak hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliaannya. Maka tidak mengherankan bila jiwa manusia dalam syariat Allah sangatlah dimuliakan, harus dipelihara, dijaga, dipertahankan, dan tidak diperhadapkan dengan sumber kehancuran.16 Jiwa/kehidupan merupakan hal pokok dari segalanya karena semua di dunia ini tertumpu pada jiwa. Oleh karena itu, jiwa harus dipelihara eksistensi dan ditingkatkan kualitasnya. Dasar hukumnya terdapat dalam QS. At-Tahrim/66:6
14Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Exa Grafika, 2010), h,107.
15Ismail Muhaammad Syah, Filsafat Hukum Islam, h. 68-69.
16 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah (Jakarta:Amzah, 2013), h. 22-23.
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.17
3. Memelihara Akal
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara seluruh makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, dan melengkapi bentuk itu dengan akal. Akal merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena akal lah yang membedakan hakekat manusia dari makhluk-makhluk Allah lainnya.18 Akal juga sebagai sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata hati, dan media kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Dengan akal, surat perintah dari Allah Swt disampaikan, dengannya pula manusia berhak menjadi pemimpin di muka bumi dan dengannya manusia menjadi sempurna, mulia, dan berbeda dengan makhluk lainnya.19 Sebagaimana firman Allah dalam QS.Al-Ma’idah/5:90.
17Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya , h,560.
18Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2008), h. 236.
19Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah , h. 91.
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.20
4. Memelihara Keturunan
Keturunan merupakan gharizah atau insting bagi seluruh makhluk hidup, yang dengan keturunan itu berlangsunglah pelanjutan kehidupan manusia. Adapun yang dimaksud pelanjutan jenis manusia disini adalah pelanjutan jenis manusia dalam keluarga, sedangkan yang dimaksud dengan keluarga adalah keluarga yang dihasilkan melalui perkawinan yang sah. Perintah Allah dalam rangka jalbu manfa’at yakni melakukan perkawinan. Dalam memelihara keturunan Islam memberikan perlindungan dengan mengatur pernikahan dan mengharamkan zina.
Perlindungan ini jelas terlihat dalam sanksi berat yang dijatuhkan dalam masalah zina, masalah menghancurkan orang lain dan qadzaf.21
5. Memelihara Harta
Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan manusia, karena manusia sulit untuk berpisah darinya.22 Memelihara harta meskipun pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia sangat tama’ kepada harta benda, sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain. Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan- peraturan mengenai muamalat seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai-menggadai
20Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, h,123.
21Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah , h. 131.
22Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah , h. 167.
dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya. Harta yang dirusak oleh anak-anak yang dibawah tanggugannya, bahkan yang dirusak oleh binatang sekalipun.23 Allah menyuruh untuk mewujudkan dan memelihara harta tersebut dengan cara berusaha.
Terdapat dalam QS.Al-Jumu’ah/62:10.
Terjemahnya:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.24
Segala tindak perbuatan manusia yang menyebabkan terwujud dan terpeliharanya lima prinsip tersebut dinyatakan perbuatan itu adalah bermanfaat.
Segala bentuk tindakan manusia yang menyebabkan tidak terwujudnya atau rusaknya salah satu prinsip yang lima yang merupakan tujuan Allah tersebut, perbuatan itu adalah mudarat atau merusak. Segala usaha dapat menghindarkan atau dapat menyelamatkan atau menjaga mudarat atau kerusakan itu, disebut usaha yang baik atau mashlahah. Itulah sebabnya secara sederhana mashlahat itu diartikan dengan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat.25
23Ismail Muhaammad Syah, Filsafat Hukum Islam, h. 101.
24Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, h,554.
25Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2008), h. 233.
2.2.3 Ta’zi>r
2.2.3.1 Pengertian Jarimah Ta’zir
Jari>mah ta’zi>r adalah jari>mah yang diancam dengan hukuman ta’zi>r. Ta’zi>r juga diartikan Ar Rad wa Al Man’u,artinya menolak dan mencegah. Akan tetapi menurut istilah yang dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi ta’zi>r adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta’zi>r adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’melainkan diserahkan kepada Ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaanya.26
Jari>mah ta’zi>r secara harfiah bermakna memuliakan atau menolong. Namun pengertian berdasarkan hukum Islam , yaitu ta’zi>r adalah hukuman yang bersift mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenai had dan tidak pula harus membayar kaffarah atau diyat. Tindak pidana yang dikelompokkan itu yang menjadi objek pembahasan ta’zi>r adalah tindak pidana ringan.27 Adapun beberapa jenis sanksi dalam jari>mah ta’zi>r yaitu sanksi ta’zi>r yang berkaitan dengan badan hukumannya adalah hukuman mati dan cambuk, sanksi ta’zi>r yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang diberikan hukuman penjara dan pengasingan.28 Ta’zi>r adalah jenis uqūbah pilihan yang telah ditentukan dalam qanum yang bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan/terendah.29
26Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah (Jakarta:
Sinar Grafika,2004), h. 19.
27 Zainuddin Ali, Hukum Islam, h.129.
28Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Amzah, 2016), h .94-114.
29Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah (Jakarta:
Kencana, 2016), h. 2.
Jari>mah ta’zi>r yaitu jari>mah yang bentuk dan ukurannya tidak ditentukan oleh syara’, akan tetapi syara’ memasrahkannya kepada kebjakan Negara untuk menjatuhkan bentuk hukuman yang menurutnya sesuai dengan kejahatan yang dilakukan dan bisa memberikan efek jerah, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan individu yang bersangkutan, sehingga hal itu bisa berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemajuan dan peradaban masyarakat serta situasi dan kondisi manusia pada berbagai ruang waktu. Hukuman ta’zi>r diberlakukan terhadap setiap bentuk kejahatan yang tidak ada ancaman hukuman had dan kewajiban membayar kaffarat di dalamnya.30
Ada beberapa ciri khas dalam jari>mah ta’zi>r:
1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas, artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara’ da nada batas minimal da nada batas maksimal.
2. Penentuan hukuman tersebut adalah hak dari penguasa 2.2.3.2 Tujuan Sanksi Ta’zir
Syara tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap jari>mah ta’zi>r, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman yang paling ringan sampai yang paling berat. Dalam hal ini Hakim diberikan kebebasan untuk memilih hukuman mana yang sesuai dengan macam jari>mah ta’zi>r serta keadaan sipelaku.
Karena jari>mah ja’zi>r tidak mempunyai batas tertentu.
Ta’zi>r berlaku bagi semua orang. Setiap orang yang sehat akalnya, apabila melakukan kejahatan, baik laki-laki maupun perempuan , dewasa maupun anak-anak,
30 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu (Jakarta: Gema Insani Darul Fikir, 2011), h. 259.
kafir maupun muslim tetap dihukum ta’zi>r sebagai pendidikan baginya. Berikut ini ada beberapa tujuan pemberlakuan sanksi ta’zi>r ;31
1. Preventif (pencegahan) ; ditujukan bagi orang lain yang belum melakukan jari>mah agar mencegah orang lain untuk tidak melakukan jari>mah.
2. Represif (membuat pelaku jera) ; dimaksudkan agar pelaku tidak mengulangi perbuatan jari>mah dikemudian hari.
3. Kuratif ; ta’zi>r harus mampu membawa perbaikan perilaku terpidana dikemudian hari
4. Edukatif (pendidikan) ; diharapkan dapat mengubah pola hidupnya kearah yang lebih baik.32
2.2.3.3 Macam-Macam Ta’zi>r
1. Mengenai ta’zi>r yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang ada dua jenis hukuman yang diterapkan, yaitu
a. Hukuman Penjara
Dalam bahsa arab, ada dua istilah untuk hukuman penjara, yaitu hukuman al- habsu dan al-sijnu yang keduanya bermakna mencega atau menahan. Menurut Ibnu Qayyim, al-habsu ialah menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum, baik itu di rumah, masjid, maupun tempat lain. Berdasarkan pemikiran ini, kebanyakan ulama membolehkan ulil amri untuk membuat penjara.
Hukuman penjara dapat menjadi hukuman pokok dan dapat juga menjadi hukumn tambahan apabila hukuman pokok yang berupa hukuman cambuk tidak membawa
31M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Amzah, 2016),h. 93.
32M.Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta:Amzah, 2015) h, 142
dampak bagi yang terhukum. Hukuman penjara ini dibedakan menjadi dua, yaitu hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas.
b. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan merupakan hukuman had namun dalam praktiknya hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman ta’zi>r . Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku jari>mah yang dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat. Mengenai lamanya masa pengasingan tidak ada kesepakatan di kalangan para fuqaha.
Berdasarkan hak yang dilanggar, ada dua macam jari>mah ta’zi>r;
1. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak Allah. Artinya, semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum.
2. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak individu. Artinya, setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang tertentu, bukan orang banyak.33
2.3 Tinjauan Konseptual
Penelitian ini berjudul “(Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Pidana Perjudian (Studi Putusan No.142/Pid.B/2019/PN.Pre )”. Dan untuk lebih memahami dengan mudah dalam penelitian ini maka penulis memberikan penjelasan dari beberapa kata yang dianggap perlu agar mudah dipahami, yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Hukum Pidana Islam(Fikih Jināyah)
Fikih fināyah adalah ilmu tentang hukum Syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jari>mah) dan hukumannya (uqūbah), yang diambil
33M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, h.94
dari dalil-dalil terperinci.34 Fikih jināyah terdiri dari dua kata, yaitu fikih dan jināyah. Pengertian fikih secara bahasa berasal dari lafal faqiha, yafqahu fiqhan, yang berarti mengerti,paham. Pengertian fikih secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Adapun jināyah menurut bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakan. Pengertian jnāyah secara istilah fuqaha sebagaimana yanag dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta dan lainnya.
Dalam konteks ini pengertian jināyah sama dengan jari>mah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Mawardi yaitu jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zi>r.
Fikih jināyah secara khusus mengatur tentang pencegahan tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi hukumnya berkenaan dengan kejahatan itu.35 Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa objek pembahasan fikih jināyah secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu jari>mah atau tindak pidana dan uqubah atau hukumannya. Dalam hukum pidana memiliki beberapa rujukan yang dijadikan sumber hukum. Yaitu:
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Ia memuat kaidah hukum fundamental yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut.36 Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata qara’a-yaqra’u-qur’anam yang secara etimologis berarti bacaan. Definisi Al-Qur’an yang paling singkat
34Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), h.ix.
35Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta:Prenada Media, 2003), h.253.
36Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1998), h.78.
dikemukakan oleh Manna Al-Qaththan adalah kalam Allah yang turun kepada Muhammad dan membacanya dianggap sebagai ibadah. Walaupun Al-Qur’an membahas tentang aspek kehidupan , tidak semua dijabarkan secara mendetail dan terperinci. Seperti masalah prinsip pertanggungjawaban pidana bagi pelaku terdapat dalam surah Al-An’am ayat 164 dan prinsip sanksi sesuai tindak pidananya dalam surah Al-Syura ayat 40. Status hukum dalam Al-Qur’an bersifat pasti (qath’i) dan adapula yang bersifat belum pasti (zhanni).
Sumber ajaran Islam yang kedua dan disepakati oleh ulama adalah sunnah atau hadist. Oleh karena itu, hukumnya wajib untuk menjadikan sunnah sebagai sumber hukum selama sunnah tersebut berstatus sahih dan benar-benar berasal dari Rasulullah, sebagaimana dalam firman Allah dalam QS.Al-Hasyr/59:7
Terjemahnya :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang- orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang- orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.37
Sunnah adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’ann penggunaanya baru dilakukan jika didalam Al-Qur’an tidak ditemukan ketentuan dalil-dalil yang dicari.
Sunnah secara etimologi berarti jalan yang bisa dijaga dan berulangkali dilalui.
37Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, h,546.
Adapun secara terminologis sunnah didefinisikan oleh dua kelompok ulama fiqh dan kelompok ulama ushul fiqh. Menurut ulama fiqh sunnah adalah semua jenis ibadah yang hukumnya sunnah. Sunnah bermakna tidak wajib.. Sementara menurut ulama ushul fiqh segala yang berasal dari Nabi yang bukan Al-Quran, yang berupa ucapan, perbuatan atau ketetapan sunnah,dengan pengertian inilah dimaksudkan sebagai dalil hukum dan sumber pembentukan hukum Islam.
Sumber hukum selanjutnya adalah ijma. Secara etimologis, ijma’ mempunyai dua arti, Pertama menyengaja dan berketetapan hati atas sesuatu. Sebagaimana dalam firman Allah dalam QS Yunus:71. Kedua Ijma berarti kesepakatan. Secara terminology menurut Muhammad Al-Khudhari Bik mendefinisikan bahwa ijma’adalah kesepakatan seluruh mujtahid dari umat dalam suatu masa atau suatu ketetapan hukum syar’i. Ijma’ dapat dijadikan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan hadist. Sehubungan dengan itu ada beberapa alasan mengapa ijma’dapat dijadikan sebagai sumber hukum,
3.1 Perintah Allah dalam Alquran untuk menaati-nya, Rasulullah dan Ulil amri.
Allah berfirman dalam QS.An-Nisa/4:59.
Terjemahnya;
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.38
38Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, h, 87.
3.2 Kesepkatan seluruh ulama tidak mungkin sesat atau salah, sebagaimana sabda Nabi dalam HR.Al-Tharbani.
3.3 Kesepakatan ulama mujtahid tentang suatu hukum pasti didasarkan atas nash- nash syar’i dan memiliki aturan dan batas tertentu yang tidak boleh dilanggar.
2.3.2 Sanksi Pidana
Sanksi Pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat adalah hukumnya, orang yang terkena akibat akan mendapatkan sanksi baik berupa sanksi masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib. Sanksi Pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat menggangu atau membahayakan kepentingan hukum.
Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.
Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi unsur syarat-syarat tertentu.39 Sedangkan Roslan Saleh menegaskan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja dilimpahkan negara kepada pembuat delik.40
Jenis-jenis pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Pidana terdiri atas:
2.3.2.1 Pidana Pokok a. Pidana mati
39 Tri Andrisman, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, (Bandar Lampung : Unila,2009), h.8
40 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011), h.81
b. Pidana penjara c. Pidana kurungan d. Pidana denda
e. Pidana tutupan (UU No.20/1946) 2.3.2.2 Pidana Tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan Hakim.41
Tujuan pemidanaan adalah mencegah dilakukannya kejahatan pada masa yang akan datang.
2.3.3 Perjudian
Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan- harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya. Bermain judi secara resmi atau secara hukum dianggap sebagai tindak pidana atau dianggap sebagai kejahatan.42 Sebagian masyarakat memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar sehingga tidak perlu dipermasalahkan, itulah sebabnya, diberbagai tempat sekarang ini, banyak dibuka agen-agen judi yang sebenarnya mengambil dana masyarakat dalam jumlah besar. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi perjudian.
Menurut hukum, penjudi tertangkap dapat dihadapkan kemeja hijau berdasarkan undang-undang No.7 tahun 1974 yang menegaskan “semua bentuk perjudian
41KUHP dan KUHAP, (Pustaka Buana), h.15
42Kartini Kartono, Patologi Sosial, h.58.
dikategorikan sebagai sebagai tindak kejahatan”, dan ini dipertegas lagi oleh Intruksi Presiden No.7 tahun 1981 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 april 1981 bahwa “segala bentuk perjudian dilarang di Indonesia. 43 Beberapa abad yang lalu, orang menyebut satu peristiwa sebagai penyakit social murni dengan ukuran moralistic. Maka, kemiskinan, kejahatan, pelacuran perjudian, kecanduan dan tingkah laku yang berkaitan dengan semua peristiwa penyakit social harus diberantas. Termasuk salah satu didalamnya yang menjadi objek pembahasan adalah perjudian.
Peraturan perjudian ini termasuk kedalam bentuk pelanggaran kesopanan dan kesusilaan. Yang diatur didalam buku kedua dalam KUHP pasal 303 dan 303 bis.
Perjudian itu merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat dalam bentuk patologi social.44 Patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas, kekeluargaan, disiplin, kebaikan dan hukum formal.
Judi atau permainan judi atau perjudian menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perminan dengan memakai uang sebagai taruhan. Berjudi adalah mempertarukan sejumlah uang atau harta dalam permainan berdasarkan kebetulan dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang/harta semula.
Judi dalam bahasa arab disebut dengan al-maysir yang mempunyai beberapa penngertian, diantaranya adalah lunak, tunduk, keharusan, mudah, kaya,membagi- bagi. Ada yang mengatakan kata al-maysir berasal dari kata yasara yang artinya
43Adon Nasrullah Jamaluddin, Dasar- Dasar Patologi Sosial (Bandung:CV Pustaka Setia, 2015 ), h.161-162.
44Kartini Kartono, Patologi Sosial (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2009), h.57.
keharusan. Menurut pendapat Muhammad Ali As-Sayis, al-maysir berasal dari kata taisir yang berarti memudahkan, yaitu cara pembagian yang didasarkan atas kesepakatan sebagaimana yang dilakukan pembagian dalam judi. Perjudian adalah taruhan, suatu bentuk permainan untung-untung dalam masalah harta benda yang dapat menimbulkan keraguan dan kerusakan pada semua pihak.
Bagi sebagian orang, judi itu hanya sebagai hiburan, bahkan sering ada anggapan bahwa judi itu diperbolehkan, apalagi dalam kondisi masyarakat biasa yang menganggap bahwa judi adalah hal yang sangat biasa dilakukan dan wajar, dalam penjagaan pos ronda setiap malam yang jadi contoh, tetapi dalam pandangan al-qur’an judi adalah perbuatan yang tetaplah terlarang dalam Islam. seperti dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah/2:219 yang ditunjukkan pada kejahatan ini menyatakan bahwa kejahatan judi itu jauh lebih parah daripada keuntungan yang diperolehnya45.
Terjemahnya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.46
Hasby Ash-Shidieqy mengartikan judi dengan segala bentuk permainan yang ada wujud kalah menan nya. Pihak yang kalah memberikan sejumlah uang atau
45Rahman Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam jilid IV (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,1996), hlm.140-141
46Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, h, 34.
barang yang disepakati sebagai taruhan kepada pihak yang menang dan ini dilarang oleh syara’.47 Sehubungan dengan judi, ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk menjelaskan keberadaannya secara hukum dalam pandangan Islam.
Setelah ayat ini, menurut Al-Qurthubiy kemudian diturunkan ayat yang terdapat di dalam QS. Al-Ma'idah/5:91-92;
Terjemahnya:
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. jika kamu berpaling, Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.48
Al-Thabariy menjelaskan bahwa yang terdapat pada judi yang dimaksud ayat di atas yaitu perbuatan judi atau taruhan yang dilakukan seseorang dan perbuatan nya akan menimbulkan pemusuhan. Umumnya penjudi adalah orang yang mempunyai sifat tamak, mereka terlalu berlebihan dalam mencintai harta, dan tidak pernah merasa puas dengan yang telah didapatkannya. Banyak diantara mereka yang akhirnya kecanduan dan terus ingin menambah harta kekayaannya.
Judi merupakan transaksi-transaksi yang terlarang dalam Islam, tetapi masih saja terjadi dan akhirnya sampai menjadi kebiasaan yang tidak mudah untuk
47Adon Nasrullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial (Bandung:CV Pustaka Setia, 2015), h.162-163
48Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, h, 123.
ditinggalkan begitu saja. Bentuk-bentuk perjudian yang terjadi dikalangan masyarakat bahkan berbeda-beda sehingga memberi artian bahwa apa yang dilakukan itu bukan sebuah perjudian. Padahal Islam menjadikan harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi.
2.4 Bagan Kerangka Pikir
Hukum Islam merupakan peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tentang tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma-norma itu berupa kenyataan yang memang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat berdasarkan syariat Islam.49 Maka dalam Islam dapat dikatakan bahwa kita dituntut untuk memegang teguh nilai-nilai syariat, agar dijauhkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Sanksi pidana bagi pelaku perjudian yang diterapkan oleh para aparat penegak hukum merupakan salah satu bentuk pencegahan atau memberikan rasa jerah kepada pelaku atau orang lain agar takut melakukan kejahatan.
Oleh karena itu, peneliti ingin membahas mengenai analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi pidana perjudian. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelasnya mengenai penelitian ini, maka peneliti membuata suatu bagan kerangka fikir sebagai berikut:
49Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), h.24
Gambar : 1 Bagan Kerangka Pikir
Tindak Pidana Perjudian
Jari>mah Ta’zi>r Maqa>s}id Asy-syari>ah
Teori Pemidanaan
Putusan Nomor 142/Pid.B/2019/PN.Pre
Analisis Hukum Pidana Islam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi hukum pidana positif terhadap kasus perjudian dalam putusan nomor.142/Pid.B/2019/Pn.Pre. yaitu dengan pidana penjara masing-masing selama 7 (tujuh) bulan dan menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Majelis Hakim memutus para terdakwa dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan para terdakwa. Analisis hukum pidana Islam terhadap kasus sanksi pidana perjudian dalam studi putusan nomor.142/Pid.B/2019/Pn.Pre perbuatan tindak pidana perjudian dikategorikan kedalam jenis jari>mah ta’zi>r karena hukumannya tidak ditentukan dalam Al-Quran melainkan kewenangannya diserahkan kepada ulil amri atau penguasa. Hukuman yang diberikan kepada pelaku perjudian dalam perkara ini yaitu hukuman ta’zi>r yang pokoknya diberikan kepada penguasa dengan mempertimbangkan keadan sisi pelaku.