• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR

N/A
N/A
Syailatus Saffanah

Academic year: 2024

Membagikan "BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR "

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

76

BAB IV

PERHITUNGAN STRUKTUR 4.1. Perhitungan Atap

Dalam perencanaan sebuah struktur bangunan gedung, perencanaan struktur atap adalah perencanaan yang harus dihitung pertama kali pada perencanaan sebuah struktur bangunan gedung. Pada perencanaan atap ini menggunakan kuda-kuda baja dengan menggunakan bentuk limasan untuk bagian penutup atap yang dapat dilihat pada Gambar 4.1., Gambar 4.2. dan Gambar 4.3. untuk tampak atas rangka atap.

Perhitungan struktur atap didasarkan pada panjang bentang kuda-kuda. Selain itu harus diperhitungkan juga terhadap beban yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, beban angin, dan lainnya. Setelah diperoleh pembebanannya, kemudian dilakukan perhitungan serta perencanaan ukuran profil batang kuda-kuda yang akan digunakan. Adapun pemodelan struktur atap adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Perspektif Rangka Atap Sumber: Dokumen Pribadi AutoCAD 2007

(2)

77

Gambar 4.2. Tampak Atas Rangka Atap Sumber: Dokumen Pribadi AutoCAD 2007

Gambar 4.3. Pemodelan Kuda-Kuda Sumber: Dokumen Pribadi AutoCAD 2007

(3)

78

4.1.1. Pedoman Perhitungan Atap

Dalam perencanaan atap, adapun pedoman yang dipakai, sebagai berikut:

1. Gunawan, Rudy. 1998. Tabel Profil Konstruksi Baja. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

2. Pedoman Perencanaan Pmbebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987) 3. Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD.

Penerbit Erlangga : Jakarta.

4. SNI 03-1729-2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung.

4.1.2. Perencanaan Gording

Pada perencanaan gording, perencanaan yaitu meliputi beberapa tahapan: data- data teknis, pembebanan gording, kombinasi dan kontrol kekuatan profil pada gording.

4.1.2.1. Data-data Perencanaan Gording

Bentang kuda-kuda = 13,5 m

Jarak kuda-kuda = 2,9 m

Jarak gording = 1,8 m

Sudut kemiringan atap = 20°

Sambungan = Baut

Profil gording = Hollow Structural Tube

= 125.125.4,5

Berat gording = 16,60 kg/m

Dalam perencanaan kuda-kuda, gording menggunakan profil baja Hollow Structural Tube. Adapun data dari profil baja Hollow Structural Tube dengan ukuran 125.125.4,5 dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Profil Hollow Structural Tube

(4)

79

Sumber : Tabel Profil Konstruksi Baja, hal 54 dan 55

Modulus Elastisitas (E) = 200.000 Mpa Modulus geser ( G ) = 80.000 Mpa Poisson ratio ( m ) = 30 %

Koefisien muai ( at ) = 1,2 x10-6/ ºC

(pasal 5.1.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 9)

Mutu baja = BJ 37

Berat per Unit Volume Baja = 7850 kg/m3 Tegangan leleh ( fy ) = 240 Mpa Tegangan Ultimit ( fu ) = 370 Mpa

Peregangan minimum = 20 %

Adapun data dari profil baja dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Sifat Mekanis Baja Struktural

Sumber : tabel 5.3, SNI 03- 1729- 2002, hal11 Penutup atap Genteng = 50 kg/m2

Plafond eternit + penggantung = 11+7 = 18 kg/m2

(PPPURG 1987, hal 6 ) Beban hidup gording = 100 kg

Beban air hujan = (40 – 0,8 x 20°) = 24 kg/m2

(PPPURG 1987, hal 7 ) Tekanan tiup angin = 25 kg/m2

(5)

80

(PPPURG 1987, hal 18 ) 4.1.2.2. Perhitungan Gording

Dalam perhitungan gording ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan, adapun dalam perhitungannya harus sesuai dengan syarat dan peraturan-peraturan yang berlaku. Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam perhitungan gording.

Gambar 4.4. Gording Hollow Structural Tubings Sumber: Tabel Konstruksi Baja Rudy Gunawan

Profil gording Hollow Structural Tubings 125.125.4,5 Sectional area 21,17 cm2 = 2117 mm2

Weight 16,60 kg/m

Position of centre of gravity Cx = 0 cm

Cy = 0 cm

Geometrical moment of Inertia Ix = 506,0 cm4 = 50,6 x 105 mm4

Iy = 506,0 cm4 = 50,6 x 105 mm4

Radius of gyration ix = 4,890 cm = 4,89 x 10 mm iy = 4,890 cm = 4,89 x 10 mm Elastic modulus of section Zx = 80,90 cm3 = 80,9 x 103 mm3 Zy = 80,90 cm3 = 80,9 x 103 mm3 ( Tabel Profil Konstruksi Baja, Rudy Gunawan, hal 51)

4.1.2.3. Pembebanan Gording a. Beban Mati (q)

(6)

81

Beban mati adalah beban merata yang terjadi akibat beban gording itu sendiri dan beban-beban tetap permanen, adapun pembebanan sebagai berikut:

Gambar 4.5. Pemodelan Beban Mati Sumber: Dokumen Pribadi AutoCAD 2007

 Beban Penutup Atap = 50 kg/m2 x 1,8 m = 90,00 kg/m

 Berat Gording = 16,60 kg/m

 Berat trackstang (10% x 16,60 kg/m) = 1,66 kg/m

 Jadi total beban mati (q) = 108,26 kg/m

b. Beban Hidup (p)

Beban hidup adalah beban terpusat yang berasal dari beban air hujan dan beban manusia yang bekerja pada atap, dengan berat P = 100 kg. Adapun pembebanannya sebagai berikut :

Gambar 4.6. Pemodelan Beban Hidup Sumber: Dokumen Pribadi AutoCAD 2007

 Beban Hidup Pekerja = 100 kg

 Beban Air Hujan = (40 – 0,8 x 200) = 24 kg/m2

= 24 kg/m2 x 2,9 m x 1,8 m

+

(7)

82

= 125,28 kg c. Beban Angin (w)

Beban angin adalah beban yang timbul dari hembusan atau terpaan angin yang terdiri dari dua jenis, yaitu angin tekan dan angin hisap dengan arah pembebanannya tegas lurus bidang atap. Besaran tekanan positif dan negatif dapat ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien angin.

Adapun beban angin yang terjadi diakibatkan angin tekan dan angin hisap pada atap dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Gambar Angin Tekan dan Angin Hisap Sumber : Dokumen Pribadi

Diasumsikan pada daerah yang jauh dari tepi laut maupun pantai dengan besaran :

Tekanan tiup angin = 25 kg/m2 Koefisien angin:

Angin tekan = 0,02 α - 0,4 = 0,02 x 20º - 0,4 = 0

Angin hisap = - 0,40

(pasal 2.1.3.3,PPPURG1987, hal 20) Beban angin :

Beban angin tekan (Wty) = 0 x 1,8 m x 25 kg/m2 = 0 kg/m Beban angin hisap (Why) = - 0,4 x 1,8 m x 25 kg/m2 = - 18 kg/m 4.1.2.4. Momen Akibat Pembebanan Gording

a. Beban Mati (D) q = 108,26 kg/m

Jarak Antar Kuda Kuda (L) = 2,9 m

(8)

83

qx = q sin α = 108,26 . sin 20º = 37,028 kg/m qy = q cos α = 108,26 . cos 20º = 101,732 kg/m

b. Beban Hidup (L) Beban Hidup Pekerja P = L = 100 kg

Jarak Antar Kuda Kuda (L) = 2,9 m

Px = P sin α = 100 .sin 20º = 34,202 kg/m Py = P cos α = 100 .cos 20º = 93,97 kg/m

Mx = (1/4 .Px .L)

= (1/4 x 34,202 x 2,9) = 24,797 kg.m

My = (1/4 .Py .L)

= (1/4 x 93,97 x 2,9 ) = 68,129 kg.m Beban Hidup Air Hujan

P = L = 125,28 kg

Px = P sin α = 125,28. sin 20º = 42,849 kg Py = P cos α = 125,28. cos 20º = 117,725 kg

Mx = (1/4 .Px .L)

= (1/4 x 42,849 x 2,9) = 31,066 kg.m

My = (1/4 .Py .L)

= (1/4 x 117,725 x 2,9) = 85,351 kg.m

Jadi jumlah beban hidup pekerja dan beban hidup air hujan adalah:

Px total = 34,202 + 42,849 = 77,051 kg.m Py total = 93,97 + 117,725 = 211,695 kg.m Mx total = 24,797 + 31,066 = 55,863 kg.m My total = 68,129 + 85,351 = 153,48 kg.m c. Beban Angin (W)

MWty = (1/8 .Wty . L2) MWhy = (1/8 .Why . L2) Mx = (1/8 . qx . L2)

= (1/8 x 37,028 x 2,92 ) = 38,926 kg.m

My = (1/8 . qy . L2)

= (1/8 x 101,732 x 2,92 ) = 106,946 kg.m

(9)

84

= (1/8 x 0 x 2,92) = 0 kg.m ( tekan )

= (1/8 x -18 x 2,92) = -18,923 kg.m ( hisap ) 4.1.2.5. Kombinasi Pembebanan Gording

Berdasarkan beban-beban yang ada diatas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan. Adapun kombinasi pembebanan yang digunakan yaitu sebagai berikut :

a. U = 1,4 D

Ux = 1,4 . 38,926 kg.m = 54,4964 kg.m

Uy = 1,4 . 106,946 kg.m = 149,7244 kg.m

b. U = 1,2 D + 0,5 La

Ux = 1,2 . 38,926 kg.m + 0,5 . 55,863 kg.m = 74,6427 kg.m Uy = 1,2 . 106,946 kg.m + 0,5 . 153,48 kg.m = 205,0752 kg.m c. U = 1,2 D + 1,6 La + 0,8 W

Ux = 1,2 . 38,926 kg.m + 1,6 . 55,863 kg.m + 0,8 .(0)

= 136,092 kg.m

Uy = 1,2 . 106,946 kg.m + 1,6 . 153,48 kg.m + 0,8.(-18,923 kg.m)

= 358,7648 kg.m

d. U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 La

Ux = 1,2 . 38,926 kg.m + 1,3 (0) + 0,5 . 55,863 kg.m

= 74,6427 kg.m

Uy = 1,2 . 106,946 kg.m + 1,3 (-18,923 kg.m) + 0,5 . 153,48 kg.m

= 180,4753 kg.m e. U = 0,9 D ± 1,3 W

Ux = 0,9 . 38,926 kg.m + 1,3 (0) = 35,0334 kg.m

= 0,9 . 38,926 kg.m - 1,3 (0) = 35,0334 kg.m Uy = 0,9 . 106,946 kg.m + 1,3 (-18,923 kg.m) = 71,6515 kg.m

= 0,9 . 106,946 kg.m - 1,3 (-18,923 kg.m) = 120,8513 kg.m (pasal 6.2.2, SNI 03- 1729- 2002, hal 13) Jadi Mux max = 136,092 kg.m = 136,092 x 104 N.mm

Muy max = 358,7648 kg.m = 358,7648 x 104 N.mm

(10)

85

4.1.2.6. Kontrol Kekuatan Profil

a. Kontrol Kelangsingan Penampang Asumsi : Penampang Kompak bila λ < λp Penampang Tidak Kompak bila λp < λ ≤ λr Penampang Langsing λ > λr

Sayap =

Badan =

Sayap = λ = = 32,275 λ = = 40,344

Badan = λ = = 108,444 λ = = 164,602 Sayap = λ < λp “Penampang Kompak”

Badan = λ < λp “Penampang Kompak”

(Tabel 7.5-1 SNI 03 – 1729 – 2002, hal 31)

Sayap = λ

= λ

= 32,332 λ

= λ

= 40,415 Badan =λ

= λ

= 69,859 λ

= λ

= 164,545 Sayap = λ < λp “Penampang Kompak”

Badan = λ < λp “Penampang Kompak”

(Tabel B4.1b SNI – 1729 – 2015, hal 20) b. Kontrol Terhadap Lendutan

E = 2,0 x 105 Mpa. = 2,0 x 106 kg/cm2

menggunakan asumsi 1 Mpa = 1 N/mm2 = 10 kg/cm2,

Momen inersia yang berada pada profil Hollow Structular Tube, Ix = 506,0 cm4, Iy = 506,0 cm4.

(Tabel Profil Kontruksi Baja, hal 55)

(11)

86

Akibat Beban Mati fx =

=

= 0,034 cm fy =

=

= 0,093 cm Akibat Beban Hidup

fx =

=

= 0,00039 cm fy =

=

= 0,0011 cm Akibat Beban Angin

fx = 0

fy =

=

= -0,017 cm

(Perencanaan Struktur Baja Dengan Methode LRFD, Hal 88) Kombinasi Lendutan

Fx total = 0,034 + 0,00039 + 0 = 0,03439 cm Fy total = 0,093 + 0,0011 + (-0,017) = 0,0771 cm Syarat Lendutan

f timbul < f izin

f timbul

f timbul = = 0,085 cm f ijin =

=

=1,209 cm

(SNI 03 – 1729 – 2002, hal 15) f ijin > f yang timbul 1,209cm > 0,085 cm……… (OK)

(tabel 6.4-1, SNI 03- 1729- 2002, hal 15) c. Kontrol kuat nominal lentur penampang dengan pengaruh tekuk lokal

Dari hasil analisis kelangsingan penampang pada sub bab sebelumnya diketahui bahwa profil yang digunakan merupakan penampang kompak, maka berlaku :

Mn = Mp Mp = Z x Fy

(Pasal 8-2.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 36)

(12)

87

Mencari Momen Nominal yang Bekerja pada Profil Mnx = Zx . Fy

= 80,90 .(103) mm3. 240 N/mm2

= 19416000 N.mm Mny = Zy . Fy

= 80,90 .(103) mm3. 240 N/mm2

= 19416000 N.mm

(Pasal 8-2-1.b, SNI 03- 1729- 2002, hal 35)

Kontrol Terhadap Tegangan Lentur

Mux max = 136,092 kg.m = 136,092 x 104 N.mm Muy max = 358,7648 kg.m = 358,7648 x 104 N.mm Faktor reduksi ( ) = 0,9

≤ 1,0

≤ 1,0 0,0779 + 0,2054 ≤ 1,0

0,2833 ≤ 1,0 (Aman Terhadap Tegangan Lentur)

(Pasal 11.3.1 , SNI 03-1729-2002, hal 76) d. Mendimensi Trackstang

Beban Mati qx = 37,028 kg/m

Beban Hidup Px = 34,202 + 42,849 = 77,051 kg.m Jarak Kuda-Kuda = 2,90 m

Total beban = (37,028 kg/m x 2,90 m) + 77,051 kg/m

= 184,4322 kg Penggunan 2 trackstang, maka :

P/3  184,4322 / 3 = 61,4774 kg

Fbr = 1,25 fn

= 1,25 x = 0,0325 cm2

(13)

88

Fbr = . . d²

d = =

= 0,2035 cm  2,035 mm 8 mm

Maka dalam perencanaan kuda-kuda ini menggunakan trackstang dengan diameter minimal = 8 mm.

4.1.3. Perencanaan Kuda-kuda

Pada perencanaan kuda-kuda, tahapan dalam perencanaan meliputi : data-data teknis, pembebanan kuda-kuda, dan kontrol kekuatan profil pada kuda-kuda.

4.1.3.1. Data-data Kuda-kuda

Bentang kuda-kuda = 13,50 m

Jarak kuda-kuda = 2,90 m

Jarak gording = 1,8 m

Sudut kemiringan atap = 20°

Penutup atap = Genteng metal

Plafond = Eternit

Sambungan = Baut

Berat gording = 21,7 kg/m

Modulus Elastisitas (E) = 200.000 Mpa Modulus geser ( G ) = Mpa Poisson ratio ( m ) = 30 %

Koefisien muai ( at ) = 1,2 * 10-6

(SNI 03- 1729- 2002, hal 9)

Mutu baja = BJ 37

Tegangan leleh ( fy ) = 240 Mpa Tegangan Ultimit ( fu ) = 370 Mpa

Peregangan minimum = 20 %

(SNI 03- 1729- 2002, hal 11) Penutup atap genteng = 50 kg/m2

Plafond eternit + penggantung = 11+7 = 18 kg/m2

(PPPURG 1987, hal 6 )

(14)

89

Berat baja per Unit Volume = 7850 kg/m3

(tabel 1,PPPURG 1987, hal 5) Beban hidup gording = 100 kg

Tekanan tiup angin = 25 kg/m2

(PPPURG 1987, hal 7&13) 4.1.3.2. Pembebanan Kuda-Kuda

Data berat bangunan dan komponen gedung yang digunakan sebagai berikut :

 Penutup atap genteng = 50 kg/m2

 Berat per unit volume baja = 7850 kg/m3

 Plafond eternit = 11 kg/m2

 Penggantung = 7 kg/m2

(PPPURG 1987, hal 5 dan 6) Data beban hidup pada atap gedung yang digunakan sebagai berikut :

 Beban hidup pekerja = 100 kg

 Beban air hujan = (40 – 0,8 x 20o) =24 kg/m2

 Tekanan tiup angin = 25 kg/m2

(PPPURG 1987, hal 7 dan 8) Koefisien angin :

 Angin tekan = 0,02α – 0,4

 Angin hisap = - 0,40

a. Akibat Berat Atap

Beban permanen yang bekerja pada kuda-kuda akibat dari benda yang berada diatasnya, berupa atap yang diasumsikan dengan menggunakan penutup genteng. Dan penginputan beban atap dengan program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 4.8. dan Gambar 4.9.

BA = Berat Atap Genteng x Jarak Gording x Jarak Kuda-Kuda BA = 50 x 1,8 x 2,9

BA = 261 kg

(15)

90

Gambar 4.8. Input Beban Mati Atap Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Gambar 4.9. Display Beban Mati Atap Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

b. Akibat Berat Sendiri Kuda-Kuda

Beban permanen yang timbul dari berat profil baja yang difungsikan sebagai kuda-kuda. Dalam perencanaan ini, kuda-kuda menggunakan profil baja Double Angle Shape. Dan beban terhitung secara manual dalam program SAP 2000.

c. Akibat Berat Sendiri Gording

Beban permanen yang ditimbulkan dari berat profil baja yang difungsikan sebagai gording. Dalam perencanaan ini, gording menggunakan profil baja Hollow Structural Tube. Dan beban terhitung secara manual dalam program SAP 2000.

(16)

91

d. Akibat Berat Plafond

Beban ini adalah beban yang ditimbulkan akibat adanya berat dari plafond yang digantungkan pada dasar kuda-kuda. Dan dalam penginputannya dalam program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 4.10. dan Gambar 4.11.

BP = Beban Plafond x Jarak Kuda-Kuda x Panjang Kuda-Kuda BP =

= 58,725 kg

Gambar 4.10. Input Beban Mati Plafond Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Gambar 4.11. Display Beban Mati Plafond Sumber : Data Pribadi Program SAP2000 e. Beban Hidup

Beban hidup yaitu beban terpusat yang terjadi karena beban pekerja yang bekerja pada saat pekerjaan kuda-kuda pada atap dan beban yang disebabkan air hujan pada atap. Dan dalam penginputannya dalam program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 4.12. dan Gambar 4.13.

 PPekerja = 100 kg

(17)

92

Gambar 4.12. Input Beban Hidup Pekerja Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Gambar 4.13. Display Beban Hidup Pekerja Sumber : Data Pribadi Program SAP2000 PAir Hujan = (40 – 0,8 x 200) = 24 kg/m2

= 24 kg/m2 x 2,9 m x 1,8 m = 125,28 kg

Gambar 4.14. Input Beban Hidup Hujan Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

(18)

93

Gambar 4.15. Display Beban Hidup Hujan Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

f. Beban Angin

Beban angin yaitu beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara (PPPURG 1987). Pada konstruksi ini diasumsikan nilai W = 25 kg/m2.

Koefisien angin:

1. Angin tekan

Cq = 0,02 α - 0,4 = 0,02 x 20º - 0,4 = 0

(pasal 2.1.3.3, PPPURG, hal 21) Angin tekan vertikal

W = Cq x sin α x W x jarak gording x jarak kuda-kuda

= 0 x sin 20º x 25 kg/m2 x 1,8 x 2,9

= 0 kg

Angin tekan horisontal

W = Cq x cos α x W x jarak gording x jarak kuda-kuda

= 0 x cos 20º x 25 kg/m2 x 1,8 x 2,9

= 0 kg

2. Angin hisap Cq = - 0,40

(pasal 2.1.3.3, PPPURG, hal 21) Angin hisap vertikal

W = Cq x sin α x W x jarak gording x jarak kuda-kuda

= -0,4 x sin 20º x 25 kg/m2 x 1,8 x 2,9

= -17,854 kg

(19)

94

Angin hisap horisontal

W = Cq x cos α x W x jarak gording x jarak kuda-kuda

= -0,4 x cos 20º x 25 kg/m2 x 1,8 x 2,9

= - 49,052 kg

Dalam penginputannya di program SAP2000 pada beban angin khususnya untuk beban angin hisap dapat dilihat pada Gambar 4.16., sedangkan untuk penginputan beban angin tekan adalah 0 (nol).

Gambar 4.16. Display Beban Angin Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

4.1.3.3. Input Data Pada Program SAP2000

Dalam penginputan data pada program SAP2000 perlu memperhatikan beberapa langkah sebagai berikut:

a. Menentukan Geometri Koordinat

Model geometri koordinat dipakai apabila ada salah satu sumbu memakai ukuran yang tidak sama, serta mendesain ukuran (jarak) yang digunakan untuk menentukan koordinat pada atap. Adapun koordinat yang digunakan pada perencanaan atap dapat dilihat pada Gambar 4.17.

(20)

95

Gambar 4.17. Define Grid Data Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

b. Menginput Data Pada Material Properties

Penginputan data material pada program SAP2000 harus sesuai dengan material-material yang digunakan. Pada perencanaannya, atap didesain menggunakan material baja dengan mutu baja BJ 37. Adapun proses penginputan material properties pada program SAP2000 dapat dilihat pada Gambar 4.18. dengan data sebagai berikut:

1. Berat jenis baja = 7850 kg/ m3 2. Sifat dari mekanis baja, terdiri dari :

 Modulus Elastisitas (E) = 200000 Mpa

 Modulus Geser (G) = 80000 Mpa

 Poisson Ratio () = 0,3

 Koefisien Muai (α) = 12 x 10-6

(pasal 5.1.3, SNI 03-1729-2002, hal 9) 3. Mutu baja yang digunakan adalah BJ 37, Mempunyai nilai sebagai berikut:

 Fy = Fye = 240 Mpa

 Fu = Fue = 370 Mpa

(tabel 5.3, SNI 03-1729-2002, hal 11)

(21)

96

Gambar 4.18. Material Properties Data Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

c. Menginput Data Pada Define Load Patterns

Pada define load patterns ini digunakan untuk menentukan jenis beban yang bekerja pada struktur (atap). Pada beban mati diisi angka 1 (satu), dengan maksud program SAP2000 secara otomatis akan menghitung sendiri beban mati (berat profil baja) yang bekerja pada atap, sedangkan angka 0 (nol) menunjukkan bahwa beban tersebut diinput secara manual. Penginputan define load patterns dapat dilihat pada Gambar 4.19.

Gambar 4.19. Define Load Patterns Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

(22)

97

d. Menentukan Profil Baja

Penginputan profil baja pada program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 4.20. Baja yang akan digunakan dalam perencanaan kuda-kuda adalah jenis Double Angle Shape dan profil baja yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Batang Diagonal Luar = 2L 90.90.9 2. Batang Diagonal Dalam = 2L 75.75.12 3. Batang Horisontal = 2L 75.75.8 4. Batang Vertikal = 2L 80.80.10

Gambar 4.20. Profil Baja Kuda-Kuda Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

e. Menentukan Kombinasi Pembebanan Kuda-Kuda

Berdasarkan beban-beban yang bekerja pada struktur, maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan. Adapun kombinasi pembebanan pada struktur atap adalah sebagai berikut :

1. U = 1,4 D

2. U = 1,2 D + 0,5 La

3. U = 1,2 D + 1,6 La + 0,8 W 4. U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 La

5. U = 0,9 D ± 1,3 W

(pasal 6.2.2, SNI 03-1729-2002, hal 13) Dalam penginputan beban kombinasi pada atap di program SAP2000 dapat dilihat pada Gambar 4.21. dan Gambar 4.22. Kombinasi (1,2 D + 1,6 L + 0,8 W) mengartikan bahwa 1,2 Beban Mati ditambah 1,6 Beban Hidup ditambah 0,8 Beban Angin.

(23)

98

Gambar 4.21. Define Load Combinations Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Gambar 4.22. Load Combinations Data Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

f. Menentukan Jenis Pembebanan

Beban yang bekerja pada struktur atap adalah sebagai berikut:

1. Beban Mati :

BAtap = 261 kg BPlafond = 58,725 kg

(24)

99

2. Beban Hidup :

BPekerja = 100 kg

BAir hujan = 125,28 kg

3. Beban Angin :

 Angin Tekan :

- Angin Tekan Vertikal = 0 kg - Angin Tekan Horizontal = 0 kg

 Angin Hisap :

- Angin Hisap Vertikal = -17,854 kg - Angin Hisap Horizontal = - 49,052 kg 4.1.3.4. Perhitungan Profil Kuda-Kuda

Dalam perhitungan kuda-kuda dengan menggunakan program SAP 2000 dan didapat data-data sebagai berikut, data lengkap terlampir:

1. Gaya aksial yang dihasilkan data terlampir.

2. Gaya momen yang dihasilkan data terlampir.

3. Gaya geser yang dihasilkan data terlampir.

4. Kontrol kekuatan baja yang dihasilkan data terlampir.

5. Baja yang digunakan yaitu jenis Double Angle Shape:

 Batang Diagonal Luar = 2L 90.90.9

 Batang Diagonal Dalam = 2L 75.75.12

 Batang Horisontal = 2L 75.75.8

 Batang Vertikal = 2L 80.80.10 Material Baja yang Digunakan

Mutu baja = BJ 37

Tegangan leleh (fy) = 240 Mpa

Tegangan Ultimit (fu) = 370 Mpa

Peregangan minimum = 20 %

(tabel 5.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 11)

Modulus Elastisitas (E) = 200000 Mpa

Modulus geser (G) = 80000 Mpa

Poisson ratio () = 0,3

(25)

100

Koefisien muai (α) = 12 x 10-6

(pasal 5.1.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 9)

Profil kuda kuda = Double Angle Shape

1. Perhitungan Batang Tekan

Berdasarkan perhitungan analisa pada program SAP2000 didapatkan gaya tekan maksimal pada batang 124 dengan nilai gaya tekan maksimal sesuai dengan Gambar 4.23.

 Batang 124 dengan profil baja 2L 90. 90. 9

 P maks = Nu = 12563,93 kg = 12,564 ton ( hasil output program SAP2000)

 L Bentang = 1,79842 m = 1798,42 mm

Gambar 4.23. Diagram of Frame Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Berdasarkan gaya tekan maksimal yang bekerja pada batang 124 dengan profil baja yang digunakan 2L 90. 90. 9. Data dari profil baja adalah sebagai berikut:

Profil Baja 2L 90. 90. 9

 A (satu profil) = 15,5 cm2 = 1550 mm2

 (A profil) = 2 x 1550 = 3100 mm2

(26)

101

 ex = ey = 2,54 cm = 25,4 mm

 Ix = Iy = 116 cm4 = 1160000 mm4

 Rx = Ry = 2,74 cm = 27,6 mm

 Rmin = 1,76 cm = 17,6 mm

 Tp = 9 mm

(Tabel Profil Kontruksi Baja, hal 38 dan 39) a. Menghitung Momen Inersia dan Jari-jari Girasi Komponen Struktur

Profil Baja 2L 90. 90. 9

Gambar 4.24. Momen Inersia Penampang Sumber : Data Pribadi AutoCAD 2007 Keterangan:

h = 90 mm

b = 90 mm

a = 10 mm

t = 9 mm

Titik Berat Komponen:

Lx (s) = 25,4 mm Ly = 90 mm

(27)

102

b. Periksa Terhadap Kelangsingan Elemen Penampang

(tabel 7.5-1, SNI 03- 1729- 2002, hal 30)

(28)

103

(penampang tak kompak)

(pasal 8.2.4, SNI 03- 1729- 2002, hal 36) c. Periksa Terhadap Kelangsingan dan Kestabilan Komponen

Digunakan pelat kopel 5 (lima) buah → Pembagian batang minimum adalah 3 (tiga).

(pasal 9.3.3b, SNI 03- 1729- 2002, hal 59)

Jarak antar pelat kopel

Keterangan:

r min adalah jari-jari girasi minimal dari girasi komponen struktur terhadap sumbu yang memberikan nilai terkecil

(persamaan 9.3-4, SNI 03- 1729- 2002, hal 58)

Syarat kestabilan komponen

< 50... (OK)

(persamaan 9.3-7, SNI 03- 1729- 2002, hal 59)

Kondisi tumpuan sendi-sendi, maka faktor tekuk k = 1

(tabel 7.6-1, SNI 03- 1729- 2002, hal 32)

Kelangsingan arah sumbu bahan (sumbu x)

(persamaan 9.3-1, SNI 03- 1729- 2002, hal 57)

Syarat kestabilan arah sumbu bahan (sumbu x)

(29)

104

> 1,2.

> 30,6550... (OK)

(persamaan 9.3-7, SNI 03- 1729- 2002, hal 59)

Kelangsingan arah sumbu bebas bahan (sumbu y)

(persamaan 9.3-1, SNI 03- 1729- 2002, hal 57)

Kelangsingan ideal

Nilai m untuk profil 2L = 2

(persamaan 9.3-2, SNI 03- 1729- 2002, hal 57)

Syarat kestabilan arah sumbu bebas bahan (sumbu y)

> 1,2.

> 30,6550... (OK)

(persamaan 9.3-7, SNI 03- 1729- 2002, hal 59)

d. Menghitung Daya Dukung Tekan Nominal Komponen

1. Menghitung koefisien tekuk arah sumbu bahan (sumbu x)

Parameter kelangsingan komponen

(persamaan 7.6-2, SNI 03- 1729- 2002, hal 27)

(30)

105

Karena 0,25 < < 1,2 maka,

(persamaan 7.6-5c, SNI 03- 1729- 2002, hal 27)

Daya dukung komponen arah sumbu bahan (sumbu x)

(persamaan 7.6-3, SNI 03- 1729- 2002, hal 27) 2. Menghitung koefisien tekuk arah sumbu bebas bahan (sumbu y)

Parameter kelangsingan komponen

(persamaan 7.6-2, SNI 03- 1729- 2002, hal 27)

Karena 0,25 < < 1,2 maka,

(persamaan 7.6-5c, SNI 03- 1729- 2002, hal 27)

Daya dukung komponen arah sumbu bahan (sumbu y)

(31)

106

(persamaan 7.6-3, SNI 03- 1729- 2002, hal 27) e. Periksa Terhadap Tekuk Lentur Torsi

Modulus geser

(Perencanaan Struktur Baja Dengan Methode LRFD, hal 72)

Konstanta torsi

(Perencanaan Struktur Baja Dengan Methode LRFD, hal 159) f. Koordinat Pusat Geser Terhadap Titik Berat

Koordinat pusat geser yang terjadi pada profil baja 2L 90. 90. 9 yaitu seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.25. Titik Pusat Geser Penampang Sumber : Data Pribadi AutoCAD 2007

xo = 0

t b

h

ex

titik pusat massa

titik pusat geser

(32)

107

Keterangan:

= Koordinat pusat geser terhadap titik berat, xo = 0

untuk siku ganda dan profil T (sumbu y – sumbu simetris)

= jari-jari girasi polar terhadap pusat geser

(pasal 9.2, SNI 03- 1729- 2002, hal 55 dan 56) Daya dukung komponen diambil yang terkecil

ton

(persamaan 6.4-2, SNI 03- 1729- 2002, hal 18)

…….. (OK)

(Profil 2L 90 x 90 x 9 Aman dan Dapat Digunakan)

(33)

108

2. Perhitungan Batang Tarik

Berdasarkan perhitungan analisa pada program SAP2000 didapatkan gaya tarik maksimal pada batang 109 dengan nilai gaya tarik maksimal sesuai dengan Gambar 4.26.

 Batang 109 dengan profil baja 2L 75. 75. 8

 P maks = Nu = 2004,74 kg = 2,0048 ton ( hasil output program SAP2000)

 L Bentang = 1,690 m = 1690 mm

Gambar 4.26. Diagram of Frame Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Berdasarkan gaya tarik maksimal yang bekerja pada batang 109 dengan profil baja yang digunakan 2L 75. 75. 8. Data dari profil baja adalah sebagai berikut:

Profil Baja 2L 75. 75. 8.

 A (satu profil) = 11,5 cm2 = 1150 mm2

 (A profil) = 2 x 1150 = 2300 mm2

 ex = ey = 2,13 cm = 21,3 mm

 Ix = Iy = 58,9 cm4 = 589000 mm4

 Rx = Ry = 2,26 cm = 22,6 mm

 Rmin = 1,46 cm = 14,6 mm

 Tp = 8 mm

(34)

109

(Tabel Profil Kontruksi Baja, hal 36 dan 37) a. Periksa Terhadap Tarik

Syarat penempatan baut

Model penempatan baut pada penampang profil 2L 75. 75. 8 adalah seperti gambar berikut:

Gambar 4.27. Pemodelan Jarak Baut Profil Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Spesifikasi baut yang digunakan:

Tipe baut = A325

Diameter = 12,7 mm (1/2”) Fu (kuat tarik min) = 825 Mpa Fy (proof stress) = 585 Mpa

Permukaan baut = tanpa ulir pada bidang geser ( r = 0,5 ) Diameter lubang baut (dl)

(dl) = 12,7 + 1 = 13,7 mm

(Perencanaan Struktur Baja Dengan Methode LRFD, hal 110)

Jarak antar baut

Jarak baut ke tepi plat

(35)

110

(pasal 13.4.2 dan 13.4.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 104)

Spesifikasi pelat buhul Tebal pelat = 10 mm Mutu baja = BJ 37 Fy = 240 Mpa Fu = 370 Mpa

Luas penampang netto:

Direncanakan menggunakan tipe baut A325 Baut ukuran 1/2” = 12,7 mm (satu lajur) n = 1

(pasal 10.2.1, SNI 03- 1729- 2002, hal 71)

Luas penampang efektif

Untuk pemodelan letak baut dalam menentukan luas penampang efektif pada profil baja 2L 75. 75. 8 yaitu sebagai berikut:

Gambar 4.28. Pemodelan Letak Baut Profil Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Keterangan:

b = lebar penampang profil baja L = jarak terjauh kelompok baut x = eksentrisitas sambungan

t b

h e

t b

h

Pelat buhul

Pelat kopel

(36)

111

(pasal 10.2, SNI 03- 1729- 2002, hal 70)

Daya dukung tarik murni Kondisi leleh

(persamaan 10.1-2a, SNI 03- 1729- 2002, hal 70) Kondisi faktur

(persamaan 10.1-2b, SNI 03- 1729- 2002, hal 70)

Daya dukung geser murni

Untuk pemodelan area geser pada penampang profil baja 2L 75. 75. 8 setelah diberi baut yaitu seperti berikut:

Gambar 4.29. Pemodelan Area Geser

Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Av = Luas penampang kotor geser

(37)

112

Daya dukung kombinasi tarik dan geser

Untuk pemodelan area kombinasi geser dan tarik pada penampang profil baja 2L 75. 75. 8 setelah diberi baut yaitu seperti berikut:

Gambar 4.30. Pemodelan Area Geser dan Tarik Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Geser

Anv = Luas penampang bersih geser

Tarik

At = Luas penampang kotor tarik

= 859,2 mm2 Ant = Luas penampang bersih tarik

Nn geser > Nn tarik, maka : Geser leleh – Tarik fraktur

(38)

113

(Perencanaan Struktur Baja Dengan Methode LRFD, hal 41)

Diambil nilai daya dukung batang tarik terkecil

(persamaan 6.4-2, SNI 03- 1729- 2002, hal 18)

2,0048 ton < 0,85 x

………(OK)

(Profil 2L 75. 75. 8 Aman dan Dapat Digunakan) 3. Perhitungan Sambungan

Berdasarkan perhitungan analisa pada program SAP2000 didapatkan gaya pada batang 124 dengan nilai gaya sesuai dengan Gambar 4.31.

 Batang 124 dengan profil baja 2L 90. 90. 9

 P maks = Nu = 12563,93 kg = 12,564 ton ( hasil output program SAP2000)

 L Bentang = 1,79842 m = 1798,42 mm

Gambar 4.31. Diagram of Frame Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

(39)

114

Spesifikasi baut yang digunakan:

Tipe baut = A 325

Diameter = 12,7 mm (1/2”) Fu = 825 Mpa Fy = 585 Mpa

Permukaan baut = tanpa ulir pada bidang geser ( r = 0,5 )

(Perencanaan Struktur Baja Dengan Methode LRFD, hal 110)

Spesifikasi pelat buhul:

Tebal pelat = 10 mm Mutu baja = BJ 37 Fy = 240 Mpa Fu = 370 Mpa

Tahanan geser baut

Nilai r untuk baut tanpa ulir pada bidang geser = 0,5 ϕ Vd = ϕ .r .fub. Ab

(persamaan 13.2-2, SNI 03-1729-2002, hal 100)

Tahanan tumpu baut

fu = nilai tegangan tarik putus terendah dari baut dan pelat buhul

(persamaan 13.2-8, SNI 03-1729-2002, hal 101) Diambil nilai terkecil dari tahanan geser baut dan tahanan tumpu baut Jumlah baut =

4 baut jumlah baut yang dipakai = 4 baut (jumlah baut minimum)

Jarak antar baut

(40)

115

Jarak baut ke tepi plat

(pasal 13.4.2 dan 13.4.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 104) 4. Perhitungan Pelat Kopel

Berdasarkan perhitungan analisa pada program SAP2000 didapatkan gaya pada batang 124 dengan nilai gaya sesuai dengan Gambar 4.32.

 Batang 124 dengan profil baja 2L 90. 90. 9

 P maks = Nu = 12563,93 kg = 12,564 ton ( hasil output program SAP2000)

 L Bentang = 1,79842 m = 1798,42 mm

Gambar 4.32. Diagram of Frame Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Digunakan pelat kopel 5 buah Jarak antar pelat kopel

(41)

116

Menghitung tinggi pelat kopel

Pada perencanaan kuda-kuda baja digunakan pelat kopel sebagai media penyambung antar profil baja.

Gambar 4.33. Model Pelat Kopel

Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Detail pelat kopel:

Tebal = 10 mm

Lebar = 130 mm

Mutu baja = BJ 37

Fy = 240 Mpa

Fu = 370 Mpa

σ = 160 Mpa

Profil Baja 2L 90. 90. 9

 A (satu profil) = 15,5 cm2 = 1550 mm2

 (A profil) = 2 x 1550 = 3100 mm2

 ex = ey = 2,54 cm = 25,4 mm

 Ix = Iy = 116 cm4 = 1160000 mm4

 Rx = Ry = 2,74 cm = 27,6 mm t

b h

Pelat kopel

b

h pelat l pelat

t pelat

(42)

117

 Rmin = 1,76 cm = 17,6 mm

Ii = moment inersia elemen komponen struktur terhadap sumbu l-l, mm4

Ii = 47,8 cm4 = 478000 mm4

 Tp = 9 mm

(Tabel Profil Kontruksi Baja, hal 38 dan 39)

Syarat kekakuan pelat kopel

(persamaan 9.3.5, SNI 03-1729-2002, hal 59)

2

≈ h = 100 mm

Periksa terhadap geser

Gaya lintang yang dipikul pelat kopel

Gaya lintang yang dipikul 1 pelat kopel

Tahanan geser pelat kopel

(43)

118

………... (OK)

(persamaan 8.8-2 , SNI 03-1729-2002, hal 45)

Maka tahanan geser nominal pelat:

= 28,8 ton

(persamaan 8.8-3a , SNI 03-1729-2002, hal 46)

………... (OK)

5. Perhitungan Pelat Landasan dan Baut Angkur Tegangan tumpu pelat landasan

Mutu beton (fc’) = 30 Mpa

σ beton = 0,3 . fc’

= 0,3 . 30 = 9 Mpa Digunakan tebal pelat = 10 mm

P horizontal maks pada tumpuan (2L 75. 75. 8.) PH Object 109 = 2004,74 kg

= 2,0048 ton

= 20048 N (hasil output SAP2000) P vertikal maks pada tumpuan (2L 80. 80. 10.)

PV Object 113 = 3981,45 kg

= 3,9815 ton

= 39815 (hasil output SAP2000)

(44)

119

Gambar 4.34. Diagram of Frame Horizontal Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Gambar 4.35. Diagram of Frame Vertikal Sumber : Data Pribadi Program SAP2000

Menghitung lebar pelat landasan efektif

Dalam perencanaan kuda-kuda baja digunakan pelat landasan atau base plate yang berfungsi untuk menghubungkan struktur atas (kuda-kuda baja) dengan struktur di bawahnya agar dapat menyalurkan gaya ke beton.

(45)

120

Gambar 4.36. Pemodelan Pelat Landasan Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Lebar efektif pelat landasan

σ beton = σ pelat landasan

Gambar 4.37. Tampak Atas Pelat Landasan Sumber : Dokumentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

a

L pelat

l pelat

t a

h t pelat

Pelat landasan

b

L pelat

l pelat

(46)

121

Spesifikasi baut yang digunakan:

Tipe baut = A 325

Diameter = 12,7 mm (1/2”)

Fu = 825 Mpa

Fy = 585 Mpa

Periksa terhadap geser baut

Nilai r untuk baut tanpa ulir pada bidang geser = 0,5 ϕ Vd = ϕ .r .fub. Ab

(persamaan 13.2-2, SNI 03-1729-2002, hal 100)

Dipakai 2 Baut

(47)

122

4.2. Perencanaan Struktur Pelat Atap

Pada perencanaannya, pelat atap direncanakan dengan 4 (empat) model bentuk pelat yaitu model I-2, I-3, I-4 dan I-5. Pelat atap terdiri dari lantai 6 (enam) dan lantai dak yang memiliki bentuk dan ukuran pelat lantai yang disesuaikan dengan jenis pelat lantainya.

4.2.1. Pelat Atap

Sistem penulangan pelat atap direncanakan sama dan dibagi setiap segmen.

Gambar 4.37. Denah Pelat Atap

Sumber : Dokumen Pribadi Program AutoCAD 2007

4.2.2. Pedoman Perhitungan Pelat Atap

1. Kusuma, Gideon. 1993. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang. Penerbit Erlangga : Jakarta.

2. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987 (PPPURG 1987).

3. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

4. Sunggono. 1984. Teknik Sipil Penerbit Nova : Bandung.

4.2.3. Perhitungan Pelat Atap

Data Teknis Pelat Atap Rencana:

1. Material Beton

Mutu Beton (Fc) = fc 30 Mpa

(48)

123

Berat per unit volume = 2400 Kg/m3

Modulus Elastisitas (Ec) = 4700  4700 = 25742,9602 Mpa (SNI-03-2487-2002, pasal 10.5 (1), hal 54) 2. Material Baja

Fy = 400 Mpa

Berat per unit volume = 7850 Kg/m3

(Tabel 1. PPPURG 1987, Hal 5) Modulus elastisitas = 200000 Mpa

(pasal 5.1.3. SNI-03-1729-2002, Hal 9) 3. Menentukan Syarat-syarat Batas dan Bentang Pelat Atap

Langkah pertama dalam perhitungan pelat lantai atap adalah dengan menentukan tipe pelat berdasarkan perletakannya. Berikut ini adalah jenis tipe pelat seperti yang diterangkan pada Buku Struktur Beton Bertulang Jilid 4 Gideon Kusuma :

Keterangan :

= Tumpuan bebas (garis tunggal)

= Tumpuan terjepit penuh (garis ganda) Gambar 4.38. Tipe Pelat

Sumber : Buku Struktur Beton Bertulang Jilid 4 Gideon Kusuma

(49)

124

Gambar 4.39. Denah Pelat Atap

Sumber : Dokumen Pribadi Program AutoCAD 2007

Gambar 4.40. Denah Pelat Dak

Sumber : Dokumen Pribadi Program AutoCAD 2007

(50)

125

Gambar 4.41. Detail Pelat Atap

Sumber : Dokumen Pribadi Program AutoCAD 2007

a. Model Pelat (I - 2)

 Kode Pelat A

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,0 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat A”

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 150 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,67 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat B

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 400 cm β =

=

= 1,6 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat B”

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 150 cm Ly (sisi bentang panjang) = 400 cm β =

=

= 2,67 > 2 menggunakan pelat lantai satu arah (one way slab) b. Model Pelat (I - 3)

 Kode Pelat C

(51)

126

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,0 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat C”

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 150 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,67 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat D

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 350 cm β =

=

= 1,4 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat D”

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 180 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,39 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat E

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 200 cm Ly (sisi bentang panjang) = 400 cm β =

=

= 2,0 = 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab) c. Model Pelat (I - 4)

 Kode Pelat F

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,0 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat G

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 400 cm β =

=

= 1,6 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab) d. Model Pelat (I - 5)

 Kode Pelat H

(52)

127

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 200 cm Ly (sisi bentang panjang) = 400 cm β =

=

= 2,0 = 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat I

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,0 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat J

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 250 cm Ly (sisi bentang panjang) = 350 cm β =

=

= 1,4 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab)

 Kode Pelat J”

Dimensi Plat : Lx (sisi bentang pendek) = 180 cm Ly (sisi bentang panjang) = 250 cm β =

=

= 1,39 < 2 menggunakan pelat lantai dua arah (two way slab) 4.2.4. Menentukan Tebal Pelat Lantai

Dalam perencanaan pelat, menentukan tebal diambil dari bentang pelat yang lebih pendek (Lx) dari luasan pelat terbesar. Berdasarkan data diatas, pada lantai dasar sampai dengan lantai atas memiliki jenis maupun tipe pelat dengan luasan yang berbeda-beda. Tebal pelat minimum yang memenuhi syarat lendutan ditentukan dari peraturan SNI 03-2847-2002 pasal.11.5.3.3 halaman 6. Pelat lantai digunakan dua arah, asumsi :

 Tebal pelat asumsi awal (hf) = 120 mm h =

dan ≥ 90 mm β =

=

= 1,6 hmin =

= 8,47 cm hmak =

= 11,86 cm ≈ 12 cm (tebal pelat minimum)

(53)

128

Maka tebal pelat atap yang digunakan adalah 12 cm β1 = 0,85 (fc’ ≤ 30 Mpa)

Dari hasil perhitungan syarat tebal pelat atap, maka disimpulkan tebal pelat atap asumsi awal = 12 cm memenuhi syarat hmin = 8,47 cm. Keseluruhan tipe pelat menggunakan tebal h = 12 cm.

4.2.5. Data Beban yang Bekerja Pada Pelat 4.2.5.1. Beban Mati

 Berat jenis beton bertulang = 2400 Kg/m3

 Berat jenis Baja = 7850 Kg/m3

 Lapisan kedap air = 5 cm

Berat jenis lapisan kedap air = 200 Kg/m2

 Tinggi air tergenang = 5 cm Berat jenis air hujan = 1000 Kg/m3

 Dinding pasangan ½ bata = 250 Kg/m2

 Berat plafond 11+7 = 18 Kg/m2

( PPPURG 1987, hal 5 dan 6 ) 4.2.5.2. Beban Hidup

 Lantai minimal = 250 Kg/m2

 Beban Atap (DAK) = 100 Kg/m2

( PPPURG 1987, hal 12 ) 4.2.6. Pembebanan

1. Beban Mati (WD)

Berat pelat lantai = 2400 x 0,12 = 288 Kg/m2 Berat lapisan kedap air = 0,05 x 200 = 10 Kg/m2 Berat air hujan = 0,05 x 1000 = 50 Kg/m2

Dinding pasangan ½ bata = 24 Kg/m2

Berat plafon = 18 Kg/m2

Total Pembebanan (WD) = 390 Kg/m2

2. Beban Hidup (WL)

Beban pelat lantai = 250 Kg/m2

Beban Atap (DAK) = 100 Kg/m2

3. Kombinasi Pembebanan

a. Sebagai Lantai Utama Kantor

+

(54)

129

Wu = 1,2 WD + 1,6 WL

= 1,2 (390) + 1,6 (250)

= 868 Kg/m2  8,68 KN/m2 b. Sebagai Atap DAK

Wu = 1,2 WD + 1,6 WL

= 1,2 (390) + 1,6 (100)

= 628 Kg/m2  6,28 KN/m2

4.2.7. Perhitungan Momen pada Tumpuan dan Lapangan

Dalam perencanaan penulangan pelat, model pelat yang digunakan adalah model I – 2, model I – 3, model I- 4 dan model I- 5 dengan skema dari diagram momen penulangan. Momen penulangan persatuan panjang terhadap beban terbagi rata. Adapun model pelatnya seperti gambar berikut:

Gambar 4.42. Tipe Pelat Lantai

Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 27

Perhitungan pelat atap tipe A, A”, B dan B” menggunakan model pelat lantai I – 2 dengan skema dari diagram momen dapat dilihat pada Gambar 4.43. dan nilai untuk koefisien momen penulangan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

(55)

130

Gambar 4.43. Skema dari Diagram Model Penulangan Pelat Model I – 2 Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 29

Tabel 4.3. Koefisien Untuk Momen Penulangan Pelat Model I- 2

Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 29

Untuk perhitungan pelat lantai tipe C, C”, D, D” dan E menggunakan model pelat lantai I – 3 dengan skema dari diagram momen dapat dilihat pada Gambar 4.44. dan nilai untuk koefisien momen penulangan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(56)

131

Gambar 4.44. Skema dari Diagram Model Penulangan Pelat Model I – 3 Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 30

Tabel 4.4. Koefisien Untuk Momen Penulangan Pelat Model I- 3

Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 30

Untuk perhitungan pelat lantai tipe F dan G menggunakan model pelat lantai I – 4 dengan skema dari diagram momen dapat dilihat pada Gambar 4.45. dan nilai untuk koefisien momen penulangan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

(57)

132

Gambar 4.45. Skema dari Diagram Model Penulangan Pelat Model I – 4 Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 31

Tabel 4.5. Koefisien Untuk Momen Penulangan Pelat Model I- 4

Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 31

Untuk perhitungan pelat lantai tipe H, I, J dan J” menggunakan model pelat lantai I – 5 dengan skema dari diagram momen dapat dilihat pada Gambar 4.46.

dan nilai untuk koefisien momen penulangan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

(58)

133

Gambar 4.46. Skema dari Diagram Model Penulangan Pelat Model I – 5 Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 32

Tabel 4.6. Koefisien Untuk Momen Penulangan Pelat Model I- 5

Sumber : Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, seri 4 hal 32

4.2.7.1. Momen Yang Dihasilkan

Perhitungan pada pelat Tipe A dengan dimensi 250 cm x 250 cm dengan model pelat I-2.

(59)

134

1. Momen arah x (1)

(tabel 4.3 hal 29, Gideon Kusuma)

2. Momen arah x (2)

(tabel 4.3 hal 29, Gideon Kusuma)

3. Momen arah x (3)

(tabel 4.3 hal 29, Gideon Kusuma)

4. Momen arah x (4)

(tabel 4.3 hal 29, Gideon Kusuma)

5. Momen arah x (5)

(tabel 4.3 hal 29, Gideon Kusuma)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa perhitungan perencanaan didapat untuk konstruksi rangka atap baja menggunakan profil baja 2L 90 x 90 x 9 dan 2L 80 x 80 x 8, untuk konstruksi pelat lantai

Perhitungan SAP2000 Profil Baja Siku Tidak Sama Sisi .... 3 Bagan Alir Penelitian ... 1 Batang yang Tertekuk akibat Gaya Aksial ... 4 Kesetimbangan Tidak Stabil ... 5

a) Dengan bentang yang sama, jika menggunakan material kayu tidaklah efektif, dikarenakan memerlukan dimensi yang besar, sambungan untuk batang tarik dan tekannya berbeda dan cukup

Tentukan gaya pada bagian EF dan GI pada rangka batang (truss) seperti yang diperlihatkan pada gambar dengan metode pembagian. Sebuah diagram benda bebas dari seluruh truss

Berapa jumlah baut yang digunakan pada sambungan struktur gable frame dengan menggunakan profil baja WF dan struktur rangka menggunakan profil baja siku.. Berapa perbandingan

Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur umumnya disebut

Elemen yang disebut sebagai batang-batang baja ringan dari suatu struktur rangka bidang untuk profil batang dimaksud, konsep &#34;lebar efektif&#34; telah digunakan dalam

Pada bab ini penulis akan membahas perhitungan kekuatan konstruksi frame tegak depan dan belakang yang menyatu pada dinding samping di tiap – tiap box, karena dibagian