• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

> 1,5. Jika model menghasilkan FK < 1,5, maka lereng dianggap tidak stabil.

Geometri lereng yang akan direkomendasikan adalah dengan kondisi MAT 5 (Jenuh), hal ini dilakukan untuk menghindari risiko longsoran akibat hujan ekstrim.

5.1 Stabilitas Lereng Untuk Lereng Highwall

Analisis lereng highwall diwakilkan pada 3 penampang lereng yaitu A – A’, penampang C – C’ dan penampang D – D’. Hasil analisis akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

5.1.1 Penampang Lereng A-A’

Berdasarkan hasil pemodelan pada penampang A – A’, terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain :

a. Proses pemilihan alternatif lereng adalah sebagai berikut:

 Lereng dengan kondisi MAT 5 :

 Ketinggian lereng 31 m dengan sudut < 35o

 Lereng dengan kondisi MAT 1 :

 Ketinggian lereng 31 m dengan sudut < 60o

(2)

 Ketinggian lereng 36 m dengan sudut < 55o

 Ketinggian lereng 41 m dengan sudut < 45o

 Ketinggian lereng 36 m dengan sudut < 40o

 Ketinggian lereng 51 m dengan sudut < 35o

b. Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat ditentukan geometri lereng optimum yang direkomendasikan pada penampang A – A’ yaitu lereng dengan ketinggian 31 m dengan sudut 39o.

Gambar 5.1

Grafik Rekapitulasi FK Penampang A – A’ MAT 5 0.3

0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1

20 30 40 50 60 70 80

Faktor Keamanan (FK)

Sudut (o)

MAT 5

H 31 m H 36 m H 41 m H 46 m H 51 m

FK

(3)

Gambar 5.2

Model Lereng Rekomendasi Penampang A-A’

5.1.2 Penampang Lereng C-C’

Berdasarkan hasil pemodelan pada penampang C – C’, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

a. Alternatif pemilihan lereng dari hasil pemodelan adalah sebagai berikut :

 Lereng dengan kondisi MAT 5 :

 Ketinggian lereng 18 m dengan sudut < 55o

 Ketinggian lereng 28 m dengan sudut < 30o

 Ketinggian lereng 33 m dengan sudut < 25o

 Lereng dengan kondisi MAT 1 :

 Ketinggian lereng 18 m dengan sudut < 70o

 Ketinggian lereng 28 m dengan sudut < 60o

 Ketinggian lereng 33 m dengan sudut < 45o

b. Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat ditentukan geometri lereng optimum yang direkomendasikan pada penampang C – C’ yaitu lereng dengan ketinggian maksimum 28 m dengan sudut 330.

(4)

Gambar 5.3

Grafik Rekapitulasi FK Penampang C – C’ MAT 5

Gambar 5.4

Model Lereng Rekomendasi Penampang C - C’

5.1.3 Penampang Lereng D-D’

Berdasarkan hasil pemodelan pada penampang D – D’ ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

a. Alternatif pemilihan lereng dari hasil pemodelan adalah sebagai berikut :

0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1

15 25 35 45 55 65 75

Faktor Keamanan (FK)

Sudut (o)

MAT 5

H 18 m H 28 m H 33 m

FK

(5)

 Lereng dengan kondisi MAT 5 :

 Ketinggian lereng 32 m dengan sudut < 45o

 Ketinggian lereng 40 m dengan sudut < 35o

 Ketinggian lereng 45 m dengan sudut < 30o

 Lereng dengan kondisi MAT 1 :

 Ketinggian lereng 32 m dengan sudut < 65o

 Ketinggian lereng 40 m dengan sudut < 50o

 Ketinggian lereng 45 m dengan sudut < 50o

b. Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat ditentukan geometri lereng optimum yang direkomendasikan pada penampang D – D’ yaitu lereng dengan tinggi maksimum 45 m dan sudut 320.

Gambar 5.5

Grafik Rekapitulasi FK Penampang D – D’ MAT 5 0.4

0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9

15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80

Faktor Keamanan (FK)

Sudut (o)

MAT 5

H 32 m H 40 m H 45 m

FK

(6)

Gambar 5.6

Model Lereng Rekomendasi Penampang D-D’

5.2 Stabilitas Lereng Untuk Lereng Akhir Tambang

Analisis lereng akhir tambang diwakilkan pada 2 penampang lereng yaitu penampang B – B’ dan penampang F – F’. Hasil analisis akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

5.2.1 Penampang Lereng B-B’

Berdasarkan hasil pemodelan pada penampang B – B’ ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

a. Alternatif pemilihan lereng dari hasil pemodelan adalah sebagai berikut :

 Lereng dengan kondisi MAT 5 :

 Ketinggian lereng 28 m dengan sudut < 45o

 Lereng dengan kondisi MAT 1 :

 Ketinggian lereng 28 m dengan sudut < 70o

b. Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat ditentukan geometri lereng optimum yang direkomendasikan pada penampang B – B’ yaitu lereng dengan tinggi maksimum 28 m dan sudut 490.

(7)

Gambar 5.7

Grafik Rekapitulasi FK Penampang B – B’ MAT 5

Gambar 5.8

Model Rekomedasi Lereng Penampang B-B’

0 0.5 1 1.5 2 2.5

25 35 45 55 65 75

Faktor Keamanan (FK)

Sudut (o)

Lereng akhir tambang H = 28 m

MAT 5 FK

(8)

5.2.2 Penampang Lereng F-F’

Berdasarkan hasil pemodelan pada penampang F – F’ ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

a. Alternatif pemilihan lereng dari hasil pemodelan adalah sebagai berikut :

 Lereng dengan kondisi MAT 5 :

 Ketinggian lereng 23 m dengan sudut < 45o

 Lereng dengan kondisi MAT 1 :

 Ketinggian lereng 28 m dengan sudut < 70o

b. Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat ditentukan geometri lereng optimum yang direkomendasikan pada penampang F – F’ yaitu lereng dengan tinggi maksimum 28 m dan sudut 640.

Gambar 5.9

Grafik Rekapitulasi FK Penampang F – F’ MAT 5 1.2

1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9

45 50 55 60 65 70 75 80

Faktor Keamanan (FK)

Sudut (o)

Lereng Akhir Tambang H = 23 m

MAT 5 FK

(9)

Gambar 5.10

Model Lereng Rekomendasi Penampang F-F’

5.3 Stabilitas Lereng Untuk Lereng Tunggal

Berdasarkan grafik pada gambar dibawah menunjukkan bahwa semua model yang disimulasikan berada dalam kondisi stabil dengan FK ≥ 1,5. Sehingga dapat menggunakan model yang mana saja, setelah mempertimbangkan faktor produktivitas alat, peledakan atau hal yang lain.

Gambar 5.11

Grafik Rekapitulasi FK Lereng Tunggal MAT 5 (Claystone) 0

0.51 1.52 2.5 3 3.54 4.55 5.56 6.57

0 20 40 60 80

Faktor Keamanan (FK)

Sudut (⁰)

Claystone (MAT 5)

5 m 10 m 15 m FK

(10)

5.4 Stabilitas Lereng Untuk Lereng Timbunan

Hasil simulasi menunjukkan pada sudut 150 kondisi jenuh, lereng timbunan stabil dengan FK=1,75 untuk tinggi timbunan 10m, tetapi untuk tinggi 15 m dan 20 m lereng timbunan tidak stabil dengan FK=1,472 dan FK=1,294. Lereng timbunan dengan ketinggian 15 m dan 20 m pada keadaan kondisi jenuh tidak ditemukan kondisi stabil, sehingga dapat ditentukan geometri lereng optimum yang direkomendasikan berdasarkan grafik dibawah yaitu dengan tinggi maksimum 10 m dan sudut 19o.

Gambar 5.12

Grafik Rekapitulasi FK Lereng Timbunan MAT 5

5.5 Penanggulangan Air Tambang

Dengan mengetahui sifat, perkiraan debit, dan pola aliran air permukaan (run off) dan air sungai, koefisien permeabilitas lapisan batuan yang akan ditambang, dan perkiraan debit airtanah yang potensial masuk ke

0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8

0 5 10 15 20 25 30

Faktor Kemanan (FK)

Sudut (⁰)

MAT 5

10 m 15 m 20 m FK

(11)

dalam bukaan tambang, perlu dibuat cara atau sistem pengendalian air tambang secara keseluruhan.

Sistem pengendalian air di luar tambang dapat dilakukan dengan membuat saluran pengalihan limpasan air permukaan yang kemudian akan dialirkan ke sungai yang berada di luar lokasi tambang dengan jarak terdekat. Sedangkan untuk penanggulangan air di dalam bukaan tambang, dilakukan dengan cara membuat saluran-saluan drainase pada jenjang- jenjang lereng bukaan tambang, yang kemudian dibuatkan saluran menuju ke sumuran (sump) pada lantai bukaan tambang. Air pada sumuran kemudian dipompa ke luar bukaan tambang, menuju ke saluran pengalihan di luar blok penambangan.

5.6 Penanggulangan Air Limpasan

Cara penanggulangan air limpasan di luar Pit pada umumnya adalah dengan membuat saluran di sekeliling batas pit sebagai saluran pengalihan air menunju ke sungai. Dalam merancang saluran pengalihan air agar berfungsi secara efektif dan tidak sampai terjadi pengendapan (sedimentasi), tidak menimbulkan erosi, serta mudah dalam pembuatannya, dan juga harus mempertimbangkan perkiraan debit aliran maksimum serta dimensi, bentuk dan kecepatan aliran. Bentuk saluran yang umum digunakan pada kegiatan penambangan adalah trapesium karena dianggap paling cocok untuk mengatasi aliran air dalam jumlah (debit) yang relatif besar.

(12)

Perkiraan debit air yang akan mengalir ke dalam saluran pengalihan dalam kasus ini, hanya air dari luar Pit, yang bersumber dari hujan dan air rembesan dari lapisan batuan.

Tabel 5.1

Perkiraan Debit Air Limpasan Dari Luar Pit Lokasi

Saluran/Paritan

Koefisien Limpasan

(C)

Debit (m3/detik)

Debit (m3/jam)

Paritan A 0.6 0.473 1705.027

Nilai debit tersebut di atas kemudian digunakan sebagai debit rencana yang akan dialihkan melalui saluran. Saluran pengalihan direkomendasaikan dibuat disekeliling pit.

Bentuk saluran yang disarankan adalah bentuk trapesium, sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut dalam Tabel 5.2. Dimensi saluran pada tabel tersebut merupakan ukuran minimum yang disarankan.

Tabel 5.2

Dimensi Saluran Pengalihan Nama Paritan

Lebar Dasar Saluran

(b) (m)

Lebar Permukaan

Aliran (B) (m)

Kedalaman Aliran (y)

(m)

Tinggi Jagaan

(f) (m)

Paritan A 0.42 0.867 0.501 0.2

Sistem saluran yang disarankan, didasarkan atas hasil perhitungan dimensi disesuaikan dengan debit air limpasan di luar pit yang akan dialihkan menuju sungai. Adapun peta rencana paritan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

(13)

Gambar 5.14 Peta Rencana Paritan

110

(14)

5.6.1 Arah Aliran Airtanah

Muka airtanah yang ada sekarang pada umumnya menunjukkan kontur elevasi muka airtanah yang relatif mengikuti bentuk topografi yang ada dengan kedalaman MAT antara 1,6 - 2 meter. Di daerah pit, muka airtanah berada pada elevasi yang rendah dan mengikuti bentuk topografi yang ada.

Gambar 5.15 Penampang Geologi

(15)

Pada gambar penampang geologi tersebut terlihat terlihat bahwa air akan mengalir dari arah timur menuju ke arah barat laut dan dari arah selatan juga menuju ke arah barat laut karena pada bagian pada arah barat laut dari lokasi pit terdapat sungai yang elevasi dasar sungainya lebih rendah dari lokasi pit dan sekitarnya.

5.7 Penanggulangan Air di Dalam Pit

Air di dalam bukaan tambang diperhitungkan berasal dari air hujan dan air rembesan dari bawah permukaan. Air bawah permukaan (groundwater) berkaitan dengan keberadaan beberapa lapisan batuan yang dapat merembeskan air baik melalui pori-pori maupun rekahan massa batuan.

5.7.1 Penanggulangan Air Pada Jenjang

Penanganan air pada permukaan tambang (Pit) dilakukan dengan membuat sistem penyaliran pada jenjang (benches) sebagai dalam Gambar 5.7

Gambar 5.16

Skema Saluran Penyaliran

(16)

Sistem penyaliran pada jenjang ini berfungsi untuk mengalirkan air yang berada di atas jenjang menuju lantai tambang, sehingga tidak terjadi genangan air di atas jenjang. Pada setiap level jenjang, dibuat saluran vertikal sebagai penghubung antar level dengan jarak setiap 60 m. Kemudian pada lantai tambang di level terendah dibuat sumuran (sump) yang berfungsi sebagai tempat penampungan akhir seluruh air yang masuk ke dalam pit, sebelum dialirkan ke luar dengan sistem pemompaan.

Air yang berasal dari sump akan dipompa menuju ke settling pond yang disarankan dibuat di bagian atas dan berada di luar pit. Kemudian air pada settling pond akan dialirkan lagi menuju ke kolam pengontrol (monitoring pond) yang berfungsi untuk memantau kualitas air sebelum dibuang ke aliran air bebas (sungai).

5.7.2 Penanggulangan Air Tambang dengan Sistem Pemompaan

Debit air tambang yang akan ditanggulangi dengan sistem pemompaan merupakan jumlah air di dalam pit akibat hujan yang turun dan rembesan dari batuan di dalam pit.

Pada Tabel 5.3 di bawah ini, dapat dilihat debit air tambang yang diperhitungkan pada masing-masing Pit dengan sistem pemompaaan beserta estimasi jumlah dan jam kerja pompa yang dibutuhkan.

Tabel 5.3

Debit Air Tambang di Dalam Pit dan Estimasi Pemompaan Periode Nama Debit

(m3/Jam)

Debit Total

Jam Hujan

Kapasitas Alat (m3/Jam)

Estimasi Pompa

Jam Kerja Pompa

(jam) 2

Catchment 1968.11

2,507.98 1.00 450.09 1 5

Pit 539.486 Airtanah 0.38228

(17)

Pada Tabel 5.3 di atas, debit air tambang untuk Pit adalah sebesar 2,507.98 m3/jam, yang diperhitungkan dapat dipompa menggunakan 1 pompa dengan 5 jam kerja pemompaan.

Dalam memilih pompa yang akan digunakan untuk sistem pemompaan air tambang, perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu kekeruhan air, pH, tinggi angkat total sistem pemompaan (total head), dan kapasitas (debit) serta karakteristik pompa. Data-data ini dapat diperoleh dari pengukuran di lapangan dan desain tambang yang akan direncanakan.

Setiap tipe pompa umumnya mempunyai kurva unjuk kerja (karakteristik) pompa, yaitu grafik yang menunjukkan kemampuan atau kapasitas (debit) pemompaan terhadap variasi tinggi angkat total sistem (head) serta efisiensi kerja pompa.

Penggunaan pompa dengan kapasitas 450 m3/jam (yang banyak dipakai pada tambang kecil hingga menengah), dengan asumsi curah hujan rata-rata maksimum, maka disarankan untuk menggunakan pompa dengan 5 jam kerja.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.8 menunjukkan hasil analisis nilai safety factor dengan menggunakan Software Geoslope dan metode Morgenstern-Price pada lereng kondisi eksisting dan

Kondisi TPH yang tidak memadai dimana terdapat lumpur atau timbunan air pada saat hujan akan mempercepat terbentuknya ALB. Hal ini diperparah apabila terjadi buah restan di TPH karena

Berdasarkan hasil perhitungan SMR (Tabel 5.8), maka dapat disimpulkan bahwa lereng pada scanline I, IV, dan V merupakan lereng kelas III (normal) dengan kondisi lereng stabil

Hasil analisis 2D stabilitas lereng timbunan sampah memiliki optimasi desain dengan peningkatan kapasitas timbunan setinggi maksimal 10 m dari kondisi awal dan kemiringan

Lereng sebelah hulu dari Embung Paras dilindungi oleh lapisan timbunan batu (rip-rap) setebal 0,4 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan ombak dan

Faktor eksternal yang mempengaruhi kedalaman air tanah dari aspek lahan yang bernilai nyata positif dalam penelitian ini berupa elevasi dengan ketinggian 500 m – 1000 m, 1000 m –

1.2.2 Masalah Penelitian Masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu melakukan optimalisasi geometri lereng hasil desain PT Alamjaya Bara Pratama ABP yang stabil dan

Akan tetapi penurunan viskositas pemisahan fasa dari sediaan asi terhadap sediaan mikroemulsi Hasil pengujian sentrifugasi selama 5 jam F1 A1 Stabil Stabil Stabil Stabil Viskositas