• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB V"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

212

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Untuk mempermudah mengetahui secara singkat isi dari Disertasi ini, maka di buat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkawinan pada adat budaya Batak Angkola Tapanuli Selatan terbagi kepada dua bagian prosesi, yaitu prosesi perkawinan yang diadakan di rumah pengantin perempuan dan yang diadakan di rumah pengantin laki-laki. Prosesi pernikahan di rumah pengantin perempuan dimulai dari mangaririt boru (melihat calon pengantin perempuan yang diinginkan calon pengantin laki-laki), menyapai boru (menanyai calon pengantin perempuan tentang kesediaannya untuk dipinang sekaligus syarat-syarat yang harus dipersiapkan), Patobang hata (menyakinkan bahwa acara peminangan akan dilaksanakan), pasahat sere sahatan (mengantarkan mahar kepada pihak perempuan), mangampar ruji (menyiapkan uang penghadang untuk keluar dari rumah), mangalehen mangan (memberi makan sekenyang- kenyangnya pada kedua pengantin), pabuat boru (membawa pengantin perempuan ke rumah pengantin laki-laki), mangolat (mengambat pengantin oleh namboru-nya karena semenjak kecil dialah yang mengasuh pengantin perempuan).

Adapun prosesi yang diadakan di rumah pengantin laki-laki yaitu mangalo-alo boru (menyambut penganten), tapian raya bangun, (membawa pengantin ke tempat pemandian sebagai pertanda mengakhiri masa gadis dan lajang bagi kedua pengantin), menabalkan gorar (memberikan gelar pertanda telah mengakhiri masa lajang), dan mangupa (menjamu pengantin setelah dari tapian raya bangun). Setelah selesai acara mengupa, maka selesai seluruh acara prosesi perkawinan adat Batak Angkola Tapanuli Selatan.

2. Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan internalisasi adat perkawinan Batak Angkola adalah hadis yang: Pertama, berkenaan dengan kebolehan untuk melihat calon istri berupa wajah dan telapak tangannya. Kedua, berkenaan tentang

(2)

213

memilih kriteria calon istri, Ketiga, berkenaan dengan anjuran memilih hari yang baik untuk pernikahan. Keempat, berkenaan dengan masalah mahar dalam acara meminang, Kelima, berkenaan dengan memberikan bantuan uang mahar (pege-pege), Keenam, anjuran menikahi Boru Tulang, Ketujuh, larangan menikah semarga, Kedelapan, berkenaan dengan hadis memberi nasihat, dan Kesembilan berkenaan dengan musik (onang-onang sambil menortor).

3. Beberapa internalisasi dan respon masyarakat yang terjadi dalam adat perkawinan Batak Angkola adalah sebagai berikut: Pertama, larangan adat kawin satu marga sudah ditinggalkan oleh masyarakat Batak Angkola, Jika terjadi mereka denda yang diberikan tidak sebagaimana hukum adat yang berlaku. Kedua, Anjuran menikah dengan mengambil boru tulang (mengambil anak perempuan dari adik laki-laki saudara Ibu) atau (kerabat dekat). Sudah ditinggalkan oleh oleh masyarakat Batak Angkola. Ketiga, Mendatangi para Datu-Datu (tukang tenung atau peramal) untuk menentukan hari baik pernikahan sudah ditinggalkan oleh masyarakat Batang Angkola. Keempat, Simbol-simbol yang digunakan dalam acara prosesi perkawinan telah mengalami pergeseran makna dan keyakinan, jika sebelum Islam datang simbol- simbol diyakini mengandung ada kekuatan magis bagi pemakainya, tetapi setelah Islam datang dimaknai sekedar simbol kehidupan. Kelima, acara sidang adat (markobar adat) dan memberi nasihat kepada kedua pengantin digantikan dengan acara Tausiyah yang disampaikan oleh Ustad kepada kepada kedua pengantin dan hadirin yang melaksanakannya.

B. Saran-Saran

1. Hendaknya masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan semaksimal mungkin untuk melaksanakan nilai-nilai hadis

(3)

214

dan adat dalam acara perkawinan, sehingga memunculkan nuansa islami dan adat dalam prosesi perkawinan Batak Angkola Tapanuli Selatan.

2. Hendaknya masyarakat Batak AngkolaTapanuli Selatan mensinergikan antara nilai-nilai ajaran hadis dengan nilai- nilai ajaran adat, sehingga tidak menimbulkan kontradiktif dan juga hanya cendrung pada satu bagian saja dalam menjalan nilai hadis dan nilai adat dalam acara perkawinan, sehingga terciptalah perkawinan yang beradat dan yang islami.

3. Walaupun saat ini masyarakat Angkola umumnya lebih mengutamakan nilai-nilai hadis dalam acara perkawinan, tetapi tidak mesti semua nilai-nilai adat ditinggalkan, sebaiknya disinergikan pelaksanaan nilai-nilai hadis dan adat dalam melaksanakan upacara perkawinan. Karena nilai-nilai adat juga di pandang sebagai peraturan yang membawa kepada kebaikan dalam kehidupan bermasyakat, selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Referensi

Dokumen terkait

” tuhor ni boru ” diberikan Anak boru kepada ibu calon pengantin perempuan. Dalam acara ini kedua belah pihak juga merundingkan tentang:.. a) Mas kawin,. b) Waktu yang baik

Sedangkan persiapan sebelum upacara dimulai bagi jemaat Kristen di Gereja Bethany Nginden Surabaya adalah melaksanakan konseling pernikahan, yang mana calon pengantin

ucapan selamat dari tuan rumah maka pengantin perempuan  akan  mempersilakan  pengantin  laki‐laki  dan  penghulu  untuk  memulai  upacara  akad  nikah  menurut 

”saya merasakan pembekalan Kursus Calon Pengantin ini memberikan saya ilmu baru mengenai masalah rumah tangga, pengatahuan saya tentang pernikahan menjadi bertambah

Dalam tahapan mappetuada, masing-masing dari keluarga calon pihak laki-laki maupun keluarga calon pihak perempuan akan mulai membahas tanggal pernikahan (tanra esso),

Dari hasil penelitian ini, dapat dideskripsikan bahwa calon pengantin (catin) merupakan pasangan laki-laki dan perempuan yang dalam perkembangannya baik secara fisik

Sorong serah ajikrama merupakan suatu prosesi adat yang dilakukan oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki terhadap pihak keluarga calon mempelai perempuan

Waligoro adalah adat ritual yang berupa sesajen yang harus disediakan oleh calon pengantin (laki-laki atau perempuan) yang merupakan garis keturunan laki-laki dari