• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

N/A
N/A
RUANG PADMA

Academic year: 2024

Membagikan "BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENGERTIAN

BPH (Benign Prostate Hyperplasia) adalah pembesaran non kanker yang progresif akibat hyperplasia pada kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi urethral dan pembatasan aliran urine.

2. EPIDEMIOLOGI

Kelenjar prostat bertambah besar pada pria sejalan dengan meningkatnya umur. Sekitar 50

% pria menunjukkan gambaran BPH secara histologis pada umur 60 tahun dan angka ini meningkat sampai dengan 90 % pada umur 85 tahun.

Angka insiden BPH meningkat dari 3 kasus per 1000 pria-tahun pada umur 45 – 49 tahun, dan menjadi 38 kasus per 1000 pria-tahun pada umur 75 – 79 tahun. Sementara itu, angka prevalensinya sebesar 2,7 % untuk pria umur 45 – 49 tahun, dan meningkat menjadi 24 % pada umur 80 tahun.

3. ETIOLOGI

Saat ini, penyebab terjadinya BPH adalah akibat adanya ketidakseimbangan endokrin.

Testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.

Seiring bertambahnya umur, kadar testosteron menurun secara relatif terhadap estrogen yang meningkat. Kelenjar prostat kemudian membesar akibat responnya yang tinggi terhadap level estradiol bersama dengan level androgen yang rendah. Di sisi lain, Dihydrotestosteron (DHT) sebagai metabolit testosteron yang disintesis di stromal prostat menjadi mediator penting dari proses ini (prostate-growth mediator). Dan hormon estrogen tadi dapat meningkatkan suseptibilitas sel terhadap DHT. Proses tersebut di atas dapat menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat di zona periuretral dan transisi yang akhirnya diikuti dengan hipertropi kelenjar prostat.

4. PATOFISIOLOGI

(2)

5. GEJALA KLINIS

Hiperplasia Kelenjar Prostat Faktor Risiko Etiologi

Hipertropi Kelenjar Prostat Kapsula menahan expansi prostat

Penekanan urethra pars prostatika Obstruksi

Urethral Resistensi

Bladder

Gejala Obstruksi Incomplete

emptying Intermittency

Hesistency Straining Weak stream

Disuria, Hematuria Gejala

Iritatif Nokturia

Urgensi Otot detrusor

irritable

Otot detrusor meregang

& menebal

Sensitivitas meningkat

Otot detrusor melemah Dekompensasi

Residu urine meningkat Perubahan

Pola Eleminasi Gangguan Pola Tidur

Retensi Urine Inkontinensia

Nyeri Risiko Infeksi

Nyeri

2

(3)

Gejala – gejala BPH dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Gejala iritatif

- Nokturia (keinginan umtuk sering kencing di waktu malam hari) - Urgensi (tidak bisa menahan keinginan untuk kencing)

2. Gejala obstruktif

- Pancaran kencing melemah

- Incomplete emptying (rasa tidak lampias setelah kencing) - Hesistency (jika miksi harus menunggu lama)

- Intermitensi (kencing terputus – putus) - Waktu miksi memanjang

6. PEMERIKSAAN FISIK

a. Periksa adanya tanda retensi kandung kencing di suprapubik.

b. Lakukan pemeriksaan rektal dengan Digital Rectal Examination (DRE) untuk mengevaluasi pria dengan dugaan BPH. Pada pemeriksaan didapatkan interpretasi grade BPH sebagai berikut:

Grade I :

Pada grade I, sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, pasien mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia. Bila diperiksa dengan rektal toucher ditemukan tonjolan 1 – 2 cm, bila diperiksa dengan clinical grading didapatkan sisa urin 0 – 55 cm.

Grade II :

Pada grade II, bila miksi terasa panas, sakit, disuria, mudah terjadi infeksi, kadang-kadang terdapat panas tinggi, menggigil dan nyeri di daerah pinggang. Bila diperiksa dengan rectal toucher ditemukan tonjolan 2-3 cm.

Bila diperiksa dengan clinical grading sisa urin 50-150 cc.

Grade III :

Gejala makin berat. Bila diperiksa dengan rectal toucher ditemukan tonjolan 3-4cm. Bila diperiksa dengan clinical grading sisa urin >150 cc.

Grade IV :

Penderita merasa kesakitan, air kencing keluar menetes secara periodik. Pada pemeriksaan fisik perlu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor karena terjadi bendungan yang hebat pada grade IV. Bila over flow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41 C, dan kesadaran menurun. Bila diperiksa dengan rectal toucher ditemukan tonjolan 4 cm. Bila diperiksa dengan clinical grading sama sekali tidak bisa kencing.

(4)

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Laboratorium:

1. Urinalisis :

Makroskopis: evaluasi warna urine (kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah)), penampilan keruh, pH atau berat jenis urine.

Mikroskopis: evaluasi sedimen urine untuk mengetahui adanya darah, bakteri, leukosit, protein atau glukosa.

2. Kultur urin :

Dilakukan bila pada urinalisis awal ditemukan kelainan. Pada kultur bisa didapatkan adanya Stapylococcus aureus, Proteus, Klebsiela, Pseudomonas, dan Echerichia coli.

3. Elektrolit, BUN/ kreatinin :

Menilai fungsi ginjal, meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.

b. Imaging:

1. Intravenous Pyelography (IVP) :

Menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

2. Transrectal Ultrasonography (TRUS):

Mengukur ukuran prostat dan vesika urinaria, jumlah residu urine, melokalisasi nyeri yang tidak berhubungan dengan BPH, derajat hodronefrosis (bila ada).

c. Test lainnya :

Evaluasi berat ringannya BPH dengan kuisioner International Prostate Symptm Score (IPSS)

8. PENATALAKSANAAN 1. Konservatif:

a. Life Style Modifications

4

(5)

Mengurangi minuman setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat – obatan jenis dekongestan (parasymphatolitic), mengurangi minum kopi dan tidak boleh minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.

b. Medikamentosa

- Penghambat Adrenergik (Doxazosin, Terazosin, Alfuzosin, dan Tamsulosin) - Penghambat enzim 5-α-reduktase (finasteride dan dutasteride)

2. Invasif

a. Minimally Invasive

- Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT) - Transurethral Balooning Dilatation (TUBD) - High Density Focused Ultrasound

b. Pembedahan

-Transurethral Resection of the Prostate (TUR-P) - Transurethral Incision of the Prostate (TIR-P) - Open Prostatectomy

- Laser Prostatectomy

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN

a. SIRKULASI

Tanda: Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal ) b. ELIMINASI

Gejala:

 Penurunan kekuatan / kateter berkemih.

 Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.

 Nokturia, disuria, hematuria.

 Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).

 Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum) Tanda:

 Masa pada abdomen bagian bawah dan nyeri tekan (distensi kandung kemih), hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)

c. MAKANAN / CAIRAN

(6)

Gejala:

 Anoreksia, nausea, vomiting.

 Kehilangan BB mendadak.

d. NYERI / NYAMAN Gejala:

 Nyeri suprapubis, panggul, pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut).

e. SEKSUALITAS Gejala:

 Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.

 Takut beser kencing selama kegiatan intim.

 Penurunan kontraksi ejakulasi.

Tanda:

 Pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.

f. PENGETAHUAN / PENDIDIKAN

 Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.

 Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika / antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan patofisiologi dan pohon masalah, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :

1. Perubahan Pola Eliminasi Urin b/d resistensi kandung kencing (otot detrusor iritabel, meregang dan menebal) serta obstruksi urethral yang ditandai dengan hesistency, intermittency, incomplete emptying, disuria, nokturia dan urgensi.

2. Retensi Urine b/d pembesaran prostat, dekompensasi kelemahan otot destrusor sehingga kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan adekuat, serta residu urine yang terus meningkat. Ini ditandai dengan: keragu – raguan dalam berkemih, dan ketidakmampuan dalam mengosongkan kandung kemih.

3. Nyeri b/d distensi kandung kemih pada retensi urine, iritasi mukosa kandung kemih, yang ditandai dengan adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian bawah, dan wajah meringis kesakitan dan respon otonomik.

4. Gangguan pola tidur b/d nokturia d/d sering terjaga pada saat tidur

5. Risiko Tinggi Infeksi b/d stasis urine dalam kandung kemih, serta refluks urine ascendent (vesico-ureteralis).

6

(7)
(8)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasionalisasi

1. Perubahan Pola Eliminasi Urine berhubungan dengan : - Mekanisme obstruksi - Kelemahan otot – otot

detrusor

Ditandai dengan :

- Sering kencing, dysuria, nokturia, inkontinensia, retensi urin.

- Blas penuh, supra-pubis tidak nyaman.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam Jumlah urine normal dengan kriteria hasil :

a. Klien mampu mengosongkan kandung kencing setiap 2 - 4 jam.

b. Klien mampu melakukan perineal exercise.

c. klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.

- Kaji pengeluaran urine - Anjurkan klien untuk

mengo-songkan kandung kemih setiap 2 - 4 jam,atau bila ada dorongan

- Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari, dan batasi cairan pada malam hari.

- Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh dengan mengerutkan bokong, menahan urine, baru mengalirkan urine.

- Retensi dapat terjadi karena obstruksi urethra dan kelemahan otot detrusor - Berkemih bila ada dorongan

dapat mencegah retensi urine.

- Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.

- Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih, dan meminimalkan inkontinensia

2. Retensi Urine

berhubungan dengan - residu urin yang terus

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah retensi urin

- Dorong pasien untuk

berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila tiba – tiba dirasakan

- Meminimalkan retensi urine dan distensi berlebihan pada kandung kemih

(9)

meningkat Ditandai dengan : - keragu-raguan dalam

berkemih, ketidak -mampuan dalam mengosongkan kandung kemih dengan lengkap - inkontinensia

- residu urine

- distensi kandung kemih

teratasi dengan kriteria hasil : a. berkemih dengan

jumlah yang cukup dan tidak teraba distensi kandung kemih

b. Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml, dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan aliran.

- Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan

- Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.

Perhatikan penurunan keluaran urin

- Perkusi/palpasi area supra pubik

- Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hr

- Awasi tanda vital dengan ketat. Observasi edema perifer, perubahan mental, pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat.

- Berikan rendam duduk sesuai indikasi

- Kolaborasi pemasangan keteter

- Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan

intervensi

- Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu

kemampuan untuk memfilter daan mengkonsentrasi substansi.

- Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubik - Peningkatan aliran cairan

mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dari pertumbuhan bakteri.

- Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik.

- Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan dapat meningkatkan upaya berkemih.

- mencegah retensi urin dan mengesampingkan adanya striktur uretra.

(10)

3. Nyeri berhubungan dengan :

- obtruksi uretral

- penebalan otot detrusor Ditandai dengan :

- adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian bawah.

- Wajah meringis kesakitan.

- Respon otonomik

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :

a. Klien dapat

mengontrol nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1-10 b. Klien tampak rileks.

c. Klien dapat

beristirahat dengan tenang

- Kaji intensitas nyeri dengan skala 1- 10.

- Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabil - Anjurkan pada klien untuk

tehnik relaksasi dengan cara menarik napas panjang, atur posisi senyaman mungkin - Kolaborasi pemberian

analgetik bila diperlukan.

- Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi - mencegah penarikan kandung

kemih dan erosi pertemuan penis-skrotum

- Meningkatkan relaksasi , memfokuskan kembali

perhatian, dapat meningkatkan kemampuan koping.

- Diberikan untuk meringankan nyeri

4. Gangguan pola tidur b/d nokturia d/d sering terbangun pada saat tidur

Tujuan : setelah dilakukan tindakan peraawatan pasien tidak mengalami gangguan pola tidur drngan kriteri hasil :

a. Klien dapat tidur seperti biasanya

b. Tidak sering terbangun pada malam hari

- tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi

- atur posisi senyaman mungkin

- hindari mengganggu pasien saat tidur

- mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat

- meningkatkan kenyamanan tidur pasien

- Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar.

5. Risiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan : - Stasis urine di kandung

kemih

- Refluks urine dari kandung kemih ke ureter dan ginjal.

Tujuan : setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam klien terhindar dari re-siko infeksi saluran kemih, dengan kriteria hasil :

a. Tanda vital dalam keadaan normal.

b. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi

c. Urine bersih dan

- Memasang dan melepaskan kateter dengan cara aseptik dan antiseptik.

- Cegah terjadinya refluks urine dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih.

dan klem kateter bila akan memindahkan klien.

- Untuk mencegah terjadinya infeksi

- Terjadinya refluks urin dapat meningkatkan risiko infeksi

10

(11)

jernih.

d. tidak terasa nyeri. - Anjurkan klien banyak minum 2500 cc – 3000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi

- Ukur tanda vital klien setiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.

- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik atau pemeriksaan

diagnostik

- Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.

- Peningkatan suhu menunjukkan risiko komplikasi sepsis

- Untuk mencegah terjadinya infeksi

(12)

D. EVALUASI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ditentukan, maka dilakukan evaluasi terhadap keberhasilan tindakan tersebut. Beberapa hal yang dapat dievaluasi yaitu :

- keluhan nyeri berkurang

- Pasien dapat buang air kecil seperti biasanya - Pasien dapat tidur sesuai pola tidurnya - Tidak terjadi infeksi.

(13)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ), . Philadelpia, F.A. Davis Company.

Sjamsu, R. Hidajat, Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Guyton A.C., Hall J.E. (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

Raymon J.L. Benign Prostate Hyperplasia, www.eMedicine.com, Last Cited February 22, 2008.

Referensi

Dokumen terkait

asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan perkemihan: Benign

Hasil : Dari hasil penelitian didapatkan dari 255 sampel pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) terdapat 25 sampel yang mengalami kejadian batu saluran

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH A. Data Dasar Pengkajian Pasien. Penurunana kekuatan pada dorongan atau aliran uirne, tetesan. 2) Keragu-raguan pada awal berkemih. 3)

Dengan mengetahui bahwa peningkatan kadar serum PSA lebih sering terjadi pada pasien BPH dengan bertambahnya usia, infeksi saluran kemih, inflamasi, obesitas

Mohammad Hoesin Palembang tahun 2020 adalah pasien memiliki usia dengan rata-rata 67,74±8,5 tahun, IMT normal, pekerjaan berat, keluhan utama obstruksi, perokok

ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau. adanya

Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan nutrisi anak terpenuh Kriterian Hasil :

Semua nilai P>0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan persentase stroma, epitel, dan lumen terhadap kejadian retensi urine pada BPH di RSUD Ulin Banjarmasin periode 2019 – 2020