Biofarmasetika & Sistem Penghantaran Obat
Apt. Riza Maulana, M.Pharm.Sci.
Fakultas Farmasi UMS
PORSI PENILAIAN MK
• UTS (35%)
• UAS (35%)
• TUGAS/KUIS (30%)
MEKANISME PERLINTASAN MEMBRAN
• Difusi pasif
• Difusi terfasilitasi
• Transpor aktif
• Pinositosis
• Transpor konvektif
• Transpor pasangan ion
MEKANISME PERLINTASAN MEMBRAN
MEKANISME PERLINTASAN MEMBRAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIFUSI
1. Faktor di luar membran
Hukum Stokes-Einstein
r η π
T D k
= 6
molekul jari
jari r
suhu T
kekentalan
Boltzman tetapan
k
difusi Koefisien
D
−
=
=
=
=
=
2. Faktor di dalam membran
• Porositas membran
• Turtuositas (kerumitan) membran
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIFUSI
• Kebanyakan zat aktif merupakan suatu asam atau basa organik → dalam keadaan terlarut bisa
terdapat dalam bentuk tidak terionkan atau terionkan
• Difusi pasif → hanya untuk molekul dalam bentuk tidak terionkan (unionized)
• Derajat ionisasi tergantung dari:
1. Tetapan disosiasi (pka)
2. pH medium tempat obat terlarut
Persamaan Henderson-Hasselbach
Untuk asam lemah:
bentuktidakterionkanterionkan
bentuk pKa
pH = +log
bentukbentuktidakterionkanterionkan
pKa
pH = + log
Untuk basa lemah:
Silakan dikerjakan !
(Moffat, et al, 1986)
1. Hitunglah berapa perbandingan jumlah obat terion dan tidak terion pada kondisi di saluran cerna (Harga pH pada lambung 1-3, duodenum 4-6, jejunum 7, ileum 8) 2. Perkirakan dimana absorpsi terbesar untuk masing-
masing obat tersebut? Mengapa ?
No. Obat pKa
1. Asam mefenamat 4,2
2. Ibuprofen 5,2
3. Ketoprofen 4,5
4. Parasetamol 9,5
5. Morfin 9,9
Pembahasan Soal
Pembahasan Soal
DIFUSI TERFASILITASI
Notes :
• Memerlukan pembawa (carrier)
• Perpindahan zat mengikuti gradien konsentrasi
• Tidak memerlukan energi dari luar
• Carrier dapat menjadi jenuh
• Contoh: thymine
DIFUSI TERFASILITASI
Intestinal lumen
Apical cell membrane Cell interior
Drug
Drug + Carrier
Carrier Drug
Carrier
Carrier High
concentration
Lower concentration
DIFUSI TERFASILITASI
Sumber: https://youtu.be/IX-kLh34KcQ
TRANSPOR AKTIF
Notes :
• Memerlukan adanya pembawa (carrier)
• Arah transpor melawan gradien konsentrasi (dari konsentrasi rendah → konsentrasi tinggi)
• Memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisa ATP
• Sistem transport dapat menjadi jenuh
Contoh: 5-fluorouracil, levodopa, riboflavin (B2), l - amino acids, thiamine (B1), nicotinic acid, vit B6 (Pyridoxine) , etc.
TRANSPOR AKTIF
Intestinal lumen Apical cell membrane
Cell interior
Drug
Drug + Carrier
Carrier Drug
Carrier
Carrier Lower
concentration
High concentration
TRANSPOR AKTIF
PINOSITOSIS dan FAGOSITOSIS
• Mekanisme ini terjadi untuk molekul besar atau tidak larut
• Pinositosis → subtansi dalam bentuk cairan
• Fagositosis → substansi dalam bentuk partikel
• Digunakan untuk transport protein → vaksin polio
• Contoh lain: pelepasan insulin dari sel pankreas
PINOSITOSIS dan FAGOSITOSIS
Intestinal lumen
Apical cell membrane Cell interior
Drug Drug
High
concentration Lower
concentration
vesicle
TRANSPOR KONVEKTIF (via PORI)
Notes :
• Mengikuti gradien konsentrasi
• Melalui pori
• Untuk molekul yang sangat kecil → urea, air dan gula
• Dapat dilalui oleh molekul dengan BM < 400
• Contoh: filtrasi glomerulus, up take obat ke dalam hati
• Contoh obat: water, urea, low weight sugars, organic electrolytes, etc.
TRANSPOR KONVEKTIF (via PORI)
22
Intestinal lumen
Apical cell membrane Cell interior
Drug Drug
High concentration
Lower concentration
TRANSPOR PASANGAN ION
Notes :
• Mengikuti gradien konsentrasi
• Untuk senyawa yang mudah terionisasi, misal amonium kuartener
• Terjadi pembentukan kompleks netral antara senyawa terionisasi dengan senyawa endogen
• Contoh:
Propranolol – asam oleat Quinine – heksilsalisilat
TRANSPOR PASANGAN ION
PROSES ABSORBSI OBAT
FAKTOR APA SAJA YANG MEMPENGARUHI ?
RUTE ORAL:
• Penyerapan terjadi sepanjang saluran cerna, kecuali esophagus
• Hampir semua mekanisme transport melintasi membran terjadi sepanjang saluran cerna.
• Difusi pasif → lambung, usus halus
• Transport aktif → usus halus
• Pinositosis → ileum
• Suksesnya perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral kedalam sirkulasi umum bisa dicapai dengan empat langkah proses yaitu
(Syukri, 2002) :
1. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya 2. Keberadaan obat dalam bentuk larutan
3. Pergerakan dari obat larut melalui membran saluran cerna
4. Pergerakan obat dari tempat absorpsi ke dalam sirkulasi umum
PERUBAHAN pH YANG TERJADI DI SALURAN CERNA:
Duodenum
Stomach
Ascending colon
Descending colon Jejunum
Ileum Small intestine
Transverse colon
Rectum
pH = 1 - 3.5
pH = 5 - 7
pH = 8
Blood = 7.4
RUTE KULIT
• Pemberian obat melalui rute kulit dapat dibedakan menjadi:
• Topical → untuk efek lokal
• Transdermal → untuk efek sistemik
• Kecepatan absorpsi melalui rute kulit dipengaruhi oleh
mekanisme penghalangan dari lapisan stratum corneum → akan mempengaruhi penetrasi obat.
• Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi: kalau obat tersebut terikat pada kulit atau
mukosa disebut adsorpsi. Kalau obat sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut
penetrasi. Hanya kalau obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam saluran darah baru itu disebut absorpsi (Joenoes, 2002).
RUTE MATA:
• Dapat digunakan untuk pengobatan lokal dan sistemik.
• Obat dapat menembus iris → melalui mekanisme difusi.
• Laju penembusan obat ditentukan oleh proses difusi, koefisien partisi, derajat ionisasi dan
ukuran partikel → sifat fisikokimia.
RUTE REKTAL:
• Menghindari pengaruh pH lambung dan enzim pencernaan.
• Dapat menghindari “first pass effect” karena langsung menuju vena cava.
RUTE PARU/INHALASI:
• Epitel paru mempunyai kemampuan yang baik sebagai tempat penyerapan/ absorpsi.
• Adanya vaskularisasi pada paru →
menyebabkan peningkatan fungsi permukaan pada proses difusi pasif.
• Perlunya pengaturan ukuran partikel dan
kecepatan partikel untuk sampai pada tempat absorpsi.
• Absorpsi obat selain dipengaruhi oleh rute
pemberian, juga dipengaruhi oleh faktor bentuk sediaan obat.
• Faktornya ??
a. Proses pelepasan obat dari sediaan (liberasi) b. Interaksi dengan bahan tambahan
c. Stabilitas zat aktif dalam cairan biologis
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN PADAT:
• Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dalam keadaan terlarut.
• Contoh:
1. Serbuk harus terbasahi terlebih dahulu untuk dapat terlarut.
2. Cangkang kapsul/ selubung harus dirusak terlebih dahulu agar zat aktif dapat terlarut.
3. Tablet harus terdegradasi dalam bentuk serbuk untuk dapat terlarut.
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN PADAT:
Proses pembasahan sediaan serbuk, dipengaruhi oleh:
1. Energi penggabungan (gaya kohesi) pada serbuk.
Penggabungan serbuk membentuk aglomerat akan mengurangi luas permukaan → proses pelarutan terhambat.
2. Porositas serbuk.
Porositas rendah, serbuk akan membentuk aglomerat → luas permukaan berkurang→ mempersulit proses pelarutan.
Porositas tinggi, akan banyak udara yang terjebak pada pori → serbuk akan sukar terbasahi → proses pelarutan terhambat. Diperlukan porositas yang optimum untuk menghasilkan proses pembasahan optimum.
3. Hidrofilisitas dan hidrofobisitas zat aktif.
Gugus hidrofil pada molekul obat dapat meningkatkan proses pembasahan.
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN PADAT:
• Pelarutan/ pembukaan cangkang kapsul dipengaruhi oleh:
1. Ukuran kapsul
2. pH tempat pelarutan. Kapsul gelatin lebih mudah terlarut dalam pH asam.
3. Suhu. Cangkang kapsul dapat terlarut pada suhu 35- 37°C dalam waktu 15 menit.
4. Interaksi antara kapsul gelatin dengan isi kapsul.
Interaksi antara cangkang kapsul dengan isi kapsul dapat meningkatkan kekerasan kapsul. Contoh: pada aspirin.
5. Waktu dan kondisi penyimpanan sediaan →
mempengaruhi waktu pelarutan cangkang, terutama jika terjadi interaksi antara cangkang dengan obat.
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN PADAT:
• Degradasi sediaan tablet untuk terlarut dipengaruhi oleh:
1. Gaya kempa dan porositas tablet.
2. Metode pembuatan tablet: cetak langsung atau granulasi.
3. Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan tablet.
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN TERDISPERSI: SUSPENSI
• Kinetika pre-disposisi sediaan suspensi dibagi dalam 2 tahap yaitu:
1. Pelarutan partikel zat aktif.
2. Penyerapan zat aktif terlarut.
• Kecepatan liberasi pada suspensi tergantung dari:
1. Kelarutan bahan obat.
2. Kekentalan suspensi
3. Ukuran partikel. Perhatikan juga adanya fenomena “pertumbuhan kristal” selama masa penyimpanan sediaan suspensi.
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN TERDISPERSI:
EMULSI
• Emulsi merupakan sediaan 2 fase, terdiri dari fase terdispers (fase dalam/inner phase) dan fase pendispers (fase luar/ outer phase).
• Predisposisi zat aktif dari sediaan emulsi terbagi dalam 2 tahap, yaitu:
1. Difusi zat aktif dari fase dalam menuju fase luar.
2. Difusi fraksi zat aktif terlarut dari fase luar melintasi membran biologis.
PROSES LIBERASI PADA SEDIAAN TERDISPERSI:
EMULSI
Difusi zat aktif dari fase dalam ke fase
luar
Difusi zat aktif dari fase luar menembus
membran
Dipengaruhi oleh:
• Koefisien partisi zat aktif pada fase dalam dan fase luar.
• Ukuran butiran fase dalam.
• Kekentalan fase dalam
Dipengaruhi oleh:
• Kekentalan fase luar
• Kecepatan zat aktif melintasi membran
INTERAKSI ANTARA OBAT DENGAN BAHAN TAMBAHAN:
• Bahan tambahan dapat berpengaruh terhadap ketersediaan hayati obat.
• Bahan pengisi laktosa dapat meningkatkan kekerasan tablet.
• Penggunaan bahan pengikat konsentrasi tinggi dapat menghambat proses pelarutan tablet.
• Penggunaan bahan penghancur pada tablet dapat mempengaruhi penembusan air ke dalam tablet.
• Bahan pelicin yang bersifat hidrofob dapat menghambat
kecepatan pembasahan, sehingga mempengaruhi kecepatan pelarutan tablet.
STABILITAS ZAT AKTIF:
• Untuk dapat diserap secara optimal obat harus:
1. Berada dalam bentuk aktif.
2. Terlarut
3. Tidak terionkan (bentuk utuh)
• Stabilitas zat aktif dalam sediaan dan dalam cairan biologis → sangat perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan proses absorpsi.
KUIS
• Silakan akses schoology.
• Kerjakan soal pada pertemuan 2.
• Waktu pengerjaan 10 menit.
• Dilarang mencontek temannya.
Referensi
• Aiache, 1993, Farmasetika 2: Biofarmasi,
terjemahan Widji Soeratri, Airlangga University Press, Surabaya
• Shargel, L., Yu, Andrew, B.C., 2005, Applied
Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 5th Ed., McGraw Hill, New York.
• Badan POM RI, 2004, Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi.
• Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, www.boomer.org.
45