43 ISSN: 2442-2622
PENILAIAN DAYA DUKUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN WISATA ALAM KERANDANGAN
Baiq Farista* dan Arben Virgota
Program Studi Biologi Universitas Mataram, Jl. Majapahit 62 Mataram, Nusa Tenggara Barat
ABSTRACT
The development of tourism activities in Taman Wisata Alam Krandangan (TWAK) has shown an escalating trend with 33% visits increase in a period of 2010-2014. The increasing number of visits is potential to promote environmental damage. Therefore, to create a function balance between the area conservation and it’s utilization as a tourism destination, then an assessment study on the tourism carrying capacity is of high importance. This research aimed to analyze tourism carrying capacity based on the environment biophysical aspects as well as the management capacity in TWAK.
Assessments method employed was a carrying capacity assessment developed by Cifuentes (1992).
The concepts of this carrying capacity assessment considered physical, biological, and management conditions in determining the maximum number of visitors and was divided into three levels i.e.
Physical Carrying Capacity (PCC), Real Carrying Capacity (RCC) and Effective Carrying Capacity (ECC). The assessment of carrying capacity was performed in 4 tourism area of TWAK i.e.
recreational area, observation area, camping area and hiking tracks. The calculation results showed the physical carrying capacity (PCC) of TWAK was 1,406 visitors per day. This value implies the number of visitors that physically can be contained in every group of tourism area. Physical carrying capacity could not consider the biophysical factors of the area. Hence, this value cannot be utilized as a reference in visitor management. Based on the calculation result of the real carrying capacity, the maximum number of visitors to be allowed to visit TWAK is 186 people per day. An effective carrying capacity is 93 visitors per day.
Keywords: carrying capacity, ecotourism, Natural Park
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata telah menjadi sector yang menguntungkan dan strategis dalam memajukanperekonomian Kabupaten Lombok Barat. Kegiatan pariwisata Lombok memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap
terhadapProdukDomestik Regional BrutoLombok Barat yaitu sebesar1,1 trilyun rupiah (BPS Lobar 2016).
Perkembangan kegiatan pariwisata di Kabupaten Lombok Barat cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Salah satu daerah tujuan wisata di Kabupaten Lombok Barat yang sedang berkembang saat ini adalah Taman Wisata Alam Kerandangan (TWAK). TWAK
merupakan salah satu kawasan konservasi yang digunakan untuk kegiatan wisata alam dan rekreasi.Data jumlah pengunjung di Taman Alam Kerandangan dalam periode 2010-2014 menunjukkan tren meningkat dengan tingkat pertumbuhan sebesar33% (Tabel 1).
Table1Jumlah Pengunjung TWAK Tahun 2010-2014
No. Tahun Wisatawan
Total Domestik Asing
1 2010 1168 52 1220
2 2011 1252 155 1407
3 2012 2097 318 2415
4 2013 4254 482 4736
5 2014 3993 636 4629
Sumber:BKSDA NTB (2015)
Di lain pihak, pengembangan wisata alam di TWAK juga harus memperhatikan
44
fungsi perlindungan yaitu untuk melestarikan ekosistem. Pengembangan wisata alam dengan konsep ekowisata diharapkan dapat membangun hubungan yang harmonis antara pariwisata dan lingkungan.Ekowisata merupakan kegiatan wisata ke daerah daerahterpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di
suatu daerah, di mana
polawisatanyamembantu ekonomi
masyarakat lokal dan
mendukungpelestarian alam(Depbudpar RI and WWF-Indonesia, 2009).
Ekowisata merupakan strategi untuk mendukung konservasi dan menyediakan pendapatan bagi masyarakat sekitar kawasan lindung(Das & Chatterjee, 2015).
Selain itu, Ekowisata juga memberikan manfaat edukasi bagi pengunjung dalam perlindungan lingkungan dan sumberdaya.
Pada saat yang sama, dampak karena jumlah pengunjung dan kegiatan harus dipantau dengan cermat(Eagles & McCool, 2002).
Pengelolaan pengunjung dalam kegiatan ekowisata dapat dilakukan dengan penilaian daya dukung. WTO mendefinisikan daya dukung sebagai jumlah maksimum orang yang boleh mengunjungi satu tempat wisata pada saat bersamaan tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, ekonomi dan sosial budaya dan penurunan kualitas lingkungan yang merugikan bagi kepuasan wisatawan(Attallah, 2015). Konsep daya dukung dikembangkan untuk mencegah kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Konsep daya dukung sangat potensialditerapkan di kawasan lindung, wisata budaya dan lingkungan alami yang menjadi daerah tujuan wisata dalam kaitannya dengan keberlanjutan Potensi daerah tujuan wisata tersebut dan kehidupan masyarakat lokal (Josef &
Kacetl, 2014). Selain itu, konsep daya dukung ini dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan lanskap kawasan rekreasi hutan, terutama di kawasan yang rentan secara ekologis(McCool & Lime, 2009).
Berdasarkan penjelasan di atas, penilaian terhadap jumlah pengunjung maksimum yang diizinkan untuk melindungi fungsi konservasi di TWAK perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung daya dukung fisik, daya dukung real dan daya dukung efektif.
METODE PENELITIAN
Perhitungan daya dukung di TWA Kerandangan didasarkan pada ruang yang digunakan pengunjung untuk berbagai kegiatan pariwisata. Area TWAK yang dimanfaatkan oleh pengunjung meliputi area rekreasi, tempat observasi, area berkemah, dan jalur hiking. Area rekreasi yang dimaksudkan di sini adalah ruang yang dikunjungi oleh pengunjung dalam menikmati pemandangan dan air terjun.
Area rekreasi di TWAK terdiri dari area gerbang; Air terjun Putri Kembar dan Air Terjun Gua Walet. Area pengamatan satwa adalah ruang yang digunakan oleh pengunjung sebagai tempat untuk mengamati binatang liar (burung, lutung dan monyet abu-abu). Area berkemah adalah ruang yang digunakan oleh pengunjung untuk berkemah.Jalur hiking adalah jalur yang digunakan oleh pengunjung untuk melakukan aktivitas hiking.
Penilaian daya dukung menggunakan metode perhitungan dari Cifuentes (1992)yang terbagimenjadi tiga tingkatan yaitu (Ceballos-Lascuráin, 1996): Physical Carrying Capacity (PCC), Real Carrying Capacity (RCC) dan Effective Carrying Capacity (ECC).
Nilai PCC dihitung dengan menggunakan rumus:
PCC = 𝐴 x(1𝐵)x Rf
dimana PCC adalah daya dukung fisik, yaitu jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat dimuat dalam 1 (satu) hari; A adalah total area yang digunakan untuk kegiatan pariwisata; B adalah total area yang dibutuhkan oleh satu orang per m2 sementara masih mendapatkan kepuasan (Tabel 2); Rf adalah faktor rotasi (jumlah kunjungan per hari). Nilai Rf
45 diperoleh dari rasio periode buka TWAK
dengan rata-rata waktu kunjungan. Periode buka TWAK adalah mulai pukul 08.00-
16.00 dengan waktu kunjungan rata-rata adalah 3 jam sehingga menghasilkan nilai Rf sebesar2,67.
Tabel 2 Total area yang tersedia (A) dan area yang dibutuhkan (B) untuk kegiatan pariwisata di TWAK
Tourism Activity Type A (m2) B (m2) Rf
Rekreasi: AreaGerbang 2 402 10 m2 2.67
Air TerjunPutriKembar 924 10 m2 2.67
Air TerjunGuaWalet 32.89 10 m2 2.67
Berkemah 3 000 10 m2 1
Hiking 2 161 20 m 2.67
Pengamatan Hewan 129 133 10000 m2 2.67
Total 137 653
RCCdidefinisikan sebagai jumlah maksimum wisatawan yang diizinkan
untuk berkunjung dengan
mempertimbangkan faktor koreksi (Cf) daya dukung fisik. RCC dihitung dengan menerapkan formula umum sebagai berikut:
RCC =PCC xCf1xCf2 x … Cfn
Untuk menghitung Cf, digunakan rumus:
Cf = 𝑀𝑖
𝑀𝑡
di mana Cf adalah Perbandingan antara ukuran pembatas dari variabel (Mi) dengan jumlah ukuran variabel (Mt).
Faktor biofisik yang
dipertimbangkansebagai faktor koreksi adalah beberapa faktor pembatas yang diperkirakan memberikan risiko lingkungan serta ancaman terhadap keselamatan dan kenyamanan berwisata.
Faktor koreksi yang dimaksud meliputi jam aktif burung, lereng (slope), sensitivitas lahan terhadap longsor, jumlah hari hujan dan kecepatanangin. Jam aktif burung (Cf1) didasarkan pada total jam aktif burung selama periode buka TWAK.
Lereng(Cf2) didasarkan pada klasifikasi lereng menurut Keputusan Menteri Pertanian Indonesia No.837 / Kpts / UM / 11/1980((Menteri Pertanian, 1980).
Sensitivitas lahan terhadap longsor(Cf3) mempertimbang-kan jenis tanah dan kemiringan lahan. Faktor koreksi jumlah harihujan(Cf4) didasarkan pada data total hari hujan setiap bulan yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nusa Tenggara Barat (BMKG
NTB), Stasiun Selaparang. Perhitungan faktor koreksikecepatanangin (Cf5) didasarkan pada data bulanan kecepatan angin tertinggiselama 1 tahun. Data keceatan angin diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nusa Tenggara Barat (BMKG NTB), Stasiun Selaparang.
ECC adalah daya dukung efektif yang merupakan perhitunganjumlah pengunjung maksimum untuk menjaga area, yang tergantung pada kapasitas manajemen. ECC diperoleh dari membandingkan RCC dengan kapasitas manajemen (MC). dengan menggunakan rumus berikut:
ECC = RCCx MC
dimanaMC adalahkondisi manajemen yang didasarkan pada jumlah personel yang tersedia.
HASIL DAN PEMBAHASAN Posisi TWAK yang sangat strategis yaitu kegiatan pariwisata Lombok barat berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan di masa depan. Akibatnya, risiko kerusakan lingkungan di masa depan juga akan meningkat. Oleh karena itu diperlukan langkah pencegahan dalam bentuk manajemen pengunjung melalui manajemen jumlah kunjungan.
Penilaian daya dukung di TWA Kerandangan dilakukan di 4 area wisatayaitu area rekreasi, area pengamatan satwa, area berkemah, dan jalur hiking.
46
Penilaian dilakukan dalam 3 tahap yaitu menghitung nilai daya dukung fisik, diikuti dengan menilai daya dukung nyata dan terakhir menghitung nilai daya dukung
yang efektif. Penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan pariwisata di TWA Kerandangan di masing-masing wilayah disajikan pada tabel berikut (Tabel 3):
Tabel 3. Nilai Daya Dukung Fisik TWA Kerandangan
Aktivitas Wisatawan A (m2) B (m2) Rf PCC
(pengunjung/hari)
Rekreasi Area Gerbang 2 402 10 2.67 641
Air Terjun Putri Kembar 924 10 2.67 247
Air Terjun Goa Walet 32.89 10 2.67 9
Berkemah 3 000 16 1 188
Hiking 2 161 4 2.67 1 441
Pengamatan Satwa 129 133 10 000 34
Total 137 653 2 558
Berdasarkan hasil perhitungan, daya dukung fisik (PCC) di TWA Kerandangan adalah 1.406 pengunjung per hari. Nilai ini merupakan jumlah pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dalam setiap kelompok area wisata. Daya dukung fisik sering digunakan sebagai alat pengelolaan untuk menentukan ambang batas jumlah pengunjung dimana terjadi perubahan dan gangguan lingkungan (Attallah, 2015).
Kekuatan dan kelemahan ekosistem sangat dipengaruhi oleh faktor geobiofisika(Soemarwoto, 2004). Oleh karena itu, daya dukung fisik ini perlu dikoreksi menggunakan faktor geobiofisik untuk mendapatkan daya dukung nyata.RCC merupakan nilai PCC yang dikoreksi oleh faktor biofisik kawasan.
Faktor biofisik yang
dipertimbangkandalam penelitian ini adalah jam aktif burung, lereng, sensitivitas lahan terhadap longsor dan erosi, jumlah hari hujan, dan kecepatan angin.
1. Jam aktif burung (Cf1)
Jam aktif burung digunakan sebagai faktor koreksi terkait dengan tingkat gangguan yang dapat disebabkan oleh aktivitas pariwisata. Burung-burung di TWAK mulai aktif di pagi hari mulai pukul 06.00 hingga 10.00 dan pada sore hari pukul 15.00 hingga 18.00. Cf1 diukur dengan mempertimbangkan jam aktif burung selama periode buka TWAK.
TWAK dibuka mulai pukul 08.00 hingga 16.00, maka jam aktif burung-burung yang berpotensi mengalami gangguan karena aktivitas wisata adalah pukul 08.00 - 10.00 dan 15.00 - 16.00. Oleh karena itu, faktor koreksi adalah 0,375 (37,50%)
2. Lereng(Cf2)
Faktor lereng(slope) digunakan sebagai faktor koreksi karena pengaruhnyaterhadap pelestarian kawasan, di mana semakincuramlereng, semakin tinggi risiko kerusakan dan gangguan yang akan terjadi.
Selain itu, lerengjuga akan mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pariwisata.
Semakincuramlereng, semakin tinggi risikokecelakaan. Dengan mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian Indonesia No.837 / Kpts / UM / 11/1980, kelaslerengterbagi dalam 5kelas yaitu datar, landai, agak curam, curam, sangat curam. Nilai Cf2diperoleh dengan membandingkankelaslereng dengan total area wisata (Tabel 4).
3. Faktor koreksisensitivitas terhadap longsor(Cf3)
Variabel sensitivitas tanah longsor digunakan sebagai faktor koreksi karena kemungkinan bahaya longsor. Kondisi topografi (kemiringan) dan tipe tanah di TNK memberikan peluang terjadinya longsor. Jenis tanah di TNK adalah regosol, di mana kondisi mikro tanah atas adalah humus subur dan sebagian
47 berpasir. Sementara, lapisan bawah tanah
berbatu. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.837 / Kpts / UM / 11/1980, tanah regosol diklasifikasikan sangat sensitif terhadap erosi. Bahaya dari longsoran (gerakan massa bumi) sering terjadi pada lereng yang curam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa batuan yang tidak tembus cahaya dapat membuat permukaan tanah bergeser. Air yang masuk ke tanah
tidak bisa menembus lapisan-lapisan batu (kedap air) dan akan mengalir ke samping.
Sehingga saat hujan, tanah longsor terjadi di atas lapisan batuan (Hardiyatmo, 2006).
Nilai faktor koreksi terhadap tanah longsor dihitung berdasarkan perbandingan skor sensitivitas terhadap tanah longsor dengan persentase total area pariwisata (Tabel 5).
Tabel 4. Nilai Faktor Koreksi kemiringan lereng (Cf2) berdasarkan kelompok area wisata.
Aktivitas Wisata pada kelompok area wisata
Lereng (%)
Klass
Lereng Total area % SkorLereng Cf2
Recreation Area gerbang 0 - 8 Datar 2 402 1.00 20 0.2
Air
TerjunPutriKembar
25 - 40 Curam 120 183 0.13 80 0.10
>40 Sangat curam 804 299 0.87 100 0.87
Total 924,48 0.97
Air TerjunGuaWalet 15 - 25 Agak Curam 14.64 0.45 60 0.27
25 - 40 Curam 18.25 0.56 80 0.44
Total 32.89 0.71
Berkemah Area 1 0 - 8 Datar 2898 0.97 20 0.193
Area 2 0 - 8 Datar 102 0.03 0.007
Total 3000 0.2
Hiking tracks 0 - 8 Datar 349 0.16 20 0.03
8 - 15 Bergelombang 214 0.10 40 0.04
15 - 25 Agak curam 531 0.25 60 0.15
25 - 40 Curam 761 0.35 80 0.28
>40 Sangat Curam 306 0.14 100 0.14
Total 2161 0.64
Animal Observation 8 - 15 Sloping 0.84 6.52 40 2.61
15 - 25 Slightly Steep 4.92 0.38 60 0.23
25 - 40 Steep 5.94 0.46 80 0.37
>40 Very Steep 1.21 0.09 100 0.09
Total 12.91 0.72
4. Faktor koreksi jumlah hari hujan (Cf4) Variabel jumlah hari hujan digunakan sebagai faktor koreksi terkait risiko kecelakaan yang mungkin terjadi di jalur pariwisata. Jalur wisata di TWAK adalah trotoar yang terbuat dari struktur batu dan pada beberapa bagian telah dilapisi oleh semen. Saat hujan, jalur pariwisata bisa menjadi sangat licin, sehingga mungkin rawan kecelakaan. Berdasarkan data, jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada Desember, Januari,
dan Februari. Jumlah hari hujan yang digunakan sebagai faktor koreksi adalah 83 hari. Jumlah hari hujan yang digunakan sebagai referensi adalah jumlah rata-rata tahunan hari hujan dalam periode 2010-2014. Kemudian, nilai faktor koreksi jumlah hari hujan dihitung dengan membandingkan jumlah hari hujan dalam satu tahun dengan jumlah hari dalam satu tahun (365 hari) menghasilkan nilai 0,227.
48
Tabel 5. Nilai Faktor Koreksi Sensitivitas lahan terhadap longsor (Cf3) Aktivitas Wisata pada
kelompok area wisata
Lereng (%)
Klass Lereng
Total Area %
Skor Kepekaan
lahan terhadap
Longsor
Cf3
Recreation Area Gerbang
0 - 8 Datar 2 402 1.00 Rendah 0.33 0.33 Air terjun
putri kembar
25 - 40 Curam 120.18 0.13 Tinggi 1.00 0.13
>40 Sangat curam 804.29 0.87 Tinggi 1.00 0.87
Total 924.48 1.00
Air terjun gua walet
15 - 25 Agak curam 14.64 0.45 medium 0.67 0.30 25 - 40 Curam 18.25 0.56 Tinggi 1.00 0.56
Total 32.89 0.85
Area pengamatan satwa 8 - 15 Bergelombang 0.84 6.52 Rendah 0.33 0.33
15 - 25 Agak curam 4.92 0.38 Medium 0.67 0.25
25 - 40 Curam 5.94 0.46 Tinggi 1.00 0.46
>40 Sangat curam 1.21 0.09 Tinggi 1.00 0.09
Total 12.91 0.83
Camping Area 1 0 - 8 Datar 2898 0.97 Rendah 0.33 0.32
Area 2 0 - 8 Datar 102 0.03 Rendah 0.33 0.01
Total 3 000 0.33
Hiking Trail 0 - 8 Datar 349 0.16 Rendah 0.33 0.05
Track 8 - 15 Bergelombang 214 0.10 Rendah 0.33 0.03
15 - 25 Agak Curam 531 0.25 Medium 0.67 0.16
25 - 40 Curam 761 0.35 Tinggi 1.00 0.35
>40 Sangat curam 306 0.14 Tinggi 1.00 0.14
Total 2161 0.74
5. Faktor Koreksi Angin (Cf5)
Variabel angin digunakan sebagai faktor koreksi terkait risiko kecelakaan akibat pohon tumbang. Berdasarkan data iklim Kabupaten Lombok Barat, dapat dipahami bahwa kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari.
Dengan demikian, diperkirakan ada 59 hari risiko angin kencang. Kemudian, nilai faktor koreksi angin ditentukan dengan membandingkan jumlah hari dengan kecepatan angin tinggi dengan jumlah hari dalam setahun (365 hari), menghasilkan nilai 0,162.
Hasil penilaian daya dukung riil pada tiap kelompok area wisata di TWAK dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 6. Rata-rata jumlah hari hujan tertinggi pada periode 2010-2014
Bulan Jumlah Hari Hujan
Jumlah Hari Hujan dengan Intensitas Tinggi
Januari 22 22
Pebruari 19 19
November 19 19
November 23 23
Total 83
Tabel 7. Rata-rata kecepatan angin tertinggi selama periode 2010-2014
Bulan Rata-rata Kecepatan
Angin (Knots) Jumlah Hari
Januari 24.00 31
Pebruari 19.00 28
Maret 17.00
Total 59
49 Tabel 8. Hasil Penilaian Daya Dukung Riil (RCC) di TWAK
Aktivitas Wisata pada kelompok area wisata
A (m2) B (m2) Rf PCC Cf1 Cf2 Cf3 Cf4 Cf5 RCC Rekreasi Area Gerbang 2 402 10 2.67 641 0.38 0.20 0.33 0.23 0.16 138.29
Air terjun putri
kembar 924 10 2.67 247 0.38 0.97 1.00 0.23 0.16 0.00 Air terjun gua
walet 32.89 10 2.67 9 0.38 0.71 0.85 0.23 0.16 0.15
Kemah 3 000 16 1 188 0.38 0.20 0.33 0.23 0.16 40.49
Hiking 2 161 4 2.67 1 441 0.38 0.64 0.74 0.23 0.16 53.27
Area pengamatan satwa 129
132 10 000 2.67 34 0.38 0.72 0.85 0.23 0.16 0.59
Total 137 653 2558 232.79
Description: A: Total area of tourism spot; B: area required per person; Rf: Rotation factor; PCC: physical carrying capacity; Cf1: correction factor of birds’ active hour; Cf2: correction factor of slope; Cf3: landslide sensitivity; Cf4: number of rainy days; Cf5: correction factor of wind velocity; RCC: real carrying capacity
Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung nyata dapat dipahami bahwa jumlah maksimum pengunjung yang diizinkan untuk mengunjungi KNP adalah 232,79 orang per hari. Namun, ada dua area rekreasi yang sangat rentan terhadap risiko kerusakan dan keselamatan pengunjung karena air terjun Putri Kembar dan air terjun Gua Swallow tidak memiliki daya dukung. Ini berarti, tidak ada pengunjung yang diizinkan mengunjungi kedua area tersebut. Jika dilihat dari aspek kemiringan dan kerentanan terhadap tanah longsor, kedua area berada pada kelas risiko tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai faktor koreksi kemiringan dan sensitivitas erosi tinggi yang masing-masing 0,97 dan 1. Daya dukung nyata dari kegiatan pengamatan hewan adalah 0,57 yang berarti dalam 2 hari;
hanya 1 pengunjung yang diizinkan untuk melakukan pengamatan binatang. Di sisi lain, daya dukung nyata tertinggi dimiliki oleh area gerbang yaitu 138,29 orang per hari. Dengan kata lain, area gerbang memiliki kekuatan ekosistem yang lebih tinggi daripada area lainnya. Ekosistem yang kuat memberikan daya dukung tinggi sehingga dapat menerima sejumlah besar pengunjung karena daya tahan dan pemulihannya yang mudah (Soemarwoto, 2004).
Nilai daya dukung sesungguhnya bukanlah ukuran optimal jumlah pengunjung yang bisa diterima oleh daerah. Jumlah maksimum pengunjung yang diizinkan untuk tetap menjadi wilayah yang berkelanjutan sangat tergantung pada kapasitas manajemen.
Oleh karena itu, nilai daya dukung dengan mencerminkan kapasitas manajemen (MC) adalah daya dukung yang efektif (ECC). MC didefinisikan sebagai kondisi variabel administrasi dari kawasan lindung untuk dapat melakukan fungsi dan tujuannya.
Komponen manajerial sangat terkait dengan jenis fasilitas fisik yang tersedia untuk pengunjung. Di antara faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan adalah: jumlah staf taman, jam buka taman, ketersediaan layanan dan fasilitas interpretatif, ruang parkir dan / atau ruang docking (Lascurain 1996).
Dalam penelitian ini, komponen manajerial yang akan dipertimbangkan difokuskan pada layanan pariwisata (jumlah staf dan fasilitas yang tersedia). Kapasitas manajemen dinilai dari aspek ketersediaan staf dalam melakukan fungsi layanan pariwisata dan konservasi.
DI TWAK terdapat 5 orang petugas pengelolayang terdiri atas 1 Pengelola Ekosistem Hutan (PEH), 2 polisi hutan, dan 2 pekerja kontrak. Dari hasil wawancara dengan personil Badan Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat, dipahami bahwa jumlah petugas manajemen di TWAK masih terbatas. Untuk perlindungan hutan, diperkirakan dibutuhkan sejumlah 8 polisi hutan, dengan asumsi seorang polisi hutan memiliki kemampuan maksimum untuk mengawasi 50 hektar area hutan. Diperlukan dua orang PEH sebagai tenaga teknis pelestarian dan pemanfaatan, sehingga jumlah total personel adalah 10 orang.
50
Berdasarkan informasi ini, nilai kapasitas manajemen di TWAK dapat dihitung dengan membandingkan jumlah petugas yang tersedia dengan jumlah petugas manajemen yang diperlukan. Hasil perhitungan nilai MC adalah 0,5; sehingga menghasilkan daya dukung yang efektif dari
116,39 orang per hari (Tabel 9). Nilai ini menunjukkan bahwa jumlah petugas TWAK saat ini hanya mampu melayani 50% dari total pengunjung. Agar kelestarian kawasan dan kepuasan pengunjung dapat dipenuhi, maka nilai kapasitas manajemen perlu ditingkatkan hingga 100%.
Tabel 9. Nilai Daya Dukung Efektif (ECC) di TWAK Tourism activity A
(m2) B
(m2) Rf PCC Cf1 Cf2 Cf3 Cf4 Cf5 RCC ECC Rekreasi Area gerbang 2 402 10 2.67 641 0.38 0.20 0.33 0.23 0.16 138.2
9 69.14 Air terjun putri kembar 924 10 2.67 247 0.38 0.97 1.00 0.23 0.16 0.00 0.00 Air terjun gua walet 32.89 10 2.67 9 0.38 0.71 0.85 0.23 0.16 0.15 0.08 Camping 3 000 16 1 188 0.38 0.20 0.33 0.23 0.16 40.49 20.24 Hiking 2 161 4 2.67 1 441 0.38 0.64 0.74 0.23 0.16 53.27 26.64 Area pengamatan satwa 129 132 10 000 2.67 34 0.38 0.72 0.85 0.23 0.16 0.59 0.29
Total 137 653 2 558 232.79 116.39
Description: A: total area of tourism spot; B: area required per person; Rf: Rotation factor; PCC: physical carrying capacity; Cf1: correction factor of birds active hour; Cf2: correction factor of slope; Cf3: landslide sensitivity; Cf4: number of rainy days; Cf5: correction factor of wind velocity; RCC: real carrying capacity;
ECC: effective carrying capacity.
Jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan pada tahun 2014 menunjukkan bahwa nilai tertinggi dari rata-rata pengunjung adalah 19 orang per hari (Tabel 10). Pada bulan Juli hingga Oktober jumlah rata-rata pengunjung untuk 4-7 orang per hari. Ini menunjukkan bahwa jumlah pengunjung di TWAK masih di bawah batas nilai daya dukung efektifnya yaitu 116 orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa ekowisata di TWAK masih dapat dikembangkan, namun membutuhkan peningkatan kapasitas manajemen.
Tabel 10. Rata-rata jumlah pengunjung perbulan tahun 2014
Bulan Jmh Pengunjung (orang)
Rata-rata pengunjung/hari
January 374 12
February 354 13
March 375 12
April 329 11
May 577 19
June 335 11
July 137 4
August 191 6
September 181 6
October 221 7
November 523 17
December 396 13
KESIMPULAN
Jumlah pengunjung yang dapat ditampung oleh kawasan KNP berdasarkan kapasitas manajemennya adalah 116,39 orang per hari. Dengan demikian, pengembangan ekowisata di TNK dapat dioptimalkan dengan meningkatkan kapasitas manajemen hingga 100%.
DAFTAR PUSTAKA
Attallah, N. F. (2015). The Estimation Of Physical and Rel Carrying Capacity with Application On Egypt’s Tourist Sites. Journal of Tourism Research, 12(1), 67–85.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat. (2016). Kabupaten Lombok Barat Dalam Angka 2016. Gerung, Lombok Barat: BPS Kabupaten Lombok Barat.
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Nusa Tenggara Barat. (2015). Rekapitulasi Jumlah Pengunjung di TWA Kerandangan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Konservasi Sumberdaya
51 Alam.
Ceballos-Lascuráin, H. (1996). Tourism, Ecotourism, and Protected Areas.
IUCN.
https://doi.org/10.2305/IUCN.CH.199 6.7.en
Das, M., & Chatterjee, B. (2015).
Ecotourism : A panacea or a predicament ?, 14, 3–16.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, & WWF-Indonesia. (2009).
Prinsip dan Kriteria ekowisata berbasis Masyarakat.
Eagles, P., & McCool, S. (2002). Tourism in National Parks and Protected Area. CAB International.
Hardiyatmo HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Josef, Z., & Kacetl, J. (2014). The Concept of Carrying Capacity in Tourism.
Amfiteatru Economic, XVI(36), 641–
654.
Lascurain CH. 1996. Tourism, Ecotourism and Protected Areas. IUCN Protected Areas Programme.
http://data.iucn.org/dbtw-
wpd/html/tourism/section20.html McCool, S. F., & Lime, D. W. (2001).
Carrying Capacity : Tempting Fantasy or Useful Reality ?, 37–41.
Menteri Pertanian. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837 / Kpts / Um / 11 / 1980 Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, Pub. L. No. 837/Kpts/Um/11/1980 (1980).
Soemarwoto, O. (2004). Ekologi,
Lingkungan Hidup dan
Pembangunan. Penerbit Djambatan.